Tahun Baru Imlek dan Tragedi Gambir

Januari 24, 2012

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Kita masih ingat, 26 Desember 2004. Waktu itu sehari setelah hari Natal. Bangsa Indonesia “dihadiahi” bencana alam paling dahsyat, yaitu gempa bumi dan terjangan Tsunami di Banda Aceh dan sekitarnya. Kini, di saat sebagian orang ramai-ramai merayakan Tahun Baru Imlek, 23 Januari 2012, terjadi KECELAKAAN TRAGIS yang belum ada duanya di Indonesia.

Seorang wanita pedugem, dengan mengendarai mobil Xenia warna hitam, dengan kecepatan sekitar 100 km/jam, dia membantai 9 nyawa manusia di sebuah trotoar, di dekat hakte Tugu Tani Gambir, Jakarta Pusat. Wanita pedugem yang bernama Afiyani Susanti itu kemudian diketahui sedang teler akibat miras dan narkoba (ekstasi). Orang teler mengendarai mobil, jelas sangat fatal akibatnya.

Bukan Sekedar Tradisi, Tapi Tradisi Kemusyrikan.

Ini adalah kecelakaan yang sangat tragis. Dalam sebuah aksi pengeboman oleh pelaku terorisme, belum tentu jatuh korban sampai 9 orang. Namun ini, seorang wanita pedugem dan kawan-kawan, terbukti “sukses” memulangkan manusia ke alam baka secara instan.

Kalau di Saudi, seorang sopir mobil secara tidak sengaja menabrak manusia, sampai wafat, akibatnya dia akan dijatuhi hukuman denda uang sangat mahal. Bisa miliaran rupiah. Bayangkan, dendanya sama dengan nilai 100 ekor onta. Kalau seekor onta seharga 15 juta rupiah, maka dia harus mengeluarkan uang senilai 1,5 miliar. Kalau korbannya lebih dari satu, lebih tinggi lagi.

Dalam konteks hukum Islam, pelaku penabrakan seperti Afriyani Susanti itu bisa dihukum mati. Alasannya, dia menabrak manusia sampai mati, setelah mengendarai mobil sangat cepat di lingkungan ramai, dan dia mengendarai dalam keadaan teler (akibat pengaruh miras dan narkoba). Orang seperti ini bisa dianggap “telah sengaja” membunuh manusia. Apalagi korbannya hingga 9 jiwa manusia. Lazimnya orang lagi teler, dia tidak boleh menyentuh kendaraan sedikit pun. Sebab sudah dimaklumi, para pengendara mabuk sangat mengancam jiwa manusia yang lain.

Kalau hari Natal 2004 selalu diingat manusia karena berdekatan waktunya dengan Tragedi Tsunami di Aceh; maka Tahun Baru Imlek tampaknya perlu diingat-ingat dengan KECELAKAAN TRAGIS di Tugu Tani Gambir.

Sebagai manusia Muslim, kita sangat mual melihat perayaan Imlek yang kian hari kian ramai itu. Di era Soeharto, tidak pernah ada perayaan Imlek. Namun di zaman Abdurrahman Wahid -semoga Allah membalas perbuatannya dengan hisab sempurna- dia buka keabsahan perayaan Imlek tersebut. Padahal sudah dipahami oleh setiap Muslim, tradisi China itu sangat dekat dengan warna-warna kemusyrikan.

Lihat saja, setiap Imlek dirayakan, orang-orang China datang ke kuil-kuil (klenteng). Mereka menyalakan hio, menghiasi rumah dengan lampion, bagi-bagi angpao, membakar petasan, ucapan ‘Gong Xi Fat Chai’, membuat parade Barongsai mengitari jalan-jalan, dan aneka macam tradisi; yang kesemua itu memiliki MAKNA SPIRITUAL menurut mitos yang mereka yakini.

Kegiatan-kegiatan ritual itu, menurut mitos China, tujuannya untuk mengusir roh-roh jahat; mengusir unsur-unsur sial; mendatangkan rezeki dan kemakmuran lebih melimpah-ruah. Bahkan mereka menjuluki setiap tahun dengan binatang-binatang tertentu; lalu meramal kehidupan di tahun itu dengan mitos Shio tersebut.  Semua ini adalah ajaran yang tidak ramah terhadap kemurnian Tauhid Ummat.

Tradisi China pekat dengan nilai-nilai paganisme (kemusyrikan). Disana ada keyakinan dewa-dewa, Feng Shui, Hong Shui, ideologi Tao, Konfusian, teologi Budha, dan lainnya. Hal-hal demikian saat merusuhi keyakinan Tauhid setiap Muslim. Ketika di TV ada banyak simbol-simbol Imlek, kami melarang anak-anak kami melihatnya. (Masih lebih baik nonton Shaun The Sheep, daripada melihat simbol-simbol paganisme itu).

Menurut ajaran Islam, peringatan Hari Raya Imlek tidak berbeda dengan perayaan Hari Natal. Keduanya sama-sama simbol agama dan peradaban kaum non Muslim. Semua itu haram didukung atau dirayakan oleh setiap Muslim. Dalil-dalilnya sama dengan larangan ikut merayakan Hari Natal.

Kalau di negeri kita semakin ramai dan meriah merayakan hari-hari paganisme ini, ya alamat banyak bencana dan masalah bakal terjadi. Untuk sementara, Tragedi Tugu Tani di Gambir sebagai “DP”-nya. Nanti, akan menyusul tragedi-tragedi lain, selama hari kemusyrikan dimeriahkan di negeri-negeri kaum Muslimin. Nas’alullah al ‘afiyah lana wa lakum, wa li sa’iril Muslimin.

Turut berduka atas wafatnya kaum Muslimin di halte Tugu Tani Gambir. Semoga setiap yang wafat diampuni oleh Allah, diberikan tempat yang luas di alam barzakh. Semoga keluarga korban diberi ketabahan, diberi pertolongan berupa rizki dan ketenangan. Semoga Allah menggantikan untuk mereka anugerah dan karunia yang lebih baik. Amin Allahumma amin. Wa shallallah ‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in.

 

AM. Waskito.


Antara Jokowi dan Siyasah Islamiyah

Januari 23, 2012

Bismillahirrahmaanirrahim.

Jokowi atau Joko Widodo. Dia adalah walikota Solo. Saat ini memimpin untuk periode ke-2. Tokoh satu ini menyita perhatian publik ketika dengan terang-terangan mendukung peluncuran mobil ESEMKA dan menjadikan mobil itu sebagai kendaraan dinas, menggantikan mobil Toyota Chamry yang sebelumnya digunakan.

Masyarakat Membutuhkan Pemimpin Sungguhan...

Peranan Jokowi sebenarnya bukan semata dalam soal mobil ESEMKA itu. Ia justru sudah muncul sejak awal-awal kepemimpinannya. Reputasi kepemimpinan Jokowi mengagetkan banyak pihak. Banyak orang tak percaya bahwa di Indonesia masih ada sisa-sisa pemimpin yang memiliki integritas dan berhati luhur seperti dirinya. Alhamdulillah. Jokowi muncul di tengah packelik kepemimpinan melanda bangsa Indonesia. Ia menjadi sebuah inspirasi besar yang seolah ingin menyampaikan pesan: “Di negeri ini masih ada orang waras!”

Sekedar kita catat beberapa sikap kepemimpinan Jokowi yang patut diteladani. Hal ini berdasarkan informasi-informasi yang beredar di media atau kabar-kabar yang sampai kepada kita.

[=] Saat Jokowi mulai memasukan pusaran bursa kepemimpinan politik di Solo, dia bukanlah orang miskin, atau pengangguran, atau sarjana yang sangat butuh pekerjaan demi anak-isterinya. Jokowi seorang pengusaha meubel yang memiliki penghasilan cukup. Jadi dia sudah mampu sebelum masuk ke gelanggan politik.

[=] Jokowi saat maju mencalonkan diri sebagai kandidat Walikota Solo, dia memakai uang sendiri. Katanya, biaya yang dia keluarkan sekitar Rp. 5 miliar. Itu dana sendiri, atau mungkin mendapat bantuan dari keluarga, rekanan, atau kawan. Dia tidak memakai dana negara, tidak memakai uang hasil korupsi, uang hasil kejahatan; atau uang hasil memeras para kader di bawah yang notabene miskin-miskin. Jokowi dengan terpaksa harus memakai uang itu, sebab hanya dengan cara itu dia akan bisa menduduki jabatan walikota.

[=] Ketika sudah menjadi walikota, Jokowi tidak mengambil gaji. Ada yang mengatakan, sikap tidak mengambil gaji ini masih berjalan sampai saat ini. Dia juga menandatangani surat perjanjian yang isinya, dia rela dipenjara atau didenda uang sejumlah tertentu, jika selama memimpin melakukan korupsi.

[=] Ketika diberi kendaraan dinas, Jokowi memilih memakai kendaraan-nya sendiri. Kalau terjadi kerusakan, kendaraan itu diperbaiki. Demikian seterusnya, sampai kemudian dia  mau memakai Toyota Chamry sebagai kendaraan dinas. Sebelum akhirnya, mobil itu juga diganti dengan mobil ESEMKA yang belum lulus uji macam-macam.

