Realitas Bangsa Kita…

Oktober 4, 2011

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Memang sangat memprihatinkan kondisi bangsa kita saat ini. Prihatin sekali. Satu FAKTA saja. Sejak tahun 2002 di negeri kita sudah terjadi kasus-kasus bom (terorisme). Modusnya dari dulu sampai saat ini, masih sama. Secara logika, seharusnya kita sudah mendapat kesimpulan besar, siapa aktor intelektual di balik aksi bom-boman itu? Logikanya begitu.

Tetapi dalam menanggapi kasus-kasus terorisme itu, seakan semua media dan pengamat bersuara sama. Lagi-lagi mereka mengatakan, “Semua agama tidak mengajarkan terorisme.” Ada juga yang mengatakan, “Semua ini membuktikan bahwa program radikalisasi oleh pemerintah tidak efektif.” Ada juga yang berdalih, “Sebaiknya pembinaan agama yang lurus digencarkan di setiap keluarga.” Bahkan ada yang langsung tunjuk tangan, “Semua ini biang keroknya adalah Wahabi.” Saya mengira, semua omongan itu termasuk SAMPAH yang tak berguna sama sekali. Tak berguna dalam memintarkan masyarakat; tak berguna juga dalam memberantas terorisme.

Kalau mau, karena pernyataan-pernyataan itu selalu BERULANG dari waktu ke waktu; sebaiknya, kalau nanti ada kasus terorisme lagi, sudah saja pernyataan sebelumnya di-copy paste. Jadi tidak perlu membuat pernyataan baru, cukup disamakan dengan pernyataan lama. Baik koran, TV, atau website, cukup memuat ulang edisi-edisi lama mereka. Tak usah membuat edisi baru. Toh, isinya sama, otaknya sama, nyampahnya juga sama. Buat apa kita membuat sampah baru, kalau sampah lama masih “berguna”?

Media-media massa, para pengamat, dan masyarakat seperti tak mau sama sekali memakai “the conspiracy view” untuk melihat kasus-kasus pengeboman yang terjadi di tanah air selama ini. Pandangannya cenderung “tegak lurus”, sejak tahun 2002 sampai saat ini. Ini adalah fakta yang sangat memprihatinkan. Seolah di negeri ini tidak ada lagi orang pintar. Kaciannn…

RADIKALISME Seperti Bonsai. Tidak Boleh Tumbuh Besar; Kalau Mau Mati Cepat-cepat Disiram Air.

Untuk membuat aksi bom-boman itu, bagi yang memiliki sarana-sarananya, tidaklah sulit. Misalnya, dia membuat rekaman video berisi ancaman-ancaman bom, berisi semboyan-semboyan jihad; tak lupa background rekaman dibuat mirip milik aktivis jihad. Untuk menyembunyikan identitas, mereka memakai penutup muka. Kalau mau suara bahasa Arab, mereka rekam dulu, lalu dimuat dalam video secara dubbing. Setelah dibuat publikasi bahwa pelaku bom adalah “kaum mujahidin”, barulah dibuat ledakan bom yang dikendalikan oleh agen-agen intelijen. Untuk membuat hal-hal seperti ini sangat mudah, bagi yang punya akses senjata, informasi, dan dana.

Kalau tidak mau cara begitu, bisa dengan cara lain. Misalnya mendekati sekelompok pemuda Islam yang sangat anti pemerintah dan nafsu ingin segera perang. Mereka diprovokasi agar semakin berani melawan. Ujungnya, mereka disuruh melakukan “aksi bom bunuh diri”. Untuk biaya dan fasilitas, semua disediakan atas nama “infaq fi Sabilillah”. Adapun momentumnya disesuaikan dengan kebutuhan. Kalau ada order politik, misalnya ingin ada pengalihan isu, tinggal dikontak calon pelaku bom bunuh diri.

Ada analisis jenius, katanya para pelaku aksi-aksi terorisme itu diperlakukan seperti tanaman BONSAI. Mereka terus dipelihara, tetapi tidak boleh besar dan menyebar. Cukup tumbuh kecil saja, seperti tanaman bonsai. Kalau tanaman itu mau besar, cepat-cepat dipangkas; kalau tanaman itu mau mati, cepat-cepat disiram agar terus hidup. Nah, stock pemuda-pemuda pelaku aksi teror itu selalu dipertahankan dalam jumlah kecil. Nanti “stock” ini sangat membantu untuk mengalihkan isu, ketika para penguasa mulai terpojok. Persis tanaman bonsai; tidak boleh besar, tetapi kalau mau mati cepat-cepat disiram.

Jadi, sumber TERORISME itu sendiri pada hakikatnya adalah elit-elit politik maniak itu. Merekalah yang memelihara kasus-kasus terorisme agar selalu tumbuh di tengah masyarakat; demi mengamankan posisi politiknya. Mereka itulah maniak-maniak -laknatullah ‘alaihim- yang sangat tidak memiliki belas-kasihan, baik kepada pemuda-pemuda Islam lugu itu, maupun kepada bangsanya yang sekian lama diteror oleh isu-isu terorisme.

Sementara media-media sekuler selalu bersikap membabi-buta, sentimen, dan tidak adil. Mereka sok suci dengan merasa benar sendiri. Padahal secara hakiki, mereka hanya mencari pendapatan ekonomi dengan menjual isu-isu sosial-politik dalam bentuk berita-berita, tanpa tanggung-jawab. Andaikan bertanggung-jawab, tentu mereka akan berani membuka info-info off the record di balik isu-isu terorisme itu.

Singkat kata, inilah realitas kehidupan bangsa kita…

[1]. Rakyatnya awam, kurang ilmu, mudah dibodoh-bodohi oleh media massa, pernyataan para pejabat, dan analisis para pengamat.

[2]. Para pejabatnya curang, munafik, dan tidak peduli kebaikan negerinya. Mereka banyak merusak kehidupan, tetapi berpura-pura sebagai para pahlawan. Kasihan sekali.

[3]. Para pemuda bersikap oprtunis dan hedonis. Mereka tak peduli dengan keadaan di sekitarnya dengan prinsip, “Yang penting happy!”

[4]. Para agamawan (misalnya seperti Said Aqil Siradj dkk.) berlomba-lomba menjilat kepada penguasa dengan tanpa rasa malu sedikit pun. Orang seperti itu tak segan-segan menunggangi isu terorisme untuk meraup untung, mendapat popularitas, serta “cari muka” di depan pejabat. Mereka ini oleh para penyair diumpamakan seperti “burung gagak” yang mengais-ais sisa bangkai yang berjatuhan dari mulut binatang buas.

