Manhaj Pemahaman

PENGANTAR. Di halaman ini ingin kami sampaikan beberapa prinsip-prinsip pemahaman yang selama ini dianut pengelola blog ini. Ini perlu dijelaskan apa adanya, sehingga semua pihak bisa mengetahui, baik kalangan yang dekat maupun yang jauh, kalangan yang dikenal atau tidak dikenal. Insya Allah, tidak ada yang disembunyikan, tidak ada niatan mengelabui orang lain, apalagi menyebarkan kesesatan. Na’udzubillah wa na’udzubillah. Semoga tulisan ini bermanfaat. Amin.

Secara umum, saya (pengelola blog) dibesarkan dalam kultur keagamaan Nahdhatul Ulama’ (NU) di Jawa Timur. Namun dengan nikmat Allah, sejak remaja saya membaca bacaan-bacaan keislaman heterogen dari berbagai sumber. Saat SMA saya tertarik dengan pemikiran keagamaan yang bercorak modern perkotaan (seperti Muhammadiyah). Ketika muncul gelombang dakwah era 80-an, saya termasuk yang terpengaruh oleh gelombang tersebut. Ketika itu muncul Dakwah Salafiyah dari Saudi, Ikhwanul Muslimin dari Mesir, Hizbut Tahrir dari Yordania, Jamaah Tabligh dari India, dan Darul Arqam dari Malaysia. Namun eksistensi kelompok-kelompok pergerakan lokal juga ada, seperti Pesantren Hidayatullah, Lembaga Dakwah Kampus (LDK), Masjid Salman ITB, NII, dll. Baik dari luar negeri atau lokal, semuanya memperkaya khazanah dakwah dan pemikiran Islam di Indonesia.

Ketika kuliah di Malang kemudian pindah ke Bandung, saya ikut dalam kajian-kajian yang diadakan Jamaah Tarbiyah (dikenal luas sebagai Ikhwanul Muslimin atau IM). Meskipun begitu, saya membuka komunikasi dengan ikhwan-ikhwan Salafi, Hizbut Tahrir, Jamaah Tabligh, Darul Arqam, bahkan ikhwan Pesantren Hidayatullah. Saya terus terlibat dalam Jamaah Tarbiyah dan ikut aktivitas politik ketika Partai Keadilan (PK) berdiri tahun 1998. Pasca Pemilu 1999, saya mundur dari PK dan Jamaah Tarbiyah secara umum. Ketika PKS muncul, saya sudah tidak terlibat disana. Selanjutnya, saya lebih banyak mengkaji risalah-risalah ilmiah dari kalangan Dakwah Salafiyah. Saya tertarik dan sangat mengambil manfaat dari kajian-kajian itu, alhamdulillah, namun tidak secara tegas menceburkan diri dalam satu majlis taklim Salafi tertentu.

Dari sisi kajian ilmiah, ilmu-ilmu yang berkembang di majlis-majlis Salafi insya Allah sangat bermanfaat, disertai dengan metode kehujjahan yang bagus. Namun dari sisi kepedulian terhadap masalah-masalah riil yang dihadapi Ummat Islam, Salafi sangat kurang. Bahkan mungkin mereka tidak peduli dengan persoalan-persoalan itu. (Namun, alhamdulillah di masa-masa dewasa ini, kalangan dakwah Salafi sudah banyak perbaikan, sudah banyak berbenah, dan mau terjun dalam usaha-usaha kebajikan ummat. Alhamdulillah. -edited).

Dari sisi lain, kualitas hujjah ilmiah yang dimiliki seringkali menjadi sebab munculnya sikap angkuh dan mencela orang lain. Bahkan yang membuat saya sangat heran, kalangan Salafi tertentu (tidak semuanya) seperti memindahkan begitu saja setiap masalah yang ada di Timur Tengah, lalu disebarkan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Atas alasan-alasan itu, saya tidak ingin terlibat secara langsung dalam majlis-majlis Salafi. Di kemudian hari, alhamdulillah ada juga komunitas Dakwah Salafiyah yang bersikap hikmah dalam dakwah, samhah (toleran) dalam menyikapi perbedaan, dan peduli dengan persoalan-persoalan Ummat. Alhamdulillah.

Secara umum, ada tiga unsur pemikiran yang sangat kuat berpengaruh, yaitu: Metode kajian ilmiah Salafiyah; kepedulian Harakah Islam dalam merespon persoalan-persoalan riil yang dihadapi kaum Muslimin; dan kesadaran terhadap sejarah pergerakan Islam di Indonesia. Kajian Salafiyah sebenarnya sudah dikenal sejak lama di Indonesia, hanya dalam dekade-dekade terakhir, ia mengalami penyegaran luar biasa dari sisi metode dakwah. Sedangkan posisi gerakan Islam lokal sangat penting, sebab mereka lebih memahami situasi masyarakat.

Dari sekian panjang pertumbuhan pemikiran dan pengalaman interaksi dengan elemen-elemen dakwah Islam, alhamdulillah Allah mengajarkan berbagai hikmah pemahaman berharga. Semoga hikmah-hikmah tersebut lurus, sesuai dengan tuntunan Kitabullah dan Sunnah, dan mendapat keridhaan-Nya. Amin.

Hikmah-hikmah pemahaman itu, antara lain sebagai berikut:

[1] Membangun kehidupan beragama secara ilmiah, yaitu mengikut panduan Al Qur’an dan Sunnah yang shahih. Setiap amalan yang dikerjakan, berlandaskan tuntunan ilmu (wahyu Allah). Dalam Al Qur’an, “Janganlah engkau mengikuti apa-apa yang dirimu tidak memiliki ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, kesemua itu nanti akan dimintai pertanggung-jawabannya.” (Al Israa’: 36).

[2] Beribadah kepada Allah dengan memurnikan tauhid kepada-Nya, dan menghindari segala bentuk kemusyrikan. Dalam Al Qur’an, “Dia berseru: Wahai kaumku, sembahlah Allah! Tidak ada bagi kalian sesembahan yang lain, selain hanya Dia!” (Huud: 50, 61, 84).

[3] Mencintai Sunnah Nabi, menghidupkannya dalam kehidupan sehari-hari, dan membelanya dari upaya-upaya penodaan. Dalam Al Qur’an disebutkan, “Maka siapa yang beriman kepadanya (Nabi Muhammad shallallah ‘alaihi wa sallam), memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang diturunkan bersamanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (Al A’raaf: 157).

[4] Meyakini ajaran Islam sebagai panduan hidup yang sesuai dengan fithrah manusia, realistik untuk dilaksanakan, dan telah terbukti dalam sejarah selama ribuan tahun. Dalam Al Qur’an, “Dan siapa yang mencari selain Islam sebagai agamanya, maka tidak akan pernah diterima amal-amalnya, dan dia kelak di Akhirat akan masuk golongan orang-orang yang merugi.” (Ali Imran: 85).

[5] Mendukung terbinanya Al Ukhuwwah Al Islamiyyah, mendekatkan hati-hati kaum Muslimin, serta menghindari perpecahan. Dalam Al Qur’an, “Dia (Allah) telah mensyariatkan bagimu agama ini, sebagaimana yang telah Dia wasiatkan kepada Nuh, dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, dan yang telah Kami wasiatkan dengannya kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, (yaitu agar) kalian menegakkan agama ini dan tidak berpecah-belah di dalamnya.” (Asy Syu’ra: 13).

[6] Menunaikan dakwah Islam secara hikmah, melalui pelajaran yang baik, dan berdialog secara ihsan. Dalam Al Qur’an, “Maka disebabkan rahmat dari Allah, engkau bersikap lembut kepada mereka. Jika engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh darimu. Maka maafkanlah mereka, mohonkan ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dalam urusan itu.” (Ali Imran: 159).

[7] Mendukung penegakan Syariat Islam sebagai upaya perlindungan terhadap kehidupan kaum Muslimin. Dalam Al Qur’an, “Katakanlah: Taatlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya, dan jika kalian berpaling (dari ketaatan itu), maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (Ali Imran: 32).

[8] Mendukung usaha-usaha pemberdayaan kualitas hidup Ummat Islam. Dalam Al Qur’an, “Siapa yang beramal shalih, baik laki-laki maupun wanita, sedangkan dirinya beriman, maka benar-benar Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan benar-benar Kami akan memberikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari amal yang mereka perbuat.” (An Nahl: 97).

[9] Mendukung partisipasi politik Islami dalam rangka menunaikan amanah amar makruf nahi munkar. Dalam Al Qur’an, “Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan orang yang menyeru ke arah kebaikan, mengajak kepada amal baik, dan mencegah kemungkaran. Maka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (Ali Imran: 104).

[10] Berjihad fi Sabilillah dengan cara melakukan pelayanan Islam di berbagai bidang-bidang kebajikan. Dalam Al Qur’an, “Dan benar-benar Allah akan menolong siapa yang menolong (agama)-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Al Hajj: 40).

Butir-butir pemahaman seperti di atas, tidak harus dipahami sebagai manhaj pemikiran sebuah kelompok pergerakan tertentu. Bisa saja ia bersifat individu atau spesifik bagi seseorang. Tetapi perlu diingat, butir-butir pemahaman seperti itu juga bukan perkara baru lagi. Ia sudah berulang kali disampaikan di berbagai kesempatan, oleh berbagai kalangan. Posisi saya seolah hanya mengamati berbagai corak pemikiran keislaman yang berkembang, lalu memilih sebagian butir-butir yang dianggap paling berkilau. Singkat kata, semua ini bukan “penemuan baru”, hanya mengumpulkan yang sudah ada.

Jadi siapapun tidak perlu bersusah-payah mencari kecocokan pemahaman di atas dengan gerakan-gerakan Islam yang ada saat ini, lalu membuat labelisasi. Itu tidak perlu, dan lebih mencerminkan kesempitan jiwa. Perlu saya ingatkan kembali, pembahasan ini sebenarnya lebih untuk merespon keinginan sebagian orang yang ingin melakukan “bedah manhaj”. Nah, ini sudah dikemukakan pemahaman-pemahaman yang dicari. Silakan dinilai sebaik-baiknya, silakan diperiksa secermat-cermatnya. Kalau perlu, mari kita buktikan dengan diskusi terbuka.

Namun dalam konteks amaliyah, jangan pula berkesimpulan, bahwa saya telah melaksanakan butir-butir itu dengan baik. Apa yang diutarakan di atas adalah manhaj pemahaman yang diyakini dan disetujui, bukan sebagai klaim atas kesempurnaan keimanan dan amal. Akhirnya, hanya kepada Allah Ar Rahman kita memohon hidayah, taufik, dan istiqamah. Amin.

Wallahu a’lam bisshawaab.

147 Responses to Manhaj Pemahaman

  1. musthafa berkata:

    assalamualaikum wr wb
    salam kenal AMW… banyak pencerahan saya dapat. belajarnya gimanasih dulu sampean kok bisa sedemikian pintar (jujur). INSYA ALLAH saya akan sering mengunjungi tempat ini.

  2. ahmad berkata:

    sepertinya ana sependapat dengan antum

  3. Azhari berkata:

    Assalamu’alaikum pak,
    Saya salut pd Bapak…
    semoga pemikiran-pemikiran seperti bapak ini banyak lahir saat ini…
    Amien ya rabbal’alamin…

  4. abisyakir berkata:

    @ Musthafa

    Iya Pak, salam kenal juga. Terimakasih jika Bapak mau menyempatkan diri kesini. Semoga bermanfaat ya. Amin.

    Oh ya, jangan terlalu memuji, nanti jadi GR kita-kita disini. Alhamdulillah atas segala nikmat Allah.

    Saya teringat ucapan Said Ramadhan Al Buthi. Beliau pernah mengatakan, bahwa kepandaian itu hanyalah karunia Allah saja. Adapun seseorang hanya berperan “menyediakan wadah”, lalu Allah yang mengisi wadah itu dengan karunia ilmu dari-Nya. Ya, kurang lebih pandangan saya tidak jauh dari itu.

    Alhamdulillah ala kulli ni’matillah.

    AMW.

  5. abisyakir berkata:

    @ Ahmad

    Syukran Akhi, jazakumullah khair. AMW.

  6. abisyakir berkata:

    @ Abdul

    Jazakallah sudah berkunjung. Tapi mohon maaf jangan “ofensif”, sebab nanti biasanya akan menjadi “ekstrem” yang lain. Menyikapi satu titik “ekstrem” jangan dengan membuat “esktrem” yang lain. Terimakasih. Insya Allah kalau ada kesempatan berkunjung.

    AMW.

  7. Yenni berkata:

    Subahanallah…
    perjalanan yang luar biasa…

  8. karqun berkata:

    Assalamualaykum Pak,
    MasyaAllah, saya salut sama antum bisa sempatkan diri untuk sharing hal yg positip, semoga selalu Allah jaga,
    BTW, Bapak belum coba untuk keluar 4 bulan / 40 hari yaa, dg sodara2 dari masjid jami kebon jeruk, klo melihat ghiroh bapak dlm agama ini, tentunya tidak sulit untuk mencobanya dengan niat ishlah diri,
    oh ya insyaAllah tgl 17-19 2009 july di BSD akan diadakan ijtima umat islam seindonesia, sunggu sengan sekali jika bapak bisa hadir, InsyaAllah

  9. wildan hasan berkata:

    kita hampir mirip, cuma beda kualitas. Abdi mah nembe ngorondang….

  10. berawal dari kejawen menuju salafiyin
    berawal dari mujarobat menuju syari’at
    hanya untuk mencari hakikat kebenaran
    Al hamdulillah akhirnya kutemukan kebenaran itu
    kebenaran yang menenangkan hati dan memuaskan akal.
    salafiyah pintu gerbang kesuksesan hakiki dunia akhirat

    akhukum fillah

    Abu Nabila

  11. abisyakir berkata:

    @ Abu Nabila

    Alhamdulillah, semoga Allah merahmati Antum dengan segala perjalanan hidup yang dilalui, lalu mengumpulkan Antum, ana, dan kita semua dengan kaum Mukminin di muka bumi dalam barisan hamba-hamba yang berbakti kepada-Nya. Allahumma amin.

    AMW.

  12. Ahmad berkata:

    Apa pendapat antum tentang PKS…

    Saya sudah lama ikut Trabiyah…tapi ingin sekali pandangan lain dari semisal antum, kalau dari salafi sudah biasa..

    Jazakallah.

  13. karqun berkata:

    adakah teman2 dari pergerakan2 lain menyaksikan kawannya sendiri mati dalam keadaan husnul hotimah ( bisa ucapkan kalimat toyibah ) boleh dong saling sharing, sebagai penyemangant, atau mungkin tuan AbiSyakir bisa buat postingan nya 🙂 saya tunggu yaa

    Jazakallah khair

  14. abuabyan berkata:

    Assalamualaikum, ana setuju sama antum, jangan sampai kita ingin menghindari satu kutub ekstrim, dg menciptakan kutub ekstrim yg lain, yg penting kita memiliki hujjah, perjalanan ilmiah ana pun hampir sama dg antum, doakan saja semoga kita selalu berada dalam shirotol mustaqim

  15. sumeleh berkata:

    alhamdulillah..
    ana bisa menemukan perjalanan batin yang mirip dg saudara abusyakir.

    Kebingungan dengan banyaknya manhaj/pemahaman Islam sedikit banyak tercerahkan dengan tulisan antum.

    jazakalloh atas pencerahannya, tulisan ini semakin menyemarakkan dakwah Islam yang lebih kafah. Tidak berangkat dari ekstrim ke ekstrim yang lain

    semoga.

  16. abisyakir berkata:

    @ Sumeleh.

    Sama-sama Akhi, wa jazakumullah aidhan khaira jaza’. Semoga Allah senantiasa menaungi kita dengan rahmat-Nya, hidayah-Nya, taufiq-Nya, pertolongan, ampunan, dan barakah-Nya. Allahumma amin.

    AMW.

  17. Abdullah berkata:

    Assalamu Aalaikum Ustadz….
    Saya selalu mengunjungi blog antum ini meski jarang berkoemntar. Semoga antum tetap istiqamah di jalan Allah.
    Kunujungi blog saya ya…
    http://www.abdillahsyafei.com

    Wassalamu Alaikum

  18. Haji Muhammad Abdullah berkata:

    Assalamualaikum

    Kaum Syi’ah memiliki AlQuran yang sama 100% dengan AlQuran yang dimiliki oleh Kaum Sunni. Mayoritas Ulama Kaum Sunni adalah orang yang jujur dan bijaksana; tetapi minoritas Ulama Kaum Sunni adalah orang2 yang sombong (takabur & ujub).

    Ulama Sunni yang sombong rajin menyebarkan kebohongan2 tentang madhab Ahlul Bait (Syi’ah) untuk membodohi ummat Islam dan untuk menghancurkan persatuan ummat Islam.

    Ulama Sunni yang sombong mengatakan bahwa Kaum Syi’ah memilik AlQuran yang berbeda dengan AlQuran yang dimiliki oleh Kaum Sunni.

    Pemerintah Iran telah mengadakan Musabaqoh Tilawatil AlQuran International sejak tahun 1979 sampai sekarang ini. Semua negara yang bergabung pada organisasi OKI mengirimkan wakil-wakilnya ke Teheran Iran setiap tahun untuk berpartisipasi pada Musabaqoh Tilawatil AlQuran International.

    Tidak ada satu negara muslim yang melakukan protes kepada AlQuran yang dicetak di Iran; karena Kaum Syiah memiliki AlQuran yang sama 100% dengan AlQuran yang dimiliki oleh Kaum Sunni.

    AlQuran yang berbeda adalah AlQuran yang dicetak oleh ummat Nasrani dan ummat Yahudi.

    ALQURAN 2:120
    Orang2 Yahudi dan orang2 Nasrani tidak akan pernah senang kepada muslim & muslimah sebelum muslim & muslimah mengikuti agama mereka (agama Kristen atau agama Judaica).

  19. AbdurRahman berkata:

    Klu Antum benar-benar mengerti dgn Sunnah dan Salafiyyah kenapa Antum loloskan dan diamkan kebatilan Syi’ah di komentarnya HM. Abdullah?
    Di manakah kecemburuan Antum kepada Sunnah dan Ulamanya?

    Utk bantahannya, silahkan baca: haulasyiah.wordpress.com

  20. abisyakir berkata:

    @ Abdur Rahman.

    Saya mau tanya ke Anda: “Apa ukuran Ahlus Sunnah itu ditentukan karena seseorang mencantumkan komentar-komentar dari orang yang tidak disetujuinya di blog dia?” Apakah itu ukuran Ahlus Sunnah? Kalau begitu, Anda ini perlu belajar lebih jauh lagi.

    Saya ingatkan satu hal: Di Saudi itu sangat banyak ulama-ulama Ahlus Sunnah. Tapi apakah mereka melarang orang Syiah datang ke Madinah untuk berziarah, atau melarang orang Syiah datang ke Makkah untuk Haji?

    Tolong Anda jawab pertanyaan di atas dengan tegas dan jelas, tidak usah mbulet, tidak usah “pukul lalu lari”. Jangan kayak perempuan, beraninya nembak dari jauh, lalu kabur tak karuan rimbanya. Anda kan laki-laki. Jangan kayak perempuan deh.

    Itu saja. Terimakasih.

    AMW.

    NB: Tambahan dalam artikel tentang “Eramuslim dan Wahhabi” itu sudah disinggung soal Syi’ah. Baca disana!

  21. AbdurRahman berkata:

    “Apa ukuran Ahlus Sunnah itu ditentukan karena seseorang mencantumkan komentar-komentar dari orang yang tidak disetujuinya di blog dia?”
    Jawab: Mas pergunakan fiqih dan pemahaman, bukan sekedar perasaan dan emosi.
    Ini bukan soal komentar yang disetujui atau tidak, tetapi soal komentar yang mengandung kebatilan di dalamnya.
    Coba pahami ini: Komentar yang Anda cantumkan apabila berupa kebatilan itu bisa menjadikan blog Antum:
    1. Sebagai sarana menyebar kebatilan
    2. Orang yang membaca mungkin saja terpengaruh dengan kebatilan atau kesesatan tersebut.
    Apakah Antum tidak khawatir menjadi penolong kebatilan -sadar maupun tidak?
    (Semoga Allah Ta’ala memberikan kepahaman kepadaku dan kepadamu).

  22. AbdurRahman berkata:

    Di Saudi itu sangat banyak ulama-ulama Ahlus Sunnah. Tapi apakah mereka melarang orang Syiah datang ke Madinah untuk berziarah, atau melarang orang Syiah datang ke Makkah untuk Haji?
    Jawab: Saya sdh menduga, memang Antum masih sangat awam yaa akhi. Dalam manhaj Ahlus Sunnah tidak pernah diajarkan berdalil dengan Saudi, tetapi dalil itu adalah al-Qur’an dan as-Sunnah, ini yang pertama.
    Kedua: Ini bukan soal orang Syi’ah berhaji ke Baitullah atau berziarah ke Madinah, tetapi soal kebatilan mereka yang Antum loloskan penyebarannya -sadar maupun tidak.
    Ketiga: Justru mereka dibiarkan datang agar bisa melihat dakwah Ahlus Sunnah dan mendapatkan bimbingan darinya
    Keempat: Para Ulama tentu tidak pernah membiarkan mereka jika melakukan penyimpangan ataupun menyebarkan kesesatan mereka, jadi sangat berbeda dengan yang Antum lakukan di blog ini.
    Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah kepadaku dan kepadamu.

  23. AbdurRahman berkata:

    Tolong Anda jawab pertanyaan di atas dengan tegas dan jelas, tidak usah mbulet, tidak usah “pukul lalu lari”. Jangan kayak perempuan, beraninya nembak dari jauh, lalu kabur tak karuan rimbanya. Anda kan laki-laki. Jangan kayak perempuan deh.
    Jawab: Janganlah emosi begitu, santai saja, bukankah manhaj Ahlus Sunnah mengajarkan untuk bersikap lembut, oleh karenanya maafkan saya jika ada kata yang menyinggung Antum.
    Semoga Allah Ta’ala menjadikan Antum dan Ana sebagai orang-orang yang bersaudara di atas manhaj yang haq.

  24. abisyakir berkata:

    @ AbdurRahman

    Hai, Abdurrahman, semoga Allah memuliakanmu dan kami dalam kebaikan.

    Perhatikan kalimat di bawah ini:

    1. Saya mencantumkan pandangan orang-orang yang tidak setuju dengan saya, agar blog ini tidak dianggap SEPIHAK atau satu arah saja. Kalau mau, komentar-komentar seperti kamu ini sudah saya buang sejak dulu. You know man?

    2. Blog ini memang untuk berbagi wawasan, untuk melatih kemampuan berpikir, berdiskusi, dan berargumentasi. Blog ini bukan untuk pemula, tetapi untuk yang telah cukup memahami wawasan Islam. Coba baca lagi tentang “Seputar Blog Ini”.

    3. Di Saudi itu orang-orang Syiah diperbolehkan berkunjung/ziarah secara bebas. Itu sebenarnya jauh lebih berbahaya ketimbang mencantumkan sebuah komentar orang Syiah di blog. Disana bukan hanya soal komentar, tapi orang-orang Syiah itu sendiri datang langsung ke Tanah Suci, membawa pemahaman, mendakwahkan ajarannya, setidaknya dengan penampilan dan amal-amal mereka.

    Terimakasih.

    AMW.

  25. abisyakir berkata:

    @ AbdurRahman

    Ya Allah, Anta tidak pantas memakai nama Abdur Rahman. Nama Ar Rahmaan terlalu luhur untuk sifat-sifat Antum ini.

    Ya, tentu saya tidak berdalil dengan Saudi. Maksud saya, ini coba kamu perhatikan kalimat “Di Saudi banyak ulama-ulama Ahlus Sunnah“. Keberadaan ulama-ulama di Saudi yang sedemikian banyak, masak kita abaikan ketika mereka tidak mendesak penguasa setempat untuk melarang datangnya orang-orang Syiah itu.

    Maksudnya begini, di Saudi saja yang banyak ulama-ulamanya, mereka bisa toleran dengan datangnya ribuan orang-orang Syiah setiap tahun ke Saudi. Lalu saya disini, status bukan ulama, lalu mencantumkan satu komentar orang Syi’ah, masak kamu keberatan? Tidakkah lebih layak kamu keberatan dengan perbuatan para ulama Saudi itu?

    Soal orang Syi’ah ini, saya sudah katakan, lihat tuh pada artikel “Eramuslim dan Wahhabi”. Itu kan sudah disebut disana.

    Trus, satu lagi, nama Antum sebenarnya ini siapa? Abdur Rahman itu nama asli atau bukan? Lalu mengapa alamat e-mail Antum cuma ditulis: abu…@yahoo.co.id. Apakah ini bentuk dari kejujuran Antum?

    Tolong dijawab ya. Kalau tidak, semua pesan Antum akan saya hapus, sebab kita tidak mau gaul sama -maaf- manusia-manusia bermental sampah. Kecuali kalau mereka mau dididik untuk diluruskan pemahaman dan pemikirannya dari kesesatan.

    AMW.

  26. abisyakir berkata:

    @ AbdurRahman.

    Sejujurnya, Antum tidak menjawab pertanyaan saya dengan tegas.

    Antum katakan: “Ketiga: Justru mereka dibiarkan datang agar bisa melihat dakwah Ahlus Sunnah dan mendapatkan bimbingan darinya“.

    Jawab saya: Dari ribuan orang Syi’ah yang datang ke Saudi setiap tahun, berapa banyak dari mereka yang kembali ke Ahlus Sunnah? Dan mengapa bangsa Iran tidak semakin Ahlus Sunnah, tetapi semakin menjadi-jadi ke-syiah-annya? Apakah itu yang disebut “hasil pengaruh bimbingan”?

    Antum katakan: “Keempat: Para Ulama tentu tidak pernah membiarkan mereka jika melakukan penyimpangan ataupun menyebarkan kesesatan mereka, jadi sangat berbeda dengan yang Antum lakukan di blog ini.”

    Jawab saya: Apakah para ulama itu mengikuti gerak-gerak orang Syiah selama di Tanah Suci? Apakah para ulama itu berhasil mencegah semua bentuk penyimpangan dan ajaran kesesatan Syi’ah? Kalau orang Syi’ah mendapat tentangan dalam segala macam kesesatan mereka selama di Saudi, pasti mereka tidak akan mau datang ke Tanah Suci lagi, karena kapok. Itu pasti!

    AMW.

  27. AbdurRahman berkata:

    Abdurrahman: “Sungguh mengherankan, hanya demi agar tidak dituduh SEPIHAK Antum loloskan komentar menyebarkan kesesatan Syi’ah, manhaj yang aneh. Berdirilah di pihak Ahlus Sunnah saja. Kedua, klupun harus memuat sertailah dengan bantahan, mana bantahan kepada komen syi’ah di atas?

    Jawab: Komentar @ Muhammad Abdullah disini tidak sehebat komentar-komentar dia di MyQuran. Coba deh, sesekali lihat ke MyQuran, biar Anda bisa membandingkan. Lagi pula, tolong baca ulang tulisan “Antara Eramuslim dan Wahhabi”. Disitu saya sertakan pandangan kritis tentang Syi’ah.

    Abdurrahman: “Masya Allah, bijak sekali kata-katanya.”

    Jawab: Saya sudah berkali-kali menghadapi orang seperti Anda ini. Ya, dari dulu gayanya selalu begitu, copy paste gaya standar kaumnya.

    Kalimat itu untuk menunjukkan kepada Anda, kalau komentar Anda saja tidak dihapus, mengapa Anda menyuruh saya menghapus komentar orang lain? Anda ini sudah tidak adil, komentarnya sekian banyak saya diamkan, malah saya layani. Tetapi orang lain baru berkomentar satu saja sudah “sesak nafas” berkepanjangan.

    Abdurrahman: “Ini lebih mengherankan; berbagi wawasan cukupkanlah dengan ilmu yang haq, jangan masukkan wawasan yang menyimpang, ingat hati itu lemah. Sama sekali tidak ada jaminan bahwa pengunjung blog ini semuanya “telah cukup memahami wawasan Islam”, bahkan pemilik blognya sendiri pada kenyataannya masih sangat awam dgn permasalahan manhaj.”

    Jawab: Ya, kalau Anda temukan ilmu yang bathil di blog ini, silakan tunjukkan. Nanti akan saya koreksi, kalau memang Anda benar! Apakah mengijinkan satu komentar dari seseorang tertentu, lalu blog ini diklaim memuat kebahilan? Laa haula wa laa quwwata illa billah.

    Anda mengatakan: “Bahkan pemilik blognya sendiri pada kenyataannya masih sangat awam dgn permasalahan manhaj.”

    Jawab: Ya, saya baru memahami, bahwa maksud kata “manhaj” dalam pikiran orang-orang seperti Anda ini adalah tunduk patuh kepada ajaran syaikh/ustadz dan simbol-simbol fanatisme kelompok Anda. Jadi, istilah “manhaj” yang dimaksud disana tidak ada kaitannya dengan Islam, tetapi dengan hizbiyyah kelompok.

    Abdurrahman: Lagi-lagi mengangkat Saudi, berdalil tanpa sadar.

    Jawab: Lho, masalah yang Anda maksudkan itu kan soal “saya mencantumkan komentar @ Haji Muhammad Abdullah” kan? Itu kan masalah teknik, terkait kebijakan sebuah blog. Nah, sikap ulama-ulama Saudi itu bisa menjadi perbandingan sikap teknik mereka.

    Kalau dalil saya sederhana saja, “Wa jaadilhum billati hiya ahsan” (dan bantahlah mereka dengan bantahan yang lebih baik). Katakanlah, saya sudah membantah pandangan @ Muhammad Abdullah dalam tulisan “Eramuslim dan Wahhabi”.

    Hanya masalahnya, orang seperti Anda ini kan inginnya disetujui terus pandangannya, tidak boleh dikritik atau dibantah. Kalau dibantah, terus ngeyel, sampai orang lain “kecapekan” sendiri.

    AMW.

  28. AbdurRahman berkata:

    Trus, satu lagi, nama Antum sebenarnya ini siapa? Abdur Rahman itu nama asli atau bukan? Lalu mengapa alamat e-mail Antum cuma ditulis: abu…@yahoo.co.id. Apakah ini bentuk dari kejujuran Antum?

    Tolong dijawab ya. Kalau tidak, semua pesan Antum akan saya hapus, sebab kita tidak mau gaul sama -maaf- manusia-manusia bermental sampah. Kecuali kalau mereka mau dididik untuk diluruskan pemahaman dan pemikirannya dari kesesatan.

    Masya Allah, kata-kata yang bijak kepada seorang Muslim.

  29. abisyakir berkata:

    @ Abdurrahman.

    Hei, kamu jawab dulu. Mengapa e-mail kamu ditulis cuma abu…@yahoo.com? Apa ada alamat email seperti itu.

    Kamu meminta saya bersikap bijak. Sementara kamu sendiri sudah bersikap curang, dengan memakai nama samaran dan alamat e-mail seperti itu. Nah, yang seperti ini yang disebut “mental sampah”. Dan terbukti, kamu tidak mau menjawab pertanyaan saya.

    Kamu berkali-kali menyebut kata “bijak”. Padahal tujuanmu ingin memprovokasi saya biar emosi, lalu emosi itu kamu syiar-syiarkan seluas-luasnya, agar orang tahu kalau saya “tidak bijak”.

  30. iben berkata:

    shobar ya ustadz ..masya Allah, astghfirullah , “begitukah sikap seorang yang mengaku- ngaku bermanhaj salaf ?, sungguh jauh warna putih dengan warna hitam..,dengan percaya diri berteriak benarlah kamu !, Namun diri sendiri kacau balau tak karuan.
    Mengungkap nama diri saja tak berani , secara sadar akhlaq yahudi sedang kau konsumsi WAHAI NAMA YANG INDAH ABDURRAHMAN ? … dan ingatlah sabar dan sholat adalah penolong kaum muslimin !

  31. iyan berkata:

    setuju dengan antm. ana dukung tetapi kenapa antm mau merobohkan blog ini. keep on dakwah, dakwah via net. please

  32. abisyakir berkata:

    @ Iyan:

    Hai, gimana kabar? Lame kite tak besue…
    Awak dimana pule sekarang ini?

    Pak Iyan gimana kabar? Moga baik-baik selalu. Gimana isteri dan anak-anak? Moga baik-baik selalu ya. Allahumma amin. Salam untuk keluarga Antum.

    Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakaatuh.

    AMW.

  33. dezel h. berkata:

    assalaamu’alaikum.