[=] Dalam kepemimpinan Jokowi, dinas-dinas di Solo dibersihkan dari korupsi, pungli, mark-up anggaran, dll. Hasilnya, Kota Solo memiliki performa birokrasi yang sehat. Solo termasuk birokrasi yang relatif bersih dari korupsi.

[=] Jokowi sering mendapat iming-iming hadiah, uang suap, atau gratifikasi, dari para pengusaha bisnis yang ingin membuka mall-mall dan aneka usaha bisnis di Solo. Tetapi Jokowi menolak semua pemberian itu. Dia lebih mengutamakan hak-hak masyarakat Solo daripada melayani ambisi bisnis pengusaha-pengusaha kapitalistik.

[=] Jokowi juga terkenal sebagai pemimpin birokrasi yang tidak main kekerasan untuk menyelesaikan masalah-masalah pedagang kaki lima, asongan, dll. yang biasanya berjualan di pinggir-pinggir jalan. Dia terkenal tidak “memakai pentungan” untuk menertibkan para pedagang itu. Jokowi menempuh cara persuasif, dialog, datang langsung ke tengah para pedagang dan mendengar keluhan-keluhan mereka. Ada kalanya para pedagang diajak makan-makan, lalu dibuka dialog untuk mencapai solusi terbaik.

[=] Sifat lain yang sangat menonjol ialah sikap rendah hati. Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, pernah secara terang-terangan menyebut Jokowi sebagai pemimpin yang bodoh. Namun tuduhan itu dibalas dengan rendah hati, “Memang benar, saya adalah pemimpin yang bodoh. Dari dulu saya tahu, kalau saya memang bodoh.” Masya Allah…lihatlah tokoh satu ini. Dia tidak membela diri, tidak mencari-cari alasan, tidak berdalih dengan kata-kata seperti: Itu ghibah, fitnah, memecah-belah, merasa benar sendiri, tidak tabayun, hanya bisa gomong doang, dll.

[=] Dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan.

Terlepas dari siapa sebenarnya sosok Jokowi? Apa agendanya, dan siapa pendukungnya? Sejujurnya, kepemimpinan seperti itulah yang diinginkan oleh Islam. Islam memiliki berkas-berkas sejarah yang sangat banyak, yang menjelaskan karakter kepemimpin yang mulia, memiliki integritas, komitmen kepada kejujuran, menjunjung-tinggi keadilan, serta menyayangi masyarakat luas. Tentang hal seperti ini, Islam memiliki banyak hal, dari sisi teori dan praktik sejarah.

Kita sebut sebagian contoh. Ketika Nabi Yusuf As menyediakan dirinya untuk menjaga perbendarahaan makanan rakyat Mesir, beliau menyebut dirinya memiliki sifat Hafizhun ‘Alim (pandai menjaga dan berwawasan luas pula). Dalam riwayat disebutkan perkataan Nabi Saw yang populer: “Kullukum ra’in wa kullukum mas’ulun ‘an ra’iyyatih” (setiap kalian adalah pemimpin, setiap pemimpin akan ditanya tentang kepemimpinannya). Begitu pula ada ungkapan hikmah yang berbunyi: “Sayyidul qaum khadimuhum” (pemimpin suatu kaum, adalah pelayah kaum itu). Juga disebutkan tentang pentingnya amanh diserahkan kepada ahlinya: “Idza wussidatil amanata li ghairi ahliha fantazhirus sa’ah” (jika amanah diserahkan kepada yang bukan ahlinya, tunggulah saat kehancuran). Ketika ada seorang Shahabat yang meminta jabatan, Nabi mengingatkan bahwa jabatan itu amanah yang berat: “Innaka dhaif, wa innaha amanah, saya’ti yaumal qiyamati hizyun wan nadamah” (engkau itu lemah, sedangkan (apa yang engkau minta) itu amanah, maka ia akan datang di hari kiamat nanti sebagai kehinaan dan penyesalan). Dan lain-lain ajaran yang sangat mulia dan mengesankan.

Dasar-dasar teori itu pada akhirnya ditujukan untuk mencapai kualitas kepemimpinan dan kehidupan birokrasi yang bersih, adil, jujur, pengasih, serta benar-benar menjaga masyarakat dari berbagai keburukan lahir-batin, dunia akhirat, dalam segala urusan. Biasanya, dalam kajian seperti ini, kita akan disebutkan contoh-contoh pemimpin adil dari khazanah sejarah Islam.

Coba kita sebut sedikit contoh dari teladan pemimpin-pemimpin Islam di Nusantara ini, khususnya setelah memasuki era kemerdekaan. Bapak M. Natsir pernah menjadi Perdana Menteri di era Orde Lama. Sikap hidup beliau sederhana, tidak memperkaya diri, bahkan rumah tempat tinggal pun diberi hadiah oleh seorang dermawan. Bapak Syafruddin Prawiranegara, dikenal sebagai Gubernur BI pertama. Beliau termasuk pelopor konsep investasi di bidang ekonomi dan pembangunan. Beliau pernah menerapkan kebijakan redenominasi, atau dikenal masyarakat dengan istilah “pemotongan uang”. Meskipun begitu, beliau juga hidup sederhana, tidak korupsi, dan tidak gila kekuasaan. Hingga ketika esok hari kebijakan “pemotongan uang” akan dilakukan, pada malam harinya beliau memotongi sendiri uang-uang kertas itu, tanpa memberitahu isterinya. (Andaikan isterinya sudah diberitahu lebih dulu, mungkin mereka akan buru-buru belanja, sebelum uang dipotong). Termasuk sosok Burhanuddin Harahap, Agus Salim, Prawoto Mangkusasmito, Muhammad Roem, dll. Mereka rahimahumullah jami’an dikenal sebagai para pemimpin intelek, ilmunya luas, cekatan dalam birokrasi; namun bersih, tidak korup, dan tidak memperkaya diri.

Saat masuk era Reformasi, sebenarnya karakter pemimpin seperti itu yang kita harapkan, didamba masyarakat, dinantikan oleh bangsa. Ummat Islam seharusnya bisa melahirkan pemimpin seperti ini, sebab kita memiliki acuan ajaran yang sangat banyak, dan catatan-catatan sejarah juga sangat banyak. Bahkan sejarah pemimpin nasional yang Islami juga banyak.

Sempat ada gebrakan harapan dari partai tertentu yang menyandang label sebagai partai Islam, partai dakwah, partai kader. Wah, kita semua merasa tercengang ketika menyaksikan, para pemimpin di partai itu memiliki sifat-sifat mulia misalnya: Tidak mau memakai mobil dinas dengan merk Volvo, memilih mobil sendiri dengan merk “Kijang”; kalau pulang kampung ke Kuningan memilih memakai bus umum, bukan memakai kendaraan pribadi; tidak mau menerima gratifikasi berupa amplop, cindera mata, hadiah, dll.; kalau ada rapat di Senayan, memilih pulang ke rumah, bukan menginap di hotel. Dan lain-lain sikap yang menerbitkan harapan di hati rakyat Indonesia. Apalagi partai itu mengusung motto: “Bersih dan peduli!”

Tapi tampaknya, suasana kegembiraan itu seolah tak boleh lama-lama. Suasana harapan harus segera dikubur dengan kegelapan; suasana hati yang bahagia, harus diubah menjadi cemas dan getir kembali; kemenangan moral kesederhanaan, harus disirnakan lagi oleh serakah dan ambisi syahwat yang menggelegak; wajah-wajah manusia shalih dan alim, harus segera ditukar dengan wajah-wajah brengsek, mulut-mulut pendusta, omongan-omongan kualitas sampah. Dan seterusnya… Seolah, di negeri ini, di zaman ini, kita tidak boleh berlama-lama bahagia dan merasakan sakinah di hati. Seolah, rakyat tak boleh berharap perbaikan; seolah rakyat hanya boleh diberi balasan berupa pengkhinatan, kebohongan, korupsi, penindasan, dan kezhaliman. Na’udzubillah wa na’udzubillah tsumma na’udzubillah min kulli dzalik.

Belum lama kita berharap pada kader-kader muda, sarjana-sarjana intelek harapan bangsa itu, mereka semula dipuji oleh Dahlan Iskan sebagai komunitas yang bersih dari getah-getah Orde Baru. Tapi apa hendak dikata, ternyata perilaku politik orang-orang itu semakin menampakkan wajah aslinya. Antara lain: Sangat berambisi kekuasaan (dari level Presiden, menteri, sampai bupati/walikota, ingin direbut juga), mendukung regim neo-liberalisme (termasuk dengan akrobat-akrobat politik sangat memuakkan), tidak peduli dengan masalah-masalah serius yang sedang dihadapi Ummat Islam (seperti isu terorisme, aliran sesat, liberalisme pemikiran, dekadensi moral, dll), memakai dana-dana tak jelas untuk memenangkan pertarungan politik, elit-elit politiknya memperkaya diri, sebagian tersangkut kasus korupsi, dll. Yang paling parah, ada salah satu anggota DPR mereka, tertangkap kamera sedang membuka konten pornografi, saat lagi sidang paripurna DPR.

