Keanehan Fenomena Bencana di Indonesia

Oktober 28, 2010

Kalau Microsoft Inc. selalu mengeluarkan produk software Windows seri terbaru, sesuai dengan periode tahun keluarnya software tersebut. Kalau di Indonesia ada kenyataan yang sangat unik. Bangsa Indonesia setiap tahun seperti selalu mengeluarkan “seri bencana” terbaru. Untuk tahun 2010 ini saja sudah muncul serial bencana-bencana terbaru. Tipenya WASIOR 150P, kemudian MENTAWAI 600Ts, dan MERAPI 50MM.

[WASIOR 150 P, maksudnya banjir Wasior, dengan korban 150 orang terjadi di Papua. MENTAWAI 600Ts, maksudnya gempa bumi dan tsunami di Mentawai dengan korban sekitar 600 orang. Ts maksudnya, tsunami. Adapun MERAPI 50MM; 50 artinya korban meninggal mungkin mencapai 50 orang; MM artinya Mbah Maridjan].

Dikejar Awan Panas Debu Erupsi Gunung Merapi.

Ke depan diusulkan, pihak Departemen Sosial membuat serial-serial “merk bencana” itu. Selain untuk memudahkan identifikasi, juga siapa tahu “merk-merk” itu bisa diekspor ke negara-negara lain, seperti Bill Gates mengekspor produk Windows ke seluruh dunia. Kalau bangsa lain bangga dengan serial teknologi, kita bangga dengan serial bencana. Masya Allah, sangat ironis memang.

Dari kejadian bencana-bencana sepanjang tahun 2010 ini, ada catatan unik (aneh) yang layak kita renungkan. Antara lain sebagai berikut:

[1] Saat terjadi bencana banjir di Wasior Papua, banyak orang menyebut banjir itu seperti kejadian tsunami kecil. Dalam rekaman video amatir sangat terlihat air meluap menghanyutkan perkampungan di sudut teluk tersebut. Apakah ini tsunami? Bukan, meskipun posisi Wasior ada di tepi pantai. Itu bukan tsunami yang membawa air laut, karena tidak ada gempa atau apapun disana sebelum kejadian terjadi. Tsunami terjadi selalu didahului gempa tektonik di dasar lautan. Air banjir itu ternyata dari air sungai yang sangat desar, akibat hujan terus-menerus di lokasi itu. Sekilas lihat seperti tsunami, padahal dari banjir sungai biasa.

[2] Pada malam 25 Oktober 2010, Jakarta dilanda banjir di mana-mana. Jalan-jalan raya di Jakarta dikepung banjir setinggi lutut. Ribuan manusia mengeluh, stress, terjebak kemacetan, bahkan ada yang celaka, karena terperosok lubang, lalu terbawa banjir. Anehnya, keesokan harinya, air banjir itu sudah lenyap. Air yang semula menggenang dimana-mana, hanya dalam tempo cepat sudah lenyap. Padahala namanya banjir, biasanya akan selalu meninggalkan genangan sampai beberapa lama. Lagi pula, di daerah-daerah pantai utara Jakarta, tempat seharusnya air banjir itu bermuara, malah tidak terjadi banjir.

[3] Saat ini bangsa Indonesia mengeluh karena curah hujan sangat tinggi. Hampir setiap hari hujan, pagi, siang, sore, sampai malam. Tetapi uniknya, di Surabaya beberapa waktu lalu terjadi hawa panas menyengat. Suhu mencapai sekitar 40 derajat celcius. Bahkan di Riau terjadi kebakaran ribuan hektar hutan, sehingga asapnya terpaksa “diekspor” ke Singapura. Masyarakat Singapura sudah mengeluh dengan tebalnya asap itu. Satu sisi terjadi hujan sangat tinggi, sehingga ahli-ahli cuaca menyebutnya, gejala La Nina. Tetapi di sisi lain, terjadi bencana kekeringan yang amat sangat, sehingga ada kebakaran hutan di Riau.

[4] Saat terjadi gempa dan tsunami di Mentawai, Sumatera Barat, pihak BMKG sudah membuat release, bahwa setelah terjadi gempa berkekuatan 7,2 skala richter itu, ancaman tsunami sudah lewat. Ternyata, di Mentawai sendiri benar-benar terjadi tsunami. sekitar 100 orang ditemukan tewas, 500 lainnya masih hilang. Informasi dari BMKG itu bisa menipu banyak manusia, baik rakyat, pemerintah, atau badan-badan bantuan kemanusiaan.

[5] Sebelum Gunung Merapi meletus, masyarakat sekitar gunung susah sekali untuk diungsikan. Mereka selalu beralasan, harus bekerja agar anak-isteri terus makan. Hal ini terjadi bukan tanpa alasan. Tetapi karena memang, Gunung Merapi itu selama ini dikenal “ramah”. Gunung Merapi memang aktif sekali, tetapi abu vulkaniknya membawa banyak manfaat bagi kehidupan pertanian warga sekitar lereng Merapi. Karena itu masyarakat tenang-tenang saja. “Paling juga nanti berhenti,” begitu logika mereka. Namun saat Merapi benar-benar meletus, banyak warga tercengang. Dari puncak Merapi sampai jarak sekitar 5 km, wilayah yang tersapu “wedhus gembel” itu sangat mengerikan. Semuanya memutih, tanpa kehidupan. Jangankan manusia dan hewan, tanam-tanaman saja mati seketika. Betapa tidak, semua itu tersapu hawa-material panas dengan suhu minimal 600 derajat celcius. (Sebagai perbandingan, titik leleh baja 1000 derajat celcius. Titik leleh aluminium sekitar 500 derajat celcius). Saya yakin, setelah kejadian ini, tidak akan ada lagi warga lereng Merapi yang “sok berani” menghadapi gunung itu.