Inilah kondisi bangsa kita. Rakyatnya mudah dibodoh-bodohi, para birokratornya menghalalkan tipu-menipu, para pemuda yang dianggap sebagai “penggerak perubahan” telah terpenjara oleh hedonisme, serta para agamawan -seperti Said Aqil Siradj- lebih banyak menjual agama daripada membela agama dan Ummat. [Said Aqil Siradj ini bisa disebut “bisnisman sukses”. Lalu apa yang dia bisniskan? Ya itu tadi, AGAMA. Semoga Allah Ta’ala menodai orang ini dengan penodaan besar, karena dia begitu intens menodai kehormatan kaum Muslimin. Allahumma amin Ya Salam Ya Malik].

Kondisi bangsa kita sangat memprihatinkan. Harapan terjadi perubahan dan bangkit kejayaan, seperti lamunan kosong. Tetapi…bagaimanapun juga, Allah Ta’ala Maha Luas rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Irhamna ya Arhama Rahimin, irhamna. Amin.

AMW.


Kerusuhan Ambon = Ongkos Politik!

September 13, 2011

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Di Ambon terjadi lagi kerusuhan, meskipun tak sedahsyat kerusuhan 19 Januari 1999. Tetapi skalanya lumayan serius. Beberapa warga meninggal, rumah-rumah ada yang dibakar, ratusan orang jadi pengungsi. Tentu saja kita prihatin atas semua ini.

Kerusuhan Ambon terbaru kalau dikaji lebih dalam, sebenarnya HASIL REKAYASA juga. Sama seperti kerusuhan-kerusuhan sosial yang terjadi selama ini, umumnya hasil rekayasa. Hal seperti ini kan merupakan bentuk PENGALIHAN ISU, seperti yang sering kita dengar selama ini.

Alhamdulillah, saat ini sudah lebih jarang terjadi kasus-kasus terorisme, dalam rangka pengalihan isu. Tetapi rupanya, di negeri ini “selalu gak kekurangan bahan” untuk pengalihan isu. Tentu kita masih ingat, bagaimana insiden Ciketing, Kerusuhan Cikeusik, kerusuhan di Kuningan, dll. yang terjadi beberapa waktu lalu. Saat isu-isu terorisme mulai mereda, isu kerusuhan marak.

Ini kan tidak lepas dari EPISENTRUM POLITIK, yaitu isu-isu seputar korupsi yang saat ini sangat kuat berhembus di Jakarta. Lihat disana, ada Nazarudin, Wisma Atlet SEAGAMES, Andi Nurpati, kericuhan internal KPK, elit-elit Partai Demokrat yang didakwa terlibat korupsi, dll. Semua itu, butuh sarana untuk dialihkan dari perhatian publik.

Ya mungkin yang jadi pertanyaan, mengapa elit-elit politik di Jakarta begitu tega mengorbankan rakyat kecil di bawah, demi melindungi kepentingan politik dan ekonominya? Jawabnya mudah saja. Secara fisik, kita memang berbicara tentang manusia; tetapi secara jiwa, kesadaran, nurani, kepribadian, kita hakikatnya sedang bicara tentang SYAITAN. Inilah yang dikenal sebagai syaitan dari golongan manusia. (Untuk lebih jelasnya, silakan baca artikel berikut: Syaitan Di Sekitar Kita).

Disinilah dilemanya hidup di Indonesia. Kalau kita katakan pentingnya bangsa ini meganut sistem Islami, agar tidak terus terpuruk seperti ini. Seketika kita dituduh radikal, ekstrem, garis keras, bahkan teroris. Tetapi kalau menyerahkan semua ini kepada orang-orang gak genak ini, urusan juga tidak selesai-selesai. Selalu saja mereka menghidangkan kehidupan ruwet di hadapan masyarakat yang sudah keletihan ini.

Harapan kita kepada Allahur Rahmaanur Rahiim, semoga kehidupan kita nanti menjadi lebih baik. Kalau bukan kita, setidaknya kehidupan anak-cucu kita lebih baik. Allahumma amin.

 

AM. Waskito.

(Kosa kata gak genah = tidak beres alias menyimpang).


Terorisme dan Kemunafikan Orang Indonesia

April 22, 2011

Serial terorisme di Indonesia dimulai sejak 11 September 2001, tepatnya sejak Tragedi WTC. Bukan sejak 12 Oktober 2002 ketika meledak Bom Bali I. Mengapa? Karena femomena terorisme di Indonesia itu merupakan hasil dari pemaksaan agenda War On Terror yang dilancarkan oleh Amerika sejak Tragedi WTC.

Indonesia termasuk klien terbaik Amerika dalam isu terorisme. Di jaman SBY kualitas dalam melayani isu terorisme itu semakin hebat. Betapa tidak, demi menyebarkan isu terorisme secara menyeluruh, bangsa Indonesia secara sadar dan paham, telah menghancurkan kehidupannya sendiri.

Kita ini bisa dibilang sebagai: bangsa yang mau mencelakai diri, demi membuat orang lain tertawa terbahak-bahak. Itulah Indonesia. Regim SBY sangat sempurna dalam memerankan posisi sebagai “badut” yang membuat tertawa itu. Kalau di negara lain, isu terorisme diatasi dengan sangat cepat, tertutup, dan efektif; agar tidak merugikan proses pembangunan. Kalau di Indonesia, isu terorisme malah bersaing ketat dengan sinetron-sinetron di RCTI, SCTV, Indosiar, dan lainnya.

Sejak awal munculnya isu terorisme, sebenarnya pihak Polri tidak suka harus menghadapi isu ini. Sebab mereka tidak berpengalaman menghadapi teroris. Yang berpengalaman ialah satuan Gultor (penanggulangan teror) di bawah satuan Kopassus. Mereka lebih berpengalaman. Sedangkan Polri jauh sekali dari kemampuan anti teror.

Namun kemudian Polri mau mengambil tugas anti teror itu, karena mendapat dukungan langsung dari Presiden RI. Bahkan yang terpenting, Polri menerima bantuan dana, fasilitas, dan pelatihan anti teror dari Amerika dan Australia (bahkan sangat mungkin Israel juga). Dengan motif dana itu Polri jadi semangat. Lalu satuan yang dipilih ialah Brimob yang mirip-mirip TNI. Orang-orang Brimob yang bagus dipilih. Dari sinilah nanti lahir Densus88. Satuan ini bisa dikatakan, menggantikan posisi Gultor dari Kopassus.