Hal-hal demikian jelas sangat ironis. Bukan hanya bagi partai “bersih dan peduli” itu. Tetapi  bagi partai-partai lain juga yang berlabel Islam (atau partai basis Muslim). Sebenarnya, orang-orang ini apa tujuannya masuk dunia politik? Mau memperkaya dirikah? Mau terlibat korupsi dan penggunaan dana-dana gelapkah? Mau hidup mewah di atas pijakan harta, tahta, dan wanitakah? Atau mereka murni mau memperjuangkan kehidupan masyarakat dan bangsa?

Saya punya sebuah teori sederhana. Ia bisa dibuktikan dalam kehidupan riil. Bunyi teori ini sebagai berikut: “Kalau seorang presiden, menteri, anggota DPR, gubernur, walikota/bupati; setelah 6 bulan menempati jabatan atau posisi masing-masing, dalam kondisi negara sedang ruwet seperti ini, lalu mereka menjadi gemuk (bengkak tubuhnya) dan bisa tidur nyenyak, itu pertanda mereka adalah para pejabat PENDUSTA.

Negara kita saat ini sedang sakit dan banyak penyakit. Seharusnya, kalau seorang pemimpin benar-benar ikhlas, peduli dengan rakyat, mati-matian membela masyarakat, dia selalu memikirkan keadaan rakyatnya siang-malam; seharusnya, setelah menjadi pemimpin mereka akan semakin kurus, atau cepat tua. Minimal tubuhnya konstan seperti semula. Karena masalah-masalah rakyat sangat banyak. Tidak mungkin seseorang bisa menjadi pejabat birokrasi atau anggota DPR dalam keadaan seperti ini, mereka bisa makan kenyang, atau tidur pulas. Dia pasti akan dilanda tekanan batin terus-menerus. Maka itu resikonya, pemimpin nasional sulit akan gemuk, kecuali kalau dia setiap hari mengkhianati rakyat.

Mungkin sebagian orang akan menjawab: “Tapi kan kami sudah memenuhi tugas kami. Hadir di kantor dengan tepat waktu, tidak pernah bolos. Kami kerjakan tugas sesuai juklak dan juknis yang telah disusun. Kami gunakan anggaran sesuai porsinya. Kami tidak menerima uang, kecuali yang merupakan hak kami sesuai UU.”

Andaikan ada yang benar-benar seperti itu, masya Allah sudah sangat baik. Ia layak diacungi jempol. Bravo, bavo, bravo! Tetapi masalahnya, amanah kepemimpinan publik (sebagai anggota DPR dan pejabat birokrasi) tidak dibatasi hanya dalam ruang-ruang administrasi. Mereka bertanggung-jawab penuh memikirkan setiap jiwa rakyat dan kehidupannya, person by person, sesuai amanah kepemimpinan mereka. Itulah amanah pemimpin publik, bukan manajer administrasi.

Kembali ke sosok Jokowi di atas. Tanpa bermaksud memuji-muji manusia melebihi maqam-nya, kepemimpinan beliau layak diapresiasi (meskipun secara politik Jokowi didukung oleh PDIP, bukan partai-partai Islam/Muslim). Seharusnya, para politisi yang bergelar ustadz itu yang memainkan peranan seperti Jokowi. Mereka lebih tahu tentang ajaran Islam, secara teori maupun contoh-contoh teladan dalam sejarah.

Tapi kenyataan ini sangat ironis. Orang umum, bukan ustadz, didukung PDIP lagi…tetapi mengerti tentang aspek-aspek aplikasi ajaran Islam dalam kepemimpinan. Sementara para politisi dari kalangan ustadz, doktor syariah, aktivis Islam, tokoh ormas Islam, dll. ternyata memble memble aje… Apa tidak malu ya mereka? Sangat ironis!

Kepemimpinan Jokowi -dengan segala kelebihan dan kekurangannya- telah memberikan dua pelajaran berharga bagi kita semua. Pertama, ternyata di negara kita masih ada pemimpin yang waras. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin. Kedua, kepemimpinan itu menjadi tamparan keras bagi para politisi Muslim yang kerap menjadikan Islam (atau komunitas Muslim) sebagai tunggangan untuk memuaskan syahwat di bidang harta, tahta, dan wanita.

Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya kaum Muslimin dan para pemimpin politik mereka. Amin Allahumma amin.

AMW.


Anjing Pun Punya Kebaikan

Januari 22, 2012

Anjing termasuk hewan yang sering dibicarakan oleh manusia. Hewan ini dikenal sebagai “teman” manusia yang paling setia. Anjing kerap dipelihara di rumah (oleh mereka yang kurang paham ajaran Islam). Atau dipelihara sebagai anjing penjaga kebun, rumah, kantor, dan sebagainya. Juga dilatih sebagai anjing pelacak, pengejar buronan, dan seterusnya. Bahkan anjing juga dipelihara untuk berburu, untuk diadu, dilatih ketangkasan, atau dilombakan dalam kontes-kontes.

Die aje bisa tersenyum...

Tidak sedikit juga yang memakai kata “anjing” sebagai alat memaki atau melecehkan orang lain. Di Jawa, anjing disebut dengan istilah asu atau kirik. Di Sunda disebut dengan bahasa penghalusan, Gogog. Dalam bahasa Arab disebut kalbun (bukan qalbun). Menurut Muslim, anjing termasuk hewan yang harus dijauhi; tetapi di mata non Muslim, anjing banyak dijadikan teman di berbagai situasi.

Anjing memiliki sifat-sifat khas, sehingga ia dipandang berharga di mata manusia. Andaikan hewan ini tak memiliki kelebihan, manusia pasti enggan memanfaatkannya. Di antara kelebihan anjing adalah sebagai berikut:

[1]. Ia termasuk tipe hewan fight (berani bertarung). Dia akan memanfaatkan gigi, cakar, dan dorongan tubuhnya untuk menyerang siapa saja yang dianggap musuh atau pengganggu. Dalam hal ini anjing memiliki sifat seperti harimau, singa, srigala, atau beruang yang sama-sama bertipe fight.

[2]. Ia termasuk hewan yang “pintar berterima-kasih”. Hampir serupa seperti kucing. Anjing akan menjadi hewan jinak, penurut, setia kepada siapa saja yang merawatnya, memberinya tempat tinggal, dan makanan.

[3]. Ia termasuk hewan yang setia kepada majikan, kepada pemilik, atau kepada siapa saja yang merawat dirinya. Anjing bisa mengorbankan dirinya, demi membela orang yang merawat dirinya.

[4]. Ia bisa dilatih, bisa diarahkan, bisa diajari ketrampilan tertentu. Kemampuan paling elementer dari anjing ialah ketika pemiliknya melemparkan tongkat atau benda ke suatu titik, lalu anjing itu disuruh mengambilkan tongkat/benda tersebut. Ini ketrampilan dasarnya.

[5]. Ia memiliki sifat waspada, atau curiga kepada siapa saja yang dianggap (oleh anjing) sebagai manusia, hewan, atau sesuatu yang membawa potensi bahaya. Signal yang akan segera mereka keluarkan kalau melihat sesuatu yang mencurigakan ialah gonggongan.

Di luar hal-hal di atas, tentu anjing masih memiliki catatan kelebihan, juga catatan-catatan keburukan. Tetapi cukuplah kita pahami, bahwa hewan ini memiliki kelebihan tertentu, sehingga ia menjadi teman manusia, di samping hewan lain yang tipenya mirip seperti kucing.

Namun Al Qur’an memposisikan anjing sebagai hewan tercela. Anjing menjadi gambaran perilaku buruk orang-orang yang enggan beriman kepada ayat-ayat Allah Ar Rahman. Disana dikatakan:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي ءَاتَيْنَاهُ ءَايَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ

وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ

فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ

ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu, agar mereka berfikir.” (Al A’raaf: 175-176).

Dan tidak salah kalau ada yang menjadikan istilah “anjing” sebagai celaan atau makian, karena memang Al Qur’an memposisikan hewan itu pada derajat yang layak dicela. Dalam hadits-hadits disebutkan, air liur anjing adalah najis. Kalau di dalam rumah ada anjing, para Malaikat enggan masuk ke rumah itu. Begitu juga kalau ada anjing dengan warna “hitam polos”, dia boleh dimusnahkan dimanapun dijumpai.

Intinya, anjing memiliki kedudukan “spiritual” rendah dalam kehidupan manusia. Tetapi ia juga memiliki kelebihan “teknis” dan sifat-sifat tertentu yang membuat manusia (non Muslim) mengaguminya. Seorang Muslim boleh memelihara anjing untuk berburu (dengan catatan, saat melepas anjing itu untuk mengejar hewan buruan, dilepas dengan bacaan “bismillahirrahmaanirrahiim”), juga boleh memelihara untuk menjaga kebun, gudang, atau apa saja (asalkan bukan menjaga rumah tempat tinggal, atau dipelihara di rumah).

Lalu, apa kaitannya tulisan ini dengan posisi manusia?