    Pa, bukannya smua yang bapak paparkan itu sudah ada di dalam risalah pergerakan IKHWANUL MUSLIMIN (bukan PKS loh..). Mungkin smua orang yg keluar dari jamaah tarbiyah itu pada ga kuat dengan proses yang SERBA BERTAHAP tapi BERKESINAMBUNGAN.
    Pengen milih yang serba cepat & instan & ga mau pusing soal politik, negara, & masalah internasional, …ya pas pilihan bapak sekarang..

  34. eyang k4kung berkata:

    yang benar dia yang merasa belum benar…yang salah yang merasa dirinya paling benar,maaf aku ikutan nimbrung,kita saat sekarang bukankah baru tahap perlombaan?di uji siapa yang terbaik dan hasilnya baru akan kita ketahui saat pemberian catatan amal?aku yakin anda berdua paham banget,silakan pakai “taktik” sendiri sendiri yang paling diyakini,dan hormati kebebasan orang lain.perjalanan pengalaman ilmu masing masing orang tak ada yang sama dan outputnya bisa jadi tak sama.maaf sekali lagi..

  35. abisyakir berkata:

    @ Eyang.

    Terimakasih masukannya. Semoga menjadi introspeksi buat saya dan lainnya.

    AMW.

  36. abisyakir berkata:

    @ Dezel H.

    Wa’alaikumsalam warahmatullah.

    Oh begitu Dezel… Wah, kalau begitu, ini bukan “penemuan” baru deh. He he he…becanda Akhi. Mungkin itu karena dulu saya pernah terlibat aktiv dalam dakwah Jamaah Tarbiyah. Jangan-jangan, nanti saya disebut “alumni”. He he he…

    Ya Akhi, segala sesuatu itu ada timbangannya. Ya, Kitabullah dan Sunnah. Inilah manhaj yang kita yakini. Masak sih, orang yang sedemikian banyak keluar dari komunitas tertentu, mereka disebut “ga kuat” semua? Atau mereka dianggap “tidak tahan” dengan proses berkesinambungan?

    Mau bukti, cara yang disebut “manuver berkesinambungan”?

    Saat tahun 1999 PK kalah dalam Pemilu, DPP PK telah menerbitkan maklumat, bahwa PK hanya akan bermain di tingkat Parlemen, bukan masuk Pemerintahan. Belum juga semua DPD/DPW menerima maklumat itu, pihak DPP PK sudah mengingkari maklumat yang dibuatnya sendiri. Mereka membuat keputusan INSTAN, memperbolehkan Nurmahmudi Ismail masuk Kabinet, menjadi Menteri Kehutanan.

    Menurut saya, justru sikap seperti itu yang INSTAN, tidak tahan menderita dengan kebijakan yang telah diambilnya sendiri. Padahal itu dulu lho ya, sewaktu masih PK. Apalagi saat ini? Wah, wah, wah… au ah gelap.

    Elit-elit PKS itu justru tidak menunjukkan sikapnya yang KONSISTEN dengan manhaj perjuangan. Manhaj mereka adalah pragmatisme. Misalnya, sekarang ingin menjalin koalisi dengan Golkar, lalu beberapa bulan kemudian mengkritik Golkar sebagai “partai Orde Baru”. Ini cara berpikir INSTAN, bukan MANHAJI.

    Ala kulli haal, syukran atas masukannya.

    AMW.

  37. Salam kenal pak Abu Syakir. Banyak artikel-artikel menarik yg saya dapat di sini 🙂

  38. rusydi berkata:

    Walah2 diskusi yg panjang ustz. Saya memang pernah nemuin blog yg banyak komentarnya, kayak blog ustz.

    Tapi kok jadi panas gini ya. Kalo saya mah hapus aja komen yg gak edukatif, biar pembaca lain gak terkontaminasi. He3. Afwan. Just saran doang

  39. sangkot berkata:

    Assalamua alaikum

    Sabarlah yang membentuk kebijaksanaan. Istoqomah dalam keyakinan tetapi lembutlah dalam penyampaian. Sabar, sabar, sabarlah

  40. atim sugiono berkata:

    saudara joko waskito ini saya mau tanya penpapat anda tentang syiah.mengapa dunia islam terjadi dua kelompok antara syiah dan ahlul sunnah waljamaah.apakah mereka bersebrangan.dan bagaiman ini sejarahnya bisa terjadi.yang mereka selisihkan itu apa sebenarnya.kalau dilihat keduanya juga muslim.keduanya merasa pihaknya yang paling benar.mohon penjelasannya

  41. widi fatah berkata:

    Saya sedang enjoy membaca tulisan-tulisan Ust. AMW. Tapi saya terganggu dengan debat di atas dengan Sdr. Abdurrahman. Saya ngga mengerti kenapa Ustad tiba-tiba sengit menjawabnya bahkan sangat keras.
    Padahal Sdr Abdurrahman hanya mempertanyakan kecemburuan ustad, karena tidak membantah komentar orang syi’ah di atas.
    Bener, saya tidak mengerti kenapa jawabannya tampak emosional?

  42. abisyakir berkata:

    @ Widi Fatah…

    Sebenarnya itu sudah saya jelaskan, antara lain sebagai berikut:

    = Dalam blog ini komentar-komentar itu sebagian besar diloloskan, biar tidak ada kecurigaan blog ini berjalan “sepihak”.
    = Saya bahkan meloloskan komentar-komentar yang memojokkan diri saya sendiri, sebab hal itu dianggap sebagai prinsip “keseimbangan” (kalau saya boleh mengkritik, maka orang lain boleh juga mengkritik saya).
    = Soal pembahasan Syi’ah, meskipun belum ada tulisan khusus tentang hal itu, saya sudah menyinggungnya dalam tulisan lain. Judulnya “Eramuslim.com dan Wahhabi”. Meskipun begitu Sdr Abdurrahman tetap tidak mau menerima keputusan saya memasukkan komentar Sdr Muhammad Abdullah (?).
    = Kalau dibaca komentar Muhammad Abdullah itu, ia masih tergolong lunak. Masih kalah jauh dibandingkan kasarnya komentar-komentar orang Syi’ah lain, di forum-forum diskusi lain (apalagi yang memang milik orang Syi’ah).
    = Saudara Abdurrahman itu tidak menuliskan alamat e-mailnya secara benar. Beliau hanya menulis “abu….”. Ketika saya menulis email kesana, ya jelas tidak nyampe, sebab memang itu bukan email beneran.

    Sebenarnya, dalam konteks diskusi, tidak masalah kita memiliki perbedaan pendapat. Katakanlah, saya setuju memuat komentar orang Syi’ah selama masih bisa ditoleransi. Tetapi Sdr Abdurrahman memutlakkan tidak menerima komentar mereka sama sekali. Artinya, beliau menutup hak dakwah/diskusi/mendengar kepada orang Syi’ah secara mutlak.

    Tetapi masalahnya, Sdr Abdurrahman -dalam hemat saya- ingin memanafaatkan isu “memasukkan komentar orang Syi’ah” itu sebagai satu cara untuk menjatuhkan saya. Atau bahkan mungkin akan mengeluarkan saya dari Ahlus Sunnah. Tapi ini sekedara prasangka saya ya. Jadi, mohon pahami masalahnya lebih luas, jangan dari satu sudut saja.

    Juga perlu Anda ketahui, banyak pihak yang berpemahaman berbeda dengan saya, diloloskan juga komentarnya. Orang sekuler, pendukung demokrat, liberal, Salafi ekstrem, penjudi, dll. dibolehkan masuk, sebagai bagian dari amanah diskusi.

    Jazakumullah khair.

    == AMW ==

  43. السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

    Apakah Saudara Abu Muhammad Waskito ini, sama dengan Abu Abdirrahman At-Thalibi?

    Abu Muhammad Al-‘Ashri
    (Ginanjar Indrajati B)

  44. @ Abu Muhammad Waskito / Abu Syakir

    Boleh tahu email Anda?

  45. abisyakir berkata:

    @ Abu Muhammad Al ‘Ashri…

    Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakaatuh.

    Syukran Akhi, Antum sudah berkunjung. Silakan lihat-lihat. Blog ini sifatnya untuk “pemberdayaan wawasan Ummat”. Semoga bermanfaat. Amin.

    Jawaban atas pertanyaan Antum: YA !!!

    Sekarang saya lebih suka memakai nama sendiri, Waskito. Tetapi masih ada kunyahnya, Abu Muhammad (sama seperti Antum). Nama depan anak-anak laki-laki saya Muhammad semua. Alhamdulillah. Untuk email ke sini saja: langitbiru1000@gmail.com.

    AMW.

  46. @ Abi Syakir

    >> Thoyyib. Saya hanya ingin tabayyun saja karena pernah dengar dari teman bahwa Abu Abdirrahman At-Thalibi adalah AM Waskito. Pertanyaan saya di atas hanya untuk meyakinkan diri saya saja.

    >> Saya ingin terus terang saja bahwa saya menemukan banyak hal yang janggal dalam artikel-artikel Anda. Rasanya ingin menyanggah, tetapi sepertinya untuk saat ini saya masih merasa waktu saya harus lebih banyak dicurahkan untuk menuntut ilmu dulu.

    >> Saya tanya email karena mungkin jika Allah memberikan waktu longgar untuk menyanggah beberapa artikel Anda, akan saya kirimkan ke email Anda.

    >> Sekalian, apakah Anda punya YM?

    و السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

  47. abisyakir berkata:

    @ Abu Muhammad Al ‘Asy’ari

    Oh ya, la ba’sa. Silakan saja kalau ada yang salah, menyimpang, silakan disampaikan. Insya Allah sejauh itu adalah kebenaran, akan diterima dengan lapang hati. Tetapi saya berharap, Anda juga jangan taqlid dengan yang lain-lain. Jangan seperti selama ini, kita sudah menyampaikan sekian argumen2, tetap saja ditolak, karena tidak sesuai dengan kepentingan kelompoknya. Sayang Anda tidak menyampaikan, tulisan-tulisan mana yang tidak Anda setujui. Setidaknya saya dapat memperkirakan ke arah mana diskusi Anda.

    Tetapi tidak apa, akan saya tunggu. Tidak. Saya tidak memiliki YM. Facebook pun jarang sekali dibuka.

    Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakaatuh.

    AMW.

  48. Assalamualaikum.wr.wb
    Sangat menarik tulisan-tulisan diblog ini, terlebih melihat pengelolanya. Cukup langka bagi saya, selama ini yang banyak saya temui ikhwan Salafy yg cukup “galak”, seperti terhadap Jamiyyah saya (Persatuan Islam–PERSIS di cap galak juga rupanya untuk urusan TBC–). Akan tetapi diblog ini saya bertemu dengan sosok salafiyun yang “ramah” dan bersahabat, semoga Allah senantiasa melindungi dan mengampuni anda ya akhiy…Eits ada yang lupa, boleh dong diperbanyak artikel tentang PK nya, sebab saya termasuk “PKSwatch” dan ingin tahu lebih banyak tentang PKS dimasa kecilnya. Saya minta ijin blog ini untuk ana pasang ditautan di blog saya http://www.tafsirhaditsforum.co.cc. Wassalam…

  49. abisyakir berkata:

    @ Akhi Dede K. Soleh…

    Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakaatuh.

    Amin Allahumma amin, syukran atas doanya. Semoga kebaikan serupa juga dilimpahkan kepada Anda dan readers Muslim di blog ini. (Maklum, kita hanya boleh mendoakan sesama Muslim aja). Syukran atas apresiasinya. Segala puji dan syukur untuk Allah semata.

    Untuk ditautkan ke blog Kang Dede, mangga wae Kang. Silakan, moga bermanfaat. Amin. Tapi untuk artikel-artikel seputar PK/PKS, maaf tidak bisa banyak-banyak. Sama juga tidak bisa banyak-banyak seputar Salafi, NU, dan sebagainya. Memang disinggung, tapi tidak bisa banyak-banyak. Sekedar cukup untuk tujuan meluruskan dan pemberdayaan Ummat saja. Afwan sekali ya. Lagi pula, sudah ada “kavling” yang mengerjakan tugas itu, biarkan Pak DOS di blog-nya (yang belum eksis lagi) mengerjakan hal itu, dengan pendekatannya.

    ‘Ala kulli haal, syukran jazakumullah khair.

    AMW.

  50. Alhamdulillah….syukron ya khiy…

  51. @ Abi Syakir ( بارك الله فيك )

    Iya.. iya. Kita kan terikat dengan dalil, bukan taqlid. Waduh saya banyak melihat yang ganjil di tulisan Anda, namun untuk menyampaikannya dengan tulisan yang ilmiah, kan membutuhkan waktu dan penelitian yang panjang, bukan? Kalau asal kritik, otomatis pihak yang dikritik tidak terima kan?

    Nah, saya sampaikan ini hanya sebagai muqaddimah saja. Saya kan baru ngaji, baru beberapa waktu yang lalu, berbeda dengan Anda. Namun, saya tidak suka dengan gaya penuntut ilmu yang pengecut, yang lempar batu sembunyi tangan. Maka, saya sebutkan identitas saya. Maka, jika nantinya ada tulisan bernama Abu Muhammad Al-Ashri yang mengkritik tulisan Anda, itu saya, dan email yang saya sebutkan asli (bukan palsu). Ini tentunya agar Anda bisa mengcounter balik jika ternyata ada kesalahan di pihak saya.

    Oh ya… Saya ingin meralat. Sebelumnya, saya sebutkan akan kirimkan ke email Anda. Saya ralat: mungkin kritikan akan saya tuliskan di blog saya. Pertimbangannya: tulisan-tulisan Anda sudah terlanjur tersebar di tengah-tengah kaum muslimin, nama Anda pun otomatis tersebar. Maka, mungkin nanti saya sebut nama juga, yaitu Abu Muhammad Waskito atau Abu Abdirrahman Ath-Thalibi.

    Mengenai pernyataan Anda,
    Sayang Anda tidak menyampaikan, tulisan-tulisan mana yang tidak Anda setujui. Setidaknya saya dapat memperkirakan ke arah mana diskusi Anda.

    Saya jawab: Nah, tulisan-tulisan yang tidak saya setujui, akan saya sebutkan dalam tulisan di blog saya nanti. Namun, belum tentu saya buat tema khusus. artinya, mungkin ketika saya membahas tema tertentu, lalu saya ambilkan contoh kasus dari salah satu pemikiran Anda (yang menurut pandangan saya menyimpang)

    Misal: Saya punya draft artikel tentang “Wahai Penuntut Ilmu, Belajarlah dari kasus FIS di Al-Jazair” => Nah, ketika saya membahas kesalahan Ali bin Haj atau Abbas Madani, mungkin saya bawakan contoh orang seperti Keduaa orang di atas di Indonesia adalah AM Waskito -misalnya-.

    Atau tentang istilah salafi haroki, yang Anda populerkan. Dalam hal ini, saya pandang Anda memiliki kesalahan. Maka, ketika saya membahas itu, mau tidak mau saya akan sebut nama Anda (karena Anda yang mempopulerkannya di Indonesia).

    Lalu, kapan artikel itu muncul?
    nah, itu… Saya masih menyibukkan diri dengan ilmu. Jadi, entah suatu saat nanti artikel itu akan saya munculkan. Karena, tentu Anda ingin disanggah dengan ilmiah, bukan hanya sekadar tuduhan kan? nah, inilah yang membutuhkan waktu…

    Intinya, jika nanti ada tulisan yang menyinggung Anda,yang penulisnya adalah Abu Muhammad Al-Ashri, Anda bisa tabayyun ke email saya. Dan kalaupun ada kesalahan di pihak saya, Anda pun bisa menyampaikannya kepada saya. Kita harapkan nantinya, saling kritik di antara kita adalah dalam koridor dalil syar’i, bukan tuduhan tanpa bukti.

    Wassalamu’alaikum….

  52. abisyakir berkata:

    @ Abu Muhammad Al ‘Ashri…

    Sebelumnya syukran atas doa Antum. Semoga keberkahan juga Allah limpahkan kepada Antum juga. Amin.

    Menanggapi komentar Antum:

    Iya.. iya. Kita kan terikat dengan dalil, bukan taqlid. Waduh saya banyak melihat yang ganjil di tulisan Anda, namun untuk menyampaikannya dengan tulisan yang ilmiah, kan membutuhkan waktu dan penelitian yang panjang, bukan? Kalau asal kritik, otomatis pihak yang dikritik tidak terima kan?

    Opini yang Anda bentuk ini bisa menjadi FITNAH. Nanti orang akan mengatakan hal yang sama. Tetapi Anda tidak menyertai opini Anda dengan bukti-bukti. Ini bisa menjadi fitnah yang buruk. Bukankah dalam hadits Nabi mengatakan, “Bagi yang menuduh sampaikan bukti, bagi yang bersaksi harus disumpah.” Kalau tidak salah begitu. Saya agak lupa lafadz-nya. Ini bisa dilihat pada salah satu hadis Arba’in Nawawiyyah.

    Anda ini penuntut ilmu kok main kritik, tanpa memberikan referensi bukti kritik Anda. Anda belajar ilmu dimana, kok bisa seperti itu?

    Nah, saya sampaikan ini hanya sebagai muqaddimah saja. Saya kan baru ngaji, baru beberapa waktu yang lalu, berbeda dengan Anda. Namun, saya tidak suka dengan gaya penuntut ilmu yang pengecut, yang lempar batu sembunyi tangan. Maka, saya sebutkan identitas saya. Maka, jika nantinya ada tulisan bernama Abu Muhammad Al-Ashri yang mengkritik tulisan Anda, itu saya, dan email yang saya sebutkan asli (bukan palsu). Ini tentunya agar Anda bisa mengcounter balik jika ternyata ada kesalahan di pihak saya.

    Ya, bagus bagus. Ini ada kesadaran yang baik, alhamdulillah. Malah Akhi, saya kasih tahu Antum. Salah satu atsar dari benarnya ilmu kita adalah As Syaja’ah (keberanian). Seolah ilmuwan sejati akan sangat memahami firman Allah, “Wa laa takhsyauhum wakhsauni li utimma ni’mati ‘alaikum wa la’allakum tahtadun” (jangan takut ke mereka, tapi takutlah kepada-Ku, agar Aku sempurnakan nikmat-Ku kepadamu dan agar kalian mendapat petunjuk). Terus terang, saya tidak bisa mencela Antum karena memakai nama kunyah dan nisbah tertentu, bukan nama asli. Sebab saya dulu juga seperti itu. Saya dulu pernah memanfaatkan nama kunyah, maka kini harus ridha dengan semua yang memakai kunyah.

    Saya jawab: Nah, tulisan-tulisan yang tidak saya setujui, akan saya sebutkan dalam tulisan di blog saya nanti. Namun, belum tentu saya buat tema khusus. artinya, mungkin ketika saya membahas tema tertentu, lalu saya ambilkan contoh kasus dari salah satu pemikiran Anda (yang menurut pandangan saya menyimpang).

    Oh tidak apa, silakan saja, bagaimana saja yang lapang menurut Anda. Oh ya, jangan lupa sebutkan blog Anda, biar nanti saya bisa mampir kesana, bi idznillahil ‘Azhim.

    Misal: Saya punya draft artikel tentang “Wahai Penuntut Ilmu, Belajarlah dari kasus FIS di Al-Jazair” => Nah, ketika saya membahas kesalahan Ali bin Haj atau Abbas Madani, mungkin saya bawakan contoh orang seperti Keduaa orang di atas di Indonesia adalah AM Waskito -misalnya-.

    Oh, soal FIS. Ya, silakan Anda selesaikan tulisan Anda. Saya tunggu, bi nashrillah.

    Saya yakin, saat Anda membahas FIS pasti rujukan Madarikun Nazhar Fis Siyasah, karya “magnum opus”-nya Abdul Malik Ramadhani. Dia itu seorang ulama yang penanya sangat tajam dalam mencabik-cabik kehormatan kaum Muslimin (FIS) di Aljazair. Dalam salah satu fasal buku itu, dia menuduh Ali bin Hajj berada di balik pembantaian massal di Aljazair. Sungguh, andaikan Abdul Malik Ramadhani menjalani hidupnya sejak lahir sampai saat ini, dengan hanya shalat, tasbih, dan menuntut ilmu saja, tanpa sedikit pun tergelincir dosa (andai bisa demikian). Maka semua itu tidak akan cukup untuk menghapus fitnah-fitnah hebat yang telah menyebar ke seluruh penjuru dunia, karena tulisannya yang membara amarah itu.

    Lihatlah ulama yang namanya Abdul Malik Ramadhani ini! Dia disebut ulama…dia disebut ulama…dia disebut ulama…diagung-agungkan oleh Salafiyun di dunia, termasuk di Indonesia ini. Laa haula wa laa quwwata illa billah.

    Orang yang disebut ulama ini, LIDAHNYA SANGAT TAJAM DALAM MENGHANTAM PARA DAI, PARA AKTIVIS DAKWAH ISLAM, BAHKAN MENUDUH ALI BIN HAJJ MENJADI DALANG PEMBANTAIAN PULUHAN RIBU PEMUDA ISLAM DI ALJAZAIR. Tetapi pada saat yang sama, DIA LUPA TERHADAP KEZHALIMAN PENGUASA MILITER ALJAZAIR. PENA DIA TERUS MENYERANG TOKOH-TOKOH FIZ, DAN TAK SEDIKIT PUN KALIMATNYA MENYERANG PEMERINTAH MILITER ALJAZAIR YANG MENGUBUR HARAPAN KAUM MUSLIMIN UNTUK MENEGAKKAN SYARIAT ISLAM DISANA.

    Bandingkan dengan Syaikh Bin Baz rahimahullah. Saat Ikhwanul Muslimin di Hamma Syria dihancurkan oleh Hafezh Assad, beliau menyerukan agar kaum Muslimin membantu Ikhwanul Muslimin dengan apa saja yang mampu dilakukan. Luar biasa, banyak orang Ikhwan mengkritik Syaikh Bin Baz; beliau sendiri ada di Saudi, tidak tahu banyak keadaan di Syria; namun saat saudaranya terzhalimi, beliau serukan untuk menolong. Beliau mengimani sabda Nabi Saw, “Unshur akhaka zhaliman atau mazhluman!” (Tolonglah saudaramu yang berbuat zhalim -dengan mencegah kezhalimannya-, dan yang dizhalimi).

    Demi Allah, saya tidak sudi mengambil ilmu dari “ulama” seperti Abdul Malik itu. Tidak mungkin seseorang disebut ULAMA SUNNAH, tapi senang mengobarkan fitnah di kalangan kaum Muslimin. Andaikan Abdul Malik tahu banyak dokumen yang berkaitan dengan nyawa dan kehidupan kaum Muslimin, mengapa tidak dia simpan dokumen itu? Bukan menyembunyikan kebenaran, tapi menjaga Ummat agar di tengah-tengah mereka tidak bertebaran fitnah membinasakan. Andaikan setiap ulama membongkar semua dokumen yang dia ketahui, masya Allah bagaimana nasib Ummat ini?

    Kalau memang dia membenci FIS, mengapa dengan cara menyebarkan fitnah seperti dalam buku Madrikun Nazhar itu? Tidakkah lebih layak dia diam saja, daripada ikut menimbulkan madharat kepada FIS yang sedang tertimpa mushibah? Atau kalau mau menasehati FIS, nasehati dengan baik, bukan mengobral fitnah seperti itu? Atau setidaknya, dia dalam bukunya juga menyinggung posisi Pemerintah Aljazair yang menggagalkan kemenangan FIS untuk menegakkan Islam di Aljazair.

    Atau tentang istilah salafi haroki, yang Anda populerkan. Dalam hal ini, saya pandang Anda memiliki kesalahan. Maka, ketika saya membahas itu, mau tidak mau saya akan sebut nama Anda (karena Anda yang mempopulerkannya di Indonesia).

    Ya, terserah lah. Saya sudah ‘ngilu’ mau membahas masalah itu.

    Begini saja deh Akhi, saya harapkan Antum baca saja buku “Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak I”. Tolong baca dulu buku itu, tidak usah semuanya, cukup bagian soal istilah “Salafi Haraki, Salafi Yamani”. Itu saja. Nanti kalau sudah baca bagian itu, Antum cepat-cepat tutup bagian lainnya, jangan dibuka. Atau buang saja bukunya, asalkan Antum sudah baca bagian istilah itu. Pendeknya Antum jangan ketahuan ustadz Antum lagi baca buku itu, khawatir antum akan diboikot 40 hari 40 malam gara-gara membaca buku itu. Kan orang seperti Antum ini biasanya lebih takut ke ustadz dan teman-teman pengajian, daripada kepada Allah. (Maapin ya kalau saya salah sangka).

    Kalau tidak puas dengan DSDB I, silakan baca DSDB II, disana lebih banyak lagi dibahas soal istilah “Salafi”. Setelah baca itu semua, silakan mampir kesini lagi, Antum buat komentar baru.

    Lalu, kapan artikel itu muncul? nah, itu… Saya masih menyibukkan diri dengan ilmu. Jadi, entah suatu saat nanti artikel itu akan saya munculkan. Karena, tentu Anda ingin disanggah dengan ilmiah, bukan hanya sekadar tuduhan kan? nah, inilah yang membutuhkan waktu…

    Iya, selamat menuntut ilmu, selamat menyibukkan diri dengan ilmu. Biarkanlah kami-kami saja yang “sibuk dengan fitnah”, sibuk cela sana cela sini, sibuk demonstrasi, sibuk mengkritik pemerintah, dll. Ya, silakan saja Anda sibukkan diri dengan ilmu.

    Nanti, kalau lagi jenuh “menyibukkan diri dengan ilmu”, silakan mampir ke blog ini. Lalu Anda buat komentar, “Saya melihat Anda (Abu Syakir) memiliki sekian banyak kesalahan, ketergelinciran, menyimpang dari Al Haq. Tetapi nanti saja saya sebutkan dalam tulisan saya, sambil saya tidak tahu kapan tulisan itu akan selesai. Maklum, tulisannya kan harus ilmiah, banyak dalilnya, takut salah seeeh.”

    Yo wis, tak tunggu disini…bi idznillah wa nashrih, innahu Jawadun Karim wa Ra’ufun li kulli ‘Ibadihi.

    Intinya, jika nanti ada tulisan yang menyinggung Anda,yang penulisnya adalah Abu Muhammad Al-Ashri, Anda bisa tabayyun ke email saya. Dan kalaupun ada kesalahan di pihak saya, Anda pun bisa menyampaikannya kepada saya. Kita harapkan nantinya, saling kritik di antara kita adalah dalam koridor dalil syar’i, bukan tuduhan tanpa bukti. Wassalamu’alaikum….

    Eee…masih ada komentar lainnya, tho? Kirain lagi menyibukkan diri dengan ilmu? Maap maap, maap suraap…

    Insya Allah, saya lapang dada, bi nashrillah. Kalau memang Anda benar, insya Allah akan saya terima. Kalau saya yakin diri saya benar, ya saya katakan apa adanya. Tidak pake basa-basi. Kita bisa dialog disini atau via e-mail, atau mau ketemu di Bandung juga boleh (kalau ada kemauan dan kesempatan).

    Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakaatuh. Afwan ya, kalau dalam beberapa hal saya bercanda.

    AMW.

  53. inspirasi berkata:

    salam kenal aja deh 😀

  54. @ Abi Syakir

    السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

    hadits yang Anda maksud bunyinya adalah

    عن ابن عباس – رضي الله عنهما – أن سول الله صلى الله عليه وسلم قال: (( لويعطي الناس بدعواهم, لادعى رجال أموال قومآ ودماءهم, لكن البينة على المدعي واليمين على من أنكر ))

    حديث حسن رواه البيهقي (10/252) قال ابن حجر في البلوغ(ح1408)بإسناد صحيح, وقال في الفتح(5/283) وهذه الزيادة ليست في الصحيحين وإسنادها حسن, وغيره هكذا, وبعضه في الصحيحين اليخاري(ح4552), ومسلم(ح1/1711).

    Adapun perkataan Anda:

    Anda ini penuntut ilmu kok main kritik, tanpa memberikan referensi bukti kritik Anda. Anda belajar ilmu dimana, kok bisa seperti itu?

    >>> Saya katakan, “Jazakallah khair atas nasehatnya.” Semoga kita semua dilindungi dari memberikan tuduhan tanpa bukti.

  55. abisyakir berkata:

    @ Abu Muhammad Al ‘Ashri…

    Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakaatuh. Syukran Akhi atas kutipan haditsnya. Sekali lagi syukran jazakumullah khair.

    Saya kutip ulang hadits yang Anda kutip:

    عن ابن عباس – رضي الله عنهما – أن سول الله صلى الله عليه وسلم قال: لويعطي الناس بدعواهم, لادعى رجال أموال قومآ ودماءهم, لكن البينة على المدعي واليمين على من أنكر

    Dari Ibnu Abbas Ra., bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Kalau diberikan kepada manusia apa saja yang dia dakwakan, maka seseorang akan mengklaim harta suatu kaum dan darah mereka. Akan tetapi seorang pendakwa/penuduh harus memberikan buktinya, dan orang yang mengingkari tuduhan bersumpah (bahwa dia tidak melakukan apa yang dituduhkan). (HR. Al Baihaqi. Ibnu Hajar menilai shahih dalam Bulughul Maram, dan dalam Fathul Bari beliau mengatakan, tambahan ini tidak ada dalam Shahihain, isnadnya hasan. Dan sebagiannya terdapat dalam Shahihain, Bukhari Muslim).

    Sekali lagi syukran jazakumullah khair.

    AMW.

  56. @ Abi Syakir – بارك الله فيك –

    Tentu saja, kami menjadikan Syaikh Abdul Malik Al-Jazairi sebagai salah satu ulama rujukan. Beliau sudah dikenal keilmuannya. Maka, Syaikh Abdul Muhsdin Al-Abbad dan Syaikh Al-Albani pun tidak memberi komentar negatif ketika memuraja’ah kitab Madarikun Nazhar. Bahkan, kitab ini pun juga dibaca oleh ulama yang lain, sebagaimana yang bisa Anda baca dalam kitab aslinya, di antaranya adalah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.

    Mereka semua adalah ulama rujukan. Nah, kalau Anda sendiri meragukan kapasitas Syaikh Abdul Malik, bahkan Anda sendiri berkata “Demi Allah, saya tidak sudi mengambil ilmu dari “ulama” seperti Abdul Malik itu.”

    Pertanyaan saya: Lalu, siapa ulama di dunia ini yang bisa dijadikan rujukan? Artinya, Saya ingin bertanya kepada Anda siapa saja ulama yang Anda ambil ilmunya. Selama ini, setelah saya baca tulisan-tulisan Anda, Anda nampak mengagungkan manhaj salafiyah. Nah, siapa ulama salafiyah sejati saat ini (yang masih hidup, atau sudah mati tetapi di masa kontemporer ini) menurut pandangan Anda sehingga bisa dijadikan rujukan?

  57. abisyakir berkata:

    @ Abu Muhammad Al Ashri (bukan Al ‘Asyari ya…di feeling saya terasa sebagai Al ‘Asyari, maaf).

    => Kalau kita baca kata pengantar Syaikh Albani dalam buku itu, beliau tidak memuji buku itu. Coba saja, Anda periksa lagi! Malah beliau disana bicara tentang hak-hak para dai yang disebut dalam buku itu, beliau keberatan dipuji setinggi langit, dan beliau sebut judul buku-buku beliau yang diminta Abdul Malik.

    => Kata pengantar Syaikh Al Albani rahimahullah bukanlah pujian kepada buku itu. Maka kemudian diperlukan kata pengantar baru yang benar-benar memuji buku itu. Ia adalah kata pengantar dari Syaikh Abdul Muhsin ‘Abbad. Itu pun setelah berlalu waktu bertahun-tahun. Saya baca kitab aslinya, tapi versi e-book dari sumber: muslim.or.id.

    => Sebenarnya buku seperti Madarikun Nazhar Fis Siyasah, itu bukan buku ilmiah yang berkah. Itu buku FITNAH yang mencoreng kehormatan para ahlul hadits di muka bumi. Saya tidak percaya ada ulama hadits yang penanya pekat berisi bara kebencian, amarah, dan ketidak-jujuran seperti itu. Sungguh, kitab Madarikun Nazhar itu bukan pujian bagi ulama, tetapi aib memalukan. [Tapi untuk bagian “6 Mutiara Ahlus Sunnah”, itu bisa diambil dan didalami, walhamdulillah. Adapun untuk segala tuduhan, kecaman, cacian, penghinaan, fitnah, dll yang dilontarkan Si Abdul Malik kepada FIS maupun dai-dai Islam lainnya, itu harus dibuang].