Seni Kemunafikan Demi Kehancuran Bangsa!

Seiring perjalanan waktu, ternyata Polri merasa SANGAT BAHAGIA mengemban tugas anti teror itu. Mengapa? Ada dua alasannya yang sangat mendasar: a. Mereka mendapat anggaran penuh untuk melakukan operasi-operasi anti teror; b. Mereka mendapatkan reputasi besar di mata masyarakat dan media massa dengan tugas “memberantas teroris” itu. Dua hal ini sangat menggiurkan.

Bahkan Polri yang selama Orde Baru merasa terus berada di bawah TNI, mereka merasa mendapatkan pujian, kekaguman, dan dukungan luas dari masyarakat dan negara. Terutama ketika selesai melakukan operasi anti teror. Jangan dikira. Hal-hal demikian sangat besar artinya bagi kalangan Polri. Mereka anggap itu adalah kemenangan moral besar.

Kemudian masalahnya bertambah rumit ketika isu teror “sangat bermanfaat” untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari isu-isu besar yang sedang menerjang citra Pemerintah. Isu teror dipercaya sangat efektif untuk mengalihkan perhatian publik dari isu-isu negatif yang merugikan citra Pemerintah. Maka bila ada isu-isu sengak tertentu, segera saja berita soal terorisme diangkat. Ya, begitulah.

Dan kebetulan, wartawan-wartawan media bertingkah seperti wartawan infotainment. Mereka sangat haus mencari berita-berita seputar terorisme, sebab terbukti berita semacam itu efektif nyedot iklan. Semakin banyak iklan, paha dan kaki semakin berlendir. [Maksudnya, semakin banyak duit yang didapat wartawan untuk main esek-esek secara haram. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik].

Akhirnya seperti lingkaran setan, semua pihak membutuhkan isu terorisme. Polisi jelas butuh, karena soal anggaran dan citra sosialnya di mata TNI dan masyarakat. Pemerintah juga membutuhkan, untuk mengalihkan perhatian publik. Kaum kapitalis membutuhkan juga, agar para aktivis Islam tidak terus koar-koar menyerang bisnis mereka. Bahkan para wartawan media sangat menyukai isu ini, sebab sangat “berlendir”.

Sejujurnya, orang-orang yang saat ini berteriak paling keras, “Awas teroris! Teroris mengancam bangsa! Teroris musuh bersama!” Ternyata orang seperti itu merupakan pihak yang paling menginginkan isu terorisme terus menghantui kehidupan bangsa kita. Ini hanya soal kemunafikan saja.Media-media, seperti TVOne, MetriTV, RCTI, GlobalTV, Trans7, dan lainnya yang sering provokatif dalam memberitakan isu-isu teroris, mereka juga sangat MUNAFIK. Satu sisi, merasa seolah membela kepentingan rakyat; di sisi lain, mereka selalu berdoa agar kasus terorisme selalu muncul. “Ini masalah cari makan untuk anak-isteri, Mas!” Ya, cari makan yang halal dong! Jangan memakan darah, air mata, dan nyawa manusia.

Perlu disadari, isu terorisme ini jelas SANGAT MENGHANCURKAN kehidupan nasional. Otak, hati, tangan, kaki, dan kehidupan kita tidak pernah konsentrasi melakukan pembangunan. Sebab, setiap akan berkarya SELALU DIGANGGU oleh isu terorisme. Kapan bisa mencapai kemajuan, kalau selalu muncul isu terorisme? Coba deh, pikir dengan akal sederhana, apakah ada kemajuan yang tinggi di sebuah negara yang ramai dengan isu terorisme? Tidak pernah itu. Tidak ada negara seperti itu. Dimanapun juga terorisme itu merupakan musuh bebuyutan stabilitas pembangunan.

Fakta yang sangat menyedihkan. Hal ini membuktikan bahwa terorisme di Indonesia itu tidak ada yang ORIGINAL, tetapi by design. Ternyata, para teroris yang sering ditangkap atau ditembak aparat kepolisian itu, rata-rata orang bodoh. Jauh sekali dari kualitas seorang teroris dunia seperti di Irlandia, Spanyol, Amerika, Kanada, dan lainnya. Karakter teroris itu seharusnya: pintar, cermat, bermain data, sabar meretas proses, mengerti konstelasi politik, dll. Ya, seperti diperlihatkan di film-film action itu. [Coba deh, lihat film tentang Jason Bourne]. Sedangkan di Indonesia, para teroris rata-rata kurus-kurus, tinggal di gang, miskin, berwawasan sempit, penguasaan alat minim, pengangguran, dan seterusnya. Para teroris dunia tertawa melihat kualitas teroris Indonesia. Tertawa terbahak-bahak mereka.

Betul yang dikatakan oleh Amran Nasution dalam sebuah tulisannya. Pemberantasan teroris di Indonesia itu seperti: “Memburu hewan liar di kebun binatang.” Lihatlah, betapa mudahnya menembaki hewan di kebun binatang. Sebab hewan-hewan itu sudah dipenjara, tidak bisa lari kemana-mana. Nah, itulah hakikat isu terorisme di Indonesia ini.

Di negeri ini kita tak bisa berharap akan berkarya maksimal. Sepanjang waktu, kita akan terus direcoki dengan isu-isu terorisme. Tetapi kita juga tak bisa mencegah hal itu, sebab ia digerakkan oleh tangan-tangan kekuasaan yang merasa sangat diuntungkan oleh isu tersebut. Intinya, semakin sedikit warga bangsa Indonesia yang mencintai negerinya. Kebanyakan ialah kaum MANIAC (baca: syaitan) yang hidup seperti virus, mencari keuntungan di balik penderitaan masyarakat luas.

Jika suatu saat Indonesia hancur, jangan menangisi siapapun. Kehancuran itu adalah BUAH dar proses yang ditanam oleh kaum maniac itu. Jangan menyesal dan menangis lagi. Wong, itu semua mereka yang membuat. Dan ingatlah, kaum maniak keji itu pasti akan mendapat sanksi paling perih dan mengerikan, daripada orang-orang lainnya.

Ya Allah ya ‘Aziz, kami ini hanya bisa mengingatkan. Tak lebih dari itu. Ampuni kami dan maafkan kaum Muslimin yang ikhlas dalam menjalani hidupnya. Allahumma amin.

AM. Waskito.


Awas: Adu Domba TNI dan Ummat Islam!!!