Ya, kita tahu bahwa posisi anjing dalam ajaran Islam adalah rendah. Maka sudah semestinya kita memposisikan hewan itu sesuai maqam-nya menurut Syariat Islam. Tetapi hewan itu sendiri juga punya kelebihan-kelebihan. Meskipun posisinya rendah, tetapi ia memiliki kelebihan-kelebihan.

Dan alangkah malangnya, kalau ada manusia yang sifat-sifatnya lebih buruk dari anjing. Mereka penakut, tidak kesatria dalam menghadapi musuh. Mereka tidak tahu terimakasih kepada orang-orang yang berjasa baik baginya. Mereka tidak setia kepada saudara, keluarga, dan kawan-kawannya. Dia sangat ceroboh, sehingga tidak bisa membedakan mana kawan dan mana lawan. Mereka sulit diarahkan untuk menjadi baik dan mulia.

Misalnya saja, ini hanya sekedar contoh. Misalnya ada seorang manusia bernama SADI. Tokoh ini awalnya miskin, papa, diabaikan. Suatu saat ada kaum yang berbuat baik kepadanya. Sadi diangkat sebagai “anak angkat”, dia dibiayai, diberi beasiswa, diberi tempat tinggal, makan-minum, disekolahkan sampai tinggi. Sadi akhirnya bisa meraih ijazah sekolah sampai level tertinggi. Ilmunya mumpuni, bahasa asingnya fasih, dia banyak tahu aneka ilmu. Tetapi entah karena apa, tiba-tiba Sadi berubah pikiran. Dia tiba-tiba memusuhi kaum yang telah berbuat baik kepadanya. Dia memfitnah kaum itu, menyerang secara membabi-buta, menginginkan agar kaum itu dimusuhi, diperangi, ditumpas habis, sampai ke akar-akarnya. Sadi sudah gelap mata, dia sampai mengajari anak-anak kecil agar memusuhi kaum itu, seperti seorang Muslim memusuhi orang kafir. Sadi lupa sama sekali kebaikan-kebaikan kaum itu, dia sudah menjadikan kawan sebagai musuh, dan musuh sebagai kawan.

Nah, sosok seperti Sadi itu disebut telah kehilangan sifat-sifat kemanusiaan. Dia dianggap keluar dari rel sifat-sifat insani. Dia gagal mengelola jalan kehidupan, sehingga sebatas untuk menyamai karakter hewan tertentu saja, Sadi gagal. Padahal hewan itu dalam Islam dianggap rendah. Kenyataan demikian tentu sangat memilukan.

Sadi…Sadi… sebatas menyamai hewan tertentu saja, tak mampu. Sosok Sadi itu bisa diakatakan: lebih rendah dari… Ya sudahlah. Ini kan hanya bentuk “curhat sosial” saja. Kita berharap akan memiliki tokoh-tokoh panutan sosial yang mulia, ksatria, jujur, dan berintegritas. Tetapi mengapa sulit sekali mendapati tokoh seperti itu. Mengapa wahai insan, mengapa wahai Ummat?Akhirnya, kepada Allah Al Hadi kita memohon pertolongan, perlindungan, dan istiqamah. Amin ya Rabbal ‘alamiin.

Terimakasih.

Mine.


Ironi Seorang Lily Wahid…

Januari 18, 2012

Dalam acara Sarasehan Anak Negeri beberapa hari lalu, di sebuah TV swasta (pendukung Nasdem & Surya Paloh), ada sebuah kejadian sangat unik; kalau tidak dikatakan aneh. Semua elit-elit politik nasional diberi kesempatan bicara, meskipun banyak juga yang marah-marah atau emosi, karena belum juga diberi kesempatan bicara. (Maklum, mereka kan sudah dandan bagus-bagus, cakep, rapi…masak sih tidak boleh nampang di TV?).

Akting-mu Tak Secantik Bunga Lily...

Saat lagi deras-derasnya para elit politik bicara, presenter TV memberi kesempatan Lily Wahid angkat bicara. Ya, Lily Wahid menyimpulkan bahwa kepemimpinan negara saat ini sangat krisis, atau tidak hadir di tengah-tengah masyarakat. Tetapi, dalam celah sesempit itu, Lily Wahid masih sempat-sempatnya bicara soal konflik GKI Yasmin dengan masyarakat dan Pemkot Bogor. Ya Ilahi, masalah kepemimpinan nasional kok jadi menukik ke persoalan GKI Yasmin itu? Aneh bukan. Dan untungnya, pihak presenter TV tidak menghiraukan lontaran opini Lily Wahid. Alhamdulillah.

Wong, kaum elit lagi bicara masalah besar, masalah bangsa, sehingga ia diberi tajuk: Menyelamatkan Negara Autopilot. Tetapi oleh Lily Wahid suasana nasional itu ingin dibawa ke ranah khusus, konflik GKI Yasmin. Kelihatan banget, kalau Lily ingin menjadi “penyambung lidah” GKI Yasmin.

Dalam konteks nasional, reputasi Lily Wahid cukup lumayan. Dia tidak sekontroversial kakaknya, Abdurrahman Wahid. Lily Wahid cukup berani vis a vis menghadapi Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB. Dalam hal ini, Lily punya teman seperjuangan, Effendi Choiri. Lily Wahid termasuk inisiator Hak Angket Bank Century.  Apalagi ketika dia berani terang-terangan memilih “Opsi C” dalam Sidang Paripurna DPR membahas Bank Century, padahal mayoritas para pendukung PKB memilih “Opsi A”. Dalam hal-hal demikian, reputasi Lily Wahid cukup disegani.

Tapi dalam soal GKI Yasmin kok seperti menjadi “titik balik”. Lily bukannya mendukung masyarakat dan Pemkot Bogor yang berdiri di atas pijakan hukum, tetapi malah mendukung provokasi-provokasi para aktivis GKI Yasmin. Disini Lily seperti mau menjadi “pahlawan minoritas”, tetapi dengan cara “menindas kepentingan” mayoritas. Kasihan amat ya…

Alhamdulillah, kemudian muncul klarifikasi dari masyarakat Bogor anti GKI Yasmin. Mereka mendudukkan masalah sesuai porsinya. Berikut beritanya: Fakta Kecurangan GKI Yasmin yang Ditutup-tutupi.

Tampaknya Lily Wahid perlu membaca masalah ini secara detail. Jangan sampai, karena alasan “minoritas doang” Lily Wahid menjadi seperti “banteng kalap” yang nabrak-nabrak aturan hukum. Bukankah saat Skandal Century Lily ingin menegakkan hukum? Mengapa disini dia ingin membela kaum pelanggar hukum yang ngeyel alias mau menang sendiri?

Bu Lily…Anda sudah sepuh. Isilah hidup dengan kebaikan-kebaikan. Jangan meninggalkan “noda sejarah” yang kan dikenang manusia (kaum Muslimin) dengan aroma tidak sedap.

Oke Bunda…selamat berbenah diri!

Mine.


Rahasia Revolusi di Indonesia. You Know…

Januari 16, 2012

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Nih, kita mau bicara soal revolusi ya. Bukan sembarang revolusi, tapi RAHASIA revolusi di Indonesia. He he he…serem bukan. (Kalau belum terasa seram, coba sementara waktu di-serem-seremkan, biar lebih “kondusif”).

Singkat kata, beberapa waktu lalu di sebuah stasiun TV swasta ada acara menarik. Judulnya hebat, Sarasehan Anak Negeri.

"Kedaulatan Bangsa Sudah Direbut TV Hedonis"

Tema yang diangkat dalam acara Sarasehan Anak Negeri itu cukup membuat bulu kuduk merinding… “Menyelamatkan Negeri Autopilot“. Waduh, negeri kita diibaratkan seperti sebuah pesawat yang pilot-nya sudah tak berfungsi, sehingga akhirnya pesawat dikendalikan dari jarak jauh, dengan pengendalian komputer. Huhuy…sudah separah itu kondisi bangsa kita.

Istilah negeri autopilot itu bukan main-main. Ia mencerminkan tingkat keprihatinan atau kecemasan yang sudah memuncak. Ibarat sebuah kapal laut, mengarungi lautan tanpa nahkoda; atau ibarat Metromini sedang meluncur di jalanan, tanpa sopir; atau ibarat anak-anak ayam berkeliaran kesana-kemari dengan tidak jelas dimana induknya. Ini bukan perkara ringan, Bro & Sis!

Para elit politik, tokoh masyarakat, akademisi, penggembira layar TV, figuran-figuran dunia selebritas…mereka berunjuk pendapat, opini, serta analisis. Ada pro dan kontra; ada saling dukung-mendukung; ada saling menegasikan satu pendapat atas pendapat lain. Intinya, dalam sarasehan itu tercapai kesepakatan untuk tidak sepakat. He he he…

Di antara tokoh-tokoh itu seperti ada kesamaan persepsi, bahwa saat ini di Indonesia “ada pemimpin, tetapi sekaligus tidak ada”. Secara formal, SBY sebagai pemimpin; tetapi secara realitas, SBY tidak hadir di tengah-tengah rakyatnya. Kalau hadir pun, dijaga super ketat…kalau perlu seorang tukang kebun pun diinterogasi habis-habisan, sampai depressi. Banyak pihak menyalahkan kepemimpinan SBY, sebagai biang keladi kehancuran KEDAULATAN BANGSA di segala sisi atas negara-negara asing.