    => Sifat Ahlus Sunnah sejati, salah satunya digambarkan dalam ayat berikut ini: “Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kaummu sendiri, terasa berat baginya penderitaan kalian, lagi sangat mengharapkan kebaikan bagi kamu, sangat penyantun dan penyayang kepada orang-orang mukmin.” (At Taubah: 128). Dalam hadits Nabi Saw mengatakan, “Akmalul mu’minina imanuhum ahsanuhu khuluqa” (yang paling sempurna keimanannya ialah yang paling baik akhlaknya). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyyah rahimahullah, beliau membantah kesesatan Rafidhah (Syi’ah) dalam kitabnya Minhajus Sunnah Nabawiyyah. Tetapi beliau dalam kitab itu sangat adil, menjelaskan secara terang, tidak mencaci-maki kaum Rafidhah. Beliau membantah kesesatan Rafidhah dengan adil. Sebab sikap adil itu akhlak yang harus diterapkan kepada siapapun, termasuk kepada orang kafir (Al Maa’idah: 8).

    Lalu bagaimana kesalahan dai-dai, aktivis FIS, tokoh-tokoh FIS itu? Apakah mereka lebih sesat dari Rafidhah, lebih sesat dari orang-orang kafir? Sungguh, malu sendiri membaca buku seperti Madarikun Nazhar itu.

    => Buku seperti Madarikun Nazhar itu bukan satu-satunya. Masih ada buku-buku EMOSIONAL lain, yang tidak ilmiah, mencerminkan kebencian tanpa ampun kepada sesama Muslim. Contoh lain, buku Jamaah Wahidah Laa Jamaat, Firqatun Najiyyah Humul Ahlul Hadits, Quthbiyyah Hiyal Fitnah, dll. Kitab-kitab ini termasuk kitab rudud (bantahan). Tetapi bukan bantahan yang adil, obyektif, dan tidak emosional. Semuanya memendam kebencian subyektif kepada pihak-pihak tertentu yang dilawan melalui buku-buku itu. Hanya saja, tentu agar terkesan ilmiah, disana-sini ada ayat Al Qur’an, hadits Nabi, atsar Shahabat, qaul ulama, dll. yang kesemua itu biasanya mudah menipu orang-orang yang biasanya hanya melihat kulit saja. Manhaj para penulis fitnah ini sangat jelas: Mereka mengambil perkataan musuh-musuhnya, sepotong-sepotong, lalu dihidangkan di atas meja, kemudian dibantai habis-habisan. Ya begitu itu manhaj “Ahlul hadits”. Aneh bin ajaib. Mereka tidak mau melihat konteks masalahnya secara utuh, tetapi meneliti ketergelinciran kalimat manusia sebaris demi sebaris. Kalau ketemu, “Ini dia. Dia salah ngomong disini. Ayo bantai!!!” Sungguh, ini bukanlah cara perbantahan yang benar seperti yang disebutkan dalam Al Qur’an, “Wa jaadilhum billati hiya ahsan!” (dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik).

    => Bayangkan, dalam buku Madarikun Nazhar itu, sampai ada ungkapan kasar Abdul Malik kepada Salman Al ‘Audah, kira-kira ungkapannya: “Miskinu Anta ya Salman!” (Miskin kamu, wahai Salman!). Coba lihat, apakah seperti itu akhlak seseorang yang disebut Ulama Sunnah?

    => Contoh lain isi buku Madarikun Nazhar. Dalam buku itu Abdul Malik berdalil panjang, bahwa urusan politik itu masalah khusus yang hanya menjadi porsi para ulama, ahli yang mumpuni, bukan urusan orang awam. Jadi hanya “orang khusus” yang berhak bicara soal politik. Tetapi pada saat yang sama, Si Abdul Malik “ahlul hadits” ini, dia menyebarkan fitnah politik ke seluruh dunia melalui bukunya yang penuh fitnah. Lha, dengan orang membaca buku itu, jelas mereka akan terfitnah oleh maksud-maksud buruk yang diinginkan penulisnya. Mereka akan jadi membenci FIS, tokoh-tokohnya, menyebut Ali bin Hajj bertanggung-jawab atas pembantaian 50.000 pemuda Aljazair, mencaci-maki dai-dai, dll. Salah satu korban fitnah Abdul Malik ini di Indonesia, contohnya Ja’far Umar Tholib, Luqman Ba’abduh, Eks Laskar Jihad, dll. Mereka itu orang yang tidak bisa membedakan mana isi dan mana bungkus. Pokoknya ada kitab yang kelihatan banyak dalil, ayat, hadits, atsar, qaul ulama, langsung dilabeli: INI ILMIAH BANGET !!!

    => Saya punya tulisan kritis tentang Madarikun Nazhar ini. Kalau ada kesempatan, insya Allah nanti ditampilkan. Ke depan mudah-mudahan saya bisa menulis bahan-bahan untuk membela FIS dari tuduhan-tuduhan. Bukan karena setuju cara-cara FIS, tapi membela sesama Muslim yang dizhalimi.

    Walhamdulillah Rabbil ‘alamiin.

    = AMW =

  58. Ustadz, Anda belum menjawab pertanyaan saya.

    Lalu, siapa ulama di dunia ini yang bisa dijadikan rujukan? Artinya, Saya ingin bertanya kepada Anda siapa saja ulama yang Anda ambil ilmunya. Selama ini, setelah saya baca tulisan-tulisan Anda, Anda nampak mengagungkan manhaj salafiyah. Nah, siapa ulama salafiyah sejati saat ini (yang masih hidup, atau sudah mati tetapi di masa kontemporer ini) menurut pandangan Anda sehingga bisa dijadikan rujukan?

  59. abisyakir berkata:

    @ Abu Muhamamd Al-Ashri.

    Syukran Akhi atas perhatian Antum. Pertanyaan Antum ini tidak mudah menjawabnya. Sulit untuk menyebut nama ulama fulan dan fulan. Kita mesti memahami terlebih dulu metode menerima ilmu itu sendiri. Tentu jawabannya tidak sederhana. Ada ulama yang membahas tentang manhaj talaqqi, manhaj thalabil ‘ilmi, manhaj tarbiyyah, manhaj ta’lim, manhaj tahqiq, dsb. Namun disini saya sampaikan jawaban yang ringkas saja:

    => Dalam sebuah dialog, Syaikh Bin Baz rahimahullah pernah ditanya tentang siapa saja yang bisa diambil ilmunya? Beliau menegaskan, bahwa ilmu itu bukan hanya milik Zaid, Amru, dan sebagainya. Ilmu itu bisa dari mana saja, asalnya sesuai Kitabullah dan Sunnah. Akan lebih baik, kata beliau, seorang penuntut ilmu belajar dari risalah-risalah yang memuat ijma’ Shahabat, pendapat para ulama, dan sebagainya. Kurang lebih seperti itu.

    => Ilmu yang diharapkan dipelajari setiap Muslim adalah ilmun nafi’ (ilmu yang bermanfaat). Hal ini sesuai dengan doa yang diajarkan oleh Nabi, “Allahumma ini as’aluka ilman nafi’an” (Ya Allah aku meminta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat). Ilmu yang bermanfaat itu ada dunia: Ilmu dinniyyah yang menyampaikan kepada kebaikan di Akhirat, dan ilmu dunyawiyyah/teknik yang memudahkan urusan kehidupan dunia. Hal selaras dengan doa setiap Muslim, meminta kebaikan di dunia dan Akhirat.

    => Pemilik ilmu yang bermanafaat bisa siapa saja, tidak dibatasi hanya dari kaum, madrasah, kitab, atau ashab tertentu. Siapapun yang dikehendaki oleh Allah dengan kebaikan, akan diberi ilmu agama. Begitu pula, siapa saja yang mau bekerja keras menacari ilmu dunia, mereka akan diberi juga. Kalau ilmu agama hanya diambil dari sesama kaum Muslimin, khususnya dari kalangan yang terkenal lurus dan istiqamah. Maka ilmu dunia bisa diambil dari siapa saja, termasuk dari orang kafir. Contoh, di masa Nabi Saw, beliau pernah mencontoh metode perang parit dari bangsa Persia, beliau juga mencontoh pembuatan stempel surat dari sistem administrasi di masa itu.

    => Namun ada kalanya kita harus menghindari tokoh-tokoh tertentu, baik mereka diklaim sebagai ulama atau bukan, yang mengajarkan akidah sesat, mengajarkan permusuhan terhadap Islam (seperti kaum Liberal), mengajarkan konflik antar sesama Muslim, menyebarkan fitnah di tengah kaum Muslimin, terkenal dengan kebohongannya, dan lain-lain sifat semacam itu. Biarpun mereka dianggap ulama, kalau sudah terjerumus dalam fitnah seperti itu, ilmunya tidak perlu dianggap. Bahkan, andai mereka selalu memuji-muji penguasa, tidak pernah menasehati mereka, selalu mencari keridhaan mereka, maka orang seperti itu juga harus dihindari. Sebab agama ini untuk Allah, bukan untuk penguasa. Andaikan agama ini untuk penguasa, tentu Allah tidak akan memerintahkan Musa As untuk memperingatkan Fir’aun, atau Allah tidak akan membiarkan Ibrahim As mengingatkan Namrudz, atau Allah tidak akan memuat kisah Ashabul Kahfi, atau Allah tidak akan memuat Surat Al Masad (Al Lahab).

    => Banyak ulama yang bisa diambil ilmunya. Bisa dari Indonesia, Saudi, Mesir, Pakistan, dan sebagainya. Intinya, ilmu mereka diyakini sebagai ilmu yang bermanfaat, dan mereka bukan ulama-ulama yang terjerumus fitnah. Saya tidak bisa menyebut satu per satu. Tetapi saya bisa mengambil satu contoh, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah. Beberapa kalangan mengkritik pendapat-pendapat beliau. Salah satunya Syaikh Ali Thanthawi rahimahullah. Tetapi di mata saya yang awam ilmu hadits, Syaikh Al Albani termasuk sosok ulama yang bisa diambil ilmunya. Hasil-hasil penelitian beliau tentang hadits sangat memadai di mata saya. Saya tidak berani mengkritik beliau dalam soal hadits, sebagaimana sebagian orang. Sebab saya menyadari betapa awamnya saya dalam ilmu hadits itu. Bagaimana akan menilai, wong saya sendiri awam disana? Sampai saat ini saya masih menerima hasil penelitian hadits Syaikh Al Albani, misalnya dalam topik Shifat Shalat Nabi, Jilbab Wanita Muslimah, dll.

    Demikian yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan. Wallahu A’lam bisshawaab.

    AMW.

  60. Akhi….
    AbU Abdirrahman At-Thalibi -semoga Allah menyinari jalannya-

    Coba Anda baca baik-baik kembali buku Madarikun Nazhar, sebelum saya kembali mengajukan tanggapan berikutnya. Jangan terburu-buru Anda mencela Syaikh Abdul Malik.

    Lihat kembali dengan cermat pengantar Syaikh Al-Albani dan Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad.

    Perkataan Anda,
    “Syaikh Albani dalam buku itu, beliau tidak memuji buku itu”

    >>> Subhanallah. Coba Anda baca ulang kembali pengantar Syaikh Al-Albani. Semoga Allah memberikan rahmat kepada Anda. Hati-hatilah saudaraku dengan para ulama, darah mereka beracun.

    >>> JIka Anda berani mencela Syaikh Abdul Malik, itu bisa menjadi pintu bagi Anda untuk mencela guru-guru beliau, rekan-rekan beliau dari para ulama, dan para ulama lain yang semanhaj dengan beliau seperti Syaikh Al-Albani, Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, Syaikh Al-Utsaimin, Syaikh Al-Luhaidan, Syaikh Alu Syaikh, Syaikh Shalih Al-Fauzan, dan para ulama yang lain.

    Mereka itulah rujukan kita saat ini, apalagi Syaikh Abdul Muhsin, Syaikh Al-Luhaidan, Syaikh Al-Fauzan, Syaikh Alu Syaikh, dan para masyaikh yang masih hidup.

    Hendaknya kita menjaga lisan kita dari mencela ulama, wahai saudaraku.

    Tidakkah Anda melihat bahwa kitab Madarikun Nadzar tidak hanya diperiksa oleh Al-Albani dn Al-Abbad saja? Coba Anda buka ulang kembali kitab tersebut. Ada beberapa ulama lain yang juga membaca kitab itu terlebih dahulu, salah satu di antaranya adalah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.

    Makanya, saya khawatir celaan Anda kepada Syaikh Abdul Malik, akan membuka pintu untuk mencela ulama yang lain.

    Tidaklah kutuliskan tanggapan ini selain karena rasa cintaku kepadamu wahai saudaraku sesama muslim, ustadz At-Thalibi…

    Semoga kita semua dijauhkan dari fitnah yang merusak…

    ==================

    Perlu diingat pula. Syaikh Abdul Malik menyebutkan tokoh-tokoh tertentu di buku beliau, itu bukan main-main. Itu berdasarakan data valid (bukan fiktif). Apalagi, beliau melakukannya untuk memberikan peringatan kepada umat akan bahaya pemikiran tokoh-tokoh tersebut.

    Bukankah dalam kondisi tertentu, diperbolehkan menyebutkan nama untuk memberikan peringatan kepada umat, apalagi jika tokoh tersebut berbahaya bagi umat? Tidakkah Anda ingat di buku-buku yang membahas rawi-rawi hadits, terkadng kita temui kata-kata seperti, fulan pendusta, majhul, dajjal, kadzab, dhaif, dan sejenisnya?

    tentu tidak sembarang orang boleh melakukannya. Apakah Anda meragukan kapasitas Syaikh Abdul Malik sebagai ahli hadits? Atau, apakah Anda meragukan kapsitas ulama yang telah memeriksa kitab tersebut? Tolong sebutkan satu saja ulama ahlus-sunnah yang menyebut bahwa madarikun-nadzar adalah kitab yang berisi fitnah semata.

    DAn yang dilakukan Syaikh Abdul Malik, insya Allah lebih baik daripada yang Anda lakukan ketika membuka aib sebagian aparat pemerintah di blog Anda ini. Anda berani membuka aib Wakil Presiden, Menteri Keuangan, dll, yang insya Allah itu bukan kapasitas Anda, dan bukan pula kapasitas kita. Ingat, prinsip ahlus-sunnah adalah tidak membuka aib pemerintah di muka umum.

    Kalau Anda ingin memberikan kritikan kepada Ibu Sri Mulyani atau Bapak Budiono, bukan di blog ini. Mana sempat mereka baca? Artikel2 politik Anda, ingin Anda tujukan kepada siapa? Artinya, sebenarnya Anda ini ingin siapa yang membaca artikel2 Anda tersebut?

    Hendaklah kita berhati-hati dalam masalah ini.

  61. abisyakir berkata:

    @ Abu Muhammad Al ‘Ashri…

    Amin Allahumma amin. Syukran jazakumullah atas doa Antum. Disini saya akan menanggapi komentar Antum:

    >>> Subhanallah. Coba Anda baca ulang kembali pengantar Syaikh Al-Albani. Semoga Allah memberikan rahmat kepada Anda. Hati-hatilah saudaraku dengan para ulama, darah mereka beracun.

    Lho, justru saya meminta Anda membaca ulang kata pengantar tersebut. Kalau seseorang memuji sebuah buku, biasanya akan mengatakan, “Buku ini bagus, isinya penuh manfaat, metodenya lurus. Buku ini sangat layak diambil manfaat darinya. Saya sarankan para penuntut ilmu, para ulama, mengambil manfaat dari buku ini.” Itu namanya pujian/tazkiyah kepada sebuah buku.

    Lalu Anda lihat bagaimana kata pengantar Syaikh Al Albani disana? Coba Anda cari bagian-bagian pujian itu, lalu Anda sebutkan disini! Insya Allah akan saya perbolehkan dimuat. Syaikh Albani mengatakan, beliau tidak mau dipuji secara berlebihan; beliau juga menyinggung hak-hak para dai yang dibahas dalam buku itu; serta beliau menyebut judul-judul buku beliau yang ditanyakan oleh Syaikh Abdul Malik. Kurang lebih itu isinya.

    Saya sarankan, Anda terjemahkan secara penuh kata pengantar Syaikh Al Albani, lalu silakan kirimkan ke saya, langitbiru1000@gmail.com. Insya Allah, nanti akan dimuat disini. Tetapi hanya untuk pengantar Syaikh Al Albani, sebab untuk Syaikh Abdul Muhsin Abbad, kita sudah tahu sikap beliau. Beliau mengamini buku Madarikun Nazhar itu.

    >>> JIka Anda berani mencela Syaikh Abdul Malik, itu bisa menjadi pintu bagi Anda untuk mencela guru-guru beliau, rekan-rekan beliau dari para ulama, dan para ulama lain yang semanhaj dengan beliau seperti Syaikh Al-Albani, Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad, Syaikh Al-Utsaimin, Syaikh Al-Luhaidan, Syaikh Alu Syaikh, Syaikh Shalih Al-Fauzan, dan para ulama yang lain. Mereka itulah rujukan kita saat ini, apalagi Syaikh Abdul Muhsin, Syaikh Al-Luhaidan, Syaikh Al-Fauzan, Syaikh Alu Syaikh, dan para masyaikh yang masih hidup. Hendaknya kita menjaga lisan kita dari mencela ulama, wahai saudaraku.

    Saya kira ini adalah alasan yang sangat KONYOL. Anda seperti bukan Muslim yang berhujjah dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Anda seperti seseorang yang berhujjah dengan Fulan dan Fulan. Maaf, kalau saya katakan hal ini dengan keras.

    Dalam Al Qur’an disebutkan, “Laa taziru waziratu wizra ukhra” (seseorang tidak memikul dosa orang lain). Hal ini menjadi hujjah, bahwa perbuatan dosa/salah seseorang menjadi tanggungannya sendiri. Kalau Qabil membunuh Habil, dosanya tidak bisa dilimpahkan kepada Nabi Adam As. Begitu pula ketika orang-orang Kuffah memuja Ali bin Abi Thalib Ra sampai mereka tersesat sebagai firqah Syi’ah. Tidak bisa kesesatan mereka dilimpahkan kepada Ali bin Abi Thalib. Begitu pula ketika muncul firqah Mu’tazilah di jaman Hasan Al Bashri. Perintis Mu’tazilah pada mulanya adalah murid dalam majelis ilmu Hasan Al Bashri rahimahullah.

    Tidak bisa dipukul rata, setiap kesesatan murid otomatis akan menghantam gurunya. Ada kalanya, seorang guru ikut membawa muridnya tersesat. Tetapi setelah murid itu dewasa, bisa menimba ilmu, bisa memilah-milah, bisa menentukan amal ini dan itu, maka gurunya berlepas diri dari perbuatan muridnya.

    Anda jangan menggunakan qiyas aneh untuk menuduh orang lain dengan tuduhan-tuduhan tidak berdasar. Cobalah lebih ikhlas dalam beragama. Jangan karena marah atau dendam, lalu menghalalkan segala cara. Nas’alullah al ‘afiyah.

    >>> Perlu diingat pula. Syaikh Abdul Malik menyebutkan tokoh-tokoh tertentu di buku beliau, itu bukan main-main. Itu berdasarakan data valid (bukan fiktif). Apalagi, beliau melakukannya untuk memberikan peringatan kepada umat akan bahaya pemikiran tokoh-tokoh tersebut.

    Bukankah dalam kondisi tertentu, diperbolehkan menyebutkan nama untuk memberikan peringatan kepada umat, apalagi jika tokoh tersebut berbahaya bagi umat? Tidakkah Anda ingat di buku-buku yang membahas rawi-rawi hadits, terkadng kita temui kata-kata seperti, fulan pendusta, majhul, dajjal, kadzab, dhaif, dan sejenisnya?

    tentu tidak sembarang orang boleh melakukannya. Apakah Anda meragukan kapasitas Syaikh Abdul Malik sebagai ahli hadits? Atau, apakah Anda meragukan kapsitas ulama yang telah memeriksa kitab tersebut? Tolong sebutkan satu saja ulama ahlus-sunnah yang menyebut bahwa madarikun-nadzar adalah kitab yang berisi fitnah semata.

    Buku Madarikun Nazhar, Quthbiyyah Hiyal Fitnah, Jamaah Wahidah Laa Jamaat, Firqatun Najiyyah Huwa Thaifah Al Manshurah, dll yang semisal itu. Buku-buku semacam ini mengandung fitnah berbahaya di kalangan Ummat Islam. Mengapa dikatakan demikian? Apa alasannya?

    Pertama, buku-buku itu tidak ditulis dengan mizan keadilan, sebagaimana umumnya buku-buku ilmiah Islam. Padahal sudah disebutkan, “Innallah yuhibbul muqshitin” (Allah itu menyukai orang-orang yang berbuat adil).

    Kedua, buku-buku memprovokasi kebencian di kalangan kaum Muslimin, sebagian terhadap sebagian lainnya. Siapapun yang membaca buku-buku itu, dengan pikiran polos, tanpa quwwatus tsabat di hatinya, pasti akan terpengaruh. Persis seperti kelakuan Ja’far Umar dan kawan-kawan.

    Ketiga, buku-buku itu umumnya tidak sedikit pun menyinggung kesalahan-kesalahan para penguasa. Di mata para penulisnya, yang salah itu hanya para dai saja. Sementara, para sultan dianggap ma’shum dari kesalahan. Sampai ada ungkapan, “Orang-orang ini Khawarij terhadap para dai, dan Murji’ah kepada para penguasa.” Ungkapan ini sudah terkenal.

    Keempat, buku-buku itu umumnya mengambil petikan-petikan kalimat yang diambil dari ucapan/tulisan tokoh2 tertentu, lalu dikomentari habis-habisan, keluar dari konteksnya. Banyak sekali kalimat-kalimat “salah paham” yang ada dalam buku itu.

    Kelima, sungguh Ummat Islam tidak berbahaya jika tidak membaca buku-buku itu. Ummat Islam tidak akan kehilangan kebaikan jika tidak membaca buku-buku itu. Malah bagi orang yang masih awam, disarankan jangan membaca buku-buku fitnah itu.

    Kalau mereka Ahlus Sunnah, Ahlul Hadits sejati, pasti mereka tidak akan menulis buku-buku dengan metode seperti itu. Buku bantahan bukan perkara baru di kalangan Islam. Tetapi lihatlah ulama-ulama di masa lalu, mereka sangat santun dalam berbantahan. Adalah pencemaran terhadap Sunnah Nabi dengan mengaitkan buku-buku fitnah seperti itu ke dalam Ahlus Sunnah. Masya Allah, laa haula wa laa quwwata illa billah.

    Bukti paling mudah, Syaikh Bin Baz, itu tidak pernah menulis buku-buku semisal itu. Nabi Saw juga sangat hati-hati kalau berbicara tentang hak-hak seorang Muslim. Beliau lebih suka menyebut istilah Fulan, daripada menyebut nama pribadi, untuk hal-hal yang tidak patut. Dalam hadits, kalau ada perkara yang tidak patut terjadi pada seorang Muslim di masa Nabi, sering kali tidak disebutkan nama orangnya. Kecuali untuk suatu perkara yang diharapkan menjadi peringatan, kadang disebut nama.

    Bantahan paling keras ada dalam kitab-kitab Jarah wa Ta’dil. Itu pun tujuannya bukan untuk menjatuhkan harga diri para rawi hadits, tetapi untuk menjaga kemurnian Sunnah, karena ia sebenarnya juga bagian dari Wahyu. Banyak dari rawi hadits yang dilemahkan, didustakan, dibodohkan, ternyata mereka adalah orang-orang shalih secara pribadi. Tetapi demi menjaga kemurnian Sunnah, keshalihan pribadi tidak dianggap.

    Saya sebutkan dua contoh sikap tidak adil Abdul Malik Ramadhani dalam bukunya Madarikun Nazhar:

    [1] Dalam buku itu dia amat sangat banyak mengkritik kaidah Fiqhul Waqi’ yang diserukan oleh Prof. Dr. Nashir Al Umari. Pembahasan Fiqhul Waqi’ sangat banyak dan berulang-ulang. Tetapi uniknya, penulis Madarikun Nazhar hampir tidak membahas buku Fiqhul Waqi’ yang ditulis Syaikh Nashir Al Umari itu. Seharusnya kalau adil, dia membahas isi buku itu secara memadai.

    [2] Dalam buku itu segala macam serangan dilakukan Abdul Malik terhadap FIS dan tokoh-tokohnya. Luar biasa, luar biasa, luar biasa. Saya tidak membayangkan, ada manusia yang sebegitu membenci sesama saudaranya sendiri. Padahal FIS itu ingin menegakkan Syariat Islam, mengikuti mekanisme yang diatur oleh pemerintah Aljazair, mereka tidak memberontak, tapi mengikuti mekanisme yang disyaratkan pemerintah Aljazair. Dalam kaidah fiqih disebutkan “al amru ma’a maqashidiha” (urusan itu tergantung niatnya). Niat mereka sudah benar, menegakkan Syariat Islam. Adapun soal cara, mereka mengikuti cara yang disyaratkan pemerintah Aljazair. Apalagi yang kurang? Tapi lihatlah betapa kejamnya tikaman-tikaman Abdul Malik terhadap saudara-saudara sebangsanya sendiri, kaum Muslimin Aljazair! Tetapi, masih ada lagi ketidak-adilan Abdul Malik yang sangat menyesakkan dada. Di mata Abdul Malik, semua yang berhubungan dengan FIS tidak ada baiknya sama sekali. Hanya buruk saja yang terlihat di matanya. Bahkan Abdul Malik sama sekali menutup mata terhadap pandangan lain yang bersifat netral dan obyektif terhadap FIS. Tidak ada pandangan dari pengamat-pengamat lain yang dipakai Abdul Malik sebagai pembanding. Buku Madarikun Nazhar itu hanyalah “kuburan” bagi diri Abdul Malik sendiri.

    >>> Dan yang dilakukan Syaikh Abdul Malik, insya Allah lebih baik daripada yang Anda lakukan ketika membuka aib sebagian aparat pemerintah di blog Anda ini. Anda berani membuka aib Wakil Presiden, Menteri Keuangan, dll, yang insya Allah itu bukan kapasitas Anda, dan bukan pula kapasitas kita. Ingat, prinsip ahlus-sunnah adalah tidak membuka aib pemerintah di muka umum.

    Kalau Anda ingin memberikan kritikan kepada Ibu Sri Mulyani atau Bapak Budiono, bukan di blog ini. Mana sempat mereka baca? Artikel2 politik Anda, ingin Anda tujukan kepada siapa? Artinya, sebenarnya Anda ini ingin siapa yang membaca artikel2 Anda tersebut? Hendaklah kita berhati-hati dalam masalah ini.

    Ini adalah perselisihan saya yang sudah lama dengan kalangan Salafi. Salafi beranggapan bahwa pemerintah SBY dan kawan-kawan itu Ulil Amri/Wulatul Amri. Sedangkan saya tidak memandang demikian. Di mata saya, mereka hanya panitia pengurusan masalah rakyat Indonesia saja. Saya tidak memandang mereka sebagai Wulatul Amri yang dikehendaki menurut Syariat Islam.

    Alasannya apa? Dinamakan Wulatul Amri adalah mereka yang memegang urusan kaum Muslimin, dalam rangka menegakkan hukum Allah dan Rasul-Nya. Kalau mereka memegang urusan kaum Muslimin, tetapi tidak dalam rangka taat kepada Allah dan Rasul-nya, mereka tidak bisa disebut Wulatul Amri. Mereka hanya aparat birokrasi saja. Sama seperti aparat birokrasi di masa Fir’aun, Rum, Persia, Mongol, dll yang memang menegakkan pemerintahan bukan dalam rangka mentaati Allah dan Rasul-Nya.

    Sudah jelas dalilnya, “Athiullah wa athiurrasula wa ulil amri minkum”. Jadi, ketaatan kita kepada ulil amri dibatasi dalam koridor ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Bukan ketaatan membabi buta, seperti yang diinginkan kaum Murji’ah Mu’ashr. Nabi Saw bersabda: “Laa tha’ata li makhluqin li ma’syiyatil khaliq” (tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiyatan kepada Allah). Ini sudah jelas. Inilah kaidah asasi Ahlus Sunnah, sebelum diacak-acak oleh gerombolan Mur’jiah sesat dan menyesatkan.

    Anda mau mentaati ulil amri, tetapi pada saat yang sama ketaatan itu membawa konsekuensi dilanggarnya hak-hak Allah dan Rasul-Nya. Apakah seperti itu ketaatan yang diingkan dalam Islam?

    Pertanyaannya, apakah pemerintah selama ini mentaati Allah dan Rasul-Nya? Kalau iya, pasti mereka akan meneguhkan kepemimpinan Islami, UU Islami, sistem Islami, kebudayaan Islami, ekonomi Islami, media Islami, dan sebagainya. Tetapi kita sudah tahu semua apa yang ada di negeri ini.

    Justru adalah penyimpangan akidah yang jauh ketika seseorang mengaku Ahlus Sunnah, tetapi mendiamkan pemerintahan sekuler, mendiamkan sekularisme, mencela gerakan Islam, memberikan hak-hak istimewa kepada pemimpin sekuler, dll. Itu sama saja dengan mereka ikut meneguhkan sistem kekuasaan yang dimurkai oleh Allah dan Rasul-Nya.

    Dalam tulisan-tulisan di blog ini, kadang tujuannya untuk membina wawasan para pemuda Islam. Tetapi kadang juga sebagai publikasi yang diharapkan ada pengaruhnya, sedikit banyak, terhadap usaha-usaha melindungi kepentingan kaum Muslimin. Tidak seperti Salafi. Mereka sangat menjaga hak-hak pemerintah sekuler, sementara mereka tidak melakukan apapun untuk mencegah pengrusakan-pengrusakan hak-hak Ummat. Bahkan mereka belum tentu mengerti tentang masalah yang dihadapi Ummat di negeri ini.

    Wallahu A’lam bisshawaab.

    AMW.

  62. miphz berkata:

    salam takzim, salam kenal…

  63. Ummu Sulaim berkata:

    Afwan, antum menuliskan
    “Di kemudian hari, alhamdulillah ada juga komunitas Dakwah Salafiyah yang bersikap hikmah dalam dakwah, samhah (toleran) dalam menyikapi perbedaan, dan peduli dengan persoalan-persoalan Ummat.”
    maksudnya tu komunitas yang mana ya? Saya kq lebih suka sikap yang seperti itu saja ya… tetep toleran..

  64. abisyakir berkata:

    @ Ummu Sulaim…

    Syukran atas tanggapannya, Mbak. Ya, alhamdulillah yang bersikap seperti itu ada. Kadang berupa yayasan, kadang berupa harakah, atau bahkan ormas Islam. Saya tidak bisa sebut satu per satu, tapi sekedar contoh misalnya Wahdah Islamiyyah (ormas), komunitas majalah Qiblati, yayasan-yayasan dakwah, atau ustadz-ustadz independen. Semoga Allah Ta’ala memberikan istiqamah di atas jalan yang lurus. Allahumma amin.

    AMW.

  65. al fakir berkata:

    asalamualaikum, baru kemarin lihat bukunya dan mulai googling e nemu web penulisnya, hmm kalo boleh saya tanya, ni mas AMW di myquran bukan ya?

  66. abisyakir berkata:

    @ al fakir…

    Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakaatuh.

    Ya benar, ini AMW. Hanya saja, saya sekarang jarang ke MyQ. Sesekali saja lihat-lihat. Account saya disana kayaknya terhapus seiring perubahan sistem baru. Entah bagaimana cara masuknya lagi. Apa harus daftar lagi dari awal? Itu dulu. Syukran jazakumullah khair.

    AMW.

  67. Wildan Hasan berkata:

    @Abdur Rahman.
    Apakah anda seorang wahabi? sehingga begitu bencinya dengan orang Syiah sehingga anda mengatakan Syiah batil?
    Anda boleh saja bilang seperti itu tetapi bagi orang Syiah andalah (wahabi) yang batil dengan ditunjang oleh dalil2 mereka yang tak terbantahkan.

  68. Rama berkata:

    Assalaamu’alaikum

    salam kenal Pak,
    membaca tulisan antum, ane jadi ingin
    lebih mengenal antum dan belajar lebih
    banyak lagi..

  69. petualangharakah berkata:

    Wis rasah banyak bicara, sekarang tak ada kelompok yang ma’sum, pahamkah kalian? Seandainya kalian berada dalam satu kelompok, maka benarlah apa yang dikatakan imam syafi’i “aku benar, kalian ada mungkin salah, aku salah, kalian ada kemungkina benar”. So ga usah macem2x, alias jangan tanggung2x, klo kalian anggap sesat yang lain, serang aja habis2xan, demikan pula sebaliknya. Sebagaimana abi syakir berkata bahwa beliau bermanhaj quran wa sunnah, belum tentu pemahaman beliau benar seratus persen, bisa dicomparasikan ilmu yang dipunyai hidayat nur wahid dengan abi syakir pun dengan abu bakar ba’asyir, siapa yang akan kalian pilih manhajnya? pasti semua mengaku akan memilih manhaj quran wa sunnah, klo begini siapa yang paling benar, akankah kita semua bermanhaj sendiri2x karena kita menganggap kita sendiri yang punya pemahaman paling benar? kacaulah dunia…???

