PENGANTAR
Artikel ini pernah dimuat oleh majalah Gatra, edisi 24 Februari 2010, hal. 32-33, dengan judul Obsesi Periset Smart Fluid. Ia adalah tentang sosok seorang periset muda Muslim Indonesia, Muhammad Agung Bramantya, yang sedang menempuh studi di Jepang. Berkat riset yang dilakukannya dalam topik “smart fluid” dia mendapat Fujiwara Award dan Young Engineer Award dari JSAEM, sebuah lembaga para ilmuwan Jepang. Ini adalah untuk pertama kalinya Fujiwara Award diberikan kepada seorang periset dari luar Jepang. Otomatis Muhammad Agung Bramantya merupakan orang Indonesia pertama, sekaligus Muslim pertama di Dunia Islam, yang menerima penghargaan tersebut. Karena begitu pentingnya informasi ini agar diketahui Ummat Islam, sengaja saya muat artikel tersebut di blog ini. Artikel serupa juga dimuat di koran Media Indonesia, dengan judul Mengulik Ultrasonik Pendeteksi Fluida Cerdik, edisi 12 Februari 2010. Semoga bermanfaat!
OBSESI PERISET SMART FLUID
Muhammad Agung Bramantya menjadi orang pertama di luar Jepang yang mendapat Fujiwara Award dan Young Engineer Award dari JSAEM. Buah ketekunan sejumlah riset bidang smart fluid. Untuk jangka pendek, PLTN bisa menjadi solusi alternatif guna mengatasi krisis listrik.
Dunia riset di laboratorium memang jauh dari hiruk-pikuk kemilau glamor. Meski sepi, dunia riset bukan berarti tidak dapat memberi kepuasan. Setidaknya, begitulah yang dirasakan Muhammad Agung Bramantya, kandidat doktor di Universitas Keio, Jepang. Berkat ketekunan dan temuannya dalam sejumlah riset, pria kelahiran Yogyakarta, 22 Maret 1981, ini dianugerahi Fujiwara Award.
“Saya senang karena (menjadi) orang pertama di luar Jepang yang mendapat Fujiwara,” kata Bram, begitu ia biasa disapa. Fujiwara Award diambil dari nama Ginjiro Fujiwara yang hidup pada 1869-1960. Ia pendiri Institut Teknologi Fujiwara, cikal bakal Fakultas Sains Teknologi Universitas Keio. Anugerah yang diterima Bram pada 30 Maret 2009 itu adalah penghargaan bagi peneliti yang aktif dan bergiat di lintas bidang, baik sains maupun sosial budaya.
Bram, yang belajar di Jepang sejak Maret 2008, tidak tahu secara pasti mengapa anugerah itu jatuh ke tangannya. Yang dia tahu, dirinya banyak terlibat dalam presentasi hasil riset di forum konferensi ilmiah, baik di Jepang maupun di dunia internasional. Untuk bidang sosial, Bram bergabung dalam forum South-East Asian Engineering Development Network (Seed Net). Forum ini berisi para peneliti dari ASEAN dan Jepang.
Foto Bram di Tengah "Mainan-nya"
“Selain saling dukung secara ilmiah-akademis, juga menjadi ajang untuk mengenalkan budaya dan informasi dari tiap negara,” katanya. Menurut Bram, penilaian dari sisi parameter akademik jelas terukur, sedangkan untuk parameter sosial-budaya tentu subjektif. Untuk aspek akademis, Bram bercerita bahwa dirinya pernah maju dalam seminar dunia ke- 11 tentang Electrorheological Fluids and Magnetorheological Suspensions (ERMR) Organizing Committee pada September 2008 di Jerman.
Dalam seminar itu, Bram adalah satu-satunya wakil Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di sana, ia menyabet Best Poster Prize, menyisihkan 100-an poster peneliti dunia di bidang tersebut. “Itu prestasi puncak yang mungkin menginspirasi pemberian Fujiwara Award,” ujar peneliti yang selalu mengaku sebagai orang Indonesia, meski dalam diskusi menyatakan diri sebagai wakil Jepang. Ada pengalaman lucu ketika ia mendapat sampanye. “Bingung mau diapakan, akhirnya saya buang ke toilet,” katanya.
Kesetiaan Bram pada riset ternyata membuahkan penghargaan. Tanpa pernah mengimpikannya, pada 19 November lalu ia menerima Young Engineer Award. Anugerah dari Japan Society of Applied Electromagnet and Mechanics (JSAEM) ini diberikan pada puncak acara Magnetodynamics Conference ke-18 di Universitas Tokyo. “Penghargaan kali ini karena ada temuan spesifikasi di bidang itu,” ujar Bram.