Baca entri selengkapnya »


Gamawan Fauzi Ingin Melindungi Tape Ketan. He he he…

Januari 14, 2012

Ada yang lucu dari argumen Mendagri, Gamawan Fauzi, dengan tokoh-tokoh FPI & FUI, pasca demo di sekitar kantor Kemendagri (Kamis, 12 Januari 2012) lalu. Dalam dialog yang dilakukan, Mendagri mengkhawatirkan pelaksanaan Perda Miras di kota/kabupaten tertentu, bisa mengganggu eksistensi makanan tradisional, seperti tape singkong dan ketan hitam.

Data faktualnya sebagai berikut:

5. Mendagri pada prinsipnya tidak melarang Perda Anti Miras, hanya dikhawatirkan Perda Anti Miras yang melarang total peredaran minuman / makanan beralkohol tersebut akan berimbas kepada makanan tradisional yang juga mengandung alkohol seperti tape singkong dan tape ketan dan yang sejenisnya, sehingga bisa menimbulkan problem sosial baru di kemudian hari. Ada pun Miras yang merusak masyarakat pada prinsipnya Mendagri sangat setuju untuk dilarang. (Inilah Kesimpulan FPI Hasil Pertemuan dengan Mendagri, Suara-islam.com, 13 Januari 2012).

Dalam dialog dengan KH. Amidan (dari MUI) dan Romaharmuzy (dari PPP) di salah satu TV swasta, Gamawan Fauzi juga menekankan soal makanan tradisional yang mengandung alkohol, seperti tape singkong dan tape ketan. Jadi, alasan tape itu memang serius, sehingga sering dipakai sebagai “senjata” oleh Pak Menteri. Lucu juga…

Hal-hal demikian ini tampak lucu… Tapi tergantung selera humor juga. Kalau seleranya “sekelas OVJ” kagak bakalan ngerti deh. Wong, lawakan di Trans7 itu benar-benar nyampah… Sama juga nyampah-nya dengan lawakan “komedi projek” di TransTV. Nonton lawakan begituan bukan tambah sehat, malah tambah sakit…

Coba kita renungkan…

PERTAMA, sejak kapan Mendagri begitu peduli dengan tape singkong dan tape ketan? Wuih, hebat, hebat banget… Kalau Walikota Solo Jokowi peduli dengan Mobil ESEMKA. Nah, ini Pak Menteri (atasan Jokowi) peduli dengan tape singkong dan tape ketan. Wuih wuih wuih…hebat betul. Beliau layak menjadi “Bapak Makanan Tradisional”, khususnya “Bapak Tape Ketan”.

KEDUA, sebenarnya eksistensi tape singkong, tape ketan, atau peuyeum (dalam tradisi masyarakat Sunda) bukan hal baru lagi. Ini sudah aja sejak ratusan tahun lalu. Makanan-makanan demikian, dalam bentuk padatan, tidak pernah menjadi pemicu kriminalitas, tawuran, perkelahian, dll. Seperti di Madiun terkenal dengan makanan Brem. Ini juga dibuat dari saripati air tape ketan. Tapi baik-baik saja. Tidak ada klaim, orang makan Brem lalu tawuran. Jadi sebenarnya, makanan tradisional ini bukan sumber masalah sosial.

KETIGA, air dari tape ketan memang bisa dibuat tuak (minuman keras). Ini bisa dan memang ada praktiknya. Tetapi semua orang bisa membedakan dengan jelas mana tape ketan dan mana tuak? Itu bedanya jelas, lho. Kalau sudah berupa tuak, maka konsumennya pun berbeda. Untuk tape ketan, yang makan segala golongan; tetapi untuk tuak, yang mengonsumsi ya kalangan “tukang mabuk” saja. Itu beda Pak Menteri.

KEEMPAT, secara Syariat Islam, masih ada perselisihan. Sebagian orang menganggap makanan seperti tape ketan atau tape singkong tidak boleh dikonsumsi, karena mengandung alkohol. Sebagian lain berpendapat boleh dikonsumsi, sebab makanan itu bukan KHAMR (minuman memabukkan yang biasa dikonsumsi tukang mabuk). Makanya, hukum tape ketan itu masih “di tengah-tengah”, antara yang tidak membolehkan dan membolehkan. Tetapi semua pihak sepakat bahwa tuak (minuman keras) memang diharamkan.

Jadi, alasan Pak Menteri sangat mengada-ada. Itu adalah alasan yang dicari-cari. Logika mereka, “Pokoknya harus ada yang bisa dipakai mendalili pencabutan Perda Anti Miras. Cari saja deh, apapaun dalilnya.” Posisi tape singkong atau tape ketan itu masih diperdebatkan di kalangan ahli fiqih Islam di Tanah Air. Jadi, bagaimana bisa ia masuk dalam aturan Perda Miras yang melarang beredarnya minuman keras? Tidak akan masuk kesana, Pak Menteri.

Perlu diketahui, untuk membuat miras itu bisa dengan banyak bahan. Singkong atau ketan, hanya sebagian bahan saja. Miras bisa dibuat dari gandum, dari air aren, dari jus buah, dll. Bahkan anggur itu terkenal sebagai salah satu bahan baku pembuatan miras di dunia. Kalau misal masalah tape singkong dan ketan dianggap masalah, jangan-jangan nanti anggur juga dilarang? Apakah akan sejauh itu? Masya Allah…

Mungkin karena saking kepepet, alasan apapun dipakai. Meskipun tidak logis… Tentu ini lucu sekali. Meskipun, pada akhirnya, kembali ke “selera humor” masing-masing orang. Iya kan… Tapi yang jelas, kalau Anda membaca artikel ini lalu tertawa terbahak-bahak seperti orang nonton OVJ Trans7, wah bahaya tuh… Perlu periksa ke psikiater. Sok geurak periksa. Khawatir aya nanaon… He he he…

 

Mine.

 


Untuk Allah, Lalu Untuk Sejarah…

Januari 13, 2012

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Laki-laki ini bernama Sayyid Husein Al Mausawi rahimahullah. Dia adalah laki-laki Arab asal Irak, yang dibesarkan dan tumbuh di tengah lingkungan ulama Syiah. Dia sejak muda intens mempelajari silsilah keilmuan Syiah di hauzah Najaf, sampai mencapai derajat ulama. Dengan ketinggian martabat ilmunya, dia mengenal dekat ulama-ulama besar Syiah, seperti Khomeini, Kasyif Al Ghitha, Sharafuddin Al Mausawi, Husein Bahrululum, dll.

Sebuah Kesaksian Sejarah...

Dalam perjalanan waktu, setelah meniti kebimbangan panjang, Allah Al Hadi berkenan memberinya cercah jalan pulang, menuju fitrahnya. Sayyid Al Mausawi akhirnya bertaubat dari agama Syiah, dan kembali meniti jalan Ahlus Sunnah (Sunni). Untuk memperkuat keteguhan hatinya, beliau menulis buku penting: “Lillahi Tsumma Littarikh” (Untuk Allah, Lalu Untuk Sejarah). Inilah buku karya beliau yang monumental dan membuat berkobar-kobar kemarahan kaum Syiah (Rafidhah).

Seorang ulama Syiah, Husain Bahrululum sampai mengeluarkan fatwa yang isinya sebagai berikut:

“Pendapat kami tentang orang yang bernama Husain Al Mausawi, dia adalah sesat dan menyesatkan, semoga Allah membutakan matanya sebagaimana Dia telah membutakan hatinya. Dia telah menjadi sebab terjadinya fitnah bagi sebagian besar manusia. Semoga Allah melaknatnya. Para tokoh hauzah telah mencabut semua gelar keilmuannya, dan semua hukum orang murtad telah dijatuhkan kepadanya, dan semua risalah ilmiahnya tidak dapat dipertanggung-jawabkan. Kami juga mengeluarkan fatwa atas haramnya membaca bukunya yang berjudul ‘Lillahi Tsumma Littarikh.” (Mengapa Saya Keluar dari Syiah. Hal. 151-152).

Akibat dari karya dan perjuangan Sayyid Al Mausawi ini, akhirnya beliau dibunuh oleh kaki-tangan Syiah. Semoga Allah merahmatinya dan menempatkan dirinya di maqam Syuhada’. Amin Allahumma amin.

Ada sebuah kesaksian menakjubkan dari Sayyid Al Mausawi, di akhir-akhir bukunya. Disana beliau mengingatkan hakikat kehidupan bangsa Arab di Irak yang semula Sunni, lalu menjadi Syiah. Sayyid Al Mausawi berkata:

“Sekarang saya telah mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang selalu mengganggu dan memenuhi pikiran saya.