  70. habsy berkata:

    wah ini jawaban yg saya cri2…. mereka udah terbawa kepentingn golongan bos…tidak merasa dijadikan mesin politik golonganx. wakakak menarik ini minta izin buat judul skripsi.

  71. cckmr berkata:

    assalamulaikum wr wb
    saya sangat tertarik dengan tulisan-tulisan bapak, insya Allah jadi tambahan Ilmu dan inspirsi..
    terima kasih semoga selalu istiqomah dijalan Allah..Amin

  72. Pipit Wahyu Nugroho berkata:

    Assalamu’alaikum Mas Waskito

    Salam kenal saja…yang jelas ikut senang dengan adanya komunitas Islam yang toleran dengan pandangan2 lain selama dalam batas koridor yang dibolehkan….memiliki banyak kesamaan pandangan dengan saya, juga sedikit kesamaan background (kali saja ya…), cuman ilmunya masih jauh lah…saya belum apa-apa mas…hanya ngurusi masjid kecil di kampung, masih ngopeni masyarakat yang senang tahlilan…semoga perjuangan kita terus berlanjut….

  73. budi prasetiyo berkata:

    ana malah tambah bingung nie… sebenarnya yang benar yg mana…. ?? islam yang seperti apa yg antum anut itu akh..?? tolong dong kirim jawabannya k e-mail ana..
    jazzakumulloh khair..

  74. Budi Prasetyo berkata:

    Semoga antum tidak puas lalu berhenti sampai disini… Kaji terus untuk mencari yang terbaik. Adapun saudara saya yang mirip dengan nama saya di atas… yang sedang bingung… banyaklah mengkaji, supaya tidak mudah bingungan..

  75. Clas Mild berkata:

    AM. Waskito menulis : “…Di kemudian hari, alhamdulillah ada juga komunitas Dakwah Salafiyah yang bersikap hikmah dalam dakwah, samhah (toleran) dalam menyikapi perbedaan, dan peduli dengan persoalan-persoalan Ummat. Alhamdulillah…..”
    Bisa disebutkan nama jama ‘ahnya? Kalo antum gak berkehendak dipublikasikan, bisa dibalas pake japri/surel ana

  76. Clas Mild berkata:

    Afwan, lupa ceklist dua pilihan dibawah.

  77. Abu Zahrah berkata:

    Assalamu’alaikum

    Mas Joko, masih aktif juga nih…
    Ya ana dlm beberapa hal beristifadah dari tulisan antum, walau dalam beberapa hal ana menolaknya.
    Ana melihat antum sebenarnya memiliki ghirah yang bagus terhadap dien, namun sayangnya antum terkadang ‘telalu menyandarkan pemahaman dengan diri antum sendiri’.
    Ana lihat antum memiliki keahlian di dalam menulis, dan bahasa antum nyaman untuk diikuti. Tp terkadang, ana merasakan antum tdk bersikap adil, dan terlalu terburu2. Berupaya membela ulama tp dengan mencela ulama, dalam hal ini Syaikh Abdul Malik Ramadhani.
    Afwan, ana memang awam dan ana juga jarang ngaji ke ustadz2 salafi. Ana lebih banyak belajar dan mempelajari buku2 secara otodidak, mendengarkan ceramah kajian, membaca artikel, dari semuanya akh, bukan hanya satu ‘sisi’ atau ‘golongan’ saja…
    Jujur, ana mau tanya apakah antum sudah membaca buku Madharikun Nazhor fis Siyasah? Dan adakah ulama yg mengkritik beliau sebagaimana ucapan antum seperti itu.
    Ketika ana baca blog Abu Salma, dulunya ana tmsk org yg apriori, ketika beliau memaparkan ttg hal ini ketika membantah ustadz Abduh Zulfidar, ana melihat bahwa ada beberapa poin kebenaran pd tulisan beliau ketika menukil dr Syaikh Abdul Malik.
    Ketika ana sendiri bertanya kepada abu salma via japri ttg bbrp hal, beliau ternyata sangat baik dan sabar menjawab pertanyaan2 ana, walaupun agak lama menjawabnya.
    Beliau mengatakan yg intinya, bahwa arahan ust Abduh kpd Syaikh Abdul Malik Ramadhani bahwa beliau itu bermanhaj yg sama dg LUqman Ba’abduh adl tdk benar. Sebab, Syaikh Abdul Malik adl ulama yg rahmah, lemah lembut dan tdk ‘sangar’ seperti yang digambarkan.
    Ana sendiri ketika membaca buku Madarikun Nazhor, juga mendapati bahwa apa yg beliau sampaikan adalah lbh dekat kepada kebenaran. Beliau tdk mencela para tokoh FIS, namun ana dapati beliau menasehati mereka, dan ketika dirasa sudah tdk ada jalan lain kecuali menjelaskan kekeliruan ini, maka beliau pun berkewajiban utk menjelaskan hal ini.
    Kata Abu Salma, beliau adalah orang al-Jazair, yg lbh faham kondisi al-Jazair drpd Ust Abduh atau penulis2 yg menghujat beliau. Abu Salma mengatakan bahwa Syaikh Abdul Malik adalah masyaikh yg diakui dan dipuji oleh para ulama kibar, dan tdklah syaikh Albani, Ibnu Utsaimin dan Ibn Baz meninggalkan melainkan mereka ridha kepadanya.
    Beliau juga salah satu org terdekat dan murid dr Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad. Beliau juga dekat dg para ulama ahlus sunnah lainnya. Beliau menjelaskan kebenaran sesuai dengan yg beliau fahami, tanpa menzhalimi dan mengambil hal seorang muslim.
    Ana dulunya diantara org yg apriorio dg Syaikh Abdul Malik ini, namun tatkala Ustadz Abu Salma mau utk memberikan arahannya, dan ana kira beliau adalah salafiy yang munshif, obyektif dan adil, walaupun dia sedang berbeda pendapat dg antum dalam beberapa hal.
    Ana pribadi ketika bertanya kpd Ustadz Abu Salma, apakah Abu Abdirrahman ath-Thalibi itu seorang ahli bid’ah, beliau mengatakan, “wal’iyadzubillah, ana tdk berhak menvonis seseorang itu ahli bid’ah atau bukan. Abu Abdirrahman ath-Thalibi adalah saudara ana semuslim, yg ana berwala’ akan keIslaman dan segala hal dari beliau yg selaras dengan sunnah dan ana baro’ dari kekeliruan2 yang dia lakukan.”
    Beliau juga mengatakan, bahwa sesungguhnya memberikan nasehat dan saling mengcounter dengan ilmiah ini adl lebih baik drpd saling menghujat dan mencela tanpa dalil. Beliau tdk setuju dg cara2 para gulat salafi yg keseharian mereka adl tahzir sana dan sini…
    Jujur akh, ana pd awalnya orang yg antipati dg salafy, tp alhamdulillah dg ketemu org seperti antum, juga org seperti Abu Salma, ana banyak belajar.
    Kata Ust Abu Salma kepada ana, bahwa intinya kita ini adalah penuntut ilmu yg berupaya untuk meniti di jalan salaf. Kita manusia biasa yg bisa keliru dan bisa benar. Abu Salma bisa keliru, dan orang lain juga bisa keliru. Siapa saja yg mendapati saudaranya keliru, maka hendaknya dia mengingatkannya, menasehatinya dan meluruskannya. Nasehat adalah obat dari kesalahan.”
    Sungguh indahnya apabila kita mau mengikuti apa yang diucapkan oleh Ustadz yang mulia ini…

  78. Abu Abdillah berkata:

    Assalaamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

    Akhi hafizahullah,

    Masya Allah, sejarah antum mirip dengan saya, ustadz. Pernah ikut tarbiyah, tapi saya tidak resmi masuk PK/PKS jadi juga tidak resmi keluar. Demikian juga sebelumnya pernah ikut jamaah tabligh, tapi tidak pernah ikut khuruj. Saya juga bergaul dari hampir semua kalangan dan akhirnya punya pemikiran seperti antum dan alhamdulillah, saya bertemu (kembali)dengan wahdah islamiyah, yang berusaha menggabungkan kebaikan yang ada di salafi dari segi keilmuwan dengan keunggulan tarbiyah dari segi pergerakan(haraqi), apakah itu yang disebut salafi haraqi? Wallahu a’lam. Itu memang bukan sesuatu yang mutlak kebenarannya, tapi mengambil/menggabungkan kebaikan dari golongan2 yang masih mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah tentulah jauh lebih ahsan daripada bergaul dengan golongan syiah yang sudah jelas kesesatannya. Kalau mengatakan mereka kafir, bukanlah kapasitas saya yang masih awam dan bukanlah seorang alim, tapi saya cuma berpegangan, bahwa siapa2 saja yang mengkafirkan shahabat Rasulullah SAW. yang jelas2 telah berjasa menyampaikan nikmat dienul islam ini, maka tidak ada keraguan untuk menjauhinya.
    Saya bahagia mengetahui cara antum, ustadz, untuk sampai kepada pemikiran yang sekarang…sangat mirip dengan yang saya alami, wallahu a’lam. Cuma karena saya mendapatkannya melalui autodidak dan berteman dengan orang2 salafi. Semoga Ustadz bertambah ilmunya dan mendapat penjagaan dari Allah SWT.
    Adapun mengenai debat buku “Madarikun Nazhar” yang saya sendiri belum membacanya, saya harapkan supaya ustadz mencontoh Syaikh Bin Baz dan Albani, beliau2 tidak memperdebatkan buku tersebut dan kalaupun syaikh Ramadhani tersalah dalam hal ini, semoga beliau diampuni oleh Allah SWT. Saya kira demikian pula sikap Wahdah Islamiyah yang antum sebutkan, karena sikap moderatnya, maka mereka dijauhi oleh Tarbiyah (PKS) dan dikritik habis2an oleh golongan Salafi yang ekstrim (salafi yamani?). Saya sendiri adalah simpatisan Wahdah sama seperti PKS, cuma saya lebih cenderung kepada Wahdah dan melihat kritikan2 dari salafi yamani kepada mereka sebagai penjaga supaya mereka tidak tergelincir dalam menerapkan methode “salafi haraki” tsb. Adapun PKS yang menjaga jarak terhadap Wahdah adalah tidak sedikitpun mengurangi kebaikan mereka dalam mengembalikan nilai2 pemahaman salaf kepada ummat Islam, di Indonesia khususnya, wallaahu a’lam bisshawab.
    Sekali lagi, jazakumullahu khairan atas nasihat2 bermanfaat dalam blog antum, ustadz.
    Wassalaamu alaikum warahmatullah.

  79. abisyakir berkata:

    @ Abu Abdillah….

    Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakaatuh.

    Alhamdulillah Akhi, syukran jazakumullah khair atas apresiasi, informasi, sharing, dan komentar yang Antum sampaikan. Alhamdulillah kita dipertemukan oleh Allah Ar Rahman dalam kebaikan. Semoga Antum selalu istiqamah, selalu taqwa, selalu dalam naungan rahmat, hidayah, dan maghfirah Allah Al Ghafur. Semoga pula kebaikan sama untuk saya, keluarga, dan semua pembaca budiman, serta kaum Muslimin. Allahumma amin.

    Tentang buku Madarikun Nazhar, saya pernah membacanya, dan menulis kritik untuknya. Tapi belum pernah saya muat tulisan kritik itu, demi menjaga “keharmonisan hati” di antara kita. Selama belum ada yang keterlaluan dalam sikap fanatiknya, tidak akan saya ungkap tulisan itu. Intinya, penulis buku itu tidak bersikap adil ketika menulis. Beliau cenderung menjatuhkan nama baik tokoh2 tertentu yang berbeda pandangan dengannya. Buku itu jadi semacam “koleksi kekeliruan tokoh” menurut pandangan penulisnya. Bahasanya provokatif, bahkan ada yang menjurus kasar. Bayangkan, ketika pimpinan FIS meminta bantuan anggota parlemen2 di dalam dan luar negeri Aljazair karena mendapat tekanan sangat hebat dari militer Aljazair. Lalu pimpinan FIS menulis surat dengan awal kalimat “kepada para sayyid (tuan)”. Isi surat itu langsung dibantah dengan sebuah hadits Nabi Saw, bahwa Nabi melarang kita menyebut orang munafik sebagai “sayyid” (tuan). Sebegitu dengkinya penulis itu, sampai hal2 seperti itu dia masukkan juga.

    Padahal kata “sayyid” dalam surat itu kan sifatnya bahasa diplomatik, bahasa sopan santun dalam hubungan internasional. Sebab tidak mungkin akan ditulis, “kepada tuan Muslim dan kafir, di dalam dan luar negeri”. Jangankan menyebut “sayyid” kepada orang munafik, Nabi Saw saja pernah meminta bantuan Muth’im bin Ady, salah seorang tokoh musyrik Makkah, setelah beliau terusir dari Thaif. Ucapan “sayyid” yang dilarang itu kan dalam suasana umum, di tengah kehidupan Islami, bukan dalam keadaan terdesak, apalagi terancam jiwa. Itu salah satu contoh kecil betada dengkinya hati penulis buku itu terhadap tokoh2 FIS dan kawan-kawan. Saya menyangka, penulis buku itu termasuk orang yang mendapat dinar dan kemasyhuran di atas pembantaian ribuan kaum Muslimin FIS. Sebagai Muslim harusnya empati pada saudaranya yang menderita. Bukan malah menjelek-jelekkan, menikam jantung, mempermalukan saudara Muslim yang justru tengah dihujani siksa dari segala penjuru.

    Kaum Salafi di dunia konon mengakui bahwa penulis Madarikun Nazhar itu seorang ulama. Tetapi saya tidak mengakuinya sama sekali. Ini bukan ulama, tetapi ahli fitnah, penikam jantung sesama Muslim yang tengah didera penderitaan besar.

    ‘Ala kulli haal, syukran jazakumullah khair atas masukan, saran, dan komentar Antum. Barakallah fikum wa ahlikum jami’an, wal muslimin.

    AMW.

  80. Abu Abdillah berkata:

    Assalaamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

    Akhi hafizahullah, jazakumullahu khairan atas penjelasannya. Melihat penjelasan antum, maka saya mengikuti seruan kelima yg ustadz paparkan sebelumnya: “Sungguh Ummat Islam tidak berbahaya jika tidak membaca buku-buku itu. Ummat Islam tidak akan kehilangan kebaikan jika tidak membaca buku-buku itu. Malah bagi orang yang masih awam, disarankan jangan membaca buku-buku fitnah itu.” Karena saya ini termasuk awam, maka saya insya Allah tidak/belum akan membaca buku tsb.
    Adapun perselisihan ulama dalam satu hal adalah hal yg wajar dan semoga mereka selalu dirahmati oleh Allah azza wa jallah. Jadi dalam hal ini, saya melihat “kritikan” syaikh Ramadhani kepada FIS supaya mereka lebih berhati-hati lagi dalam perjuangan menegakkan syariat Islam di Aljazair dan “kritikan” ustadz AMW kepada buku tulisan syaikh Ramadhani adalah untuk menjaga “penyalahgunaan” atau salah pengertian oleh orang2 yg usil yg cuma mau menyalahkan (mentahzir) saudaranya yang sedang berjuang hebat di FIS dan di bumi Allah lainnya. Jadi, maaf ustadz, saya memandang ahli ilmu, syaikh Ramadhani dan antum, sebagai “penjaga” dienul Islam ini. Tentulah pandangan saya kepada syaikh Ramadhani karena belum membaca bukunya dan kenyataan bahwa Syaikh Bin Baz dan Albani tidak mengkritik buku tsb. Tetapi karena kedua beliau juga tidak memuji buku tsb., maka buku tsb. ada dalam prioritas bawah dalam daftar buku yg saya insya Allah mau baca, wallahu a’lam. Saya, sama seperti antum, mendoakan supaya seluruh kaum muslimin yang memperjuangkan tegaknya dienullah diberi kemudahan dan mendapat pertolongan Allah azza wa jalla, termasuk FIS mencapai sesuai dgn namanya “Front Islamique du Salut”, Islam adalah solusi permasalahan kemasyarakatan, amin ya Rabb.

    Barakallahu fikum wa ahlikum jami’an aidhan wal muslimin.

    Abu Abdillah

  81. abisyakir berkata:

    @ Abu Abdillah…

    Syukran jazakumullah khair Akhi. Alhamdulillah, Antum tetap bersikap adil dan independen. Teruskan Akhi, insya Allah sifat inshaf (adil) itu bisa menjadi penerang dalam kehidupan. Allah Ta’ala berfirman: “Wa mim man khalaqna ummatun yahduna bil haqqi wa bihi ya’dilun” (di antara yang Kami ciptakan, ada sekelompok Ummat yang senantiasa memberi petunjuk dengan kebenaran, dan dengan itu pula mereka bersikap adil. Surat Al A’raaf). Semoga kita termasuk di dalam ummat yang disebut dalam ayat ini. Allahumma amin.

    Terus terang Akhi, Syaikh Ar Ramadhani itu sangat berlebihan dalam menyerang FIS dan menjelek-jelekkan tokohnya. Berlebihan sekali. Padahal sebagai ulama, beliau seharusnya tahu bahwa FIS telah bersikap baik kepada “ulil amri”. Mereka patuh dengan aturan yang dikeluarkan “ulil amri” tentang demokrasi. Mereka mengikuti demokrasi dengan damai, seperti yang diharapkan oleh “ulil amri”. Malah sebenarnya, ketika Syadzali bin Jadid, presiden Aljazair ketika itu diminta membubarkan kemenangan FIS, dia menolak, karena kemenangan sudah dicapai secara demokratis. Tetapi oleh Ar Ramadhani, sikap baik FIS kepada “ulil amri” ini tidak dilihat sama sekali.

    Padahal sebagai ulama Salafi tentunya dia paham bagaimana bersikap kepada “ulil amri”. Dan yang paling parahnya, dia menuduh FIS sebagai biang kerok pembantaian Muslim di Aljazair. Padahal FIS adalah korbannya. Dan lucunya lagi, Ramadhani tidak sedikit pun menyalahkan penguasa militer Aljazair yang telah menjagal rakyatnya sendiri, dibantu kaum kuffar Perancis. Hal-hal demikian ini kan sangat membingungkan.

    Katanya Salafi, Ahlut Tauhid, Ahlus Sunnah, Ahlul Haq, tetapi kok tidak bisa memahami kebenaran yang nyata-nyata tampak di depan mata. Siapa yang zhalim dan siapa yang dizhalimi, dia tidak tahu. Maka orang seperti itu gugur kewajiban untuk melaksanakan sabda Nabi Saw berikut: “Unshur akhaka zhaliman au mazhluman” (tolong saudaramu yang zhalim dan dizhalimi).

    Sekali lagi syukran jazakumullah khair ya Akhil karim.

    AM. Waskito.

  82. Abu Abdillah berkata:

    Jazakumullahu khairan akhil kiram Abisyakir,

    Insya Allah antum termasuk orang yang di maksud oleh hadits Nabi SAW tsb. Antum menolong meluruskan “kesalahan” Syaikh Ar Ramadhani atas sikap (tulisan)nya terhadap ikhwah di FIS dan juga menolong ikhwah di FIS mendapatkan simpati yg mereka perlukan, amin.
    Saya cuma sedikit meluruskan “kritik” antum kepada Salafi, karena tidak semua yg mengaku salafi bersikap keras seperti yg antum gambarkan, terutama salafi yg ada di luar indonesia. Sebenarnya kita juga ingin mengamalkan amalan orang2 salaf tanpa harus menggunakan istilah salafi, semoga cita2 tersebut terkabulkan dan kedzaliman menghilang diantara kaum mukminin, amin.
    Syukran jazilan akhi atas nasihat2 dan tulisan2 antum.

    Wassalaamu’alaikum warahamtullahi wabarakaatuh

  83. abisyakir berkata:

    @ Abu Abdillah…

    Amin Allahumma amin. Semoga juga berlaku bagi Antum, pembaca, dan kita semua. Amin ya Rahiim.

    AMW.

  84. yuswono berkata:

    bismillahirrahmanirrahim…
    ustad abisyakir, saya banyak sependapat dengan akhi Abu Muhammad Al-Ashri…sebenarnya saya mengagumi ghirah agama antum yang menyala-nyala tetapi kenapa harus sering kali saya temukan cibiran anda dan (maaf sepertinya muak) kepada pendapat yang tidak sependapat dengan anda terutama kepada kalangan sufi baik dulu maupun sekarang, sepertinya begitu apriori…(mudah-mudahan salah). apakah benar, sebelumnya saya pernah beradu argument dengan para wahaby yang ternyata ujung-ujungnya doktrinnya menghindari dunia tashawwuf sejauh-jauhnya? kenapa? bukankah itu bukan sikap seorang tholabul ilmi? bisakah bersikap lebih fair dan terbuka berusaha lebih objektif…?
    terima kasih sebelumnya atas kelegawaannya,,,

  85. Hamba Allah berkata:

    Teruskan pemikiran dan langkahmu. Insyalloh antum on the right track….

  86. abisyakir berkata:

    @ Hamba Allah…

    Amin Allahumma amin.

    AMW.

  87. Lian berkata:

    Bapak AMW, sungguh saya kasihan dengan Anda. Tampaknya Anda suka sekali berdebat dan mencaci. Semoga Allah menjaga lisan kita semua dari berkata-kata seperti antum.

  88. abisyakir berkata:

    @ Lian…

    Bapak AMW, sungguh saya kasihan dengan Anda. Tampaknya Anda suka sekali berdebat dan mencaci. Semoga Allah menjaga lisan kita semua dari berkata-kata seperti antum.

    Respon: Tunjukkan bahwa saya telah mencaci-maki seseorang, misalnya dengan mengatakan: “Dasar anjing! Dasar sampah! Dasar manusia bejat! Dasar munafik!” Tunjukkan dalam tulisan itu bahwa saya telah mencaci-maki Abdullah Hehamahua!

    Lalu, apakah Anda ridha melihat pemimpin yang sombong? Lalu Anda diam saja melihat kemungkaran? Anda ini kan termasuk tipe orang yang “selalu memuja orang elit, apapun kesalahannya”. Sikap begini ini yang selalu merusak kehidupan.

    AMW.

  89. gun gun berkata:

    abisyakir mengatakan:
    September 29, 2011 pukul 11:06 pm

    @ Lian…

    Bapak AMW, sungguh saya kasihan dengan Anda. Tampaknya Anda suka sekali berdebat dan mencaci. Semoga Allah menjaga lisan kita semua dari berkata-kata seperti antum.

    Respon: Tunjukkan bahwa saya telah mencaci-maki seseorang, misalnya dengan mengatakan: “Dasar anjing! Dasar sampah! Dasar manusia bejat! Dasar munafik!” Tunjukkan dalam tulisan itu bahwa saya telah mencaci-maki Abdullah Hehamahua!

    Lalu, apakah Anda ridha melihat pemimpin yang sombong? Lalu Anda diam saja melihat kemungkaran? Anda ini kan termasuk tipe orang yang “selalu memuja orang elit, apapun kesalahannya”. Sikap begini ini yang selalu merusak kehidupan.

    boleh saja mencaci maki asal pada abu jahal saya rasa pemimpin RI sekarang sama dengan abu jahal
    buktinya dia mengaku islam tapi memerangi islam
    seperti abu jahal mengaku milah ibrahim tapi memerangi penerus agama ibrahim

    gelar abu jahal (bapak goblok) diberikan oleh nabi karena nama asli abu jahal = abu hisyam

    berarti nabi juga mencacimaki pada orang tertentu

  90. neil berkata:

    afwan pak abisyakir, mau nanya….

    memang apa ya bedanya yayasan islam dgn ormas islam ?
    padahal cara kerjanya hampir mirip….yayasan jg suka ada “muker-nya”, tp kenapa ormas dianggap hizbiyah….kayak wahdah islamiyah, IM, NU dll.. yg dianggap menyimpang/sesat…..

    trus prnh sy dengar ceramah ust salafi yg mengatakan…bahwa pemerintahan islami itu adalah berbentuk kerajaan ! apa memang begitu ya ? sy ingin tanggapan dr yg bukan “salafy” sbg pertimbangan !!!

    & sebaiknya kita itu ikut pemilu politik atau bagaimana…?

    Jazakallah khair atas jawabannya

  91. abisyakir berkata:

    @ Bu Neilawati…

    Memang apa ya bedanya yayasan islam dgn ormas islam? Padahal cara kerjanya hampir mirip….yayasan jg suka ada “muker-nya”, tp kenapa ormas dianggap hizbiyah….kayak wahdah islamiyah, IM, NU dll.. yg dianggap menyimpang/sesat…..

    Komentar: Menyebut ormas hizbiyyah dengan indikasi, mereka melakukan Muker, ini sangat lemah. Tidak benar seperti itu. Coba saja lihat, dinas-dinas di birokrasi, departemen-departemen milik negara, mereka biasa melakukan “Muker”. Apakah mereka hizbiyyah juga? Muker itu kan musyawarah untuk agenda kerja ke depan. Hal-hal demikian termasuk bagian dari idarah (manajemen), yaitu mengatur segala sesuatu secara ihsan.

    Sebagian kalangan “Salafi” kadang menuduh orang lain dengan alasan-alasan tidak jelas. Misalnya soal “Muker” itu. Padahal sejatinya, hal-hal ini kan termasuk bagian dari “persaingan pasar” dalam rangka merekrut anggota/jamaah sebanyak-banyaknya. Maka itu, alasan mereka selalu berubah-ubah, tidak bisa dipegang kepastiannya.

    Sebagai contoh, ada yang menyebut ormas Islam sebagai Hizbiyyah. Tetapi ada yang membela ormas seperti Ihyaut Turats Al Islami (asal Kuwait) dengan pembelaan besar, sampai menulis buku. Bahkan ustadz-ustadz senior kalangan tertentu pernah menghadap SBY meminta dukungan atas berdirinya ormas “Perhimpunan Al Irsyad”. Di majalah Sabili pernah diperlihatkan foto mereka bersama SBY. Tetapi nasib ormas itu akhirnya kandas, karena secara hukum kalah oleh ormas Al Irsyad Al Islami yang sudah lebih dulu eksis. Nah, sikap-sikap demikian ini jelas mengajarkan hal-hal negatif kepada Ummat. Seharusnya, mereka dipandu dengan pengajaran ilmu dan amalan yang lurus dan konsisten. Jangan plin plan.

    Trus prnh sy dengar ceramah ust salafi yg mengatakan…bahwa pemerintahan islami itu adalah berbentuk kerajaan ! apa memang begitu ya ? sy ingin tanggapan dr yg bukan “salafy” sbg pertimbangan !!!

    Komentar: Pemerintahan yang Islami ya yang berdasarkan Hukum Islam, dalam segala aspeknya. Itu pemerintahan Islami. Kalau sistem-nya, bisa apa saja, asalkan berdasarkan Syariat Islam. Pemerintahan itu bisa bersistem kerajaan, kesultanan, republik, atau apa saja; asalkan kedaulatan tertinggi di atas hukum Islam. Namun, kalau mengikuti Sunnah Rasulullah Saw dan para Shahabat Ra, sistem yang paling tepat adalah KHALIFAH.

    Hanya saja, menurut saya, wallahu a’lam, kalau dibandingkan sistem demokrasi, maka sistem kerajaan Islam, lebih baik. Kerajaan Islam, kedaulatan tetap berada dalam Syariat, bukan di tangan raja. Raja hanya sebagai operator pelaksanaan pemerintahan saja. Kedaulatan tertinggi tetap di Hukum Islam.

    Dan sebaiknya kita itu ikut pemilu politik atau bagaimana…?

    Komentar: Ya kita lihat dulu siapa yang dicalonkan, dan bagaimana program partai politiknya? Kalau yang dicalonkan orangnya Islami, begitu juga missi politik partai itu Islami (sesuai dengan nilai-nilai Islam), ya perlu kita dukung. Kan niat kita mendukung orang-orang yang baik. Kata Nabi, “Wa li kulli imri’in ma nawa” (bagi setiap Muslim mendapat pahala sesuai niatnya).

    Semoga bermanfaat.

    AMW.

  92. neil berkata:

    Trimakasih penjelasannya pak abisyakir.

    Kalo soal ihyautturots walau tak paham betul, tp krn hal ini cukup sering disinggung dipengajian…sedikit2 jd tau, tp sy baru tau dr bapak klo ihyautturots itu ormas…slama ini yg sy dengar ihyautturots adlh yayasan. mana yg benar ya ??

    & yg nulis buku pembelaan kpd ihyautturots, kayaknya hampir semua yg ngaji salafi mengetahuinya, sy pun kagum sekali dgn ceramah2 beliau, hny sj setelah liat webnya yg bnyk mengkritik habib munzir & jg KH sa’id aqil siraj….sy jd agak-agak kecewa.
    bukan krn membela habib munzir atau sa’id aqil nya, hanya sj cara2 begitu kan sebetulnya tdk hikmah…kita tau pengikut mrk itu sangat bnyk sekali….sbg ust muda yg merasa lbh paham & berilmu knp tdk langsung datang ke mrk sj (menasehati dgn tertutup) & sy yakin mrk lbh menghargai dinasehati dgn cara sprt itu, bukan dgn berkoar2 di publik(internet) ttg penyimpangannya.

    Krn ini berdasarkan pengalaman….lelaki yg paling baik, penuh perhatian dan menyayangiku serta suka ngasih duitnya pdku adalah pengagum KH sa’id aqil, kalo mengatakan bahwa kyai ini menyimpang ternyata hanya menimbulkan konflik rumah tangga.
    Dan ternyata mengenalkan manhaj salaf tanpa menjelek-jelekan kyai manapun apalagi yg dikaguminya itu lbh bisa dia terima (Alhamdulillah) walopun blm sepenuhnya.

    Kami jg cukup mengenal para pengekor habaib ini dan yg sy rasakan mereka makin benci sj dgn wahabi.

    sy tau ada paham wahabi thn 98,
    waktu itu pak kyai mengatakan wahabi itu yg anti sholawatan, tahlilan, krg menghargai mayat, anti gambar bernyawa….dll
    sampai diawal-awal thn 2000 jawaban bbrp kyai mengenai wahabi msh sama,
    tp kini kalo nanya wahabi ke kyai NU jawabannya (dimuka/yg pertama kali) bahwa wahabi/salafi itu merasa dirinya paling suci, merasa dirinyalah yg ahli surga, suka seenaknya menghina menyesatkan ulama(NU), akhlaqnya kacau, sukanya ribut, sesama mrk sj berperang, eksklusif, beraninya diinternet dan di pengajian mrk sj…dll

    Dan sy rasa salafi itu menyukai tahdzir sensasi….misalnya dulu buku raport merah aa gym, koreksi dzikir arifin ilham, tulisan2 di web yg mentahdzir tokoh2 tertentu yg amat bnyknya, sampai habib munzir…..padahal sy tau ada habib/Kyai yg lbh ngaco drpd habib munzir..,ada habib yg istrinya itu sampai 30-an, ada pula amalan2 habaib/kyai yg lbh aneh lg, ada jg habib menyebalkan yg sukanya ingin dilayani & minta uang ke pesantren2…diantara mrkpun ada yg suka nulis buku….dan sy heran kok pengikutnya buanyaak melebihi salafi di bandung ini (yg ‘corengcang/sedikit).
    mungkin kalo mrk sdh masuk tv dan dikenal seantero negri, tinggal menunggu giliran ditahdzirin ust2 salafi…

    Sy suka bingung…kita dilarang menjelek-jelekan pemerintah di hadapan umum, tp kpd tokoh agama yg dianggap menyimpang…dgn seenaknya di hadapan umum menjelek-jelekannya…pdhl mrk pun sebetunya pemimpin dr pengikutnya yg banyak bahkan mungkin mayoritas.

    Sy jg mengalaminya pak abisyakir, memang agak2 susah ya kalo ngasih usulan, saran, apalagi kritikan ke salafi….walopun diantara mrk cukup respek, tp tak sedikit jg yg menganggap kalo saran dan kritikanku itu tdk baik di pajang di umum(internet, pdhl sy majangnya di grup pengajian kt sj) kata mrk tulisanku itu bisa menimbulkan kesalah pahaman dan sangat riskan….akhirnya secepat itu tulisanku dihapus…..

