OPINI, edisi 31 Desember 2010.
Tanggal 29 Desember 2010 lalu Timnas Garuda menjamu Tim Malaysia di Stadion GBK, Senayan Jakarta. Hasilnya, dengan susah-payah Timnas Garuda berhasil memenangkan pertandingan, dengan skor 2 : 1. Dari sisi kemenangan, iya menang. Tetapi dari sisi perolehan gelar juara, Timnas gagal meraih Piala AFF.
Seperti biasa…saya akan coba menghibur Anda dengan hal-hal kritis. Maksudnya, biar TIDAK TERLALU KECEWA, dan kita tetap sadar diri, bahwa: “Semua ini cuma game biasa! Tidak usah dibuat susah! Biasa sajalah!”
Okelah… sekarang Malaysia menang. Boleh disebut Tim Malaysia merupakan tim terbaik di ASEAN (Asia Tenggara). Dibandingkan Indonesia, Filipina, Vietnam, Thailand, Laos, tim Malaysia merupakan yang terbaik untuk saat ini. Ya, dalam turnamen ini jelas sekali hasilnya.
Taruhlah, Malaysia yang terbaik di Asia Tenggara. Tetapi di tingkat Asia, mereka akan kalah menghadapi tim-tim kuat seperti Korea Selatan, Korea Utara, China, Jepang, Arab Saudi, Irak, Iran, dll. yang sudah langganan juara di tingkat Asia dan langganan masuk “Piala Dunia”. Bahkan jika bermain dengan Australia, belum tentu Malaysia akan menang. Jadi, kualitas Malaysia ini masih dalam tataran Asia Tenggara, bukan Asia, atau Dunia.
Katakanlah, di Asia itu Korea Selatan termasuk tim yang paling kuat. Korea Selatan paling langganan menjadi peserta “Piala Dunia”. Bahkan mereka sudah pernah menjadi tuan rumah “Piala Dunia”. Sebagian pemain Korsel ada yang menjadi pemain inti tim Manchester United (yang terkenal dengan simbol “setan merah”-nya). Lalu bagaimana posisi Korea Selatan di tingkat Eropa atau Dunia?
Ya, Korea Selatan tidak terlalu dianggap. Mereka dianggap tim marginal, sekedar sebagai pelengkap saja. Hampir tidak pernah Korsel dianggap sebagai “tim menakutkan” di Piala Dunia. Korsel pernah mengalahkan Argentina, bahkan pernah masuk Semifinal Piala Dunia. Tetapi posisi negara itu tetap saja tidak dianggap oleh negara-negara raksasa bola, seperti Italia, Jerman, Inggris, Perancis, Spanyol, Portugal, Brasil, Argentina, dll.
Pemain sekelas Park Ji Sung di tim Manchester United tidak dianggap terlalu istimewa. Alex Ferguson membutuhkan pemain itu lebih karena dia suka bermain ngotot dan sering memberi “lucky point”. Citra MU dibangun sedemikian rupa dengan sosok seperti Rooney, Giggs, Beckham, Vidic, dll. Jadi aromanya “Eropa banget”. Kalau aroma Asia seperti Park Ji Sung, nanti dululah…
Coba kita ulang lagi… Malaysia tim terkuat di Asia Tenggara, tetapi belum tentu jaya di level Asia dan Dunia. Di level Asia, Korea Selatan termasuk tim hebat. Tetapi di level Eropa atau Dunia, Korsel tetap dianggap tim marginal. Dibandingkan Italia, Jerman, Inggris, Spanyol, Brasil, atau Argentina, Korsel tidak dianggap.
Sedangkan di tingkat dunia, lain lagi catatannya. Italia terkenal sebagai negara sepakbola yang “paling heboh” kalau masuk kompetisi Piala Dunia; sering mendapat juara. Tetapi Italia juga sangat licik. Pemain-pemain Italia selain terkenal temperamental, oportunis, juga licik.
Inggris, adalah negara “syurga bola”. Kompetisi Liga Primer Inggris luar biasa. Ia disebut-sebut sebagai ajang kompetisi paling heboh di dunia. Tetapi anehnya, dalam level Piala Dunia, Inggris paling “paceklik”. Seringkali, mereka sudah gugur sebelum masuk Semifinal. Kasihan deh…
Jerman, adalah tim yang tangguh. Dikenal sebagai “tim panzer”. Mengandalkan kekuatan, serangan bertubi-tubi, koordinasi, kebugaran fisik, tendangan jarak-jauh, dll. Menurut penikmat bola, permainan Jerman tidak terlalu istimewa untuk ditonton. Tetapi mereka sering masuk Final Piala Dunia. Uniknya, sering masuk final, dan sering menjadi juara II. Hingga Jerman dianggap sebagai “almost team” (tim hampir saja).