Setelah saya merenungkan semua hakikat ini dan yang lainnya, saya mulai mengkaji tentang sebab saya dilahirkan sebagai orang Syiah, juga tentang sebab mengapa keluarga dan kerabat saya menganut ajaran Syiah. Saya mengetahui bahwa asalnya keluarga saya adalah penganut Ahlus Sunnah, tetapi sekitar 150 tahun yang lalu beberapa dai Syiah dari Iran dating ke Irak Selatan. Mereka menjalin hubungan dengan beberapa pemimpin masyarakat. Mereka (para dai Syiah itu –pen.) memanfaatkan kebaikan hati mereka, sedikitnya ilmu mereka, lalu mereka menipu dengan kata-kata yang indah. Itulah yang menjadi sebab masuknya mereka ke dalam Syiah. Banyak di antara keluarga dan kabilah yang masuk ke dalam Syiah dengan cara ini, padahal sebelumnya mereka bermadzhab Ahlus Sunnah.

Sangat penting untuk saya sebutkan disini sebagai amanat ilmiah, bahwa sebagian keluarga dari mereka adalah: Bani Rabi’ah, Bani Taim, Al Khazail, Az Zubaidat, Al Umair, dan mereka itu adalah pemuka kabilah Taim, Khazraj, Syamar, Thukah, Ad Dawar, Ad Difafa’ah, keluarga Muhammad dan mereka dari keluarga Imarah, keluarga Diwaniyah, mereka adalah keluarga Aqra’, keluarga Badir, Afaj, Jabur, Jalihah, keluarga Ka’ab, Bani Lam, dan lain-lain.

Mereka semua adalah keluarga Irak asli yang lahir di Irak. Mereka terkenal dengan keberanian, kemuliaan, dan keluhuran. Mereka adalah keluarga besar yang memiliki kedudukan dan kehormatan, tetapi sangat disayangkan mereka masuk ke dalam Syiah pada 150 tahun yang lalu, karena menyambut seruan romobongan dai Syiah yang datang dari Iran kepada mereka.

Keluarga yang sengsara ini lupa –walau memegang teguh paham Syiah- bahwa pedang Al Qa’im (maksudnya Al Mahdi Al Qa’im yang diyakini oleh kaum Syiah –pen.) menunggu leher mereka, untuk membinasakan mereka, sebagaimana telah dijelaskan, karena Imam ke-12 yang terkenal dengan nama Al Qa’im akan membunuh orang-orang Arab dengan pembunuhan yang sangat kejam, walau mereka orang-orang Syiah. Dan inilah yang disebut secara tegas oleh kitab-kitab kami (orang-orang Syiah); hendaklah keluarga-keluarga tersebut menunggu  pedang Al Qa’im untuk membunuh mereka.

Allah Ta’ala telah mengambil perjanjian dari Ahli Ilmu untuk menjelaskan kebenaran, dan inilah saya dating menjelaskannya, membangunkan orang-orang yang tidur, mengingatkan orang-orang yang lalai. Saya menyeru kepada keluarga-keluarga Arab yang asli untuk kembali kepada asalnya. Janganlah menetap di bawah pengaruh para pemilik sorban yang mengambil harta mereka atas nama khumus (potongan harta 20 % –pen.) dan sumbangan-sumbangan untuk perayaan; mereka merampas kehormatan wanita-wanita mereka atas nama mut’ah. Semua itu, yakni khumus dan mut’ah, hukumnya haram sebagaimana telah dijelaskan. Saya juga menyerukan kepada keluarga-keluarga yang masih murni untuk mengkaji ulang sejarah mereka dan sejarah para pendahulunya, agar mereka berada dalam kebenaran yang diberangus oleh para fuqaha dan mujtahid, serta pemilik sorban (maksudnya, para ulama Syiah –pen.), demi kepentingan pribadi mereka.

Dengan ini saya telah menunaikan sebagian kewajiban (menyampaikan kebenaran apa adanya –pen.).

Ya Allah, saya memohon dengan kecintaan saya kepada Nabi-Mu yang pilihan dan kecintaan saya kepada Ahlul Bait yang suci, agar menjadikan buku ini sebagai buku yang diterima di dunia dan Akhirat, usahanya dijadikan sebagai usaha yang ikhlas karena mengharapkan wajah-Mu yang Mulia, dan mendapatkan manfaat darinya orang banyak. Segala puji bagi Allah, sebelum dan sesudahnya.”

(Bagian akhir buku, Mengapa Saya Keluar dari Syiah, karya Sayyid Husein Al Mausawi rahimahullah.  Jakarta, Pustaka Al Kautsar, cetakan April 2010, hal. 148-150).

Inilah catatan sejarah yang perlu kita pahami dan sadari. Kaum Syiah dalam akidahnya, mereka meyakini bahwa kelak Al Mahdi Al Qa’im akan menghabisi bangsa Arab (sekalipun dirinya Syiah juga). Yang disisakan hanyalah orang-orang Syiah Persia. Tentu saja, orang Syiah Indonesia, Malaysia, atau Syiah Melayu, tidak diketinggalan kelak akan dihabisi Al Qa’im.

Maka kini banyak sebagian orang Indonesia menganut ajaran Syiah, dengan tanpa harapan mereka akan diterima di sisi ajaran Syiah dan imam-imam mereka. Itulah manusia-manusia TERTIPU! Sayyid Husein Al Mausawi rahimahullah sudah berkorban darah dan nyawa untuk mengingatkan. Tinggal manusia, maukah belajar atau tetap sesat?

Sekali lagi… Lillahi Tsumma Lit Tarikh… Untuk Allah, Kemudian Untuk Sejarah… Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

Jakarta Timur, 13 Januari 2012.

[Abahnya Syakir].


Bid’ah dan Beberapa Perkara Baru

Januari 10, 2012

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Seperti dijelaskan sebelumnya, bid’ah secara bahasa ialah sesuatu yang baru, ciptaan baru tanpa contoh sebelumnya, atau suatu perkara yang diada-adakan. Dalam istilah lain bid’ah juga kerap disebut sebagai muhda-tsatul umur (urusan baru yang diada-adakan).

Ummat Islam sangat diperingatkan oleh Rasulullah Shallallah ‘Alaihi Wasallam terhadap urusan bid’ah ini karena belajar dari pengalaman para pengikut Nashrani yang banyak berbuat bid’ah, lalu mereka tersesat. Bid’ah di kalangan Nashrani misalnya, mewajibkan kerahiban, sehingga seorang rahib Nashrani meninggalkan dunia, tidak menikah, mengasingkan diri dalam biara-biara untuk fokus ibadah. Mereka juga menghalalkan gambar dan patung-patung orang shalih, menghalalkan Salib dan menyembahnya, menjadikan kuburan orang shalih sebagai tempat bersujud (dulunya dalam ibadah Nashrani ada ritual bersujud), dan sebagainya.

Baru Tidak Selalu Bid'ah. You Know?

Rasulullah  Shallallah ‘Alaihi Wasallam dalam hadits populer dari Irbath bin Sariyyah Radhiyallahu ‘Anhu pernah berkata: “Wa iyyakum min muhdatsatil umur, fa inna kulla muhdasatin bid’ah, wa kulla bid’atin dhalalah” (hati-hatilah kalian dari perkara baru yang diada-adakan, karena setiap yang baru (diada-adakan) itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat). Dalam riwayat lain disebutkan tambahan, “Wa kullu dhalalatin fin naar” (dan setiap yang sesat itu nanti resikonya masuk neraka). Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.

Jadi, menghindari bid’ah itu adalah jalan untuk menjauhkan diri dari siksa neraka. Bukan karena ingin disebut Wahabi, atau karena ingin menang-menangan dalam perdebatan. Mungkin ada yang bilang: “Lihat nih, gua lebih hebat dari lu. Gua dalilnya lebih kuat, sedangkan lu dalilnya rusak. Singkat kata, gua nih calon ahli syurga, sementara lu calon ahli neraka. Rasain tuh jadi calon ahli neraka! Ha ha ha…!” Omongan seperti ini tidak boleh ada dalam agama. Ia adalah omongan setan yang nyaru menjadi manusia. Dalam beragama kita harus “mukhlishina lahud diin” (mengikhlaskan agama semata-mata untuk Allah). Bukan untuk menang-menangan di mata manusia.

Banyak orang mendefinisikan bid’ah dengan pengertian sekedar: “Sesuatu yang tidak ada di zaman Nabi” (maa laa yakunu fi ahdin Nabi). Definisi demikian terlalu general. Nanti bisa menimbulkan masalah-masalah ketika kita bertemu hal-hal baru yang tidak ada di masa Rasulullah Shallallah ‘Alaihi Wasallam.

Mestinya definisi itu diperbaiki menjadi: “Sesuatu yang tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan tidak sesuai dengan Syariat Islam” (maa laa syara’allahu bihi wa Rasuluhu, wa huwa yukhalifu Syariatal Islam). Intinya, bid’ah itu selain tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, ia juga menyelisihi Syariat Islam. (Dalam hal ini, Anda mesti ingat kaidah para ulama, bahwa Syariat Islam ditujukan untuk menjaga jiwa, menjaga agama, menjaga harta, menjaga akal, menjaga keturunan kaum Muslimin).

Kemudian pertanyaannya, adakah hal-hal baru yang tidak ada di masa Rasulullah Shallallah ‘Alaihi Wasallam, tetapi ia sesuai dengan Syariat Islam? Jawabnya, ada dan banyak! Nah, hal demikian harus benar-benar dipahami, agar Anda tidak bingung ketika memahami persoalan Sunnah dan bid’ah.