    Dan knp buku dakwah salafiyah dakwah bijak begitu dibenci, dianggap buku yg hrs diwaspadai, bahkan yg teranyar sekitar sebulanan lalu sy dengar di radio…ketika ada seorang ibu yg bertanya mengenai buku tsb…ustnya menyarankan agar buku tsb dibakar sj….skrg sy paham kalo buku bapak diperlakukan begitu krn pak abisyakir itu bkn “syeikh/ulamanya salafi”

    selain itu sy rasa sangat wajar sekali buku syeikh idahram terbit, krn hal tsb sesuai dgn firman Allah Ta’ala di dlm QS 6 : 108,
    selama ini siapa yg suka duluan mencaci, menghina, mentahdzir…?! tp kalo bapak menulis bantahannya, itu pun sesuatu yg harus dilakukan….,tp kayaknya salafiyun lbh suka dgn buku bantahan yg satunya,

    Sangat disayangkan kalo salafi yg begitu bagus ilmunya, tp agak2 krg simpatik hubungan sosialnya

    Kami mengenal baik Kyai tarekat bernama Salimul apip, di kota ini ibaratnya…nahdiyin mana yg tak kenal kyai yg satu ini, seharinya ada sekitaran 3 undangan tabligh, tp tentu kami menolak ‘sema’ dan ajaran2nya yg tak sesuai contoh Rasulullah, namun Kyai ini begitu ‘someah, handap asor’/santun, rendah hati kpd siapapun…..jd pantas sj kalo dia ini kyai yg laris manis, krn org2 pd simpatik dgn sikapnya…(pdhl ceramahnya biasa sj, lbh bagus ust salafi).
    Sama halnya dgn Aa gym yg santun, rendah hari, mulutnya tak suka menjelekkan nama2 org tertentu….(walopun mungkin ceramahnya begitu2 sj) tp krn sikap2nya inilah dia tetap dikagumi banyak org.

    Tentu kitapun sangat berharap semoga ‘salafi’ terutama ust2nya merubah sikapnya yg tdk bermutu

    afwan, pak kalo sy jd ngedumel

  93. abisyakir berkata:

    @ Bu Neil…

    Trimakasih penjelasannya pak abisyakir.

    Response: Sama-sama Bu. Terimakasih juga masih mampir ke blog ini.

    Kalo soal ihyautturots walau tak paham betul, tp krn hal ini cukup sering disinggung dipengajian…sedikit2 jd tau, tp sy baru tau dr bapak klo ihyautturots itu ormas…slama ini yg sy dengar ihyautturots adlh yayasan. mana yg benar ya ??

    Response: Ya, ormas maksudnya di tingkat internasional. Kalau di Indonesia, belum punya organisasi resmi. Di Indonesia Ihyaut Turats lebih banyak memberi bantuan dana, buku2, pengajar, dll. melalui YAYASAN2 Salafi. Yang yayasan itu milik Salafinya, kalau Ihyaut Turats sendiri aslinya Jumiyyah (Jamaah Dakwah).

    Yg nulis buku pembelaan kpd ihyautturots, kayaknya hampir semua yg ngaji salafi mengetahuinya, sy pun kagum sekali dgn ceramah2 beliau, hny sj setelah liat webnya yg bnyk mengkritik habib munzir & jg KH sa’id aqil siraj….sy jd agak-agak kecewa. bukan krn membela habib munzir atau sa’id aqil nya, hanya sj cara2 begitu kan sebetulnya tdk hikmah…kita tau pengikut mrk itu sangat bnyk sekali….sbg ust muda yg merasa lbh paham & berilmu knp tdk langsung datang ke mrk sj (menasehati dgn tertutup) & sy yakin mrk lbh menghargai dinasehati dgn cara sprt itu, bukan dgn berkoar2 di publik(internet) ttg penyimpangannya.

    Response: Memang relatif juga sih, Bu. Artinya, setiap orang (termasuk Ust. Firanda itu) mempunyai titik-tolak masing-masing. Setidaknya, sang ustadz memberi penjelasan untuk lingkungan komunitas Salafi sendiri. Soal bantahan ke habib-habib itu, wah kalau membaca kajian-kajian mereka dalam menyerang ulama-ulama (yang diklaim sebagai “ulama Wahabi”) juga tidak kira-kira, Bu. Tapi sikap hikmah itu ada baiknya, sebab di antara manusia ada orang sepeka Ibu, yang tidak boleh “diusik” agak keras. He he he.

    Krn ini berdasarkan pengalaman….lelaki yg paling baik, penuh perhatian dan menyayangiku serta suka ngasih duitnya pdku adalah pengagum KH sa’id aqil, kalo mengatakan bahwa kyai ini menyimpang ternyata hanya menimbulkan konflik rumah tangga.

    Response: Ha ha ha…sebuah pengakuan jujur. Salam untuk suami, semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah dan taufik kepada beliau (dan kita semua) untuk menempuh jalan yang diridhai-Nya. Amin.

    Dan ternyata mengenalkan manhaj salaf tanpa menjelek-jelekan kyai manapun apalagi yg dikaguminya itu lbh bisa dia terima (Alhamdulillah) walopun blm sepenuhnya. Kami jg cukup mengenal para pengekor habaib ini dan yg sy rasakan mereka makin benci sj dgn wahabi.

    Response: Ada yang demikian, meskipun juga jangan terlalu “sensitif” demi menerima kebenaran.

    Sy tau ada paham wahabi thn 98, waktu itu pak kyai mengatakan wahabi itu yg anti sholawatan, tahlilan, krg menghargai mayat, anti gambar bernyawa….dll sampai diawal-awal thn 2000 jawaban bbrp kyai mengenai wahabi msh sama,tp kini kalo nanya wahabi ke kyai NU jawabannya (dimuka/yg pertama kali) bahwa wahabi/salafi itu merasa dirinya paling suci, merasa dirinyalah yg ahli surga, suka seenaknya menghina menyesatkan ulama(NU), akhlaqnya kacau, sukanya ribut, sesama mrk sj berperang, eksklusif, beraninya diinternet dan di pengajian mrk sj…dll

    Response: Alhamdulillah, Ibu bisa melihat perkembangan ini dari waktu ke waktu. Alhamdulillah.

    Dan sy rasa salafi itu menyukai tahdzir sensasi….misalnya dulu buku raport merah aa gym, koreksi dzikir arifin ilham, tulisan2 di web yg mentahdzir tokoh2 tertentu yg amat bnyknya, sampai habib munzir…..padahal sy tau ada habib/Kyai yg lbh ngaco drpd habib munzir..,ada habib yg istrinya itu sampai 30-an, ada pula amalan2 habaib/kyai yg lbh aneh lg, ada jg habib menyebalkan yg sukanya ingin dilayani & minta uang ke pesantren2…diantara mrkpun ada yg suka nulis buku….dan sy heran kok pengikutnya buanyaak melebihi salafi di bandung ini (yg ‘corengcang/sedikit). mungkin kalo mrk sdh masuk tv dan dikenal seantero negri, tinggal menunggu giliran ditahdzirin ust2 salafi…

    Response: Sebnarnya, bantahan ini tdk apa-apa, selagi tujuannya untuk amar makruf nahi munkar. Toh, agama lebih penting dari figur-figur tertentu. Tapi soalnya, kadang komunitas Salafi tidak konsisten. Mereka sering berubah-ubah sikap. Contoh, soal tuduhan hizbiyyah itu.

    Dan knp buku dakwah salafiyah dakwah bijak begitu dibenci, dianggap buku yg hrs diwaspadai, bahkan yg teranyar sekitar sebulanan lalu sy dengar di radio…ketika ada seorang ibu yg bertanya mengenai buku tsb…ustnya menyarankan agar buku tsb dibakar sj….skrg sy paham kalo buku bapak diperlakukan begitu krn pak abisyakir itu bkn “syeikh/ulamanya salafi”

    Response: Wah, kalau ada fatwa begitu. Berarti ajarannya sesat dong. Kalo memang ada salahnya dalam buku itu, sebutkan. Jangan main fatwa “bakar buku”. Itu ajaran sesat namanya.

    Selain itu sy rasa sangat wajar sekali buku syeikh idahram terbit, krn hal tsb sesuai dgn firman Allah Ta’ala di dlm QS 6 : 108, selama ini siapa yg suka duluan mencaci, menghina, mentahdzir…?! tp kalo bapak menulis bantahannya, itu pun sesuatu yg harus dilakukan….,tp kayaknya salafiyun lbh suka dgn buku bantahan yg satunya, Sangat disayangkan kalo salafi yg begitu bagus ilmunya, tp agak2 krg simpatik hubungan sosialnya

    Response: Iya sih Bu, masalahnya seperti “benang kusut”. Secara ilmiah, mengingkari orang sesat itu wajib. Tetapi secara sosial, seringkali orang2 yang baru belajar ilmu, begitu mudah mengingkari kesesatan, tanpa kaidah ilmu sama sekali. Pokoknya “bisa menang” di hadapan komunitas lain. Nah, sikap-sikap sembrono itu lalu menjadi bahan bakar bagi “ahli fitnah” untuk menyemarakkan pertikaian dan perselisihan. Itulah yang terjadi. Ada “pemantik api”, ada pula “bensin” yang mudah meleduk.

    Kami mengenal baik Kyai tarekat bernama Salimul apip, di kota ini ibaratnya…nahdiyin mana yg tak kenal kyai yg satu ini, seharinya ada sekitaran 3 undangan tabligh, tp tentu kami menolak ‘sema’ dan ajaran2nya yg tak sesuai contoh Rasulullah, namun Kyai ini begitu ‘someah, handap asor’/santun, rendah hati kpd siapapun…..jd pantas sj kalo dia ini kyai yg laris manis, krn org2 pd simpatik dgn sikapnya…(pdhl ceramahnya biasa sj, lbh bagus ust salafi). Sama halnya dgn Aa gym yg santun, rendah hari, mulutnya tak suka menjelekkan nama2 org tertentu….(walopun mungkin ceramahnya begitu2 sj) tp krn sikap2nya inilah dia tetap dikagumi banyak org.

    Response: Ya, itulah. Seringkali orang yang membawa paham benar, TIDAK BENAR cara dakwahnya. Sedangkan yang membawa paham tidak benar, ternyata BENAR cara dakwahnya. Ya, akal manusia pada umumnya, sebelum mencerna isi dakwah, jelas melihat cara penyampaian dakwah itu sendiri. Logikanya: “Kalau mau beli barang, lihat dulu bungkusnya. Bukan lihat isi, baru memilih bungkusnya.” Iya kan Bu…

    Tentu kita pun sangat berharap semoga ‘salafi’ terutama ust2nya merubah sikapnya yg tdk bermutu. afwan, pak kalo sy jd ngedumel.

    Response: Amin Allahumma amin. Gak apa-apa Bu, “ngedumel” kadang juga ada baiknya. Ngedumel untuk perbaikan dan koreksi, tidak dipersoalkan. Jazakillah khairan jaza’. Salam buat keluarga. Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakaatuh.

    AMW.

  94. neil berkata:

    Sy rasa tulisan ust firanda tdk ditujukan hny utk komunitasnya, kan yg namanya internet adlh ruang publik, malah jaungkauannya bisa diakses seluruh dunia. Kalo hny utk komunitasnya…cukuplah memperingatkan hal tsb di tempat pengajiannya.
    Sebenarnya sy kasian sama ust firanda krn hal ini dia malah jd cemoohan habaib dan para pengikutnya, mungkin ust firanda akan berfikir…tak masalah kalo dirinya yg dicemooh, tp sebenarnya ust firanda jg tlh mempertaruhkan apa yg ada dibelakangnya…yakni dakwah “manhaj salaf” atau wahabi atau salafi itu sendiri.
    Akhirnya…lagi2 salafi dipandang “tambah buruk saja” dimata NU, para habaib & jama’ahnya

    Mungkin kita lihat bahwa kyai NU / habib mereka lbh krg ajar lg membuat kedustaan thdp ulama2 sprt Ibnu Taimiyah, syeikh Muhammad bin abdul wahab dll,
    tp…kalo kita coba sedikit sj memahami mrk, sebenarnya bnyk diantara kyai/ust NU jg habaib (terutama yg di-kampung2) mrk “hanya taunya itu”…dlm artian disini mrk mewarisi paham/ajaran tsb dr para guru2nya dan mrk tdk belajar yg lainnya kecuali paham yg didapat dari gurunya ditambah bergaulnya dgn yg sepemahaman jg…
    (kecuali sprt sa’id aqil siraj, gusdur dimasa hidupnya, ulil abshor / nahdiyin yg prnh kuliah di Saudi, mesir atau lipia atau negara arab lainnya…yg mana pastinya mrk2 ini belajar wawasan baru yg berbeda).
    Sy coba pahami hal ini krn mertuaku di kampung ya sprt itu, dan bnyk ust NU(temennya suamiku) yang jd tokoh dimasyarakatnya…mrk hny lulusan ponpes tradisional yg adanya di kampung.
    mertuaku pun punya pesantren berjenis as-salafiyah,
    Perlu diingat…mungkin tokoh2 NU dikota sdh pada tau kalo yg ngaku salafi itu adlh wahabi, tp kalo ke kampung2…kalo nanya apa itu salafi….,sebagian besar akan nunjuk ke pesantren tradisional yg ngaji kitab kuning klasik dgn sistem sorogan, pesantrennya yg terkesan agak kumuh…& ngajinya pun masih gratis….itulah salafi.

    Dan sprt kita ketahui cara berdakwah itu fleksibel….kita tak bisa menyama ratakan antara org awam biasa dgn yg sdh merasa pny ilmu apalagi dgn yg merasa sdh tinggi ilmunya.
    Mungkin bila dakwah ke yg awam….melalui pengajian di masjid2, melalui majalah, radio atau internet, selama yg awam itu ada keinginan utk belajar agama maka insyaAllah tak akan terlalu sulit memberi mrk pemahaman agama.
    Lain halnya dgn yg sdh merasa punya ilmu(tp pemahamannya bnyk menyimpang), maka pak abisyakir sendiri tentu bnyk pengalaman menghadapi org2 semacam ini…..bgmn mrk2 ini bnyk menbantah/melawan…
    Apalagi dakwah kpd yg merasa sdh tinggi ilmunya(tp dlm kebid’ahan)….maka menghadapi mrk tentunya jauh lbh sulit lg…, dan berdakwah / membantah mrk (dgn menyebut namanya secara jelas) dgn cara berkoar-koar dr kejauhan adalah amat tdk bijak dan krg hikmah…krn boleh jadi sebenarnya bkn mrk tau mau terima…,tp sdh merasa terhina duluan !!

    Padahal temennya ust firanda sesama pembicara di rodja yakni ust Abdullah zain tlh membuat tulisan yg bagus yakni “14 contoh hikmah dlm dakwah”, dan 2 poin dr tulisan itu ialah kalo mau membantah…bantahlah amalannya dgn tidak menyebut nama tokohnya serta carilah simpati orang yg di tokohkan di masyarakatnya.

    Mendakwahi tokoh / Kyai yg pny pengaruh dimasyarakat tentu sangat dibutuhkan ilmu yg luas, hujjah yg kuat, keberanian, kesabaran, dan pendekatan yg sifatnya itu lbh personal serta berkesinambungan (memang kesannya ribet dan sulit) tp kalo bisa mengajaknya ke jalan hidayah…hasil yg didpt jauh lbh baik, & lbh efektif bagi perkembangan dakwah.

    Kita lihat contoh Rasulullah Muhammmad bagaimana beliau begitu memprioritaskan dakwah kpd pemimpin suatu kaum dan beliau sendirilah yg turun langsung menghadapi para pemimpin tsb, dan bagaimana beliau jg mengutus sahabat2nya secara langsung kpd pemimpin/raja2 kaum kafir dan beliau tetap menghormati kedudukan mrk sbg pemimpin kaumnya…pada dzohirnya mungkin hanya berdakwah kpd seorang pemimpin tp hakikatnya beliau berdakwah jg kpd para rakyatnya / pengikutnya.

    Kalo memang benar2 pengikut Rasulullah yg sejati, tentunya akan mengamalkan semaksimal mungkin cara hidup beliau termasuk dlm hal metode dakwah.
    Tp, kalo kita lihat…ust yg katanya memangku manhaj yg haq, knp sprtnya krg memprioritaskan dakwah kpd para pimpinan kaum tertentu,
    yg sy rasakan ust2 salafi ini maunya diundang…maunya didatangi…boro2 bisa menarik simpati seseorang yg ditokohkan dimasyarakatnya…yg ada duduk semajelis dgn ahlu bid’ah sj kayaknya enggan. Atau paling tidak pihak salafi sekali-kali mrk menggelar forum dialog / kasarnya debat dan mengundang tokoh yg dianggap menyimpang…kan forum semacam ini salah satu bentuk iqomatul hujjah, kan ust2 salafi sendiri yg sering mengatakan…”jgn sembarangan menuduh seseorang bid’ah sebelum iqomatul hujjah dihadapannya…,tp disisi lainnya ust salafi sering mengatakan…”sebaiknya kita menghindari debat kalo utk cari menang-menangan atau hindari debat dgn org yg tak ingin mencari kebenaran”
    yg jd pertanyaan…dr mana kita bisa tau tujuan hati seseorang yg akan berdebat.
    Entahlah kalo menyikapi ini kadang sy agak bingung…..atau mungkin sy nya yg emang masih awam kali yaa….

    Makanya sy itu kagum sama Ahmad deedat dan Dr Zakir Naik….tp da’i yg sprt ini kayaknya di Indonesia itu sangat2 langka….

    => Wah, kalau ada fatwa begitu. Berarti ajarannya sesat dong. Kalo memang ada salahnya dalam buku itu, sebutkan. Jangan main fatwa “bakar buku”. Itu ajaran sesat namanya

    Perkataan ini apa tdk terlalu gegabah pak,
    Afwan ya pak…
    Apa mungkin pak abisyakir merasa begitu sakit hati dgn perlakuan ‘salafi’ ke bapak ?!
    Kan ada dalilnya pak :
    ” …..janganlah kebencianmu thdp suatu kaum, menyebabkanmu berbuat tak adil…”
    (QS 5 : 8)
    Dan lg yg mengatakan ‘sebaiknya buku dsdb dibakar’ adalh salah seorang ust yg ada di radio rodja…dimana ust firanda jg ngisi kajian disana. Jadi secara tak langsung pak abisyakir sdh nuduh ust firanda, rodja, & seluruh ajaran yg ada di sana sesat dong…??????

    MUI sj tak pernah menyesatkan salafi, hanya mengnjurkan merubah bbrp cara dakwahnya yg dipandang krg elegan !!

    Padahal radio rodja katanya adlh bentuk sumbangsing salafi kpd umat.
    Sy-pun merasa mendapatkan banyak manfa’at dr radio rodja.
    Dan sy tetap percaya kalo soal ilmu2 yg disampikan radio rodja InsyaAllah sedikit kesalahannya…
    Walopun dlm hal tertentu sy msh suka rada2 bingung dgn pengajian salafi…
    Misalnya soal ormas, soal pergaulan…yg mana pak ust sangat menekankan kalo bergaul itu hrs dgn yg sholeh dgn dalil ‘bahwa agama seseorang tergantung agama temannya’ tp disisi lain menekankan bahwa kita itu harus supel sama siapapun,
    kita itu jangan ghuluw jangan taqlid buta tp sekali waktu ust salafi menyarankan agar sebaiknya jgn baca ini jagn baca itu, jangan ngaji di tempat anu…
    kalo mencoba ngasih usulan & saran sebagian mrk menanggapinya dgn cemoohan…

    Tp sy melihat msh ada ust salafi yg peka dgn masalah sosial dan peduli kpd sesama, peduli dgn kemajuan daerahnya, kritis dgn kekurangan yg ada di jama’ah salafi.
    Dan mungkin bnyk org2 salafi yg kesannya itu arogan, tp dr bbrp yg saya kenal…sedikit dr mrk masih ada yg jauh dr sikap ta’ashub dan takabur…bahkan akhwat salafi temanku nikahnya sama org WI walopun dia curhat…kalo ust ditempatnya tdk menyukai hal ini.

    Mungkin sy mengeluhkan bbrp hal mengenai salafi.
    Tapi bagaimana pun juga…dan walau amal ibadahku dibandingkan dgn ulama2 salafussholeh…yg mungkin bagaikan sititik debu di tengah hamparan luas padang pasir… namun insyaAllah sy ingin selalu tetap mencintai dan meyakini manhaj salaf.

    __________________________________________

    Dan sy baca di blog ini mengenai ‘pemikiran politik salafi’ (artikel yg sangat menarik) tp sy ada bbrp pertanyaan…:
    Bagaimana tindakan nyata kita kalo ingin menegakan syari’at islam ??
    Apa harus menggulingkan pemerintah ??

    Kalo sy dengar ceramah salah satu ust salafi bahwa :
    Dibolehkan mendongkel pemerintahan dgn 3 syarat :
    – Melihat mrk(pemerintah) melakukan kekufuran yg nyata
    – Punya kekuatan yg bisa menghilangkan kekuasaan
    – Punya pengganti pemimpin yg lbh baik

    Sekarang yg jd pertanyaan..
    Apakah pemerintah kita benar2 sdh melakukan kekufuran yg nyata ?
    Apakah kita pny kekuatan yg bisa menyamai pemerintah yg memiliki barisan penjaga sprt polisi & TNI beserta alutsista-nya? sedangkan kalo misalnya baru punya senapan angin sj… aplg bila itu dimiliki sama yg jenggotan & celana cingkrang kayak pak abisyakir…kan bisa2 bapak dicurigai sbg teroris pak…??
    Apakah kita punya pengganti pemimpin yg lbh baik ? kalo emang ada itu siapa ??

    Dan sy ucapkan trimakasih atas kesediaan Bapak melayani diskusi sy ini.
    sy salut dgn blog Bapak, krn jarang2 seorang ust membuka forum diskusi sprt ini….
    Krn sejauh pengamatan sy…dimana-mana yg namanya ust / kyai / da’i / mubaligh…biasanya mrk2 ini lbh senang didengar…namun sangat enggan mendengar (dlm artian disini…tdk mau mendengar penentangan, susah dinasehati oleh yg dipandangnya rendah, tdk suka dgn kritikan apalagi mendengar ejekan

  95. abisyakir berkata:

    @ Bu Neil…

    Alhamdulillah Bu, komentar Ibu kali ini lebih ekspressif, didasari pengalaman2 sosial, dan kesan empati yang baik disana, alhamdulillah. Tapi maaf, belum saya respon semua ya, karena kalimat-kalimat itu, kalau direspon, membutuhkan pemikiran dan pemahaman yang tidak simple. Saya coba komentari yang paling dekat dengan saya saja ya. Nanti kalau ada kesempatan, mudah-mudahan bisa menjangkau yang lain-lainnya. Amin ya Rahiim.

    Mendakwahi tokoh / Kyai yg pny pengaruh dimasyarakat tentu sangat dibutuhkan ilmu yg luas, hujjah yg kuat, keberanian, kesabaran, dan pendekatan yg sifatnya itu lbh personal serta berkesinambungan (memang kesannya ribet dan sulit) tp kalo bisa mengajaknya ke jalan hidayah…hasil yg didpt jauh lbh baik, & lbh efektif bagi perkembangan dakwah.

    Respons: Saya sangat apresiatif dengan kalimat ini (malah sambil senyum-senyum nih Bu). Sebab apa, disini Ibu memberikan beberapa teori, tetapi juga melihat realitas praktik yang bisa jadi ribet dan sulit. Itu tandanya, kita sudah masuk ke ranah, memadukan antara nilai-nilai teoritik dan aplikasi di lapangan. Jujur, dalam konteks seperti ini tidak mudah melaksanakannya. Tapi adanya upaya (atau minimal pemikiran) ke arah itu, ia sudah merupakan kemajuan tersendiri. Kelemahan kaum Muslimin di negeri kita sejujuranya ada dalam 3 hal: (a) Tidak mampu menteorikan masalah yang mereka hadapi; (b) Lemah ketika mengeksekusi masalah-masalah praktik di lapangan; dan (c) Kurang mampu memadukan antara teori dan praktik di lapangan. Alhamdulillah. Semoga semakin banyak kaum Muslimin yang memiliki kesadaran seperti ini. Allahumma amin.

    Wah, kalau ada fatwa begitu. Berarti ajarannya sesat dong. Kalo memang ada salahnya dalam buku itu, sebutkan. Jangan main fatwa “bakar buku”. Itu ajaran sesat namanya. [Perkataan ini apa tdk terlalu gegabah pak. Afwan ya pak Apa mungkin pak abisyakir merasa begitu sakit hati dgn perlakuan ‘salafi’ ke bapak?! Kan ada dalilnya pak: ” …..janganlah kebencianmu thdp suatu kaum, menyebabkanmu berbuat tak adil…” (QS 5 : 8)].

    Respons:

    1. Ya tergantung Bu. Kalau fatwa bakar buku itu ternyata diyakini, diimani, dan diamalkan oleh mayoritas ustadz Salafi (andaikan demikian), berarti mereka memang berdiri di atas jalan kesesatan. Ya, itu sudah jelas. Kalau ajarannya benar, tak mungkin akan bersikap demikian. Masalahnya, dalam buku DSDB yang saya tulis itu (dengan pertolongan Allah) tidak mengajarkan paham sesat dan menyimpang. Buku yang tidak mengajarkan paham sesat kok minta disuruh bakar? Berarti siapa yang sesat

    2. Yang namanya sesat tidak harus dipahami sesat seluruh ajarannya. Bisa saja sesat pada masalah ushul, bisa juga sesat pada masalah furu’. Seperti sikap sebagian orang: “Memerangi upaya gerakan Islam untuk menegakkan Syariat Islam, dan mengklaim bahwa pemerintah sekuler merupakan Ulil Amri yang harus ditaati” ini termasuk kesesatan serius yang harus diperbaiki. Memerangi upaya penegakan Syariat Islam dan ridha dengan kehidupan jahiliyyah di bawah sistem sekuler; jelas-jelas ini adalah kesesatan yang nyata.

    3. Saya bukan marah/kesal karena soal “bakar bukunya”, tetapi mengapa ada fatwa seperti itu? Apa yang salah pada buku tersebut? Kalau salah, sudahkah mereka memberikan koreksi, lalu dilakukan dialog atau perdebatan untuk membuktikannya? Sungguh, sejak buku ditulis sampai saat ini, tidak ada ustadz Salafi yang membuka forum debat tentang buku itu, kecuali melalui tulisan2 di internet, sehingga hal itu kita jawab dalam buku DSDB II. Sekali lagi, bukan soal “bakar buku” saya; tetapi dimana adab mereka sebagai orang berilmu, sebagai pemilik hujjah, dan dai di jalan Allah? Mereka belum menunaikan hak-hak dakwahnya, sudah memberikan fatwa “bakar buku”. Aneh sekali.

    4. Soal sakit hati, ya namanya manusia ada lah rasa seperti itu. Kalau Ibu baca dialog-dialog dalam blog ini, kita menghadapi kawan-kawan Salafi ini, Salafi “yang satunya lagi” juga, ada kader-kader PKS, ada kawan-kawan Jihadis, ada kalangan anti Islam, ada pembela Demokrat, ada kalangan Syiah, dan lainnya. Tapi alhamdulillah, dengan pertolongan Allah Ar Ra’uf, semua itu kita hadapi dengan lapang dada. Alhamdulillah. …tapi yang sangat kita sayangkan adalah spliting (terbelahnya) ilmu dan adab pada ustadz yang memfatwakan “bakar buku” itu. Kalau misalnya Radio Rodja mau memfasilitasi, ingin rasanya saya berdiskusi terbuka dengan ustadz itu, agar jelas siapa yang benar dan siapa yang sesat? Wallahu Waliyyut taufiq.

    Dan lg yg mengatakan ‘sebaiknya buku dsdb dibakar’ adalh salah seorang ust yg ada di radio rodja…dimana ust firanda jg ngisi kajian disana. Jadi secara tak langsung pak abisyakir sdh nuduh ust firanda, rodja, & seluruh ajaran yg ada di sana sesat dong…?????? MUI sj tak pernah menyesatkan salafi, hanya mengnjurkan merubah bbrp cara dakwahnya yg dipandang krg elegan !!

    Respon: Ha ha ha… Maaf ya. Ibu kan sudah smart di bagian-bagian atas, maka jangan “terjun bebas” di bagian belakangnya. Harus stay on smart terus. Ya tidak begitu cara memahaminya. Sama seperti beginilah. Misalnya ada seorang pengedar narkoba di tangkap di sebuah pasar. Apakah kita bisa mengatakan, bahwa di pasar itu semua orang berjualan narkoba semua? Tidak kan. Ya, tidak bisa generalisir begitu.

    Tetapi kalau “fatwa bakar buku” itu muncul sebagai sikap Radio Rodja secara resmi, didukung oleh semua ustadznya, didukung oleh semua pecinta radio itu, didukung oleh donatur dan para sponsornya; tidak ada penolakan, bahkan ia menjadi sikap umum kalangan Radio Rodja dan hal itu terang-benderang, sehingga masyarakat semua (baik kawan maupun lawan) tahu; kalau demikian halnya, saya tidak ragu untuk membenarkan asumsi Ibu di atas. Orang-orang yang menyuruh “bakar buku” padahal buku yang disuruh bakar itu tidak mengandung/mempromosikan kesesatan, atau minimal kesalahan/kekeliruannya tidak mendominasi isi buku itu; ya kalau sikap begini jelas sikap orang sesat.

    Bagaimana tindakan nyata kita kalo ingin menegakan syari’at islam ?? Apa harus menggulingkan pemerintah ??

    Kalo sy dengar ceramah salah satu ust salafi bahwa : Dibolehkan mendongkel pemerintahan dgn 3 syarat :
    – Melihat mrk(pemerintah) melakukan kekufuran yg nyata
    – Punya kekuatan yg bisa menghilangkan kekuasaan
    – Punya pengganti pemimpin yg lbh baik

    Sekarang yg jd pertanyaan.. Apakah pemerintah kita benar2 sdh melakukan kekufuran yg nyata ?

    Respons:

    a. Cara menegakkan Syariat Islam: Pilih cara yang paling efektif untuk sampai ke tujuan penegakan Syariat Islam itu sendiri; pilih cara yang paling minim resiko madharatnya bagi Ummat; pilih cara yang memungkinkan terbentuk pemerintahan Islami yang berkesinambungan, bukan jatuh-bangun atau mudah dirobohkan setelah terbentuk nanti. Adapun bagaimana aplikasi cara seperti itu? Nah, itulah yang harus dipikirkan oleh para ulama, para ahli Islam, dan politisi-politisi Muslim.

    b. Syarat-syarat mendongkel pemerintahan sekuler seperti yang disebutkan; setahu saya syarat-syarat demikian sudah tepat. Kalau tidak salah, Syaikh Al Utsaimin rahimahullah menganut pandangan seperti itu. Kalau Syaikh Al Albani rahimahullah tidak setuju dengan kudeta. Kata beliau, kudeta itu dianggap bid’ah. (Padahal dalam politik itu luwes, tidak seketat persoalan ibadah ritual atau muamalah).

    c. Apakah pemerintah sekarang melakukan kekufuran yang nyata? Jawabnya begini, wahai Ibu budiman, semoga Allah Ta’ala memberkahi dan mensucikan diri dan keluargamu, amin ya Rabbal ‘alamiin.

    = Sesuatu disebut Islami, jika ada dalilnya dari Kitabullah dan Sunnah, serta dipahami dengan metode ilmiah yang adil, seperti yang diajarkan oleh imam-imam Salafus Shalih. Ini yang disebut Islami.

    = Kalau mau melihat manhaj sebuah bangsa/negara, lihat pada Konstitusi dan Dasar Negaranya. Apakah di suatu negeri menganut ajaran Kitabullah dan Sunnah, atau menganut ajaran lain? Hal itu sudah bisa menjadi jalan terang untuk membedakan negara Islami dan tidak Islami.

    = Di dunia ini hanya ada dua kata saja: Islami atau tidak Islami. Tidak Islami bisa diistilahkan dengan macam-macam istilah, tetapi intinya tidak mau tunduk kepada ajaran Allah dan Rasul-Nya. Sekedar diketahui, ajaran nasionalisme itu juga tidak Islami. Nabi Shallallah ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Wa man da’a ilal ashabiyah ‘alan naar” (siapa yang mendakwahkan ajaran ashabiyah/kesukuan/nasionalisme dia ada di neraka).

    = Lalu apakah pemerintah di Indonesia ini sudah melakukan kekufuran yang nyata? Yang penting, kita pahami dulu perbedaan antara Islami dan tidak Islami. Itu yang penting. Atau mudahnya, bedakan antara perkara halal dan haram. Kalau mayoritas masyarakat Indonesia sudah mudah memahami perbedaan antara Islami dan tidak Islami ini, baru kita bicara soal kufur dan tidak kufur. Sebab di masa seperti ini, kita mau mengatakan ini kufur, itu kufur; tidak banyak pengaruhnya, sebab masyarakat tidak memahami ajaran agamanya. Kalau mereka sudah paham, mereka akan berhati-hati terhadap hal-hal yang kufur…eh maksudnya tidak Islami.

