Ketika Pemimpin Jadi SELEBRITIS

Oktober 15, 2009

Di sebuah negara, sebutlah namanya Keblingersia (baca dengan bahasa Sunda).  Di negeri ini rakyatnya sangat memuja-muja TV. TV menjadi “ibadah ritual” harian mengalahkan ibadah-ibadah lainnya. Salah satu acara TV yang sangat disukai adalah GOSIP SELEBRITIS. Rakyat negeri itu begitu memuja-muja para selebritis, melebihi kecintaan mereka kepada Nabi Saw. Kalau ditanya nama, judul lagu, judul sinetron, suami-isteri, dll dari seorang selebritris; warga Keblingersia tahu di luar kepala. Tapi kalau ditanya nama-nama keluarga Nabi Saw, mereka pada bengong.

Rupanya, sebagian pemimpin politik mengerti tentang selera “selebritis minded” rakyat negeri itu. Maka untuk memenangkan pertarungan politik, pemimpin itu tampil “sekinclong” mungkin, seperti para selebritis. Foto dia dipilih yang sebagus mungkin, dari ribuan pose wajah. Dicari yang tampak “awet muda”, segar, selalu mengulum senyum, dan seterusnya. Foto itu pun ditransfer dalam bentuk poster, pamflet, spanduk, kaos, sticker, cetakan buku, iklan TV, dan macam-macam media (istilahnya mix media).

Teorinya sederhana saja: “Sebagian besar pemilih di negeri itu kaum wanita dan gadis-gadis (yang merasa masih gadis, lho). Mereka doyan dengan dandanan selebritis. Maka kalau mau menang pemilihan, bikin promo sehebat para selebritis. Kalau perlu 10 kali lipat lebih hebat. Dijamin, akan menang pemilihan.” Ternyata, teori ini manjur bukan main. Rakyat negeri Keblingersia lupa dengan segala duka-lara hidupnya. Mereka merasa takjub, terharu, terpesona, kagum, cinta, rindu, kepada seorang “selebritis politik” tertentu.

Adapun kandidat-kandidat lain yang menampilkan keberanian, inovasi baru, gebrakan, visi pembangunan, agenda kemandirian, dan sebagainya, semuanya tidak laku. Karena warga Keblingersia sudah kadung mabuk dengan segala macam dunia GOSIP SELEBRITIS. Mereka sudah kadung cinta wajah tampan, maka pikirannya pun tidak berjalan normal. Kuat diduga, banyak warga Keblingersia yang sehari-hari tidak shalat. Kalaupun shalat, mereka hanya shalat fisiknya saja, sementara hatinya lalai. (Na’udzubillah min dzalik).

Hebatnya… Pemimpin negeri itu benar-benar paham selera GOSIP SELEBRITIS rakyatnya. Bukan hanya penampilan yang dibuat “klimis” bak selebritis. Sampai karakter politik pun dibuat semeriah dunia Gosip Selebritis.

Coba perhatikan beberapa kenyataan seperti di bawah ini:

<=> Setiap masuk suatu ruangan terbuka, pemimpin itu dielu-elukan dengan tepuk tangan, diiringi “dayang-dayang” yang panjang.

<=> Dalam pencalonan pejabat tertentu, dia sangat memegang “hak prerogatif”. Istilah yang kerap dipakai, setiap kandidat pejabat yang akan dipilih “sudah ada di kantong”.

<=> Pemimpin itu sangat sering berkeluh-kesah di depan umum. Tidak ragu untuk “curhat” di depan rakyat. Seakan, semua pihak dituntut memahami perasaannya.

<=> Dalam pengumuman nama-nama kandidat pejabat, dia sangat suka melama-lamakan urusan. Sangat suka kalau media-media massa meliput setiap gerak-gerik urusannya. Seolah penentuan calon anu dan anu, semua itu “komoditas gosip politik” yang bermanfaat bagi masyarakat. Semakin lama urusan berjalan, dia semakin girang, sebab media-media massa akan menjadikan urusannya sebagai gosip menarik.

<=> Kalau pemimpin itu seharusnya memiliki lapang dada, maka dia justru “gampang tersinggung”. Ada orang mengatakan “lebih cepat lebih baik”, dia tersinggung, marah, lalu “curhat”. Selebritis banget pokoknya.

Informasi terakhir yang cukup menyita perhatian media-media massa adalah soal rancangan kabinet. Sekitar 10 tahun lalu ada seorang pemimpin politik yang membuat prestasi dahsyat. Hari ini dia dilantik jadi pemimpin, besok kabinetnya sudah terbentuk. Luar biasa. Itu satu-satunya dalam sejarah Indonesia. Hebatnya, kabinet itu berjalan efektif dan membuat banyak prestasi, padahal hanya disusun dalam masa 1 hari.

Nah, di negara Keblingersia saat ini lain. Justru kalau terlalu cepat disusun tidak bagus, tidak jadi gosip media-media massa. Maka urusan penentuan kabinet pun diulur-ulur bukan main lambatnya. Segala macam momen akan dimanfaatkan untuk SELEBRASI agar rakyat semakin jatuh cinta dengan wajah tampan pemimpin itu. Laa haula wa laa quwwata illa billah. Herannya, banyak politisi yang senang dengan keadaan itu, sebab mereka jadi ikut terkenal.

Inilah kenyataan yang memang ada demikian. Hal-hal yang tidak terpuji justru laku di pasaran. Bisa dibayangkan ketika dunia politik berubah menjadi panggung selebritis, kira-kira akan jadi apa wajah negeri itu?

Kata Nabi Saw, kalau amanah disia-siakan, tunggulah saat kehancuran. Bagaimana amanah disia-siakan? Yaitu ketika amanah diserahkan kepada yang bukan ahlinya. (HR. Bukhari). Orang bakat jadi selebritis, kok didaulat menjadi pemimpin…Ya begitulah.

AMW.