Baca entri selengkapnya »


Pintar Melihat Situasi (Kasus Perda Miras)…

Januari 10, 2012

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Beberapa waktu lalu masyarakat heboh oleh kasus kekejaman di Mesuji (Lampung & OKI). Setelah itu perhatian bergeser ke masalah Syiah, khususnya setelah terjadi insiden kekerasan di Sampang Madura. Dan kini, muncul kasus lain, seputar kebijakan Mendagri Gamawan Fauzi mencabut Perda Miras.

Kalau melihat kasus-kasus di atas, kita rasanya benar-benar diombang-ambingkan oleh isu-isu media yang berkembang. Setelah Perda Miras ini, mau apa lagi? Bagaimana sikap Ummat selanjutnya? Dan sampai kapan kita akan terus menjadi “korban pemberitaan” media?

He he he... Sebuah Satire yang Lucu.

Pencabutan Perda Miras adalah TRAGEDI. Sebelum itu, tokoh-tokoh Islam di  Indramayu sudah protes kepada Bupati Indramayu soal pencabutan Perda Miras di wilayah Kabupaten Indramayu. Mereka protes, sejak pemberlakuan Perda itu kasus-kasus kekerasan di masyarakat sudah mereda; kok bisa-bisanya Perda malah mau dicabut? Jangan-jangan isi pemerintah itu kaum setan yang suka melihat rakyatnya tawuran, cakar-cakaran, berbuat kriminal? Maybe.

Tapi kasus di Indramayu seperti menjadi “test of the water”. Kalau pencabutan Perda di Indramayu sukses, maka wilayah lain boleh sukses juga dong? Begitu logikanya. Maka cara-cara seperti ini pada hakikatnya hanya semakin menunjukkan bahwa: negara demen merusak rakyatnya sendiri! Ironis sekali ya, tapi nyata.

Namun, di balik kebijakan pencabutan Perda Miras oleh Gamawan Fauzi ini, ada sebuah kenyataan yang perlahan-lahan mulai lenyap. Ia adalah kondisi ketika kaum Syiah (Rafidhah) mulai dilupakan. Padahal dalam 3 bulan terakhir, mereka mengalami tekanan sangat hebat. Begitu hebatnya, sehingga Said Aqil Siradj harus ber-taqiyyah, berpura-pura membela Ahlus Sunnah.

Bisa jadi, kalau isu seputar pencabutan Perda Miras itu berkembang sangat pesat, kita akan melupakan soal kaum Syiah itu. Kasus ini seperti upaya mengalihkan perhatian Ummat dari masalah sebenarnya. Gamawan Fauzi sengaja “dikorbankan” untuk mengalihkan perhatian Ummat dari masalah Syiah dan bahaya ekspansi Iran ke Indonesia.

Idealnya, kita menuntut Menteri Dalam Negeri membatalkan kebijakan konyol itu, sebab legalisasi Miras merupakan jalan lebar untuk menghancurkan masyarakat. Di sisi lain, kita tidak boleh melupakan isu Syiah yang sudah mendekati “kesimpulan akhir”. Jika cara bersikap kita selalu “bongkar-pasang” (menutupi satu isu dengan isu lain), khawatirnya kehidupan Ummat ini akan jalan di tempat, alias tidak bertambah maju dari waktu ke waktu.

Metode cerdas yang bisa kita terapkan untuk menyiasati semua ini, antara lain sebagai berikut:

PERTAMA. Hendaknya gerakan-gerakan Islam melakukan spesialisasi dan saling sinergi satu sama lain. Saat ada isu Mesuji, silakan gerakan yang concern melindungi nyawa Ummat tampil ke depan; saat ada isu Syiah, silakan gerakan anti Syiah maju ke muka; saat ada isu perusakan moral (seperti pencabutan Perda Miras) silakan gerakan anti maksiyat turun tangan. Jadi, ada spesialisasi; jangan generalisasi terus-menerus.

KEDUA. Hendaknya kita menyikapi kasus-kasus itu sesuai kavling masing-masing. Jangan over-lapping, berpindah-pindah isu, atau ingin mengomentari segalanya. Tujuannya, selain agar penyikapan kita maksimal, juga agar isu-isu ditanggapi oleh para ahlinya. Selain itu, yang terpenting, agar kita memiliki “nafas panjang” untuk menyikapi isu-isu ini. Jujur harus diakui, selama ini energi kita sering ludes karena reaksi-reaksi yang tidak berkesinambungan (temporer).

KETIGA. Dalam menilai suatu isu, jangan termakan oleh provokasi media. Hendaknya kita selalu melihat akar masalah dari setiap persoalan. Kalau melihat masalah hanya cabang, ranting, atau daunnya saja; dapat dipastikan energi kita akan sangat terkuras, dan hasilnya tak jelas pula. Misalnya, kasus Mesuji. Kita mesti melihat kasus ini dari sisi akarnya, yaitu praktik kapitalisme yang semakin buas; sedangkan posisi Polri lebih sebagai “penjaga” kepentingan kaum kapitalis itu. Usahakan untuk selalu mencari akar masalah, jangan hanya berkutat di perincian masalah.

KEEMPAT. Untuk menilai penting-tidaknya suatu masalah, kerahkan memori untuk mengingat-ingat rentetan kasus itu dari waktu ke waktu. Jangan lupakan fakta sejarah! Kasus kecil biasanya rentetan waktunya sebentar; sedangkan kasus besar, biasanya terjadi dalam lintasan waktu lama (panjang). Memori kita harus difungsikan untuk melihat benang merah dari kasus-kasus itu.

KELIMA. Alangkah baik kalau kaum Muslimin memiliki kekuatan LOBBY yang handal. Kalau Anda perhatikan, gerakan Zionisme internasional sangat mengandalkan lobi-lobi ke penguasa (birokrasi). Betapa banyak masalah bisa diselesaikan dengan lobi-lobi, langsung to the point ke pemangku kebijakan. Sebuah lobi yang efektif kerap kali lebih manjur ketimbang 100 kali aksi demo yang tak ditanggapi oleh penguasa. (Ke depan, kekuatan lobi ini perlu diperkuat oleh kaum Muslimin).

Cara-cara seperti ini sangat memudahkan dan meringankan beban kita, saat berhadapan dengan berbagai isu yang muncul ke permukaan. Kalau akal kita dipandu oleh media-media seperti MetroTV, TVOne, Kompas, Media Indonesia, Tempo, dll. yakinlah kita tak akan pernah menemukan hakikat sebenarnya dari peristiwa-peristiwa yang ada. Mereka hanya bermain dalam level “jualan berita” sehingga sulit diharapkan tanggung-jawab sosialnya atas segala berita yang mereka muat.

Semoga yang sederhana ini bermanfaat ya. Allahumma amin. Mohon maaf atas segala salah dan kekurangan.

[Abah Syakir].


Antara Saudi dan Lawrence Arabiya

Januari 9, 2012

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Di kalangan perbukuan di Indonesia, nama Rizki Ridyasmara bukan nama yang asing. Beliau dikenal sebagai ahli seputar isu Zionisme, konspirasi, freemasonry, dan lainnya. Dia juga mempunyai perhatian terhadap dominasi perusahaan-perusahaan kapitalis dunia di Nusantara. Tulisan beliau yang berjudul “The Knight Templar, The Knight of Chris” sempat menjadi best seller, ketika sedang merebak isu seputar “The Davinci Code”.

Lawrence Arabiya: Serpihan Sejarah yang Kerap Dipakai untuk Menutupi Jasa Muhammad bin Saud (Pendiri Saudi, 1737-1765 M).

Saya pernah bertanya kepada beliau tentang aliran Kristen Magdalenian, yang meyakini bahwa Yesus memiliki wanita simpanan (yaitu Magdalena itu sendiri). Dari rahim Magdalena ini diyakini lahir keturunan Yesus yang terus beranak-pinak sampai saat ini. Katanya, gereja Katholik Kepausan selalu memusuhi anak-keturunan Yesus dari Magdalena ini. Mereka selalu dikejar-kejar, dibunuh, ditangkap, dsb. Nah, untuk melindungi keturunan Yesus itu, maka dibentuklah kesatuan para kesatria, Knights Of Chris. Di bagian akhir penjelasannya, Bang Rizki menyimpulkan, bahwa Kestria Kristus itu sama saja dengan Knight Templar atau Freemasonry (di kemudian hari).

Ada satu pembahasan dalam sebagian buku Rizki yang tampaknya tidak obyektif, atau terkesan hanya berlandaskan sentimen. Ia adalah menyangkut peranan seorang kolonel Inggris, Thomas E. Lawrence. Atau kerap disebut Lawrence Arabiya. Dalam tulisan Rizki disebutkan, bahwa berdirinya Kerajaan Saudi adalah bagian dari konspirasi Zionis Internasional.