    Ya Bu, sementara ini dulu. Mohon dimaafkan atas salah dan kekurangan. Jazakillah khairan jaza’.

    AMW.

  96. aluq berkata:

    nukilan :
    Siapa Pemimpin Kaum Mukminin(Amirul Mukminin) Itu?

    Para pemimpin Islam yang wajib ditegakkan kaum muslimin adalah pemimpin yang menegakkan Al-Qur’an dan Sunnah, dan menerapkan syariat Islam dalam mengatur rakyatnya. Yang karena itulah mereka mendapatkan hak besar untuk didengar dan ditaati rakyatnya, di mana rakyat tidak boleh menentang dengan senjata dan memberontak terhadapnya, walaupun dia itu banyak berbuat maksiat, zalim, dan fasik selain kekufuran. (Lihat: Al-Wajiz: Intisari aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Abdullah bin Abdul Hamid al-Atsari: 192-193)

    Syaikhul Islam berkata: Orang yang memberontak kepada pemimpin pasti menimbulkan kerusakan yang lebih besar daripada kebaikan akibat perbuatannya.” (Minhajus Sunnah, dinukil dari catatan kaki al-Wajiz: 194)

    Kemudian beliau mengatakan, “Adapun pemimpin yang tidak mengindahkan syariat Allah Ta’ala dan tidak berhukum dengannya, bahkan berhukum dengan selainnya, maka dia telah keluar dari cakupan ketaatan kaum muslimin. Yakni tidak ada lagi kewajiban untuk taat kepadanya.” (Minhajus Sunnah: I/146, dinukil dari Al-Wajiz: 194)

    … akhir nukilan
    ================
    cukup banyak pertanyaan yg timbul di kepala saya… setelah membaca jawaban2 dalam blog ini.

    = aluq =

  97. abisyakir berkata:

    @ Aluq…

    Jazakumullah khair Pak @ Aluq atas kunjungannya. Intinya begini sih (mewakili pandangan admin blog), yang disebut pemimpin Islami ya yang menegakkan hukum Allah dan Rasul-Nya; seperti pada ayat itu…athi’ullaha wa athi’ur rasula wa ulil amri minkum… Ketaatan kepada Ulil Amri kan dibatasi dalam lingkup sang ulil amri masih taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kalau tidak begitu, maka ayat tersebut dianggap TIDAK FASIH.

    Tidak mungkin Allah akan berfirman sebagai berikut: “Athi’ullaha wa athi’ur Rasula, wa ulil amri minkum wa in kaana laa yu’thillaha wa Rasulahu” (taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan kepada ulil amri di antara kalian meskipun dia tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya). Kalau begini caranya, maka ketaatan kepada ulil amri telah membatalkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

    Singkat kata, konsep dasarnya masih Syariat Islam; tidak berubah hendak kemana; hanya saja di kalangan Salafiyah sempat berhembus pandangan luar (maksudnya, pandangan yang mentoleransi sekularisme) yang sebenarnya tidak sesuai dengan akidah Ahlus Sunnah itu sendiri; padahal MUI saja mengharamkan hal itu.

    Admin.

  98. Polan2 berkata:

    apakah ada naskah ebook begitu tentang bagaimana menasehati masyarakat yang melakukan praktek kesyirikan karena di daerah-daerah di indonesia umumnya masyarakatya masih melakukan agama nenek moyangnya sehingga islam dipadukan dengan budaya yang tidak sesuai dengan islam

  99. Polan2 berkata:

    dimana bisa didapatkan ebook gratisan naskah ceramah atau qultum tentang pentingnya tauhid lengkap dengan ayat dan hadistnya.apa ada yang bisa membantu?

  100. abisyakir berkata:

    @ Polan2…

    Setahu saya belum ada Akhi. Mungkin sudah waktunya para ustadz lokal menulis kitab semacam itu. Sebuah ide bagus, alhamdulillah.

    Admin.

  101. abisyakir berkata:

    @ Polan2…

    Akhi, coba Anda cari informasi ke link di bawah ini. Cari-cari saja, semoga yang Anda inginkan dapat tercapai disana. Amin.

    http://alsofwah.or.id/index.php?pilih=indexdownload&awal=13&hal=2

    Admin.

  102. abu asiyah berkata:

    semoga Allah memberikan taufik dan hidayah kpd antum n kita semua. amiin..

  103. Jujur saja, saat ini saya belum termasuk sebagai pemeluk teguh. Namun, sampai saat ini saya selalu mencoba untuk terus belajar dan belajar tentang Islam. Usaha yang telah Anda lakukan sangat menginspirasi saya. Terima kasih.

  104. abisyakir berkata:

    @ Chandra Taufik…

    Sama-sama Akhi. Semoga bermanfaat untuk Anda, kami, dan kita semua. Semoga Allah menjadikan Antum salah satu dari penolong-penolong agama-Nya. Amin Allahumma amin.

    Admin.

  105. tomy berkata:

    mantab brother.. lanjutkan ber’amal nya, yakinlah kalau niat dan ‘amal itu lurus, insya Allah .. kita akan bertemu jua.

    Allaziina jaahadu fiinaa lanahdiyannahum subuulana, “mereka yang berniat menegakkan jihad pada jalan kami, kami akan berikan petunjuk, jalan-jalan yang mudah untuk mencapainya”.. itulah hikmah nya kenapa di gunakan kata subul, bukan sabil.. karena memang banyak jalan, dan mari kita berdoa agar jalan-jalan kita penuh dengan hikmah dan berkah dan bukan sebaliknya.

    Keep up the spirits… for better us, better future and the future is Islam, karena harapan itu tak pernah pupus, dan harapan itu selalu masih ada.

  106. Indonesia jangan mudah terpancing provokasi Malaysia san sikap ala OKB-nya yg memang mengesalkan itu. Hal itu hanya salah satu bukti kalau negeri jiran kita itu memang sedang bermasalah di dalamnya sendiri. Politisi-politisi busuk M’sia memang sering secara sengaja mencari ketenaran dengan mencari gara-gara dalam masalah dengan Indonesia.

  107. tobone berkata:

    tulisan Bapak enak dibaca dan gampang dicerna..

    Saya bayangkan, alangkah dahsyatnya lagi, kalo Bapak lanjut kuliah lagi kajian pemikiran/peradaban islam, misalkan di ISTAC IIUM Kuala Lumpur, pemikiran-pemikiran Bapak saya kira cocok dipupuk di kampus tsb.
    para alumninya sekarang terkenal sebagai penulis-penulis Muslim yang senafas dengan tulisan Bapak
    kemampuan Bapak menulis dan menganalisis persoalan keislaman akan lebih mendalam. DR. Adian Husaini yang dulunya penulis biasa-biasa saja telah membuktikan itu.
    saya bayangkan Bapak bisa seperti Dr. Adian Husaini, banyak menelurkan tulisan-tulisan dan buku islami yang mewarnai pemikiran islami melawan JIL dan kroni-kroninya. Bahkan, menurut saya, Bapak relatif punya nilai plus dari sisi manhaj.

    kita butuh gerakan jama’i dan sistematis dalam melawan para penyeru kebatilan.
    Kita butuh tokoh-tokoh dari berbagai profesi untuk bersatu memperjuangkan izzul islam wal muslimin.

    Bapak punya potensi besar untuk mengembangkan diri dan insyaAllah bisa lebih bermanfaat bagi banyak orang.
    Banyak tokoh-tokoh pejuang islam yang hebat, cuma sayang banyak berhenti belajar, sementara musuh-musuh bergelar Professor Doktor JIL.
    Memang, gelar itu tidak terlalu bisa dijadikan patokan..akan tetapi tokoh-tokoh islam yang bergelar, itu kadang lebih dihargai..sebagai contoh, Ada Pakar Hadis Indonesia bergelar Prof DR. yang sering mengkritik seorang Ulama Hadis Yordania yang terkenal.. Beliau sering diminta pemikiran-pemikirannya oleh media.
    banyak ustadz-ustadz yang hebat dari sisi keilmuan, tinggal yang dipoles adalah dari sisi metodologi penyampaian.
    sarana untuk memoles ini salah satunya adalah studi lanjutan (S2 /S3)

  108. abisyakir berkata:

    @ Tobone…

    Masya Allah, laa haula wa laa quwwata illa billah. Saya hanya bisa bersyukur membaca apresiasi Anda yang begitu “menukik” dan berkata apa-adanya. Sejujurnya, dulu waktu kuliah di Pertanian, saya merasa ringan meninggalkan kuliah. Tapi bertahun-tahun kemudian, saya merasa sedih, karena faktor gelar itu membuat saya terhalang dari sebuah cita-cita besar, yaitu: mengajar! Bagaimanapun untuk mengajar, butuh gelar akademik.

    Jujur saya telah berkali-kali mengusahakan agenda kuliah ini, tapi ya Allah Ta’ala tampaknya belum mengizinkan. Ya tidak apa-apa, saya jalani saja yang bisa dijalani. Istri saya sendiri termasuk ikut gelisah, dia berkali-kali (entah berapa kali) mendorong saya untuk kuliah. Kondisi internal kami-lah yang tidak memungkinkan untuk menekuni kuliah dengan tenang dan baik. Wallahu a’lam jika Ar Rahmaan memiliki skenario lain. Tapi apapun nyatanya, saya terima apa yang mesti saya terima. Saya tahu bahwa kami sudah mengusahakan, namun alhamdulillah ‘ala kulli haal, masih banyak hambatan-hambatan yang mesti dihadapi.

    Terimakasih atas saran, masukan, dan apesiasinya. Jazakumullah khairan wasi’an.

    Admin.

  109. masnur berkata:

    “……Namun dari sisi kepedulian terhadap masalah-masalah riil yang dihadapi Ummat Islam, Salafi sangat kurang. Bahkan mungkin mereka tidak peduli dengan persoalan-persoalan itu…..”

    maaf mas, itukan yang anda tahu,, shg anda menghukumi spt itu..mereka (salafiyah) insyaallah lebih ikhlas (meskipun hanya allah yang tau) dalam kepedulian terhadap kaum muslim, mereka tdk mencari pengikut seperti partai2, mereka lebih menginginkan kau muslimin masuk surga dg mengutamakan menyelamatkan aqidah mereka.. tapi partai2 dakwah mereka akan gencar melakukan kegiatan2 sosial terutama menjelang pemilu,pilkada dsb dan senang diliput media.apa yg mereka harapkan?mudah2an bukan suara. fakta apa yg dpt kita lihat dari partai2 dakhwah hari ini? (

    kalau anda tau banyak dari mereka yg berdakwah di daerah pelosok2, didaerah kristenisasi, mengumpulkan dana/bantuan utk korban bencana gempa, gunung merapi, banjir, jg utk kaum muslimin suriah, palestina, yaman.dan masih banyak kegiatan dakwah sosial yg lainnya (saya pernah terlibat dalam kegiatan dakwah sosial bersama mereka)

    kl ada pengikutnya atau yg mengaku salafiyah melakukan kesalahan yg dianggap terlalu keras, selalu menyalahkan orang lain dsb, maka salahkan oknumya, jangan dakwah salafiyahnya.krn anda jg mengakui keilmiahan/kehujjahan dakwah ini, maka yg mjd panutan kita adalah Rasulullah dan sahabatnya dan para ulama panutan dari dulu hingga hari ini.(*sy dulu jg pernah ikut kelomppok gerakan dakwah)

  110. abisyakir berkata:

    @ Masnur…

    Alhamdulillah, pada bagian yang Anda kutip di atas, sudah saya perbaiki. Silakan dibaca kembali. Alhamdulillah, secara umum saya (kami) mengapresiasi kemajuan-kemajuan, kebaikan-kebaikan, serta kepedulian dari kawan-kawan Salafi; alhamdulillah. Perbaikan itu tampak, dan kemajuan itu ada. Alhamdulillah. Jika kebaikan/kemajuan itu semakin baik dan mantap; mungkin keberadaan buku-buku semisal DSDB I dan II, sudah tidak relevan lagi.

    Admin.

  111. pencari berkata:

    Ass. Wr. Wb
    Secara tdk sengaja saya menemukan blog ini, waktu googling tentang PKS .. Semoga bermanfaat utk diri saya.. Ada beberapa hal yg ingin sy tanyakan, lebih baik lewat email…Jika berkenan ..
    Wass
    JZK

  112. Fulan berkata:

    Disaat ummat sudah mulai bangkit berjuang dari keterpurukan, masih ada juga yang hanya suka berdebatn kusir

  113. sofyan berkata:

    Ass.Wr.Wb boleh minta no tlp nya biar bisa langsung berdiskusi berbagi ilmu dalam kita menjalankan perintah allah kebetulan saya juga dari bandung jazakallahu klo bisa sms ke no 081910230151

  114. Fulan X berkata:

    salut dengan pengalaman spiritualnya pak. boleh tahu ngga sekarang afiliasi/ngajinya bapak dimana? saya baca tulisan bapak diatas…..sudah tidak di PKS, tidak di salafy, tidak di NU, tidak di HTI………..tolong kasi tau pak, saya juga lagi nyari yang PAS githu….atau bapak mungkin sudah tidak dimana-mana lagi alias jadi pengamat saja.

  115. inkonsisten berkata:

    Dia itu seorang ulama yang penanya sangat tajam dalam mencabik-cabik kehormatan kaum Muslimin (FIS) di Aljazair
    LIDAHNYA SANGAT TAJAM DALAM MENGHANTAM PARA DAI, PARA AKTIVIS DAKWAH ISLAM
    VS
    ……… itu sering sekali menyakiti hati gerakan-gerakan Islam di luar parlemen
    Dengan ancaman semodel itu kan dosa-dosa elit …….. tambah menggunung saja
    Kalau dinasehati gerakan-gerakan Islam, ngeyelnya minta ampun
    orang-orang ……. yang sudah “sakit hati”
    Kasihan banget model “politik cengeng” seperti itu
    Sudah bukan rahasia lagi, bahwa elit-elit …….. sangat sombong dan angkuh.
    mereka sangat arogan, oportunis, dan terkesan berpolitik “menghamba kekuasaan” belaka. Apalagi kalau membayangkan sosok …………. saat lagi bicara menggebu-gebu, dengan bibirnya yang bergerak kesana-kemari.
    di tingkat elit kelakuan mereka sangat buruk
    Wadaouwww…gawat deh. Sudah jatuh, ketimpa tangga, kepentok dinding, digigit kucing pula…
    Hasbunallahu wani’mal wakiil. Ni’mal Maulaa wa ni’man Nashiir..

  116. Bisa Saja Salah berkata:

    Tanggapan untuk AM Waskito

    ESQ Training jadwalnya tidak sepadat dulu, saya tidak tahu apa ini artinya ESQ sedang meredup atau bagaimana. Hm, sebagai seorang yang banyak berkecimpung di dalamnya, saya musti berani straight melakukan autokritik. Sampai akhirnya saya menemukan makalah kritik terhadap ESQ 22 halaman milik AM Waskito yang ditulis di Bandung tanggal 25 Juli 2012.

    Sayangnya, makalah kritikan itu tidak bisa memuaskan hati saya, kenapa? Pertama : argumentasinya terlalu dangkal, menandakan si pengkritik tidak mengkaji obyek kritikannya dengan komprehensif, ia hanya memandang dari jauh dan sekilas pula. Kedua : Penulis dengan menulis kritik itu justru sedang menunjukkan kadar berfikirnya sendiri, konsep keberagamannya sendiri, penulis nampak masih termasuk dalam kelompok agamawan sekuler.

    Siapakah agamawan sekuler itu? Yakni orang yang menggunakan identitas agama, hafal banyak dalil, berpenampilan sangat islam, berfikir seolah-olah sangat islami, tetapi sebetulnya dia memandang agama secara padat (solid), tidak secara cair. agama dan dunia itu tidak boleh dicampur, dunia dan akhirat itu beda.

    Sampai saat ini autokritik saya hanya baru menemukan satu argumentasi yang saya bisa manggut-manggut membenarkan, yakni : adanya dismanajemen di dalam tubuh perusahaan yang menyebarkan ESQ. yah, sebagai lembaga pengembangan SDM, tentu lazim saja menarik biaya tinggi kepada perusahaan/instansi yang memberangkatkan anggotanya untuk mengikuti ESQ, konsep ini sama seperti kelaziman sekolah menarik biaya kepada orang tua yang menyekolahkan anaknya di dalamnya.

    Tetapi manajemen ESQ kebablasan, membidik market kalangan individu menengah ke bawah yang tentu berat dengan nilai tiket pelatihan yang semahal itu, ditambah lagi adanya targeting kepada para trainer yang seharusnya mereka concern di materi, tidak boleh ikut campur dalam pencarian peserta. Sebab kesalahan manajemen ESQ ini yang membuat wajar saja ESQ meredup.

    Padahal seandainya manajemen ESQ dapat tetap berpuasa dari keserakahan, bisa saja kok materi ESQ didistribusikan kepada kalangan lebih luas, caranya adalah dengan mengakses dana CSR BUMN dan perusahaan swasta yang bergitu berkelimpahan jumlahnya.

    Nah, membaca tulisan AM Waskito saya berharap menemukan argumen kedua, ketiga dan seterusnya untuk bahan autokritik saya. Tapi sayang, saya hanya menemukan tulisan orang yang tidak memahami secara dekat dan mendalam, orang yang seolah hanya ingin tampil sebagai orang baik, pahlawan kesiangan yang memerangi pahlawan yang aslinya.

    Ini beberapa alasan kenapa saya bilang argumentasi kritik penulis rapuh :

    1. Klaim “The ESQ Way 165”
    penulis menganggap “The ESQ Way 165” sebuah doktrin baru yang mengecohkan dengan nilai-nilai agama aslinya. Ah masa? Ya, penulis tidak mengenal konsep anker (jangkar), “The ESQ Way 165” itu semacam anker, sepertihalnya sunan kalijaga menciptakan istilah kuku pancanaka sebagai senjata Bima dalam bagian dari metode dia untuk masyarakat ingat atas nilai sholat yang lima.

    2. Konsep “Zero Mind Process”
    Terlalu memaksakan ah kalau disebut materi ZMP adalah ajakan mengosongkan pikiran semacam cuci otak. Lebih bisa dipahami kalau penulis tidak cuma menganalisis buku, tapi mempelajari juga trainingnya. ZMP itu adalah ajakan untuk seperti ini misalnya, kalau Anda mau mendengarkan nasehat dari paman Anda yang Anda pernah kecewa/marah padanya, maka yang pertama dilakukan zerokan hati dulu. Kalau tidak zero, sebagus apapun, kita tidak bisa mendapatkan apa-apa karena sudut pandang kita kadung negatif duluan.

    3. Terlalu berlebihan mengagungkan “God Spot”
    God Spot diagung-agungkan oleh Ary Ginanjar? Atau penulis yang berlebih-lebihan menilai sehingga Ary Ginanjar dianggap mengagung-agungkan God Spot? Difahami bahwa titik berangkat dakwah ESQ adalah kepada kaum rasionalis di kota-kota besar, adanya konsep God Spot adalah sebagai tools oleh Ary Ginanjar untuk menjelaskan bahwa Tuhan itu Nyata, bahkan suprarasional (Maha Nyata), bukan cuma di angan-angan, tetapi bahkan ada peneliti yang berhasil menemukan bagian real di dalam tubuh fisik manusia.

    4. Salah memahami konsep “suara hati”
    Hadits yang sangat populer tentang sahabat Wabishah yang dinasehati Nabi SAW untuk meminta fatwa pada hatinya sendiri cukup menjelaskan konsep suara hati yang diusung Ary. Ary Ginanjar meyakini hadits ini dan mencoba merepresentasikan dalam bahasa yang lebih cair dan membumi. Bukan sedang membuat patokan sumber kebenaran baru seperti yang ditafsirkan penulis. Saya sendiri heran, kok bisa-bisanya penulis menafsirkan seperti itu. Bagaimana dia mengkaji agama sih?

    5. Mengumpulkan dalil pendukung apa saja
    Buku ESQ itu buku populer, bukan karya ilmiah. Sangat subyektif kalau disebut ada penggiringa opini. Ini argumen yang terlalu memaksakan.

    6. Salah memahami sifat Allah
    Bagaimana bisa penulis menafsirkan bahwa Ary sedang mengajarkan manusia dalam bersikap ada bagian Tuhan di dalamnya? Misalnya ada ajakan untuk bersyukur, pengaitan dengan Asmaul Husna adalah sebagai tempat konfirmasi, oh iya bersyukur itu baik, Tuhan saja Maha Bersyukur. ajakan untuk bervisi tinggi itu baik, karena Tuhan saja Maha Tinggi. Bagaimana bisa ajakan seperti itu dianggap Ary mengajarkan kita adalah Tuhan, Tuhan adalah kita? Aneh..
    Kemudian adalagi argumentasi bahwa tidak boleh mempersonifikasikan Tuhan, mungkin bisa dibaca di Al Quran bagaimana Tuhan dalam beberapa ayat mempersonifikasikan dirinya sendiri. Ya, karena Tuhan itu pendidik manusia, Dia bukan hanya minta disembah sebagai Illah, tetapi saking cintanya ia lebih berperan sebagai pendidik atau Robbi.

    7. Kerapuhan konsep ilmiah ESQ
    Penulis menjelek-jelekkan ESQ karena terlalu banyak referensi barat di dalam bukunya. Loh, konsep ilmiah itu konsep siapa?Konsep barat, bukan? Kenapa menghakimi ESQ jelek hanya karena tidak ilmiah? Berarti telah menjadikan konsep barat sebagai hakim. Padahal di awal tulisan penulis sudah menulis dengan lantang, pemahaman barat hanya boleh sebagai tempat konfirmasi dan refleksi, tidak boleh sebagai hakim. Ini malah dia yang menghakimi ESQ dengan standar barat.

    Saya faham ESQ mengapa tidak ilmiah, karena memang ESQ tidak seperti kebanyakan materi pengembangan diri. Inilah point dimana saya semakin yakin penulis memandang agama begitu padat, dia tidak siap menerima ilmu-ilmu kreasi manusia yang didalamnya sudah berbaur dengan cairnya nilai-nilai agama. Baginya agama itu ada dalam forum yang begitu kaku dan formal, tidak boleh diblusuk-blusukan ke sendi-sendi kehidupan yang begitu luas.
    Pemikiran seperti inilah yang membuat preman antipati kepada masjid, orang enggan datang ke pengajian. Karena memang padat, ya mereka tersekat.

    8. ESQ Menawarkan jalan hidup
    Menawarkan jalan hidup baru, jalan hidup baru yang ditawarkan bukanlah tandingan Islam. Tapi bagaimana Ary mengenalkan jalan hidup Islam pada kadar yang begitu universal, sehingga bisa diterima semua kalangan. Tidak ada paksaan dalam agama, bukan? Maka tidak benar kalau dakwah memaksakan agama, yang lebih cocok dengan dalil ini adalah bagaimana dakwah itu memberikan kesempatan pada orang untuk mencicipi agama.
    Termasuk Ary yang memberikan cicipan agama Islam dalam pemahaman yang holistik/kaffah/menyeluruh untuk masyarakat non-muslim, ataupun masyarakat muslim yang selama ini berislam tanpa mengenal agamanya sendiri. Soal dia akan melanjutkan belajar Islam, akan memeluk Islam atau tidak, itu urusan pribadi masing-masing.

    Jadi, dari tulisan yang panjang ini, saya tidak menemukan, ESQ sesatnya dimana? Yang sesat itu orang yang begitu kaku dalam beragama, sampai-sampai para preman merasa dilarang mendekati masjid. Yang sesat itu yang menghujat saudaranya sendiri sesama muslim, sehingga orang-orang sekuler dan barat bebas mewarnai ibukota, perusahaa-perusaah dan gaya hidup dengan budaya mereka, lah baru mencoba sedikit masuk ke dunia mereka saja sudah di cap sesat, bagaimana mau islam mewarnai? Sesat itu pemerintah yang membuat spanduk BBM Bersubsidi, loh minyak bumi ini milik rakyat, ketika dikonsumsi rakyat kok disebut subsidi.

    Maka, hati-hati menuduh sesat, saya berkeyakinan tuduhan sesat kepada Ary Ginanjar di catatan malaikat sudah berbalik kepada pa AM Waskito. karena tuduhan yang bergitu meyakinkan, argumen yang begitu panjang itu ternyata rapuh, gamoh, kopong.

  117. Manusia gitu lho berkata:

    KRITIK TERHADAP BUKU BERSIKAP ADIL KEPADA WAHABI
    Assalamu’alaikum. Warohmatullahi wabarokatuh.
    Sebelumnya saya sangat mengapresiasi adanya buku BERSIKAP ADIL KEPADA WAHABI karya penulis Ustadz AM Waskito yang berisi bantahan terhadap buku SEJARAH BERDARAH SEKTE SALAFI WAHABI karangan Syaikh Idahram yang menurut penulis Ustadz AM Waskito ini lebih tepat disebut buku provokasi dan propaganda anti wahabi. Di situ disebutkan Dustur Ilahi mengenai keutamaan berbuat adil kepada siapapun walau terhadap kaum yang kita benci sekalipun. Di sini saya sangat menghargai upaya penulis untuk berbuat adil. Karena saya mengetahui, sebenarnya penulis pun juga pernah menerbitkan buku yang berupa kritik terhadap kaum Salafi Wahabi sendiri. Yaitu buku Dakwah Salafi Dakwah Bijak dan Wajah Salafi Ekstrem di Duna Internet : Propaganda Menyebarkan Fitnah dan Permusuhan. Dari latar belakang tersebut, tampaknya penulis tidak diragukan lagi adalah sosok netral yang patut untuk diadikan penengah antar dua kelompok yang bertikai.
    Namun, dibalik apresiasi saya, tetap diperlukan kritik dan koreksi terhadap isi buku tersebut karena saya sendiri menemui terdapat beberapa kekurangan dalam isi buku tersebut. Diantaranya sangat vital karena menyelisihi niat sang penulis sendiri untuk berbuat adil. Berikut perincian dari isi buku yang menurut saya keliru tersebut.

    1. Generalisasi Makna Sufi dan Kritik Terhadap Ustadz Arifin Ilham
    Bila anda dengan susah payah memberi definisi tetap dalam buku anda soal istilah Wahabi, kenapa malah pada saat yang sama anda menggeneralisasi istilah sufi dan menyandangkan gelar pengikut sufikepada semua warga NU secara berlebihan? Pada halaman 156, anda menyatakan, “Kaum Sufi juga kerap menjauhkan ummat dari mencari ilmu, menikah dan bekerja; dengan alasan itu semua mengganggu pendakian makrifat menuju Allah”. Pada halaman selanjutnya anda menisbatkan gelar sufi pada Ustadz Arifin Ilham dan sikap ketidakkonsistenannya terhadap ajaran sufi karena memiliki 6 rumah dan hidup bermewah-mewahan. Saya menangkap upaya stigmatisasi anda terhadap Ustadz Arifin Ilham karena gaya dakwahnya yang sering menggelar jamaah zikir dan kedekatannya dengan Muammar Qadafi yang anda sebut sufi (padahal dari tulisan anda yang saya kutip tadi, sungguh sangat bertolak belakang. Sufi menjauhi dunia, sedangkan Qadafi malah menggerakkan revolusi untuk merebut kekuasaan). Tapi, sudahkah anda sendiri bertabayyun terhadap Ustadz Arifin Ilham bahwa beliau penganut sufi? Anda juga menyebut kaum NU sebagai sufi, padahal orang awam NU kebanyakan menikah, bekerja, berdagang, dan segala aktifitas dunia lainnya, itu jika mengacu kepada tulisan anda yang saya kutip tadi.

    Jika anda mau membuka wawasan lebih luas lagi, tidak terkungkung dalam kejumudan pikiran yang selama ini mengurung anda, akan saya kutipkan tulisan dari blog pro-syiah https://ahmadsahidin.wordpress.com/2009/03/04/pseudosufisme/. Di sini perlu saya tekankan bahwa tidak ada salahnya kita mendengar dan mengetahui pembelaan diri musuh-musuh kita agar tercapai tujuan utama penulisan buku anda, yaitu berbuat adil walaupun kepada kaum syiah sekalipun. Dalam artikel tersebut, sebenarnya peranan kaum sufi dalam mengguncang dunia sangat banyak. Definisi sufi dalam buku anda yang saya kutip tadi sebenarnya adalah pseudosufisme yang jumud, para dukun mistis dan anti dunia sedangkan sufi sejati telah sangat besar jasanya dalam bidang ilmu pengetahuan di masa lalu. Ini menurut blog yang pro syiah tadi lho, dan saya sendiri saya tegaskan sangat anti terhadap syiah. Cuma sebagai tambahan referensi saja.
    Bahkan, menurut klaim penganut sufi, sang pembebas Konstantinopel, yang pribadinya dipuji nabi sebagai sebaik-baik pemimpin juga adalah penganut sufi. http://warkoplalar.blogspot.com/2011/04/daulah-utsmaniyyah.html. Entah benar ataupun tidak, menurut saya soal sufi atau tidak sufi sebenarnya hanya masalah klim-klaiman semata.
    Dan perlu diingat, sufi telah berkelompok-kelompok menjadi banyak thariqat, ada thariqat yang memang sudah pasti dinyatakan sesat, misalnya Ahmadiyyah. Jadi saran saya, untuk memenuhi syarat keadilan, seperti halnya anda yang memberi definisi tetap mengenai istilah wahabi dalam buku anda, alangkah bijaknya anda juga memberi definisi tetap pada istilah tasawuf/sufi. Misalnya, sufi yang anti dunia, wihdatul wujud, suka pakai jimat, wirid-wirid khusus dan semacamnya dinamakan pseudosufisme. Sedangkan sufi yang benar-benar sufi contohnya warga NU dan kalangan tradisionalis lainnya. Jadi tidak ceroboh dalam menggeneralisasi sufi, mencampuradukkan antara sikap anti dunia dengan sikap Ustadz Arifin Ilham yang notabene sufi versi tradisi NU. Jadi anda seakan-akan juga berpropaganda bahwa sufinya Indonesia tidak konsisten dalam menjalankan ajaran sufinya.

    1. Menuduh Khilafah Utsmani menyerahkan Libya secara sukarela kepada Italia atas konsekuensi bergabungnya Khilafah dalam Perang Dunia 1.
    Di sini anda telah melakukan kesalahan fatal;
    – Libya diduduki Italia melalui perang. Pada tahun 1911, Italia menyatakan perang melawan Khilafah di Libya. Sehingga Khilafah terpaka mundur dari Libya. Jadi bukan karena ketertundukannya terhadap Blok Central.
    – Yang menggerakkan Utsmani terjun dalam kancah PD 1 bukanlah pemerintahan Khalifah tapi oleh organisasi persatuan pembangunan yang secara de facto mengontrol pemerintahan (Lihat Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah karangan Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi). Sebagaimana diketahui, organisasi persatuan pembangunan yang mendominasi parlemen mencopot Khalifah terkuat Utsmani saat dalam masa-masa senjanya sebagai The Sickman of Europe, Sultan Abdul Hamid. Praktis, Sultan Muhammad yang dibaiat setelahnya hanya sebagai boneka. Kelompok inilah yang mengarahkan Khilafah ke dalam PD 1.
    – Italia memang pada awalnya merupakan anggota blok sentral bersama Jerman dan Austro Hongaria dan secara terbuka menyatakan dukungannya kepada Blok Sentral, tapi tidak pernah terlibat langsung dalam peperangan. Bahkan, Italia malah mengkhianati sekutunya tersebut dan bergabung dalam blok sekutu.
    Demikianlah kritik saya yang sangat singkat ini, demi menjaga niat baik kita semua secara umum dan Ustadz Waskito secara khusus, yaitu berbuat ADIL. Saya tidak mau berpanjang-panjang karena saya sadar, ilmu saya tidak lebih hebat daripada Ustadz Waskito. Wassalamu’alaikum. Warohmatullahi wabarkatuh.

  118. awam berkata:

    Mohon ijin bertanya ustadz, Ustadz ini Wahabi apa bukan ? atau punya aliran sendiri begitu. maklum ga tau nih wahabi apaan tuh.

  119. Jojon berkata:

    PEMIKIRAN SALAFI
    Yang dimaksud dengan “Pemikiran Salafi” di sini ialah kerangka berpikir (manhaj fikri) yang tercermin dalam pemahaman generasi terbaik dari ummat ini. Yakni para Sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan setia, dengan mempedomani hidayah Al-Qur’an dan tuntunan Nabi SAW.