Unsur kebaruan risetnya ada pada penggunaan metode ultrasonik untuk menganalisis struktur dalaman pada sebuah smart fluid, yang berupa magnetorheological fluid. Sebelumnya, para periset biasa memakai metode simulasi numerik, metode optical microscope, atau metode spektrografi analisis sektrum cahaya. Semua metode ini memakai preparat. “Sedangkan saya memakai metode gelombang ultrasonik,” katanya. Dengan metode ini, secara prinsip tidak ada perlakuan khusus terhadap fluida yang akan diteliti.
Aplikasi riset smart fluid kini merambah berbagai bidang. Di dunia otomotif dipakai untuk memonitor sistem suspensi peredam atau pemantau efek suspensinya. Penerapan suspensi dengan smart fluid telah dilakukan pada mobil Audi, Ferrari, dan BMW. NASA juga mengembangkannya untuk injeksi bahan bakar fluida. Sedangkan MIT lebih ke arah robotik.
***
Dunia riset yang kini ditekuni Bram tidak bisa lepas dari hobinya melakukan riset sejak mahasiswa. Salah satu risetnya ketika kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, adalah mendesain mobil tenaga surya. Topiknya adalah “Aerodynamics Performance for Body Development of a Solar Car”. Ketika ia lulus dari teknik mesin UGM, skripsinya berjudul “Redesign Conceptual Aircraft: Airbus A 330”. Selain menjadi mahasiswa terbaik, Bram juga menjadi mahasiswa yang lulus tercepat di angkatannya.
Begitu lulus, Bram sempat bekerja di Unocal. Namun, tak sampai setahun, ia merasa tidak sreg bekerja di tengah laut dengan sistem dua minggu kerja-dua minggu libur. “Bukan jenis pekerjaannya, melainkan sistemnya. Saya juga melihat jalur engineer di sana begitu-begitu saja. Jadi kuli, walau bayarannya besar,” katanya. Sebenarnya ia berencana terjun ke industri dulu selama 10-15 tahun, baru kemudian balik ke kampus untuk mengajar dan meneliti.
Namun Bram sudah gatal terjun ke riset. Pada 2004, ia pun memutuskan melanjutkan S-2 teknik mesin di Pascasarjana UGM. Ia tuntaskan studinya ini dalam tiga semester, dengan IPK 3,86. Lalu ia meneruskan kuliah di University of Malaya, menekuni teknik desain dan manufaktur. Selain belajar, ia juga aktif memberi tutorial resmi S-1 dan S-2 serta terlibat dalam berbagai pameran akademik dan presentasi poster.
Tesisnya, “Development of a Software for Designing and Manufacturing of an Impeller”, sekaligus menghasilkan software desain impeller pump layak paten lokal. “Tapi saya tidak mau. Enakan Malaysia, dong,” kata Bram. Suatu saat, jika pulang ke Indonesia, ia mencoba mematenkannya. Selain itu, juga bisa dipakai sebagai “senjata” jika akan bermitra dengan Malaysia.
Kini, di Jepang, Bram fokus di bidang yang didalaminya sejak 2007, yakni smart fluid, baik yang cair maupun gas. Proses studinya tidak berupa aktivitas kuliah atau tatap muka. “Semuanya berbasis penelitian,” ia menambahkan.
Kini tesis S-3 yang disiapkannya adalah soal magnetic and magnetorheological fluids. Risetnya merupakan bagian dari beasiswa JICA. Kini dilakukan di Jepang karena instrumentasi dan bahan materialnya terbilang mahal.
“Untuk gambaran, saya mendapat Rp 100 juta per tahun,” kata ayah dua anak berusia lima dan tiga tahun ini. Uang itu untuk bahan operasional. Selain itu, tambah Bram, masih ada dana dari profesor di laboratorium dan peralatan lainnya milik universitas senilai milyaran rupiah. “Saya taksir Rp 3 milyar-Rp 5 milyar,” kata Bram. Mahalnya biaya terletak pada investasi pembangunan laboratorium utuh, yang jika lengkap bisa mencapai Rp 1 trilyun.
***
Bram bersyukur, UGM dan pemerintah memberi dukungan penuh. “Kalau bukan dosen UGM, saya mungkin sulit mengakses fasilitas di sini. Pihak Jepang juga melihat status dosen dan PNS saya,” ungkap Bram. Ia percaya, sejumlah risetnya potensial untuk dikembangkan dan diterapkan. Riset S-1 bisa untuk bidang aerodinamika pesawat. Penelitian S-2 tentang flooding sangat dibutuhkan di reaktor nuklir.
Soal nuklir, Bram yakin, PLTN mampu menyelesaikan krisis listrik jangka pendek. “Jika nanti infrastruktur energi ramah lingkungan tercapai, barulah PLTN ditinggalkan sejauhjauhnya,” kata Bram.
Bila nanti kembali ke UGM, Bram ingin mengintensifkan riset-riset ke arah paten dan membangun jaringan interdislipiner ilmu. “Insya Allah, bisa lahir banyak temuan yang berguna untuk rakyat,” ujar Bram.
[FINISH HERE].
SUMBER: Blog Muhammad Agung Bramantya.