September 25, 2010

Sejak lama banyak kalangan Islam tidak yakin dengan segala isu terorisme. Dari sekian panjang proses pemberantasan terorisme, sejak 12 Oktober 2002, banyak pihak meyakini bahwa terorisme adalah fenomena yang diciptakan sendiri oleh Polri. Mereka yang menciptakan semua itu, mereka yang kerepotan, lalu urusan negara dikorbankan.

Mengapa dikatakan demikian?

Pertama, mantan Kepala BIN di jaman BJ. Habibie, Mayjend ZA. Maulani pernah diminta MUI untuk mencari fakta seputar kasus Bom Bali I di Legian Bali. Setelah melihat fakta-fakta kerusakan dahsyat yang ada, beliau tidak percaya bom sedahsyat itu dibuat oleh Imam Samudra Cs. Masalahnya, teknologi bom Pindad pun belum setaraf itu. Jadi sejak tahun 2002 isu terorisme ini sudah digugat oleh para ahli.

Kedua, sejak era tahun 80-an sampai tahun 2000, tidak pernah terjadi kasus-kasus terorisme di Indonesia. Baru sejak Bom Bali I 12 Oktober 2002, terjadi terus-menerus peristiwa teror di Indonesia. Dan terjadinya hampir setiap tahun. Sempat terhenti sejak tahun 2005, lalu terjadi lagi dengan ledakan bom di JW Marriot – Ritz Carlton tahun 2009 lalu. Pada mulanya bangsa Indonesia tidak pusing oleh kasus-kasus terorisme ini, tetapi sejak tahun 2002, kasus teror seperti menjadi rutinitas.

Otak Pemfitnah Ummat! (sumber: inilah.com).

Ketiga, hampir di semua kasus terorisme yang diungkap Polri, selalu menyisakan tanda tanya dan misteri yang semakin menggunung. Contoh, dalam kasus Aceh, ada puluhan pemuda Islam sedang latihan jihad untuk menuju Ghaza, karena tahun 2008 lalu terjadi Tragedi Ghaza yang sangat memilukan. Lalu mereka diklaim sedang latihan untuk menyerang Presiden RI saat peringatan 17 Agustus 2009. Bahkan yang terakhir, seorang remaja Yuki Wantoro dituduh terlibat perampokan Bank CIMB. Padahal ada bukti valid yang menjelaskan, bahwa saat perampokan itu terjadi Yuki sedang di Solo, nonton berita perampokan dari TV.

Keempat, Polri terus-menerus mengklaim telah melakukan pemberantasan terorisme sebaik-baiknya. Tetapi nyatanya, aksi-aksi kekerasan tidak semakin mereda, bahkan semakin berkembang. Andaikan mereka jujur dalam isu terorisme, bukan menjadikan isu itu sebagai “komoditas nafkah”, tentu masalah ini sudah bisa diselesaikan sejak lama.

Kini masalah terorisme menjadi semakin serius, dengan rencana melibatkan TNI dalam pemberantasan apa yang diklaim oleh Polri sebagai terorisme itu. Baru-baru ini Pemerintah membentuk badan yang bernama BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Hakikat badan ini dijelaskan oleh Bambang Hendarso Danuri, “Teman-teman dari TNI dalam momen tertentu jika dibutuhkan kita akan libatkan detasemen-detasemen khusus yang dimiliki oleh tiap angkatan di TNI seperti Denjaka, Den Bravo dalam striking force bersama.” Hal itu disampaikan Bambang Hendarso di Rupatama Mabes Polri, di Jakarta Jumat 24 September 2010 (Sumber: http://www.inilah.com, 24 September 2010).

PERHATIKAN: Satuan ini merupakan kekuatan pemukul, yaitu merupakan penggabungan Densus 88 ditambah satuan elit TNI seperti Den Jaka, Den Bravo, dan Gultor Kopasssus. Jadi, pemberantasan terorisme di negeri kita tidak pernah berubah dengan pendekatan psikologi, sosial, humanitas, tetapi selalu dengan prinsip sikat, sikat, sikat habis. Persis seperti aksi-aksi brutal Densus 88 selama ini. Hanya nanti, akan ditambah anggota dari satuan elit TNI. Istilah striking force itu bukan pendekatan manusiawi, bukan pendekatan sosial, atau kultural, tetapi pendekatan: Sikat habis!

Lalu, kira-kira apa yang nanti akan terjadi di Indonesia?

Dapat dipastikan, di negara ini eskalasi konflik antara Ummat Islam dengan pemerintah akan semakin hebat. Betapa tidak, selama ini Ummat Islam telah sedemikian rupa dalam mengkritik, mengecam, dan mengoreksi aksi-aksi oleh Densus 88. Bukan hanya Ummat Islam, tetapi juga kalangan TNI, para cendekiawan, para pengamat yang jujur, dll.

Dengan dibentuknya BNPT itu sama saja dengan mengadu-domba Ummat Islam dengan TNI. Selama ini, jika ada konflik kepentingan, hanya antara Ummat Islam dengan Polri. Tetapi kini akan diperluas lagi, dengan melibatkan TNI, khususnya satuan-satuan elit. Padahal kita tahu, fondasi keutuhan NKRI ada di tangan kalangan Islam dan TNI. Jika kemudian kedua-belah pihak dihadap-hadapkan, seperti jaman Orde Baru dulu, jelas akibatnya sangat fatal bagi NKRI.

Demi Allah, Ummat Islam tidak suka dengan cara-cara teror, Ummat Islam tidak mendukung aksi-aksi terorisme yang merusak kehidupan. Tetapi masalahnya, apakah benar terorisme yang dituduhkan itu? Atau ia hanya rekayasa belaka untuk memojokkan Ummat Islam dengan memakai fasilitas kekuasaan negara? Kalau benar-benar ada aksi terorisme yang sangat merugikan, kita pasti mendukung ia diberantas. Tetapi jangan semena-mena menyerang Ummat Islam atas alasan terorisme!

Kenyataan yang sangat menyakitkan. Begitu mudahnya Kapolri menuduh ini teroris, itu teroris, lalu membuat fakta-fakta seenaknya sendiri. Tak lupa, Polri yang memang memiliki hubungan khusus dengan Karni Ilyas, mereka akan memakai TVOne, atau akan memakai MetroTV untuk menjelek-jelekkan Ummat Islam, untuk membangun opini palsu.