Dalam tulisan A. Hakim di eramuslim.com, disebutkan pernyataan dari Rizki Ridyasmara sebagai berikut:

Hal senada juga disampaikan Rizki Ridyasmara, sekalu penulis Novel-novel Konspirasi. Ia menyatakan bahwa Mekkah tengah dijadikan lahan mega proyek pemerintah Saudi. Tidak heran kini disamping Ka’bah telah dibangun hotel-hotel mewah, bahkan gerai makanan yang menyangga dana zionis seperti Mc Donald pun telah bermunculan di sekitar Mekkah. “Bisa kita bayangkan bagaimana kita bisa khusyuk beribadah jika kita dikelilingi oleh kemenawahan seperti itu,” terangnya.

Rizki Ridyasmara menyatakan bahwa penetrasi Jaringan Zionis Yahudi Internasional di Arab Saudi telah berlangsung lama. Baginya, lepasnya Arab Saudi dari Kekhilafahan Turki Utsmani tidak lepas dari permainan Zionis Internasional. Salah satunya adalah ketika perwira Yahudi Inggris, Letnan Terrecen Edward Lawrence disusupkan untuk mengendalikan Pasukan Saudi. (Ke Depan, Kita Mungkin Tak Bisa Naik Haji).

Singkat kata, sebelum Saudi berdiri, Inggris menerjunkan seorang kolonel yang bernama Thomas Edward Lawrence untuk memprovokasi keluarga Ibnu Saudi agar memberontak terhadap Khilafah Turki Utsmani. Ternyata, gerakan Lawrence sukses besar, sehingga Saudi berdiri, dan akhirnya Khilafah Utsmaniyyah runtuh. Dapat disimpulkan, Lawrence berhasil menghasut berdirinya Kerajaan Saudi, dengan konsekuensi (resiko) runtuhnya Khilafah Utsmani. Karena Saudi dibentuk oleh Lawrence yang berasal dari agen Inggris (Zionis), disimpulkan bahwa Kerajaan Saudi adalah bentukan Zionis, atau bahkan diyakini sebagai Zionis itu sendiri.

Kalau ada pengamat, sejarawan, atau penulis berpikir dengan logika seperti di atas, wah sangat disayangkan. Ia bukan logika yang benar. Ia tidak sesuai dengan fakta-fakta sejarah. Ia mencampur-adukkan realitas sejarah secara gegabah. Sebaiknya kita tidak menulis sejarah dengan cara seperti itu.

Tidak dipungkiri, bahwa kondisi Kerajaan Saudi tidak ideal, seperti yang diharapkan. Banyak kelemahan-kelemahan di dalamnya. Hal itu bukan saja disadari oleh kaum Muslimin di luar Saudi, di dalam Saudi pun banyak yang prihatin. Hal ini terjadi karena memang kondisi kaum Muslimin di seluruh dunia sedang lemah. Andaikan negara-negara Muslim lain seperti Mesir, Suriah, Pakistan, Indonesia, Turki, dll. dalam keadaan kuat; niscaya Saudi juga akan kuat. Tetapi ya itulah yang terjadi…kita begitu detail dalam mengeritik Saudi, sementara kita lupa dengan kondisi bangsa kita sendiri.

Kesimpulan bahwa Kerajaan Saudi didirikan oleh Lawrence Arabiya, atau didirikan oleh Zionis Israel, adalah kesimpulan SESAT. Begitu juga, berdirinya Kerajaan Saudi berakibat meruntuhkan Khilafah Turki Utsmani, juga merupakan kesimpulan SESAT. Hal-hal demikian hanya akan diyakini oleh mereka yang apriori, sentimen, dan tidak obyektif.

Bantahannya sebagai berikut:

[1]. Akar Kerajaan Saudi adalah kekuasaan Emir Muhammad bin Saud di Dir’iyyah, Najd. Inilah pendiri Dinasti Saudi. Beliau menjadi Emir pada periode tahun 1737-1765 M (Lihat buku: Sejarah Islam, Ahmad Al Usairy, hal. 380-381). Lihatlah dengan mata hati, keluarga Dinasti Saud sudah muncul sejak tahun 1737 H, bahkan sejak sebelumnya. Sedangkan, runtuhnya Khilafah Utsmani baru terjadi tahun 1924.

[2]. Sudah merupakan hal biasa ketika dalam Dinasti-dinasti Islam selalu ada perebutan kekuasaan. Secara fakta sejarah, itu sudah terjadi sejak era Muawiyyah Ra, era Dinasti Umayyah, era Dinasti Abbasiyyah, era Andalusia, Dinasti Mamalik, Dinasti Ayyubiyyah, hingga akhirnya Dinasti Turki Utsmani. Bagi yang membaca sejarah, perebutan kekuasaan antar keluarga bangsawan, bukan hal asing dalam sejarah dinasti-dinasti Muslim.

[3]. Keadaan yang terjadi antara Keluarga Dinasti Saud dengan Khilafah Turki Ustmani ada dalam konteks konflik perebutan kekuasaan. Akibat dari konflik ini, Kerajaan Saudi jatuh-bangun sampai ada 3 periode kekuasaan Saudi. Hal-hal demikian jarang diperhatikan oleh pemerhati yang sentimen. Pihak-pihak yang ingin merdeka dari Turki Utsmani, atau ingin memiliki wilayah sendiri, bukan hanya Dinasti Saudi di Najd, tetapi banyak. Ada yang dari wilayah Irak, Mesir, Afrika Utara, Asia Tengah, Eropa, dll. Jadi tidak adil, jika dalam konflik politik ini, hanya Kerajaan Saudi yang dipojokkan. (Ingin tahu fakta lebih banyak, baca tulisan Dr. Ali Muhammad Shalabi, tentang Daulah Ustmaniyyah).

[4]. Dalam literatur sejarah dituliskan fakta Zionisme Internasional: “Pada tahun 1897, diselenggarakan Konferensi Zionisme Pertama di Basel, Swiss, dibawah pimpinan Theodore Hertzl.” Lihatlah fakta ini dengan mata terbuka. Kalau belum terbuka, cobalah membuka mata di ember berisi air penuh, agar hilang rasa kantuk. Wallahi, Zionisme yang sering dituduhkan itu merancang gerakan politiknya di konferensi Basel ini. Nantinya, Theodore Hertzl akan datang ke Sultan Abdul Hamid II untuk meminta tanah Palestina dengan imbalan uang emas jutaan gulden. Sedangkan, Kerajaan Dinasti Saudi sudah muncul sebelum itu, sejak era Muhammad bin Saud (1737-1765). Ia sudah muncul lebih dari 100 tahun sebelumnya.

[5]. Kalau membaca buku Road To Mecca karya Ustadz Muhammad Asad (Leopold Weiss), disana dijelaskan kronologi berdirinya Kerajaan Saudi Jilid III di Riyadh. Gerakan itu dipimpin Abdul ‘Aziz bin Abdurrahman bin Faishal Al Saud. Dia bergerak bersama 40 pemuda-pemuda dari suku Badui Najd untuk merebut kekuasaan Ibnu Rasyid di Riyadh. Disini sama sekali tidak ada peranan Lawrence Arabiya. Lawrence baru muncul kemudian, setelah Kerajaan Saudi memiliki fondasi di Riyadh dan sekitarnya.

[6]. Adalah kenyataan tak terbantahkan, bahwa kondisi Khilafah Turki Utsmani semakin melemah di awal abad ke-20. Banyak wilayah-wilayah Turki di Eropa yang melepaskan diri, seperti Rumania, Bulgaria, Polandia, dll. Di sisi lain, gerakan politik Abdul Aziz Al Saud tidak pernah menyentuh wilayah Turki. Bagaimana hal itu bisa dianggap sebagai pemicu kehancuran. Bahkan karena lemahnya Turki Utsmani, mereka tak sanggup menghadapi pasukan Kerajaan Saudi, sehingga harus meminta bantuan Gubernur Mesir, M. Ali Pasha. Kerajaan lemah dimanapun, ia akan kehilangan wibawa dan wilayahnya. Hal ini sudah menjadi RAHASIA SEJARAH yang sangat umum. Jadi kalau wilayah-wilayah itu melepaskan diri, yang disalahkan ialah kekuasaan induknya. Mengapa mereka lemah dan tidak berwibawa?

[7]. Banyak orang begitu senang mengungkap peranan Lawrence Arabiya, tetapi mereka tidak mau mendengar penuturan dari saudara-saudaranya sendiri sesama Muslim. Mengapa mereka begitu nafsu menonjolkan peranan Lawrence, dan mengecilkan peranan kaum Muslimin sendiri?

Singkat kata, Lawrence Arabiya itu muncul belakangan setelah fondasi Kerajaan Saudi di Riyadh dan sekitarnya. Begitu juga konflik antara Dinasti Saudi dengan Khilafah Turki Utsmani adalah sejenis konflik politik (perebutan kekuasaan) yang sudah biasa terjadi dalam sejarah Islam. Dan hal itu sudah muncul lebih dari 100 tahun sebelum Zionisme internasional membuat konferensi pertama di Basel, Swiss.

Kalau menulis, hendaknya kita berhati-hati. Jangan sampai mau menerangi Ummat, malah akibatnya menyebarkan fitnah. Fitnah yang tersebar itu sangat berat timbangannya di sisi Allah Al Khabir.

Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

[Abah Syakir].