Brasil dan Argentina, termasuk tim “omong besar”. Maksudnya, posisi mereka sering ditakuti, dikhawatirkan, dipuji-puji; tetapi prestasi sepakbolanya kecil. Kedua negara memang pernah menjadi juara dunia, tetapi sering juga kandas sebelum menacapai Final. Di Piala Dunia di Afsel kemarin, nasib Lionel Messi sangat mengenaskan. (Untung saja dia tidak sampai “mati kelaparan”…).
Adapun tim Spanyol. Ini tim euforia. Mereka bagus, main bagus, berprestasi. Tetapi tim ini didominasi anak-anak Barcelona. Saat ini lagi jaya-jayanya. Tetapi namanya main bola, fisik akan semakin melemah. Dalam beberapa tahun ke depan, diperkirakan era kejayaan Spanyol akan berakhir. Ya, para pengganti Xavi Hernandes dkk. tidak ada.
Singkat kata, kalau bicara soal bola, tetap saja tidak pernah memuaskan…
Coba kita urutkan lagi dari awal. Timnas Indonesia kali ini kalah dengan Malaysia. Malaysia tim terkuat di Asia Tenggara untuk saat ini. Tetapi di tingkat Asia, Malaysia tidak ada apa-apanya. Di level Asia, tim Korea Selatan yang paling dominan. Tetapi di level Eropa atau Dunia, Korea Selatan dianggap tim marginal (tidak dipandang). Sepakbola di dunia didominasi oleh Italia, Inggris, Jerman, Spanyol, Brasil, Argentina, dll. Meskipun begitu, nama besar tim-tim negara itu juga penuh masalah. Tidak ada yang memuaskan!
Lalu, apa yang bisa disimpulkan?
Ya, bola ini hanya permainan belaka. Tidak usah dijadikan sesuatu yang serius. Menang biarin, kalah juga tak apa. Biasa-biasa sajalah! Tidak usah stress karena bola!
Memang, untuk Indonesia kita sedang dalam sakit parah, butuh kebanggaan. Tetapi dalam Piala AFF ini Timnas Garuda gagal meraih juara. Dalam proses penyisihan sampai semifinal prestasi Indonesia bagus, tetapi saat melawan Malaysia Timnas seperti “mati rasa”.
Bisa jadi, saat ini kita butuh juara AFF itu untuk mengangkat moralitas bangsa, agar tidak selalu merasa sebagai bangsa pecundang yang “kalah melulu”. Dari sisi itu, mungkin bisa dibenarkan. Tetapi ketika realitasnya, kita memang kalah dan tidak juara, ya harus diterima dengan legowo.
Sejujurnya, untuk mendapatkan predikat JUARA, tidak cukup dengan teknik bermain, strategi bermain, atau aneka fasilitas bagi tim. Untuk mencapai juara dibutuhkan hal-hal lain, seperti: dukungan suporter, dukungan media, dukungan dana, dukungan politik, dukungan intelijen, tekanan ke FIFA, tekanan ke panitia, kontra supranatural, dll. Itulah yang bisa disebut sebagai INFRASTRUKTUR kemenangan.
Indonesia tidak memiliki infrastruktur kemenangan. Kita hanya mengandalkan Alfred Riedle, Bustomi, Irfan, Gonzales, dan lainnya. Untuk mendapat juara dibutuhkan banyak dukungan material dan non material. Di jaman Orde Baru, sepakbola Indonesia mendominasi Asia Tenggara, karena dukungan negara sangat kuat. Kini, Timnas Garuda baru didukung para politisi ketika mereka sudah mengalahkan ini itu. Kalau Timnas Garuda gagal sejak awal, tidak akan ada politisi yang mau mendukung.
“Kami mendukung tidak gratis, Mas. Karena rakyat lagi demam Timnas, maka kami pun harus menyukai Timnas. Bahkan sampai kami bela-bela membeli kaos Timnas dan aksesoris. Padahal sebenarnya, kami lebih suka olah-raga golf, bowling, biliard, main kartu, dan catur,” begitu logika para politisi.
Satu-satunya alasan yang bisa dibenarkan ketika kita mendukung Timnas Garuda dalam ajang AFF, adalah untuk mengangkat moral bangsa Indonesia. Agar muncul kebanggaan mereka, agar muncul rasa percaya dirinya. Ketika akhirnya gagal, ya mungkin sifat ke-PD-an kita sebagai bangsa akan semakin ambles.
Tapi sadarlah wahai Saudaraku… Permainan bola ini hanya game saja. Tidak usah dibuat rumit. Kalau pun Timnas Garuda sukses merebut Piala AFF, belum tentu Timnas akan berjaya di ajang Asia. Andaikan kita berjaya di Asia, belum tentu akan berjaya di Dunia. Ya, kita ini orang Asia, sedangkan Football adalah olahraga Eropa. Di hadapan para bangsawan bola, kita ini dianggap “marginal”. You know…
[Abi Syakir].