Betapa tidak, dalam kasus latihan militer di Aceh, itu latihan legal yang diketahui aparat keamanan. Tujuannya, untuk persiapan Jihad di Ghaza, lalu diklaim sebagai terorisme untuk menyerang SBY di Jakarta. Video yang ditayangkan berulang-ulang di TVOne dan MetroTV itu adalah video latihan pemuda-pemuda Islam untuk persiapan ke Ghaza. Bagaimana bisa video ini lalu dibelokkan ke rencana menyerang SBY di Jakarta? Betapa tololnya pengelola media-media itu. Mereka sehari-hari makan-minum dari memfitnah Ummat Islam, menjelek-jelekkan pemuda Islam.

Yang paling parah ialah penggerebekan sebuah bengkel motor di Solo beberapa waktu lalu. Sebelum penggerebekan, aparat Polri melakukan persiapan di rumah makan, hanya sejarak 200 m dari lokasi. Ketika masuk bengkel itu, wartawan dilarang masuk dulu, aparat sedang “mempersiapkan” TKP. Begitu wartawan bisa masuk ke bengkel, disana senjata api, amunisi, peluru, dll. sudah ditata sangat rapi. Sudah digelar di lantai sangat rapi. Kalau boleh bertanya, “Itu para teroris sebenarnya lagi persiapan penyerangan, atau mereka mau jualan peluru ya? Kok cara menata peluru itu begitu rapi sekali?” Dan Kepala Dest Antiteror, Ansyad Mbai hadir dalam penggerebekan ke bengkel tersebut. Di TV ditayangkan kehadirannya.

Semua ini kan penipuan luar biasa. Polisi sendiri yang membuat-buat isu terorisme, mereka membuat kezhaliman luar biasa, atas nama pemberantasan teroris. Berapa banyak manusia yang akhirnya dirugikan, keluarga dirugikan, anak-isteri kehilangan ayah, kakak, paman mereka, akibat semua skenario itu? Yuki Wantoro yang tak tahu apa-apa tentang perampokan CIMB akhirnya menjadi korban sia-sia. Dia mati dalam keadaan tak bisa menuntut kezhaliman para polisi itu.

Wahai manusia Indonesia… Coba kalian pikir dengan akal kalian yang bersih, jika akal itu masih ada. Pernahkah akan tercipta keamanan negara, tentram, sentausa, dengan segala konspirasi penuh kezhaliman itu? Kezhaliman pasti akan menimbulkan mata rantai kerusakan sosial yang panjang. Hal ini akan menyebabkan dendam kesumat sosial secara luas di tengah masyarakat. Siapapun yang membuka pintu-pintu kezhaliman, dia tak akan bisa menutup pintu, hingga dirinya sendiri menjadi korban paling hina dari kezhaliman yang dilakukannya sendiri.

Kini masalahnya semakin serius. TNI hendak dilibatkan dalam konflik yang diciptakan oleh Kepolisian ini. Jelas akibatnya, eskalasi konflik itu akan semakin besar, semakin membara, semakin luas. Dan akibatnya kelak, jangan heran kalau NKRI akan lebih cepat hancur-lebur. Kalau Ummat Islam sudah membenci NKRI, Anda tidak akan memiliki kekuatan lagi untuk mempertahankan keutuhan negara ini.

Sekali lagi, kami bukan mendukung teroris, atau setuju dengan aksi terorisme. Tidak sama sekali. Tetapi kami sangat MENGGUGAT OPINI terorisme yang selama ini dikembangkan oleh Polri. Mereka seenaknya sendiri menuduh orang terlibat terorisme, menangkap, menembak mati, menyerbu, menggerebek, dan sebagainya. Mereka hanya bermodal opini tunggal di kepalanya sendiri, tanpa ada opini pembanding sama sekali.

Adapun Bambang Hendarso Danuri. Betapa zhalimnya orang ini, dengan segala penampilan dan retorikanya yang tampak santun. Semoga Allah melaknati dirinya, melaknati isteri dan anak-anaknya, melaknati keluarganya. Semoga Allah melaknati perwira-perwira Polisi yang berserikat dengannya dalam memfitnah Ummat Islam, dan melaknati siapa pun yang mendukung konspirasi zhalim atas kaum Muslimin di negeri ini. Semoga Allah melumpuhkan kekuatan mereka, sehingga mereka tidak mampu lagi berbuat zhalim kepada siapapun, selain menghancurkan diri mereka sendiri. Semoga Allah menyelamatkan bangsa ini dari manusia-manusia berhati syaitan. Amin Allahumma amin. Wa shallallah ‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in.

Semoga kita bisa mengambil sebaik-baik pelajaran.

AMW.


Tradisi Kita: Melanggar Hukum!

September 24, 2010

Sebodoh-bodohnya manusia, ialah mereka yang membuat aturan, lalu aturan itu dia langgar sendiri. Mengapa dilanggar? Agar sebagian orang bisa bebas menindas sebagian yang lain. Masya Allah.

Sebuah cerita kecil dari Kota Leipzig di Jerman. Cerita ini saya baca di sebuah harian nasional beberapa waktu lalu. Ada ibrah besar yang harus kita ketahui disini.

Belum lama lalu terjadi kasus hukum yang unik di Leipzig. Seorang wanita, sudah bekerja di sebuah supermarket selama 27 tahun. Dia diajukan ke pengadilan karena telah melakukan pelanggaran. Ceritanya, supermarket itu menjual roti-roti. Setelah berlalu waktu tertentu, roti-roti itu ada yang kedaluarsa. Menurut aturan di supermarket itu, roti tersebut harus dibuang, dikosongkan dari rak-rak roti. Tetapi oleh wanita itu, sebungkus roti dia simpan di tasnya, hendak dibawa pulang. Ketika ada inspeksi, tas-tas karyawan diperiksa, ditemukan sebungkus roti di tas wanita itu.

Karena dia telah menyimpan roti yang seharusnya dibuang, dia disidangkan. Hasilnya, wanita itu dipecat dari pekerjaannya. Namun selang beberapa lama, keputusan diubah, dia tak jadi dipecat, karena roti itu sendiri sudah berstatus “sampah” yang tidak merugikan apapun bagi kepentingan supermarket. Andaikan roti itu menyebabkan seseorang sakit perut, resiko sakit akan dihadapi wanita itu sendiri, bukan konsumen roti. Akhirnya, wanita itu tetap mendapat kesempatan kerjanya.

Negara Rendah: Hukum Senilai Duit!

HIKMAH. Lihatlah, betapa ketatnya orang-orang Barat dalam menegakkan hukum di kalangan mereka! Ketat sekali, sehingga hanya masalah sebungkus roti saja, mereka tegakkan hukum, tanpa pandang bulu. Kalau dipikir, apalah artinya sebungkus roti di mata seorang karyawan yang sudah bekerja 27 tahunan? Tetapi hukum tetap hukum, ia harus ditegakkan secara PRESISI. Ibaratnya, tidak menyimpang walau hanya sehelai rambut.