    Kriteria Manhaj Salafi yang Benar
    Yaitu suatu manhaj yang secara global berpijak pada prinsip berikut :

    Berpegang pada nash-nash yang ma’shum (suci), bukan kepada pendapat para ahli atau tokoh.
    Mengembalikan masalah-masalah “mutasyabihat” (yang kurang jelas) kepada masalah “muhkamat” (yang pasti dan tegas). Dan mengembalikan masalah yang zhanni kepada yang qath’i.
    Memahami kasus-kasus furu’ (kecil) dan juz’i (tidak prinsipil), dalam kerangka prinsip dan masalah fundamental.
    Menyerukan “Ijtihad” dan pembaruan. Memerangi “Taqlid” dan kebekuan.
    Mengajak untuk ber-iltizam (memegang teguh) akhlak Islamiah, bukan meniru trend.
    Dalam masalah fiqh, berorientasi pada “kemudahan” bukan “mempersulit”.
    Dalam hal bimbingan dan penyuluhan, lebih memberikan motivasi, bukan menakut-nakuti.
    Dalam bidang aqidah, lebih menekankan penanaman keyakinan, bukan dengan perdebatan.
    Dalam masalah Ibadah, lebih mementingkan jiwa ibadah, bukan formalitasnya.
    Menekankan sikap “ittiba'” (mengikuti) dalam masalah agama. Dan menanamkan semangat “ikhtira'” (kreasi dan daya cipta) dalam masalah kehidupan duniawi.
    Inilah inti “manhaj salafi” yang merupakan khas mereka. Dengan manhaj inilah dibinanya generasi Islam terbaik, dari segi teori dan praktek. Sehingga mereka mendapat pujian langsung dari Allah di dalam Al-Qur’an dan Hadits-Hadits Nabi serta dibuktikan kebenarannya oleh sejarah. Merekalah yang telah berhasil mentransfer Al-Qur’an kepada generasi sesudah mereka. Menghafal Sunnah. Mempelopori berbagai kemenangan (futuh). Menyebarluaskan keadilan dan keluhuran (ihsan). Mendirikan “negara ilmu dan Iman”. Membangun peradaban robbani yang manusiawi, bermoral dan mendunia. Sampai sekarang masih tercatat dalam sejarah.

    Citra “Salafiah” Dirusak oleh Pihak yang Pro dan Kontra
    Istilah “Salafiah” telah dirusak citranya oleh kalangan yang pro dan kontra terhadap “salafiah”. Orang-orang yang pro-salafiah – baik yang sementara ini dianggap orang dan menamakan dirinya demikian, atau yang sebagian besar mereka benar-benar salafiyah – telah membatasinya dalam skop formalitas dan kontroversial saja, seperti masalah-masalah tertentu dalam Ilmu Kalam, Ilmu Fiqh atau Ilmu Tasawuf. Mereka sangat keras dan garang terhadap orang lain yang berbeda pendapat dengan mereka dalam masalah-masalah kecil dan tidak prinsipil ini. Sehingga memberi kesan bagi sementara orang bahwa manhaj Salaf adalah metoda “debat” dan “polemik”, bukan manhaj konstruktif dan praktis. Dan juga mengesankan bahwa yang dimaksud dengan “Salafiah” ialah mempersoalkan yang kecil-kecil dengan mengorbankan hal-hal yang prinsipil. Mempermasalahkan khilafiah dengan mengabaikan masalah-masalah yang disepakati. Mementingkan formalitas dan kulit dengan melupakan inti dan jiwa.

    Sedangkan pihak yang kontra-salafiah menuduh faham ini “terbelakang”, senantiasa menoleh ke belakang, tidak pernah menatap ke depan. Faham Salafiah, menurut mereka, tidak menaruh perhatian terhadap masa kini dan masa depan. Sangat fanatis terhadap pendapat sendiri, tidak mau mendengar suara orang lain. Salafiah identik dengan anti pembaruan, mematikan kreatifitas dan daya cipta. Serta tidak mengenal moderat dan pertengahan.

    Sebenarnya tuduhan-tuduhan ini merusak citra salafiah yang hakiki dan penyeru-penyerunya yang asli. Barangkali tokoh yang paling menonjol dalam mendakwahkan “salafiah” dan membelanya mati-matian pda masa lampau ialah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah beserta muridnya Imam Ibnul-Qoyyim. Mereka inilah orang yang paling pantas mewakili gerakan”pembaruan Islam” pada masa mereka. Karena pembaruan yang mereka lakukan benar-benar mencakup seluruh disiplin ilmu Islam.

    Mereka telah menumpas faham “taqlid”, “fanatisme madzhab” fiqh dan ilmu kalam yang sempat mendominasi dan mengekang pemikiran Islam selama beberapa abad. Namun, di samping kegarangan mereka dalam membasmi “ashobiyah madzhabiyah” ini, mereka tetap menghargai para Imam Madzhab dan memberikan hak-hak mereka untuk dihormati. Hal itu jelas terlihat dalam risalah “Raf’l – malaam ‘anil – A’immatil A’lam” karya Ibnu Taimiyah.

    Demikian gencar serangan mereka terhadap “tasawuf” karena penyimpangan-penyimpangan pemikiran dan aqidah yang menyebar di dalamnya. Khususnya di tangan pendiri madzhab “Al-Hulul Wal-Ittihad” (penyatuan). Dan penyelewengan perilaku yang dilakukan para orang jahil dan yang menyalahgunakan “tasawuf” untuk kepentingan pribadinya. Namun, mereka menyadari tasawuf yang benar (shahih). Mereka memuji para pemuka tasawuf yang ikhlas dan robbani. Bahkan dalam bidang ini, mereka meninggalkan warisan yang sangat berharga, yang tertuang dalam dua jilid dari “Majmu’ Fatawa” karya besar Imam Ibnu Taimiyah. Demikian pula dalam beberapa karangan Ibnu-Qoyyim. Yang termasyhur ialah “Madarijus Salikin syarah Manazil As-Sairin ila Maqomaat Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in”, dalam tiga jilid.

    Mengikut Manhaj Salaf Bukan Sekedar Ucapan Mereka
    Yang pelu saya tekankan di sini, mengikut manhaj salaf, tidaklah berarti sekedar ucapan-ucapan mereka dalam masalah-masalah kecil tertentu. Adalah suatu hal y ang mungkin terjadi, anda mengambil pendapat-pendapat salaf dalam masalah yang juz’i (kecil), namun pada hakikatnya anda meninggalkan manhaj mereka yang universal, integral dan seimbang. Sebagaimana juga mungkin, anda memegang teguh manhaj mereka yang kulli (universal), jiwa dan tujuan-tujuannya, walaupun anda menyalahi sebagian pendapat dan ijtihad mereka.

    Inilah sikap saya pribadi terhadap kedua Imam tersebut, yakni Imam Ibnu Taimiyah dan Ibnul-Qoyyim. Saya sangat menghargai manhaj mereka secara global dan memahaminya. Namun, ini tidak berarti bahwa saya harus mengambil semua pendapat mereka. Jika saya melakukan hal itu berarti saya telah terperangkap dalam “taqlid” yang baru. Dan berarti telah melanggar manhaj yang mereka pegang dan perjuangkan sehingga mereka disiksa karenanya. Yaitu manhaj “nalar” dan “mengikuti dalil”. Melihat setiap pendapat secara obyektif, bukan memandang orangnya. Apa artinya anda protes orang lain mengikut (taqlid) Imam Abu Hanifah atau Imam Malik, jika anda sendiri taqlid kepada Ibnu Taimiyah atau Ibnul-Qoyyim

    Juga termasuk menzalimi kedua Imam tersebut, hanya menyebutkan sisi ilmiah dan pemikiran dari hidup mereka dan mengabaikan segi-segi lain yang tidak kalah penting dengan sisi pertama. Sering terlupakan sisi Robbani dari kehidupan Ibnu Taimiyah yang pernah menuturkan kata-kata: “Aku melewati hari-hari dalam hidupku dimana suara hatiku berkata, kalaulah yang dinikmati ahli syurga itu seperti apa yang kurasakan, pastilah mereka dalam kehidupan yang bahagia”.

    Di dalam sel penjara dan penyiksaannya, beliau pernah mengatakan: “Apa yang hendak dilakukan musuh terhadapku? Kehidupan di dalam penjara bagiku merupakan khalwat (mengasingkan diri dari kebisingan dunia), pengasingan bagiku merupakan rekreasi, dan jika aku dibunuh adalah mati syahid”.

    Beliau adalah seorang laki-laki robbani yang amat berperasaan. Demikian pula muridnya Ibnul-Qoyyim. Ini dapat dirasakan oleh semua orang yang membaca kitab-kitabnya dengan hati yang terbuka.

    Namun, orang seringkali melupakan, sisi “dakwah” dan “jihad” dalam kehidupan dua Imam tersebut. Imam Ibnu Taimiyah terlibat langsung dalam beberapa medan pertempuran dan sebagai penggerak. Kehidupan dua tokoh itu penuh diwarnai perjuangan dalam memperbarui Islam. Dijebloskan ke dalam penjara beberapa kali. Akhirnya Syaikhul Islam mengakhiri hidupnya di dalam penjara, pada tahun 728 H. Inilah makna “Salafiah” yang sesungguhnya.

    Bila kita alihkan pandangan ke zaman sekarang, kita temukan tokoh yang paling menonjol mendakwahkan “salafiah”, dan paling gigih mempertahankannya lewat artikel, kitab karangan dan majalah pembawa missi “salafiah”, ialah Imam Muhammad Rasyid Ridha. Pem-red majalah “Al-Manar’ yang selama kurun waktu tiga puluh tahun lebih membawa “bendera” salafiah ini, menulis Tafsir “Al-Manar” dan dimuat dalam majalah yang sama, yang telah menyebar ke seluruh pelosok dunia.

    Rasyid Ridha adalah seorang “pembaharu” (mujaddid) Islam pada masanya. Barangsiapa membaca “tafsir”nya, sperti : “Al-Wahyu Al-Muhammadi”, “Yusrul-Islam”, “Nida’ Lil-Jins Al-Lathief”, “Al-Khilafah”, “Muhawarat Al-Mushlih wal-Muqollid” dan sejumlah kitab dan makalah-makalahnya, akan melihat bahwa pemikiran tokoh yang satu ini benar-benar merupakan “Manar” (menara) yang memberi petunjuk dalam perjalanan Islam di masa modern. Kehidupan amalinya merupakan bukti bagi pemikiran “salafiah”nya.

    Beliaulah yang merumuskan sebuah kaidah “emas” yang terkenal dan belakangan dilanjutkan Imam Hasan Al-Banna. Yaitu kaidah :

    “Mari kita saling bekerja sama dalam hal-hal yang kita sepakati. Dan mari kita saling memaafkan dalam masalah-masalah yang kita berbeda pendapat.”

    Betapa indahnya kaidah ini jika dipahami dan diterapkan oleh mereka yang meng-klaim dirinya sebagai “pengikut Salaf”.

    ——————————————————————————–
    (disalin dari buku “Aulawiyaat Al Harokah Al Islamiyah fil Marhalah Al Qodimah” karya Dr.Yusuf Al Qordhowi, edisi terjemahan Penerbit Usamah Press)

  120. Perindu ukhuwah berkata:

    Beramal Islami di Dalam dan Melalui Jama’ah

    Kamis, 05 Januari 2012

    Oleh: Anis Matta

    ABSTRACT:

    Ummat ini bagaikan daun-daun yang berguguran, mudah sekali diterpa angin. Tiada kekuatan yang mampu menghimpunnya kembali, menata seperti ia masih bergayut pada pohonnya. Begitulah kenyataan! Banyak orang saleh, orang hebat, tapi semuanya seperti daun-daun yang berhamburan. Oleh karena itu, jalan panjang untuk menuju kebangkitan ummat ini haruslah dimulai dari menghimpun daun-daun tersebut dalam wadah yang bernama jama’ah, merajut kembali jalinan cinta, satukan potensi dan kekuatan, sehingga ia menjadi pohon peradaban yang teduh, menaungi kemanusiaan.

    Walaupun satu keluarga kami tak saling mengenal
    Himpunlah daun-daun yang berhamburan ini
    Hidupkan lagi ajaran saling mencinta
    Ajari lagi kami berkhidmat seperti dulu

    Itulah beberapa bait dari sajak doa Iqbal. Mungkin batinnya menjerit pada setiap kesaksiannya atas zamannya; ummat ini seperti daun-daun yang berhamburan. Seperti daun-daun yang gugur diterpa angin, tak ada lagi kekuatan yang dapat menghimpunnya kembali, menatanya seperti ketika ia masih menggayut pada pohonnya.

    Begitulah kenyataan ummat ini; mungkin banyak orang saleh diantara mereka, tapi semuanya seperti daun-daun yang berhamburan, tidak terhimpun dalam sebuah wadah yang bernama jama’ah. Mungkin banyak orang hebat diantara mereka, tapi kehebatan mereka hilang diterpa angin zaman. Mungkin banyak potensi yang tersimpan pada individu-individu diantara mereka, tapi semuanya berserakan di sana sini, tak terhimpun.

    Maka jama’ah adalah alat yang diberikan Islam bagi umatnya untuk menghimpun daun-daun yang berhamburan itu; supaya kekuatan setiap satu orang saleh, atau orang hebat, atau satu potensi, bertemu padu dengan kekuatan saudaranya yang lain, yang sama salehnya, yang sama hebatnya, yang sama potensialnya.

    Jama’ah juga merupakan CARA YANG PALING TEPAT UNTUK MENYEDERHANAKAN PERBEDAAN-PERBEDAAN PADA INDIVIDU. Di dalam satu jama’ah, individu-individu yang memiliki kemiripan disatukan dalam sebuah simpul. Maka meskipun ada banyak jama’ah, itu tetap jauh lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Sebab JAUH LEBIH MUDAH MEMETAKAN ORANG BANYAK MELALUI PENGELOMPOKAN ATAU SIMPUL-SIMPULNYA, KETIMBANG HARUS MEMETAKAN MEREKA SEBAGAI INDIVIDU.

    Maka jalan panjang menuju kebangkitan kembali ummat ini, harus dimulai dari menghimpun daun-daun yang berhamburan itu, merajut kembali jalinan cinta diantara mereka, menyatukan potensi dan kekuatan mereka, kemudian `meledakkannya’ pada momentum sejarahnya, menjadi pohon peradaban yang teduh, yang menaungi kemanusiaan.

    Tapi itulah masalahnya. Ternyata itu bukan pekerjaan yang mudah. Ternyata cinta tidak mudah ditumbuhkan diantara mereka. Ternyata orang saleh tidak mudah disatukan. Ternyata orang hebat tidak selalu bersedia menyatu dengan orang hebat yang lain. Mungkin itu sebabnya, ada ungkapan di kalangan gangster mafia; seorang prajurit yang bodoh, kadang-kadang lebih berguna dari pada dua orang jenderal yang hebat. Tapi tidak ada jalan lain; NABI UMMAT INI TIDAK AKAN PERNAH MEMAAFKAN SETIAP ORANG DI ANTARA KITA UNTUK MENINGGALKAN JAMA’AH SEMATA-MATA KARENA IA TIDAK MENEMUKAN KECOCOKAN BERSAMA ORANG LAIN DALAM JAMA’AHNYA. Sebab, kekeruhan jama’ah, kata Imam Ali Bin Abi Thalib Ra, jauh lebih baik daripada kejernihan individu.

    DARI INDIVIDU KE JAMA’AH

    Orang-orang saleh diantara kita harus menyadari, bahwa tidak banyak yang dapat ia berikan atau sumbangkan untuk Islam kecuali kalau ia bekerja di dalam dan melalui jama’ah. Mereka tidak dapat menolak fakta bahwa tidak ada orang yang dapat mempertahankan hidupnya tanpa bantuan orang lain, bahwa tidak pernah ada orang yang dapat melakukan segalanya atau menjadi segalanya, bahwa KECERDASAN INDIVIDUAL TIDAK PERNAH DAPAT MENGALAHKAN KECERDASAN KOLEKTIF. Bekerja di dalam dan melalui jama’ah tidak hanya terkait dengan fitrah sosial kita, tapi terutama terkait dengan kebutuhan kita untuk menjadi lebih efisien, efektif dan produktif.

    Ada juga alasan lain. Kita hidup dalam sebuah zaman yang oleh ahli-ahlinya dicirikan sebagai masyarakat jaringan, masyarakat organisasi. Semua aktivitas manusia dilakukan di dalam dan melalui organisasi; pemerintahan, politik, militer, bisnis, kegiatan sosial kemanusiaan, rumah tangga, hiburan dan lainnya. Itu merupakan kata kunci yang menjelaskan, mengapa masyarakat moderen menjadi sangat efektif dan efisien serta produktif.

    Masyarakat modern bekerja dengan kesadaran bahwa keterbatasan-keterbatasan yang ada pada setiap individu sesungguhnya dapat dihilangkan dengan mengisi keterbatasan mereka itu dengan kekuatan-kekuatan yang ada pada individu-individu yang lain. Jadi kebutuhan setiap individu Muslim untuk bekerja, atau beramal Islami di dalam dan melalui jama’ah, bukan saja lahir dari kebutuhan untuk meningkatkan efektivitas, efesiensi dan produktivitasnya, tapi juga lahir dari kebutuhan untuk bekerja dan beramal Islami pada level yang setara dengan tantangan zaman kita.

    Musuh-musuh kita mengelola dan mengorganisasi pekerjaan-pekerjaan mereka dengan rapi, sementara kita bekerja sendiri-sendiri, tanpa organisasi, dan kalau ada, biasanya tanpa manajemen.

    Pilihan untuk bekerja dan beramal Islami di dalam dan melalui jama’ah hanya lahir dari kesadaran mendalam seperti ini. Tapi kesadaran ini saja tidak cukup. Ada persyaratan psikologis lain yang harus kita miliki untuk dapat bekerja lebih efektif, efisien dan produktif dalam kehidupan berjama’ah.

    1. KESADARAN BAHWA KITA HANYALAH BAGIAN DARI FUNGSI PENCAPAIAN TUJUAN

    Jama’ah didirikan untuk mencapai tujuan-tujuan besar. Untuk jama’ah bekerja dengan sebuah perencanaan dan strategi yang komprehensif dan integral. Di dalam strategi besar itu, individu harus ditempatkan sebagai bagian dari keseluruhan elemen yang diperlukan untuk mencapainya. Jadi sehebat apa pun seorang individu, bahkan sebesar apa pun kontribusinya, dia tidak boleh merasa lebih besar daripada strategi dimana ia merupakan salah satu bagiannya. Begitu ada individu yang merasa lebih besar dari strategi jama’ah, maka strategi itu akan berantakan. Untuk itu setiap indvidu harus memiliki kerendahan hati yang tulus.

    2. SEMANGAT MEMBERI YANG MENGALAHKAN SEMANGAT MENERIMA

    Dalam kehidupan berjama’ah terjadi proses memberi dan menerima. Tapi jika pada sebagian besar proses kita selalu berada pada posisi menerima, maka secara perlahan kita `mengkonsumsi’ kebaikan-kebaikan orang lain hingga habis. Itu tidak akan pernah mampu melanggengkan hubungan individu dalam sebuah jama’ah. Betapa bijak nasihat KH Ahmad Dahlan kepada warga Muhammadiyah; “Hidup-hidupkanlah Muhammadiyah, dan jangan mencari hidup dalam Muhammadiyah”.

    3. KESIAPAN UNTUK MENJADI TENTARA YANG KREATIF

    Pusat stabilitas dalam jama’ah adalah kepemimpinan yang kuat. Tapi seorang pemimpin hanya akan menjadi efektif apabila ia memiliki prajurit-prajurit yang taat dan setia. Ketaatan dan kesetiaan adalah inti keprajuritan. Begitu kita bergabung dalam sebuah jama’ah, kita harus bersiap untuk menjadi taat dan setia. Tapi ruang lingkup amal Islami yang sangat luas membutuhkan manusia-manusia kreatif. Dan kreativitas tidak bertentangan dengan ketaatan dan kesetiaan. Jadi
    kita harus menggabungkan antara ketaatan dan kreativitas; ketaatan lahir dari kedisiplinan dan komitmen, sementara kreativitas lahir dari kecerdasan dan kelincahan. Dan itu merupakan perpaduan yang
    indah.

    4. BERORIENTASI PADA KARYA, BUKAN PADA POSISI

    Jebakan terbesar yang dapat menjerumuskan kita dalam kehidupan berjama’ah adalah posisi struktural. Jama’ah hanyalah wadah bagi kita untuk beramal. Maka kita harus selalu berorientasi pada amal dan karya yang menjadi tujuan utama kita berjama’ah, dan memandang posisi structural sebagai perkara sampingan saja. Dengan begitu kita akan selalu bekerja dan berkarya ada atau tanpa posisi struktural.

    5. BEKERJASAMA WALAUPUN BERBEDA

    Perbedaan adalah tabiat kehidupan yang tidak dapat dimatikan oleh jama’ah. Maka adalah salah jika berharap untuk hidup dalam sebuah jama’ah yang bebas dari perbedaan. Yang harus kita tumbuhkan adalah kemampuan jiwa dan kelapangan dada untuk tetap bekerjasama di tengah berbagai perbedaan. Perbedaan tidaklah sama dengan perpecahan, dan karena itu kita tetap dapat bersatu walaupun kita berbeda.

    JAMAAH YANG EFEKTIF

    Mungkin jauh lebih realistis untuk mencari jama’ah yang efektif ketimbang mencari jama’ah yang ideal. Kita adalah ummat yang sakit. Setiap kita mewarisi kadar tertentu dari penyakit tersebut. Jika orang-orang sakit itu saling bertemu dalam sebuah jama’ah, pada dasarnya jama’ah itu juga merupakan jama’ah yang sakit. Itulah faktanya. Tapi tugas kita menyalakan lilin, bukan mencela kegelapan.

    Jama’ah yang efektif adalah JAMA’AH YANG DAPAT MENGEKSEKUSI ATAU MEREALISASIKAN RENCANA-RENCANANYA. Kemampuan eksekusi itu lahir dari integrasi antara berbagai elemen; ada sasaran dan target yang jelas, strategi yang tepat, sarana pendukung yang memadai, pelaku yang bekerja dengan penuh semangat, lingkungan strategi yang kondusif.

    Jama’ah yang didirikan untuk kepentingan menegakkan syariat Allah Swt di muka bumi, akan menjadi efektif apabila ia memiliki syarat-syarat berikut ini;

    1. IKATANNYA AQIDAH, BUKAN KEPENTINGAN

    Orang-orang yang bergabung dalam jama’ah itu disatukan oleh ikatan aqidah, dipersaudarakan oleh iman, dan bekerja untuk kepentingan Islam. Mereka tidak disatukan oleh kepentingan duniawi yang biasanya lahir dari dua kekuatan syahwat; keserakahan (hubbud dunya) dan ketakutan (karahiatul maut).

    2. JAMA’AH ITU SARANA, BUKAN TUJUAN

    Jama’ah itu tetap diposisikan sebagai sarana, bukan tujuan. Sehingga tidak ada alasan untuk memupuk dan memelihara fanatisme sekadar untuk menunjukkan kesetiaan pada grup. Hilangnya fanatisme juga memungkinkan jama’ah-jama’ah itu saling bekerja sama diantara mereka, membangun jaringan yang kuat, dan tidak terjebak dalam pertarungan yang saling mematikan.

    3. SISTEM, BUKAN TOKOH

    Jama’ah itu akan menjadi efektif jika orang-orang yang ada di dalamnya bekerja dengan sebuah sistem yang jelas, bukan bekerja dengan seseorang yang berfungsi sebagai sistem. Pemimpin dan prajurit hanyalah bagian dari strategi, sistem adalah sesuatu yang terpisah. Dengan cara ini kita mencegah munculnya diktatorisme dimana selera sang Pemimpin menjelma menjadi sistem.

    4. PENUMBUHAN, BUKAN PEMANFAATAN

    Sebuah jama’ah akan menjadi efektif jika ia memandang dan menempatkan orang-orang yang bergabung ke dalamnya sebagai pelaku-pelaku, yang karenanya perlu ditumbuh-kembangkan secara terus menerus, untuk fungsi pencapaian tujuan jama’ah itu. Jama’ah itu akan menempatkan dirinya sebagai fasilitator bagi perkembangan kreativitas individunya, dan tidak memandang mereka sebagai pembantu-pembantu yang harus dipaksa bekerja keras, atau sapi-sapi yang dungu yang harus diperah setiap saat.

    5. MENGELOLA PERBEDAAN, BUKAN MEMATIKANNYA

    Jama’ah yang efektif selalu mampu mengubah keragaman menjadi sumber kreativitas kolektifnya. Dan itu dilakukan melalui mekanisme syuro yang dapat memfasilitasi setiap perbedaan untuk diubah menjadi konsensus..

    (Diambil dari Buku “Dari Gerakan ke Negara”)

  121. Perindu ukhuwah berkata:

    Mengelola Ketidaksetujuan Terhadap Hasil Syuro

    Sabtu, 13 Juni 2009

    Oleh Anis Matta*

    RASANYA PERBINCANGAN kita tentang syuro tidak akan lengkap tanpa membahas masalah yang satu ini. Apa yang harus kita lakukan seandainya tidak menyetujui hasil syuro? Bagaimana “mengelola” ketidaksetujuan itu?

    Kenyataan seperti ini akan kita temukan dalam perjalanan dakwah dan pergerakan kita. Dan itu lumrah saja. Karena, merupakan implikasi dari fakta yang lebih besar, yaitu adanya perbedaan pendapat yang menjadi ciri kehidupan majemuk.

    Kita semua hadir dan berpartisipasi dalam dakwah ini dengan latar belakang sosial dan keluarga yang berbeda, tingkat pengetahuan yang berbeda, tingkat kematangan tarbawi yang berbeda. Walaupun proses tarbawi berusaha menyamakan cara berpikir kita sebagai dai dengan meletakkan manhaj dakwah yang jelas, namun dinamika personal, organisasi, dan lingkungan strategis dakwah tetap saja akan menyisakan celah bagi semua kemungkinan perbedaan.

    Di sinilah kita memperoleh “pengalaman keikhlasan” yang baru. Tunduk dan patuh pada sesuatu yang tidak kita setujui. Dan, taat dalam keadaan terpaksa bukanlah pekerjaan mudah. Itulah cobaan keikhlasan yang paling berat di sepanjang jalan dakwah dan dalam keseluruhan pengalaman spiritual kita sebagai dai. Banyak yang berguguran dari jalan dakwah, salah satunya karena mereka gagal mengelola ketidaksetujuannya terhadap hasil syuro.

    Jadi, apa yang harus kita lakukan seandainya suatu saat kita menjalani “pengalaman keikhlasan” seperti itu? Pertama, marilah kita bertanya kembali kepada diri kita, apakah pendapat kita telah terbentuk melalui suatu “upaya ilmiah” seperti kajian perenungan, pengalaman lapangan yang mendalam sehingga kita punya landasan yang kuat untuk mempertahankannya? Kita harus membedakan secara ketat antara pendapat yang lahir dari proses ilmiah yang sistematis dengan pendapat yang sebenarnya merupakan sekedar “lintasan pikiran” yang muncul dalam benak kita selama rapat berlangsung.

    Seadainya pendapat kita hanya sekedar lintasan pikiran, sebaiknya hindari untuk berpendapat atau hanya untuk sekedar berbicara dalam syuro. Itu kebiasaan yang buruk dalam syuro. Namun, ngotot atas dasar lintasan pikiran adalah kebiasaan yang jauh lebih buruk. Alangkah menyedihkannya menyaksikan para duat yang ngotot mempertahankan pendapatnya tanpa landasan ilmiah yang kokoh.

    Tapi, seandainya pendapat kita terbangun melalui proses ilmiah yang intens dan sistematis, mari kita belajar tawadhu. Karena, kaidah yang diwariskan para ulama kepada kita mengatakan, “Pendapat kita memang benar, tapi mungkin salah. Dan pendapat mereka memang salah, tapi mungkin benar.”

    Kedua, marilah kita bertanya secara jujur kepada diri kita sendiri, apakah pendapat yang kita bela itu merupakan “kebenaran objektif” atau sebenarnya ada “obsesi jiwa” tertentu di dalam diri kita, yang kita sadari atau tidak kita sadari, mendorong kita untuk “ngotot”? Misalnya, ketika kita merasakan perbedaan pendapat sebagai suatu persaingan. Sehingga, ketika pendapat kita ditolak, kita merasakannya sebagai kekalahan. Jadi, yang kita bela adalah “obsesi jiwa” kita. Bukan kebenaran objektif, walaupun —karena faktor setan— kita mengatakannya demikian.

    Bila yang kita bela memang obsesi jiwa, kita harus segera berhenti memenangkan gengsi dan hawa nafsu. Segera bertaubat kepada Allah swt. Sebab, itu adalah jebakan setan yang boleh jadi akan mengantar kita kepada pembangkangan dan kemaksiatan. Tapi, seandainya yang kita bela adalah kebenaran objektif dan yakin bahwa kita terbebas dari segala bentuk obsesi jiwa semacam itu, kita harus yakin, syuro pun membela hal yang sama. Sebab, berlaku sabda Rasulullah saw., “Umatku tidak akan pernah bersepakat atas suatu kesesatan.” Dengan begitu kita menjadi lega dan tidak perlu ngotot mempertahankan pendapat pribadi kita.

    Ketiga, seandainya kita tetap percaya bahwa pendapat kita lebih benar dan pendapat umum yang kemudian menjadi keputusan syuro lebih lemah atau bahkan pilihan yang salah, hendaklah kita percaya mempertahankan kesatuan dan keutuhan shaff jamaah dakwah jauh lebih utama dan lebih penting dari pada sekadar memenangkan sebuah pendapat yang boleh jadi memang lebih benar.

    Karena, berkah dan pertolongan hanya turun kepada jamaah yang bersatu padu dan utuh. Kesatuan dan keutuhan shaff jamaah bahkan jauh lebih penting dari kemenangan yang kita raih dalam peperangan. Jadi, seandainya kita kalah perang tapi tetap bersatu, itu jauh lebih baik daripada kita menang tapi kemudian bercerai berai. Persaudaraan adalah karunia Allah yang tidak tertandingi setelah iman kepada-Nya.

    Seadainya kemudian pilihan syuro itu memang terbukti salah, dengan kesatuan dan keutuhan shaff dakwah, Allah swt. dengan mudah akan mengurangi dampak negatif dari kesalahan itu. Baik dengan mengurangi tingkat resikonya atau menciptakan kesadaran kolektif yang baru yang mungkin tidak akan pernah tercapai tanpa pengalaman salah seperti itu. Bisa juga berupa mengubah jalan peristiwa kehidupan sehingga muncul situasi baru yang memungkinkan pilihan syuro itu ditinggalkan dengan cara yang logis, tepat waktu, dan tanpa resiko. Itulah hikmah Allah swt. sekaligus merupakan satu dari sekian banyak rahasia ilmu-Nya.

    Dengan begitu, hati kita menjadi lapang menerima pilihan syuro karena hikmah tertentu yang mungkin hanya akan muncul setelah berlalunya waktu. Dan, alangkah tepatnya sang waktu mengajarkan kita panorama hikmah Ilahi di sepanjang pengalaman dakwah kita.

    Keempat, sesungguhnya dalam ketidaksetujuan itu kita belajar tentang begitu banyak makna imaniyah: tentang makna keikhlasan yang tidak terbatas, tentang makna tajarrud dari semua hawa nafsu, tentang makna ukhuwwah dan persatuan, tentang makna tawadhu dan kerendahan hati, tentang cara menempatkan diri yang tepat dalam kehidupan berjamaah, tentang cara kita memandang diri kita dan orang lain secara tepat, tentang makna tradisi ilmiah yang kokoh dan kelapangan dada yang tidak terbatas, tentang makna keterbatasan ilmu kita di hadapan ilmu Allah swt yang tidak terbatas, tentang makna tsiqoh (kepercayaan) kepada jamaah.

    Jangan pernah merasa lebih besar dari jamaah atau merasa lebih cerdas dari kebanyakan orang. Tapi, kita harus memperkokoh tradisi ilmiah kita. Memperkokoh tradisi pemikiran dan perenungan yang mendalam. Dan pada waktu yang sama, memperkuat daya tampung hati kita terhadap beban perbedaan, memperkokoh kelapangan dada kita, dan kerendahan hati terhadap begitu banyak ilmu dan rahasia serta hikmah Allah swt. yang mungkin belum tampak di depan kita atau tersembunyi di hari-hari yang akan datang.