Bangsa Barat meraih kemajuan tinggi karena mereka KONSISTEN menegakkan hukum, tanpa pandang bulu. Mereka konsisten sekali, sehingga indeks korupsi di kalangan mereka selalu kecil. Padahal hukum yang berlaku di negeri-negeri itu tidak selalu bagus, adil, dan mulia.

Orang-orang Barat diberi kecukupan ekonomi, kesejahteraan, fasilitas hidup, kemajuan sains dan teknologi, dll. bukan karena KUALITAS HUKUM yang mereka anut. Tetapi karena sikap KONSISTEN mereka dalam menegakkan hukum itu sendiri. Seburuk-buruk hukum yang dijalankan Jengis Khan, kalau diterapkan secara konsisten, membuat mereka bisa merajai Asia di masanya. Bahkan mereka bisa menghancur-luluhkan peradaban kaum Muslimin yang telah pudar dan penuh kemerosotan di Baghdad ketika itu.

Lalu, mari kita lihat kondisi bangsa Indonesia ini! Di negeri ini tidak sedikit orang pintar, tidak sedikit ilmuwan, ahli hukum, pakar birokrasi, dan sebagainya. Tetapi mereka tidak memiliki KOMITMEN untuk menegakkan hukum sama sekali; apalagi jika aturan hukum itu akan memakan hak-hak pribadi, keluarga, dan kelompoknya.

Mau bukti? Tidak usah yang jauh-jauh. Kita angkat yang mudah-mudah saja, yang sedang aktual, yang banyak dibicarakan masyarakat saat ini. Sebagiannya adalah sbb.:

[1] Ketua MK sudah memutuskan, mengabulkan sebagian permohonan judicial review dari Yusril Ihza Mahendra. Di harian Kompas, Ketua MK jelas-jelas sudah mengatakan, masa jabatan Hendarman Supandji menjadi ilegal setelah keputusan itu ditetapkan. Tetapi anehnya, Staf Ahli Hukum Kepresidenan, Deny Indrayana, mengklaim Hendarman Supandji tetap sah sebagai Ketua Kejaksaan Agung. Sudi Silalahi juga mengatakan demikian. Sementara Hendarman Supandji sendiri, lebih percaya ke Presiden daripada keputusan MK. Lihatlah, betapa hebatnya tingkah orang-orang ini dalam mengangkangi hukum yang sudah ditetapkan MK?

[2] Lihatlah aksi Densus 88 saat masuk Bandara Polonia, yang menyebabkan Polri diprotes oleh Angkatan Udara! Densus itu kan aparat hukum, mau menegakkan hukum, tetapi caranya melanggar hukum. Densus 88 sudah melanggar wilayah steril Angkatan Udara, juga melanggar ketentuan koordinasi dengan pihak Polda Sumut.

[3] Lihatlah ketika seorang Presiden gagal telekonferensi di daerah Cikopo karena ada gangguan signal telekomunikasi. Belum melakukan check-recheck, dia langsung memarahi Dirut Telkom dan Telkomsel. Itu marah-marah di depan umum. Ternyata, kemudian terbukti, aplikasi telekonferensi itu tidak memakai jaringan milik Telkomsel. Pelanggaran hukum, mencemarkan nama baik orang lain sudah dilakukan, setelah itu “cuci tangan”, tak ada kata maaf sedikit pun.

[4] Lihatlah ketika seorang Presiden berkomentar keras soal insiden penusukan jemaat HKBP di Ciketing Bekasi. Dia begitu peduli dengan nasib korban tersebut, dan tentu saja -seperti kebiasaan pro Amerika- selalu menyudutkan ormas Islam tertentu. Penusukan jemaat HKBP begitu berharga baginya, tetapi pembiaran kezhaliman sikap/tingkah jemaat HKBP yang merugikan kepentingan warga Ciketing selama 20 tahunan, dibiarkan begitu saja. Ini namanya, penegakan hukum yang tebang pilih. Apapun ada kesempatan untuk menembak FPI, akan dia lakukan.

[5] Bagaimana dengan kericuhan antara PERADI dan KAI baru-baru ini? Anda tahu semua kan situasi ricuhnya? “Mau apa kau? Beri pintu agar abang kami, presiden kami masuk ruangan?” Ya, begitulah. Ini komunitas advokat yang katanya mengerti hukum, taat hukum, mengabdi di dunia hukum; tetapi kelakuan seperti itu. Menyedihkan sekali kan?

[6] Coba lihat apa yang dilakukan Polisi/Densus 88 dalam berbagai kasus terorisme! Bidik sasaran, tembak di tempat, lalu membuat opininya sendiri. Dalam seluruh sisi kasus terorisme di Indonesia, opini yang berlaku hanya milik Polisi belaka. Tidak ada opini pembanding. Akhirnya mereka bisa sewenang-wenang sesuka hatinya. “Soal opini nanti bisa kita pikirkan.” Tidak heran jika kemudian seorang pejabat Polri ada yang ditolol-tololkan oleh pemimpin ormas Islam.

[7] Opini polisi yang sewenang-wenang itu akhirnya membuahkan masalah serius di Buol, Sulawesi. Kantor polisi dan pemukiman mereka diserbu ribuan orang, karena gemas. Bagaimana tidak? Ada seorang tahanan meninggal di kantor polisi. Kata polisi, dia mati bunuh diri. Tapi saat jenazah diterima keluarga, di sekujur tubuhnya banyak memar-memar akibat pukulan.

[8] Bagaimana dengan kasus Skandal Bank Century? Mengapa Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK diam saja sampai saat ini? Kapan orang-orang yang tertuduh dalam kasus itu akan disidangkan ke pengadilan? Apa mereka menunggu SBY turun dari jabatan RI-1 tahun 2014 nanti, baru kasus Bank Century disidangkan? Lalu bagaimana dengan Sri Mulyani yang sudah nyaman ngantor di sono? Mengapa ia tidak dicekal atau ditetapkan sebagai DPO? Bukankah dia pergi sebelum kasus Bank Century masuk ke meja hukum?

[9] Penghilangan secara sengaja “ayat rokok” dari draft UU Kesehatan yang diduga dilakukan oleh anggota DPR Ribka Ciptaning dan kawan-kawan. Ini sudah menjadi draft UU, tinggal disahkan saja, tetapi malah dihapus. Begitu kejinya tangan manusia-manusia satanic itu.

[10] Kasus Bibit-Chandra tidak karuan sampai saat ini. Apakah kedua orang itu bersalah seperti yang dituduhkan OC. Kaligis, atau dia tidak bersalah.

[11] Hilangnya rekaman Ary Muladi dan Hendra Rahardja, padahal tadinya Bambang Hendarso mengklaim rekaman itu ada. Begitu buruknya komitmen Kepala Polri terhadap hukum yang mestinya dia tegakkan.

[12] Kasus Susno Duadji, sang “peniup peluit” yang saat ini nasibnya tidak karuan. Mau disidang, kapan? Tidak disidang, mengapa dia sudah dipastikan sebagai tersangka? Begitu pula masalah “rekening gendut” perwira Polri juga tidak ada kelanjutannya.

[13] Dan lain-lain kasus yang sangat banyak.

Lihatlah dengan mata hati, dengan logika jernih, dengan akal sehat, dengan naluri sebagai manusia sewajarnya; apakah semua itu layak terjadi di negara yang katanya “menghormati hukum” ini? Masya Allah. Sungguh sangat menyedihkan kondisi ini.

Di Barat, urusan hukum tidak bisa ditawar-tawar. Tetapi disini, para elit dan penegak hukum, justru memberi contoh cara melanggar hukum yang seindah-indahnya, sehebat-hebatnya, selicik-liciknya, senikmat-nikmatnya.

Kalau begini, lalu apa yang bisa kita harapkan? Adakah masa depan bagi bangsa Indonesia? Adakah “adil dan makmur” seperti yang sama-sama kita dambakan itu? Bukankah kita ini seperti manusia yang setiap hari sarapan omong kosong; minum omong kosong; menelan omong kosong; mandi omong kosong; tidur di atas omong kosong; bermimpi omong kosong; berpikir omong kosong; dan sebagainya?

Untuk hukum sekuler yang penuh kekurangan saja, kita tak mampu konsisten melaksanakan. Padahal hukum semacam itu jauh sekali kualitasnya di bawah Syariat Nabi Muhammad Saw.

di atas kesedihan sebagai bangsa beradab

AMW.


Sekali Lagi: TERORISME !!!

Agustus 23, 2009

Ini sebuah tulisan bagus dari eramuslim.com. Judul aslinya: “Mantan Direktur BAKIN: Terorisme Kerjaan Intelijen”. Ini sengaja dimuat untuk memperkuat pandangan kita selama ini, bahwa terorisme hanyalah FITNAH yang ditujukan untuk memerangi Ummat Islam secara psikologis dan pemikiran.

Syukran untuk redaksi eramuslim.com. Maaf, saya kutip langsung, tidak ijin terlebih dulu. Kalau ada komplain, mohon sampaikan via e-mail. Nanti tak hapus artikel ini. Tapi insya Allah redaksi eramuslim.com lapang hati.

Mantan Direktur BAKIN: Terorisme Kerjaan Intelijen

Dalam diskusi yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Wisma Antara siang tadi, mantan direktur BAKIN, AC Manulang, menegaskan bahwa tidak mungkin terorisme dilakukan atas ajaran agama Islam, semuanya merupakan bagian dari operasi intelijen.

”Islam tidak mengajarkan terorisme. Karena Islam merupakan agama yang mengajarkan perdamaian. Terorisme adalah bagian dari kegiatan intelijen,” ujar doktor sosiologi dari universitas di Jerman ini.

Menurut Manulang, setelah perang dingin antara kapitalisme dan komunisme usai, Amerika sebagai pionir dari kapitalisme mencari musuh baru, yaitu Islam. Inilah yang sedang terjadi saat ini. Kenapa harus di Indonesia?

Manulang menambahkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang 230 juta dan mayoritas Islam merupakan potensi dan sekaligus bahaya besar untuk kapitalisme. Karena itulah, mereka melemahkan semua potensi yang akan menghambat kapitalisme.

”Salah satu cara yang dilakukan Amerika adalah mengangkat semacam ‘sweet boy’ untuk menjadi pemimpin negara yang mayoritas Islam di seluruh dunia,” jelas AC Manulang.

Jose Rizal Jurnalis dari presidium Mer-C yang juga sebagai pembicara di acara diskusi tersebut menambahkan, ”Terlalu aneh kalau seorang Air dan Eko yang menurut saksi mata masih shalat Jumat di Solo bisa dikatakan tertembak pada Sabtu jam 2 pagi di Jatiasih, Bekasi.”

Menurut Jose, bagaimana mungkin dua orang yang mengangkut bom ratusan kilogram bisa secepat itu tiba di Bekasi, dan langsung tertembak di lokasi.

Selain soal Air dan Eko, dua orang yang disebut polisi sebagai teroris dan tewas ditembak polisi di Bekasi, Jose juga menganggap aneh peristiwa penyerbuan 600 polisi di Temanggung. ”Umumnya penyerangan terhadap suatu tempat persembunyian biasanya dengan gas air mata. Dan semua orang pasti tidak akan tahan dengan cara ini,” ujar dokter yang akrab dengan suasana konflik.

Tapi anehnya, masih menurut Jose, Ibrahim tidak pernah keluar rumah yang diserbu tersebut. Bahkan, darah yang mestinya berceceran di lokasi tidak ada. Tidak tertutup kemungkinan, Ibrahim memang sudah tidak lagi hidup ketika penyerbuan berlangsung.

Jose kembali mengkritisi pasca peledakan Mariot-Ritz Carlton, ”Kenapa polisi tidak mengecek lebih lanjut siapa ratusan orang asing yang menginap di dua hotel tersebut. Tapi, langsung mengarahkan semua tuduhan itu kelompok yang disebut sebagai Nurdin M Top.”

Senada dengan Jose, AC Manulang juga mengungkapkan bahwa saat ini pihak intelejen tidak punya data soal Nurdin M Top. ”Saat ini, sepengetahuan saya, pihak intelijen tidak tahu banyak soal Nurdin M Top,” jelas Manulang.

Ismail Yusanto, sebagai juru bicara HTI yang juga sebagai pembicara di acara tersebut menegaskan bahwa Islam tidak mengajarkan cara-cara terorisme seperti itu dalam jihad.

Bahkan Ismail membeberkan sejumlah fakta bahwa ada ketidakcocokan antara motivasi teror dengan aksi terorisme. ”Kita sudah paham bahwa motivasi yang disampaikan aparat lewat media adalah perang melawan Amerika, tapi kenapa aksinya tidak tertuju pada aset Amerika?” ujar Ismail.