    Perbedaan adalah sumber kekayaan dalam kehidupan berjamaah. Mereka yang tidak bisa menikmati perbedaan itu dengan cara yang benar akan kehilangan banyak sumber kekayaan. Dalam ketidaksetujuan itu sebuah rahasia kepribadian akan tampak ke permukaan: apakah kita matang secara tarbawi atau tidak. ***

    *diambil dari buku Anis Matta: ‘Menikmati Demokrasi’ (cetakan 1, Juli 2002)

  122. abisyakir berkata:

    @ Inkonsisten…

    FIS itu partai Islam, hendak menegakkan Syariat Islam di Aljazair; sementara partai tertentu (sebutlah partai X) malah pimpinan tertingginya berkata: “Pak SBY, koalisi (dengan Demokrat) itu akidah, bahkan iman kami.” Ya jauh lah membandingkan FIS dengan XXX (meskipun akhirnya sama-sama S).

    Admin.

  123. awam berkata:

    waaaah ustadz ini saya nanya wahabi atau bukan kok ngga jawab ya? terus ada yang nanya sekarang ikut jamaah apa juga ga jawab? jangan-jangan ustadz ini ketuanya al qaida ya?

  124. abisyakir berkata:

    @ Bisa Saja Salah….

    Tanggapan untuk AM Waskito. ESQ Training jadwalnya tidak sepadat dulu, saya tidak tahu apa ini artinya ESQ sedang meredup atau bagaimana. Hm, sebagai seorang yang banyak berkecimpung di dalamnya, saya musti berani straight melakukan autokritik. Sampai akhirnya saya menemukan makalah kritik terhadap ESQ 22 halaman milik AM Waskito yang ditulis di Bandung tanggal 25 Juli 2012.

    Kasus ESQ itu sudah lama ya. Isunya muncul sekitar tahun 2010. Kok tulisan itu saya tulis 25 Juli 2012 ya? Setahu saya, ia ditulis lebih lama dari itu. Coba cari data yang lebih benar. Syukran (akhi PKS).

    Sayangnya, makalah kritikan itu tidak bisa memuaskan hati saya, kenapa? Pertama : argumentasinya terlalu dangkal, menandakan si pengkritik tidak mengkaji obyek kritikannya dengan komprehensif, ia hanya memandang dari jauh dan sekilas pula. Kedua : Penulis dengan menulis kritik itu justru sedang menunjukkan kadar berfikirnya sendiri, konsep keberagamannya sendiri, penulis nampak masih termasuk dalam kelompok agamawan sekuler.

    Ya terima kasih. Saya butuh koreksi semacam itu. Sekali lagi terimakasih, jazakumullah khair.

    Siapakah agamawan sekuler itu? Yakni orang yang menggunakan identitas agama, hafal banyak dalil, berpenampilan sangat islam, berfikir seolah-olah sangat islami, tetapi sebetulnya dia memandang agama secara padat (solid), tidak secara cair. agama dan dunia itu tidak boleh dicampur, dunia dan akhirat itu beda.

    Terimakasih kedua kalinya, untuk tuduhan sebagai “agamawan sekuler”. Saya tidak paham istilah ini. Seolah baru sekarang mendengarnya. Karena saya tidak paham, saya tidak bisa ikut campur lebih jauh dalam istilah itu. Biarlah Anda kembangkan sendiri tuduhan dan definisinya, menurut Anda.

    Sampai saat ini autokritik saya hanya baru menemukan satu argumentasi yang saya bisa manggut-manggut membenarkan, yakni : adanya dismanajemen di dalam tubuh perusahaan yang menyebarkan ESQ. yah, sebagai lembaga pengembangan SDM, tentu lazim saja menarik biaya tinggi kepada perusahaan/instansi yang memberangkatkan anggotanya untuk mengikuti ESQ, konsep ini sama seperti kelaziman sekolah menarik biaya kepada orang tua yang menyekolahkan anaknya di dalamnya. Tetapi manajemen ESQ kebablasan, membidik market kalangan individu menengah ke bawah yang tentu berat dengan nilai tiket pelatihan yang semahal itu, ditambah lagi adanya targeting kepada para trainer yang seharusnya mereka concern di materi, tidak boleh ikut campur dalam pencarian peserta. Sebab kesalahan manajemen ESQ ini yang membuat wajar saja ESQ meredup.Padahal seandainya manajemen ESQ dapat tetap berpuasa dari keserakahan, bisa saja kok materi ESQ didistribusikan kepada kalangan lebih luas, caranya adalah dengan mengakses dana CSR BUMN dan perusahaan swasta yang bergitu berkelimpahan jumlahnya.

    Dalam kritik itu, saya mengacu ke buku ESQ karya Ary Ginanjar. Saya tak bicara soal manajemen. Itu urusan lain yang mungkin dibahas orang lain.

    Nah, membaca tulisan AM Waskito saya berharap menemukan argumen kedua, ketiga dan seterusnya untuk bahan autokritik saya. Tapi sayang, saya hanya menemukan tulisan orang yang tidak memahami secara dekat dan mendalam, orang yang seolah hanya ingin tampil sebagai orang baik, pahlawan kesiangan yang memerangi pahlawan yang aslinya.

    Ya ya terimakasih terimakasih… padahal seingat saya, dalam tulisan itu saya memakai bahasa santun, tidak bahasa ofensif seperti Anda ini. Tapi tak apa, kita lanjutkan diskusi.

    Ini beberapa alasan kenapa saya bilang argumentasi kritik penulis rapuh: 1. Klaim “The ESQ Way 165″
    penulis menganggap “The ESQ Way 165″ sebuah doktrin baru yang mengecohkan dengan nilai-nilai agama aslinya. Ah masa? Ya, penulis tidak mengenal konsep anker (jangkar), “The ESQ Way 165″ itu semacam anker, seperti halnya sunan kalijaga menciptakan istilah kuku pancanaka sebagai senjata Bima dalam bagian dari metode dia untuk masyarakat ingat atas nilai sholat yang lima.

    Dalam pelatihan ESQ yang pernah saya ikuti, oleh trainer alumni ESQ, dengan presentasi dari sana juga. Juga dalam acara Ary Ginanjar yang pernah saya lihat di TV, disana di awal-awal dijelaskan: “Ini bukan pelajaran agama ya…” Itu semacam paket motivasi, dengan mengangkat ayat-ayat atau hadits Nabi, tetapi diklaim bukan pelajaran agama; sehingga semua orang lintas agama boleh ikutan.

    Kalau doktrin “bukan pelajaran agama” itu termasuk satu paket dengan “ESQ Way”, nah itu sudah tidak benar. Kita tidak boleh mengklaim sesuatu yang bersifat profane (sekuler) dengan menafikan identitas agama kita. Itu tidak boleh.

    2. Konsep “Zero Mind Process”. Terlalu memaksakan ah kalau disebut materi ZMP adalah ajakan mengosongkan pikiran semacam cuci otak. Lebih bisa dipahami kalau penulis tidak cuma menganalisis buku, tapi mempelajari juga trainingnya. ZMP itu adalah ajakan untuk seperti ini misalnya, kalau Anda mau mendengarkan nasehat dari paman Anda yang Anda pernah kecewa/marah padanya, maka yang pertama dilakukan zerokan hati dulu. Kalau tidak zero, sebagus apapun, kita tidak bisa mendapatkan apa-apa karena sudut pandang kita kadung negatif duluan.

    Dulu waktu Nabi Saw mengumpulkan para pembesar dan tokoh2 musyrikin Quraisy di Bukit Shafa; beliau tidak meminta mereka “mengosongkan pikiran/perasaan” dulu. Beliau sampaikan risalahnya, dengan sekuat tenaga; soal orang menerima atau tidak, itu bukan tanggung-jawabnya. Konsep zero mind itu termasuk bagian dari indoktrinasi sepihak; kadang dipakai dalam praktik hipnotis.

    Ya kita yang alamiah saja, sesuai keadaan manusia, apa adanya; tidak perlu memaksakan zero mind dulu; sebab tidak dijamin kalau mereka sudah zero mind lalu kita berikan mereka ajaran yang benar. Kalau ajaran itu salah gimana? Bahaya kan? Apalagi ajaran itu diklaim “bukan pelajaran agama atau dakwah”.

    3. Terlalu berlebihan mengagungkan “God Spot”. God Spot diagung-agungkan oleh Ary Ginanjar? Atau penulis yang berlebih-lebihan menilai sehingga Ary Ginanjar dianggap mengagung-agungkan God Spot? Difahami bahwa titik berangkat dakwah ESQ adalah kepada kaum rasionalis di kota-kota besar, adanya konsep God Spot adalah sebagai tools oleh Ary Ginanjar untuk menjelaskan bahwa Tuhan itu Nyata, bahkan suprarasional (Maha Nyata), bukan cuma di angan-angan, tetapi bahkan ada peneliti yang berhasil menemukan bagian real di dalam tubuh fisik manusia.

    Dalam bukunya memang begitu, Ary Ginanjar terlalu berlebihan soal “God Spot” itu. Sebenarnya, Islam memberikan kaidah mudah; kalau mau mengenal Khaliq, maka lihatkan segala bentuk makhluk ciptaan-Nya di alam semesta ini, bahkan dalam dirimu sendiri. Kalau konsep “God Spot” ini kita jadikan tolok-ukur, lalu bagaimana dengan umat manusia yang sudah beragama selama ribuan tahun, sebelum fakta God Spot itu ditemukan? Apakah mesti mundur ke waktu yang lalu, untuk menjelaskan teori God Spot itu ke zaman masa lalu?

    4. Salah memahami konsep “suara hati”. Hadits yang sangat populer tentang sahabat Wabishah yang dinasehati Nabi SAW untuk meminta fatwa pada hatinya sendiri cukup menjelaskan konsep suara hati yang diusung Ary. Ary Ginanjar meyakini hadits ini dan mencoba merepresentasikan dalam bahasa yang lebih cair dan membumi. Bukan sedang membuat patokan sumber kebenaran baru seperti yang ditafsirkan penulis. Saya sendiri heran, kok bisa-bisanya penulis menafsirkan seperti itu. Bagaimana dia mengkaji agama sih?

    Ya memang haditsnya begitu, “Istafti qalbak” (mintalah fatwa dari hatimu sendiri). Ini terjadi ketika kita berada dalam kebingungan (ketidak-jelasan arah); tetapi dalam situasi normal, ketika jelas mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang salah dan mana yang keliru; ya tetap mengacunya kepada Tuntunan Syariat. Kalau “suara hati” dijadikan tolok ukur utama, dengan mengesampingkan Syariat; maka tidak ada bedanya orang Muslim dengan yang non Muslim; karena masing2 punya hati.

    5. Mengumpulkan dalil pendukung apa saja. Buku ESQ itu buku populer, bukan karya ilmiah. Sangat subyektif kalau disebut ada penggiringan opini. Ini argumen yang terlalu memaksakan.

    Nah, kalau ESQ boleh menggiring opini, mengapa Anda begitu meremehkan sikap kritis terhadap konsep itu? Apa yang boleh “menggiring” hanya ESQ saja?

    6. Salah memahami sifat Allah. Bagaimana bisa penulis menafsirkan bahwa Ary sedang mengajarkan manusia dalam bersikap ada bagian Tuhan di dalamnya? Misalnya ada ajakan untuk bersyukur, pengaitan dengan Asmaul Husna adalah sebagai tempat konfirmasi, oh iya bersyukur itu baik, Tuhan saja Maha Bersyukur. ajakan untuk bervisi tinggi itu baik, karena Tuhan saja Maha Tinggi. Bagaimana bisa ajakan seperti itu dianggap Ary mengajarkan kita adalah Tuhan, Tuhan adalah kita? Aneh.. Kemudian adalagi argumentasi bahwa tidak boleh mempersonifikasikan Tuhan, mungkin bisa dibaca di Al Quran bagaimana Tuhan dalam beberapa ayat mempersonifikasikan dirinya sendiri. Ya, karena Tuhan itu pendidik manusia, Dia bukan hanya minta disembah sebagai Illah, tetapi saking cintanya ia lebih berperan sebagai pendidik atau Robbi.

    Nah, itu kan kembali ke konsep “God Spot” itu lagi. Bahwa ada “jejak Tuhan” dalam diri manusia. Lalu manusia diajak meneladani sifat-sifat Allah dengan perincian. Ini tidak benar. Dalam Islam, tidak diajarkan akidah semacam itu. Seperti Allah bersifat Hakim (Maha Bijak), manusia juga ada yang hakim (bijak); tetapi bijaknya Allah berbeda dengan bijaknya manusia, dan seterusnya.

    Anda sebut Allah “mempersonifikasikan” diri-Nya sendiri. Nah, ini kesimpulan tidak benar. Tidak boleh begitu. Kita cukup meyakini bagaimana Sifat Allah, tanpa menyamakan Dia dengan manusia (atau makhluk lain). Penjelasan Anda itu membuktikan kesalahan konsep tersebut secara akidah.

    7. Kerapuhan konsep ilmiah ESQ. Penulis menjelek-jelekkan ESQ karena terlalu banyak referensi barat di dalam bukunya. Loh, konsep ilmiah itu konsep siapa? Konsep barat, bukan? Kenapa menghakimi ESQ jelek hanya karena tidak ilmiah? Berarti telah menjadikan konsep barat sebagai hakim. Padahal di awal tulisan penulis sudah menulis dengan lantang, pemahaman barat hanya boleh sebagai tempat konfirmasi dan refleksi, tidak boleh sebagai hakim. Ini malah dia yang menghakimi ESQ dengan standar barat.

    Bukan begitu maksudnya. Ya sebagai Muslim kita mengacu ke sistem ilmiah Islam; berbeda dengan Barat. Ditulis kritik itu juga karena alasan kepentingan ilmiah Islam ini. Iya kan.

    Yang saya maksud rapuh itu disini: Ary menjadikan hati nurani sebagai standar/instrumen kebenaran, dalilnya ialah fakta seputar “God Spot” yang ada di otak. Jelas God Spot dan hati nurani itu posisinya berbeda; satu di otak, satu di dada; keduanya tak bisa diklaim sebagai satu unit instrumen. Nah, itu kesalahan fatal konsep ESQ. Kesalahan ini tidak dilihat secara kritis sejak awal. Sayang sekali.

    Saya faham ESQ mengapa tidak ilmiah, karena memang ESQ tidak seperti kebanyakan materi pengembangan diri. Inilah point dimana saya semakin yakin penulis memandang agama begitu padat, dia tidak siap menerima ilmu-ilmu kreasi manusia yang didalamnya sudah berbaur dengan cairnya nilai-nilai agama. Baginya agama itu ada dalam forum yang begitu kaku dan formal, tidak boleh diblusuk-blusukan ke sendi-sendi kehidupan yang begitu luas. Pemikiran seperti inilah yang membuat preman antipati kepada masjid, orang enggan datang ke pengajian. Karena memang padat, ya mereka tersekat.

    Ya sudahlah… silakan saja Anda berkomentar apa. Saya sarankan, sekali-kali Anda masuk ke kategori “selingan” dalam blog ini. Mungkin disana Anda akan menemui segala kekakuan, kekolotan, kejumudan, keklasikan, kesolidan, kepadatan,…kependudukan, kesejahteraan, keadilan, kemerdekaan… dan seterusnya kata-kata dengan imbuhan ke-an.

    8. ESQ Menawarkan jalan hidup. Menawarkan jalan hidup baru, jalan hidup baru yang ditawarkan bukanlah tandingan Islam. Tapi bagaimana Ary mengenalkan jalan hidup Islam pada kadar yang begitu universal, sehingga bisa diterima semua kalangan. Tidak ada paksaan dalam agama, bukan? Maka tidak benar kalau dakwah memaksakan agama, yang lebih cocok dengan dalil ini adalah bagaimana dakwah itu memberikan kesempatan pada orang untuk mencicipi agama. Termasuk Ary yang memberikan cicipan agama Islam dalam pemahaman yang holistik/kaffah/menyeluruh untuk masyarakat non-muslim, ataupun masyarakat muslim yang selama ini berislam tanpa mengenal agamanya sendiri. Soal dia akan melanjutkan belajar Islam, akan memeluk Islam atau tidak, itu urusan pribadi masing-masing.

    Nah, itu salah satu bentuk “kesesatan” yang tidak Anda sadari. Apa ada itu makna “Islam universal”, yang bisa diterima semua golongan? Apa ini maksudnya? Bukankah Islam adalah risalah universal, untuk “kaaffatun linnaas” (untuk semua manusia). Mengapa seolah konsep ESQ lebih baik dari Islam itu sendiri; sehingga ia lebih bisa diterima oleh manusia lebih luas.

    Ya kalau sekedar ajaran-ajaran moral standar seperti kebersihan, kerapian, disiplin, jujur, dan sterusnya; mungkin berbagai agama mengajarkan itu. Tetapi penghambaan kepada Allah (TAUHID) kan ini inti risalah Islam, sebagaimana risalah para Nabi dan Rasul ‘alaihimussalam. Kalau ESQ tidak mengajarkan TAUHID, lalu bagaimana ia tidak dianggap menyimpang? Apa sih yang bisa lepas dari kaidah Tauhid dalam hidup ini?

    Tidak ada paksaan dalam agama itu, maksudnya manusia bebas untuk beriman atau kafir, karena itu pilihan hidupnya. Tetapi di sebuah negara yang berakidah Islam, dan berhukum Islam, manusia secara formal tidak boleh durhaka kepada Syariat. Bisa jadi hatinya durhaka, tetapi lahiriyahnya tidak boleh durhaka. Soal perhitungan batinnya, itu diserahkan kepada Allah. Sedangkan sikap lahirnya, harus Islami (di sebuah negara Islami). Jadi yang tidak ada paksaan itu “pilihan batin seseorang”. Bukan secara mutlak. Kalau secara mutlak, nanti anak-anak akan memilih berzina sebagai pilihan bebas mereka.

    Jadi, dari tulisan yang panjang ini, saya tidak menemukan, ESQ sesatnya dimana? Yang sesat itu orang yang begitu kaku dalam beragama, sampai-sampai para preman merasa dilarang mendekati masjid. Yang sesat itu yang menghujat saudaranya sendiri sesama muslim, sehingga orang-orang sekuler dan barat bebas mewarnai ibukota, perusahaa-perusaah dan gaya hidup dengan budaya mereka, lah baru mencoba sedikit masuk ke dunia mereka saja sudah di cap sesat, bagaimana mau islam mewarnai? Sesat itu pemerintah yang membuat spanduk BBM Bersubsidi, loh minyak bumi ini milik rakyat, ketika dikonsumsi rakyat kok disebut subsidi. Maka, hati-hati menuduh sesat, saya berkeyakinan tuduhan sesat kepada Ary Ginanjar di catatan malaikat sudah berbalik kepada pa AM Waskito. karena tuduhan yang bergitu meyakinkan, argumen yang begitu panjang itu ternyata rapuh, gamoh, kopong.

    Kan dalam tulisan itu saya tidak memvonis sesat Pak. Saya kan bilang “ada masalah pada konsep ESQ”. Ini kan bahasa santun sebenarnya. Mungkin karena saking santunnya itu, Bapak jadi seperti benci sekali ke saya. Ya soal komentar-komentar Anda ke saya, ya itu pilihan Anda sendiri…

    Soal catatan Malaikat berbalik ke saya… Lho, kok jadi mengancam begitu? Katanya ESQ konsep universal, dapat diterima semua kalangan? Katanya, ia bukan “pelajaran agama” bukan “dakwah”, kok jadi bawa-bawa Malaikat?

    Ya, terimakasih sudah mampir kesini. Senang kita bisa diskusi disini, alhamdulillah.

    Admin.

  125. abisyakir berkata:

    @ Manusia Gitu Lho…

    Sebulanan yang lalu saya diberi beberapa print out tulisan di majalah Sabili ini oleh seorang kawan. “Pak lihat, ini ada tulisan gini…gini.”

    Setelah saya baca, saya sangat terkesan dengan kata-kata penulis: “Demikianlah kritik saya yang sangat singkat ini, demi menjaga niat baik kita semua secara umum dan Ustadz Waskito secara khusus, yaitu berbuat ADIL. Saya tidak mau berpanjang-panjang.”

    Ketika membaca tulisan itu, saya berpikir: “Oooh…si penulis ini maunya memberikan kritik, bukan diskusi. Ya sudahlah silakan dikritik, tidak mengapa. Saya tidak mau menanggapi, karena beliau sudah bilang tidak mau berpanjang-panjang.”

    Nah, kemudian ada yang Google, lalu dapatlah tulisan tersebut. Langsung di-post disini. He he he…
    Ya sudahlah, terimakasih, terimakasih, sudah mengingatkan dan saling menasehati. Jazakumullah khair.

    Admin.

  126. abisyakir berkata:

    @ awam…

    Anda ini buat komen beberapa kali, dengan nama berbeda-beda pula. He he he… tidak apa-apa. Salam persaudaraan dan rahmat dari kami ya. Salam hormat juga untuk keluarga dan kawan-kawan.

    Apa saya mau bikin aliran sendiri…?

    Mungkin sejenis aliran silat, dicampur beberapa yel-yel, gerakan poco-poco, sebagian jurus Muay Thai, dan apa lagi ya…

    Admin.

  127. inkonsisten berkata:

    Salam persaudaraan dan rahmat dari kami ya. Salam hormat juga untuk keluarga dan kawan-kawan.

    SOMBONG, AROGAN, NGEYELAN, DOSANYA MENGGUNUNG TINGGI, BIBIRNYA KE SANA KEMARI, ULAMA THOGHUT DLL. MAAF USTADZ, INI BAHASA ANTUM YANG SANGAT TIDAK SESUAI SEMANGAT SALAM PERSAUDARAAN DAN RAHMAT ANTUM. AFWAN.

  128. inkonsisten berkata:

    Sangat tepat kalau kita membaca kembali karya Mursyid kedua Ikhwanul Muslimun (Ustadz Hasan Hudlaibi rahimahullah), Nahnu du’at laa qudloot (Kami para da’i bukan para hakim).

    Dan, sangat tepat kalau kita merenungkan dan men-tadabbur-i kembali firman Allah swt.,

    “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujurat: 10 – 13)

    Juga sabda Rasulullah saw.,

    لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

    “Janganlah saling mendengki, saling mencari-cari kesalahan, saling membenci, saling membelakangi, dan janganlah sebagian menjual di atas jualan sebagian yang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah swt. yang bersaudara. Muslim adalah saudara muslim lainnya, tidak boleh menzhaliminya, membiarkannya celaka, dan meremehkannya. Taqwa itu ada di sini –beliau mengisyaratkan pada dadanya- sebanyak tiga kali. Cukuplah keburukan seseorang yang meremehkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim itu diharamkan darahnya, hartanya, dan kehormatannya atas muslim yang lain.” (h.r. Muslim dari Abu Hurairah ra.)

  129. abisyakir berkata:

    @ Inkonsisten…

    Ya nanti saya perbaiki bahasanya, insya Allah. Kalau untuk Al Buthi, saya tidak menyebut beliau ulama thaghut lho; tetapi ulama yang berdiri di sisi thaghut Bashar Assad. Bashar disebut thaghut selain karena kekejamannya, juga karena dia membiarkan manusia mengatakan “laa ilaha illa bashar” dan bersujud menyembah gambarnya. (Tapi kalau di mata kawan-kawan Mujahidin, ke-thaghut-annya lebih pekat lagi).

    Admin.

  130. Perindu ukhuwah berkata:

    Akhlak: Modal Sinergi Gerakan Islam

    Paling tidak ada 6 modal akhlak yang menjadi syarat terwujudnya sinergi antar gerakan Islam. DR. Yusuf Qaradawi menjelaskan hal ini dalam Fiqhul Ikhtilaf, berikut ringkasannya:

    Pertama, ikhlas karena Allah dan terbebas dari hawa nafsu. Menurut beliau, seringkali perselisihan antar kelompok atau pribadi nampak secara lahiriah sebagai perselisihan ilmiah atau mengenai masalah-masalah pemikiran semata-mata. Tetapi sesungguhnya perselisihan tersebut timbul karena faktor egoisme dan memperturutkan hawa nafsu yang dapat menyesatkan seseorang dari jalan Allah.

    Kedua, meninggalkan fanatisme terhadap individu, madzhab dan golongan. Seseorang bisa berlaku ikhlas sepoenuhnya kepada Allah dan berpihak hanya kepada kebenaran jika ia dapat membebaskan dirinya dari fanatisme terhadap pendapat orang, madzhab, dan golongan.

    Ketiga, berprasangka baik kepada orang lain. Diantara akhlak dasar yang penting dalam pergaulan sesama aktivis Islam ialah berprasangka baik kepada orang lain dan mencopot kacamata hitam ketika melihat amal-amal dan sikap-sikap mereka. Akhlak dan pandangan seorang mu’min tidak boleh didasarkan pada prinsip memuji diri sendiri dan menyalahkan orang lain.

    Keempat, tidak menyakiti dan mencela. Diantara factor penyambung hubungan ialah sikap tidak menyakiti dan mencela orang yang berbeda pendapat serta meminta ma’af kepadanya sekalipun dia salah dalam anggapan Anda. Bisa jadi dia yang benar dan Anda yang salah, sebab dalam masalah ijtihad tidak ada kepastian tentang kebenaran salah satu dari kedua pendapat yang diperselisihkan. Dalam hal ini yang bisa dilakukan adalah tarjih. Sedangkan tarjih itu sendiri tidak berarti sebuah kepastian.

    Kelima, menjauhi jidal dan permusuhan sengit. Di lapangan dakwah Islam kita saksikan adanya orang-orang yang tidak punya perhatian kecuali perbantahan dalam segala hal. Mereka tidak punya kesiapan untuk menarik pendapatnya sedikitpun. Mereka hanya menginginkan agar orang lain mengikuti pendapatnya. Mereka merasa selalu benar sedangkan orang lain senantiasa salah.

    Keenam, dialog dengan cara yang lebih baik. (Jangan memvonis, mencela, menghujat apalagi sudah mengomentari fisik)

    Maaf ustadz AMW, saya penuhi board antum dengan copy paste karena mungkin ada yang ngga sempat buka link kalo saya pasangkan linknya. AFWAN JIDDAN.

  131. Shafri.ahsan berkata:

    Assalamu’alaykum Pak Abu Muhammad Waskito.
    Menarik sekali pengalaman dakwah antum yang pernah mencicipi tarbiyah PK/PKS dan jama’ah salafiyah. Hampir sama seperti pengalaman saya.
    Dan insyaallah, pemikiran kita sama pak terhadap islam saat ini.
    Insyaallah, ana ingin berbagi, diskusi, dan lebih memahami islam, dan juga sy ingin menceritakan pengalaman sy sejauh ini.
    Timbul dalam benak ingin menjadi jama’ah islam yang adil, moderat, dan tidak menyalahkan manhaj lain.
    Sy mau tanya email bapak agar saya dapat mengirimkan cerita, ide, pemikiran saya, karena dengan berbagi dan mendapat pengalaman dr org lain, insyaallah, Allah akan menunjukkan manhaj yang haq itu.

    Terimakasih atas perhatian dan jawaban Bapak.
    Jazakallah khairan.

  132. abisyakir berkata:

    @ Shafri Ahsan…

    Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakaatuh.

    Alhamdulillah Akhi, syukran jazakumullah khair atas apresiasi dan dukungan antum; alhamdulillah. Untuk email kesini saja: langitbiru1000[at] gmail.com
    Ya, silakan berbagi informasi, pengalaman, atau apa saja yang bermanfaat. Ya sama-sama terimakasih. Jazakumullah aidhan bi khairi jaza’.

    Admin.

  133. Shafri.ahsan berkata:

    Jazakallah,.. nanti kalau sudah ada keluangan waktu yang cukup, ana akan kirim via email untuk berbagi.

  134. Airul Iqwan berkata:

    assalam mualaikum
    abi saykir, saya boleh minta no abi?

    soalnya saya masih kurang tentang ilmu agama
    saya ingin belajar ilmu agama

    dan kebetulan lagi saya sangat sepaham dengan abi

  135. si meong berkata:

    ini namanya objektif. saya juga sewaktu kuliah mngikuti satu gerakan dakwah, tp tidak menutup hati dari gerakan lain. semua kajian saya ikuti. kbnyakan teman2 satu gerakan tidak mau hadir di majelis ilmu jika bukan ustadz gerakan sendiri yg ngisi. atau bhkan mati matian membela bila ada yg mngkritisi gerakanya. pdhal apabila kritik itu benar, kita harus menerima, jika salah baru diluruskan

  136. Johne723 berkata:

    At this time it seems like Movable Type is the best blogging platform available right now. from what I’ve read Is that what you are using on your blog? ekakedkgaace

  137. khairurRijal berkata:

    Contoh org alim sunni yg jahat adalah org2 yg ada dalam blog ini,blog penyebar fitnah yg luar biasa sadis ucapan dan tulisannya. Tidak kah takut antum akan mempertanggung jawabkan semua nya nanti di hadapan Allah. Jika benar seorang muslim insyaAllah hati antum akan tergetar,namun jika antum sprti org yg Allah sindir dgn kata “org yg memiliki penyakit didalam hati”naudzubillah pasti sedikitpun tidak akan tergetar kecuali saat datang kematian itu sendiri lah yg akan menghentikan tindakan fasadah antum.

  138. abisyakir berkata:

    @ Khairul…

    Ya sebutin mana yang jahat, mana yang sadis, mana yang fitnah! Kalau ada yang keliru, insya Allah akan kami perbaiki. Jangan main komen, buat stigma, tanpa alasan.

    Admin.

  139. abu naila berkata:

    Assalamu ‘alaikum ust.salam kenal,ana sdh baca beberapa buku antum,,,alhamdulillah cukup banyak ilmu yg didpt.Moga suatu hari kita bisa bertemu sehingga ana bisa belajar lebih banyak dr antum.

  140. abisyakir berkata:

    @ Abu Naila…

    Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakaatuh. Alhamdulillah syukur akhi atas segala nikmat dan pertolongan Allah. Jazakumullah khair atas perhatian dan apresiasi Antum. Amin amin, insya Allah.

    Admin.

  141. abu naila berkata:

    ustadz dlm buku antum pro kontra maulid hlm.110 ada catatan kaki bhw. Al Izz bin Abdissalam adlh pensyarah kitab akidah thahawiyah, padahal dr kitab yg ana punya pensyarahnya adlh Ali bin Ali Muhammad bin Abi Al Izz. Apakah itu pengarang yg sama, Yg ana ketahui Al Izz bin Abdissalam bermahzab Syafi’i sedangkan Pensyarah Aqidah Thahawiyah bermahzab Hanafi.Nuhun.

  142. abisyakir berkata:

    @ Abu Naila…

    Astaghfirullah, tampaknya kami salah mendengar informasi itu. Kurang akurat dan menegecek ulang. Coba nanti kami periksa ya, bi idznillah. Jazakumullah khair atas koreksi dan masukan Antum, barakallah fikum.

    Admin.

  143. jafar umar berkata:

    Perbedaan ulama salafi arab saudi dengan ulama salafi indonesia :
    * Ulama salafi Saudi berkata dengan lantang dan berwibawa :
    ” pajak itu haram, pemungut pajak masuk neraka”. jelas mereka hidup dinegara yang bebas pajak karena negara mereka udah kaya.
    “Demokrasi haram”, jelas mereka hidup dineggara monarki, fatwa ini di sukai penguasa mereka karna sistem demokrasi sangat mengancam kekuasaan mereka
    bandingkan dengan ulama salafi indonesia
    * Ulama salafi indonesia berkata :
    ” Pajak haram, pemungut pajak masuk neraka, tapi sebagai warga negara yang taat pada ulil amri kita wajib bayar pajak.”
    ” Demokrasi haram, tapi kita dukung sistem demokrasi, maka cobloslah pemimpin yang amanah”

    Kasihan Ulama salafi Indonesia untuk bisa tetap eksis di sini mereka rela menelan ludah mereka sendiri

  144. jafar umar berkata:

    pada ulama salafi saya mohon maaf atas kelancangan saya, saya lagi khilaf.

  145. agus berkata:

    assalamu’alaikum
    menurut pak ustad monarki lebih baik dari demokrasi, saya punya pemahaman berbeda dengan pak ustad
    Demokrasi asal kata dari “demoscratos” artinya “kekuasaan Rakyat” itu artinya rakyat punya hak untuk berkuasa
    dalam islam disebutkan manusia diciptakan dimuka bumi ini untuk menjadi Khalifah itu artinya setiap manusia punya “hak untuk berkuasa” kalo dari segi ini ada kemiripan
    jadi Demokrasi Lebih syar’i dari monarki karena dalam monarki kekuasaan di pegang oleh segelintir orang
    Bagai mana menurut pak ustad?

  146. Anonim berkata:

    tes

  147. Anonim berkata:

    jokowi jangan dipilih lagi ngak barokah

Tinggalkan komentar