Menurutnya, hingga saat ini, dari sekian banyak peristiwa terorisme di Indonesia, tidak satu pun warga AS yang menjadi korban. Bahkan, kantor Dubes AS di Jakarta tidak tersentuh bom sama sekali.

Lalu, siapa dalang di balik teror di Indonesia? Jose mensinyalir bahwa kelompok multinasional korporat atau pebisnis multinasional di belakang gembar-gembor terorisme. Jose berargumen bahwa hanya merekalah yang tahu adanya rapat pebisnis besar di Mariot saat peristiwa bom terjadi.

Selain itu, masih menurut Jose, pasca naiknya Obama menggantikanBush, isu terorisme akan disudahi oleh Obama. Tapi, kelompok multinasional yang memang selama ini membiayai sarana militer Amerika dan negara-negara besar lainnya, tetap menginginkan kondisi konflik karena itu memudahkan bisnis mereka. Mnh.

Semoga Ummat Islam semakin paham, apa yang terjadi, siapa yang mereka hadapi, dan akan kemana fitnah ini bergulir? Allahumma amin.


Ummat Islam Dikepung FITNAH

Juli 29, 2008

Luar biasa, pasca peledakan bom teroris di JW Marriott dan Ritz Carlton, berkembang sikap ofensif luar biasa terhadap Ummat Islam. Setidaknya, ofensif dari sisi opini, psikologi, dan image. Kalau Anda perhatikan isu-isu yang berkembang di media akhir-akhir ini, betapa banyak tangan yang ingin menjerumuskan Ummat Islam ke dalam lembah dakwaan terorisme.

[1] Belum juga polisi melakukan olah TKP, penyelidikan, pengembangan kasus, tiba-tiba SBY membuat pidato paling buruk sepanjang karier politiknya. Pidato yang bertema “ada sejumlah intelijen” itu jelas-jelas menyerang lawan-lawan politiknya dalam Pilpres 8 Juli 2009 lalu. Tidak kurang SBY memperlihatkan foto-foto “bukti terorisme”. Ternyata, foto-foto itu kemudian diklaim sebagai dokumentasi tahun 2004 di Poso. Jadi tidak ada hubungan sama sekali dengan bom di JW Marriott. Mengaitkan aksi terorisme dengan Pilpres akan membuat eskalasi konflik di kalangan masyarakat menjadi sangat meluas. Bukan hanya antara Densus 88 dengan para pelaku terorisme, tetapi juga membenturkan massa pendukung tokoh politik tertentu dengan massa pendukung tokoh lainnya.

[2] Mendadak muncul para pengamat dan ahli terorisme, yang kesimpulan pandangan mereka SAMA, yaitu meyakinkan publik bahwa pelaku terorisme itu adalah kelompok Islam garis keras, baik Al Qa’idah, Jamaah Islamiyyah, atau Mujahidin eks Afghanistan. Para pengamat itu antara lain: Nasir Abbas, Al Chaidar, Suryadarma Salim, Hendropriyono, Wawan Purwanto, Abu Rusdan, dll. Hal ini mengingatkan kita ke kondisi saat masa kampanye Pilpres kemarin. Waktu itu muncul banyak sekali pengamat, peneliti, surveyor, politisi, yang semua mengarah kepada satu kesimpulan: Lanjutkan kepemimpinan SBY!

[3] Beredar surat pengakuan bertanggung-jawab dari seseorang yang mewakili Tanzhim Al Qa’idah Indonesia, di situs internet: mediaislam-bushro.blogspot.com. Dalam surat itu diterangkan, bahwa Al Qa’idah Indonesia bertanggung-jawab atas aksi istisyhad di JW Marriott dan Ritz Carlton. Isi surat itu lagi-lagi ingin meyakinkan bahwa Al Qa’idah ada di balik aksi terorisme tersebut. Padahal dengan pengamatan sederhana saja, surat itu sudah kelihatan SURAT PALSU. Buktinya apa? Lihat pada bagian akhir surat, disana tertera nama penyusun surat yaitu Nurdin M Top. Tetapi di bawah nama Nurdin M Top itu ada kata: Hafidzohullah (semoga Allah menjaganya). Kata seperti ini biasanya ditulis bukan oleh yang bersangkutan (Nurdin sendiri), tetapi orang lain yang mendoakan semoga dia dijaga oleh Allah. Ini adalah bukti telanjang, bahwa surat seperti itu PALSU. (Para konspirator pembuatnya kayaknya perlu belajar memalsu surat Ummat Islam lebih teliti lagi).

[4] Pada saat yang sama, banyak santri-santri pesantren diserang dengan isu Flu Babi. Pesantren Gontor, Tebu Ireng, di Purwakarta, Lampung, Surabaya, dan lainnya terkena isu Flu Babi. Padahal mereka santri-santri yang JELAS SEKALI sangat jauh dari urusan babi. Selain virus seperti itu sengaja disebarkan di pesantren-pesantren, agar banyak santri-santri yang mampus. Hal itu juga untuk mencemarkan nama baik pesantren dan membuat masyarakat takut menyekolahkan anaknya ke pesantren.

[5] Dan alhamdulillah, satu makar para konspirator ini gagal, yaitu saat ingin mencemarkan nama baik Islam di mata para penggemar sepakbola, setelah MU gagal datang ke Indonesia. Atas ijin Allah juga, para suporter bola tidak marah-marah kepada organisasi-organisasi Islam dan Ummat.

Dan sangat disayangkan, partai Islam/Muslim yang membawa-bawa simbol Islam, dan tidak mau disebut partai sekuler, mereka sama sekali tidak terdengar suara pembelaannya. Tapi memang itu sudah sepadan dengan kenyataan, bahwa dunia politik praktis = dunia ketenagakerjaan! Jadi jangan heran deh!

Lihatlah saudaraku dengan mata hatimu, belum juga SBY resmi menjadi Presiden RI untuk kedua kalinya, Ummat Islam telah dikepung fitnah dari berbagai penjuru. Laa haula wa laa quwwata illa billah. Hanya kepada Allah kita bergantung dan berserah diri. Serahkan nasib dan kehidupan kepada-Nya, berbuatlah terbaik yang sanggup kamu lakukan, tetap istiqamah dalam ibadah kepada-Nya; insya Allah, hal ini akan menjadi pegangan yang teguh untuk menghadapi beribu-ribu fitnah.

Allahumma a’izzil Islama wal Muslimin, wa allif baina qulubihim, wa ashlih dzata bainihim, wanshurhum ‘ala aduwwika wa ‘aduwwihim. Allahumma amin, wa shallallah ‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in.

AMW.