[6] Tahun 2009 lalu SBY dan Demokrat mengklaim sukses membangun pertanian, dengan klaim Indonesia telah mencapai swasembawa beras. Menteri Pertanian, Anton Apriantono dan PKS juga mengklaim hal yang sama. Lalu ada yang mengingatkan, bahwa swasembada itu terjadi semata-mata karena cuaca/iklim yang mendukung. Benar saja, ketika cuaca tidak bersahabat seperti saat ini, dengan hujan terus-menerus tanpa henti, akhirnya Menteri Pertanian Soewarno “menyerah kalah”. Dia lalu melakukan kampanye “One Day No Rice” (satu hari tanpa makan nasi). Mengapa beliau tidak mengklaim swasemba beras seperti pendahulunya?

Negeri Indonesia dengan segala macam bencana ini, sebenarnya sudah aneh. Sebab negara-negara tetangga seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand, Timor Leste, Australia, dll. buktinya baik-baik saja. Ya memang mereka menghadapi bencana, tetapi tidak RUTINITAS seperti negeri kita ini.

Itu saja sudah aneh. Apalagi, perilaku bencana itu sendiri juga aneh. Mula-mula di ujung Timur, lalu pindah ke ujung Barat, lalu pindah ke Tengah, dan seterusnya. Seolah, semua tempat “dapat jatah giliran” masing-masing.

Seperti yang sudah kita katakan berulang-ulang kali disini. Posisi seorang pemimpin, sangat besar artinya bagi rakyatnya. Kalau jiwa pemimpin itu culas, curang, tega hati, dan khianat; alamat nasib rakyatnya akan sengsara. Kalau jiwa pemimpin itu lembut, empati, peduli dengan nasib orang lemah, tulus, dan memegang amanah secara teguh; insya Allah nasib rakyatnya juga akan sentosa, aman, dan sejahtera.

Dan SISTEM DEMOKRASI LIBERAL tidak akan pernah melahirkan pemimpin seperti itu. Demokrasi liberal hanya akan melahirkan tipe-tipe pemimpin materialis, industrialis, minim empati manusiawi. Catat itu!

Semoga bangsa ini mau belajar; dan tak henti-hentinya kita menghimbau bangsa Indonesia supaya mau belajar; dengan tidak menghiraukan lagi apakah himbauan seperti ini ada artinya atau tidak.

Allahumma rabbana, faghfirlana dzububana warhamna wa’fu anna, Anta Maulana ni’mal Maula wa ni’man Nashir. Amin ya Mujibas sa’ilin.

AM. Waskito.


Pemimpin dan “Boneka Kayu”

Oktober 22, 2010

Anda pernah melihat seni pertunjukkan boneka kayu?

Di Indonesia tidak populer, tetapi di negeri-negeri lain populer, seperti Jepang atau China. Kalau di Barat, kita mengenal boneka kayu, Pinokio. Dalam seni boneka kayu itu, sebuah boneka kayu terlihat bergerak, menari, berputar-putar, dll. di sebuah panggung kecil yang telah disiapkan secara khusus. Boneka itu tentu tidak bisa bergerak sendiri. Ia digerakkan oleh tali-tali dari atas panggung. Seorang dalang yang tangannya lincah dan terlatih menggerakkan boneka itu dengan benang atau tali.

Untuk menjadi sebuah boneka kayu yang handal, tidak dibutuhkan keistimewaan tertentu. Cukup dia memiliki bentuk yang bagus, kayunya diolah rapi, dicat dengan mengkilat, lalu diberi pakaian yang lucu. Biasanya tidak ketinggalan memakai topi untuk pelengkap. Kalau cerita yang dimainkan rumit, properti dan kostum lebih bervariasi.

Filosofi "Pinokio" Banyak Dipakai di Negara-negara Muslim Pontensial (seperti Indonesia ini).

Dalam politik, seorang pemimpin kadang disifati seperti: boneka kayu. Mengapa demikian? Sebab, tugas utama pemimpin itu hanya tampil di panggung politik saja, dengan tanpa memiliki independensi sama sekali. Dia tidak memiliki ide, pikiran, gagasan, visi, missi, empati, pembelaan, wibawa, dll. Sama sekali tidak ada. Sebab tugas inti dia hanya tampil di depan umum dengan performa rapi, gagah, memberi harapan, menebar janji, dan penuh wibawa. Tugas utamanya hanya di lapangan ENTERTAINMENT POLITIK, bukan dalam kepemimpinan riil.

Apakah ada pemimpin politik yang seperti “boneka kayu” itu?

Ada, dan ini sangat nyata. Pemimpin seperti Hosni Mubarak di Mesir termasuk golongan pemimpin seperti ini. Hosni Mubarak itu tidak pernah berpikir untuk memajukan kehidupan rakyatnya yang mayoritas Muslim itu. Tugas pokok Hosni ialah: Menjaga politik Mesir agar terus menjadi penyangga kepentingan Israel. Coba perhatikan kebijakan-kebijakan politik luar negeri Mesir, tak ada yang bertentangan dengan kepentingah Israel.

Untuk melancarkan missi itu, Hosni Mubarak harus terus memimpin Mesir, sampai dirinya wafat. [Ada yang mengatakan, Hosni Mubarak sudah wafat. Orang yang muncul di permukaan selama ini adalah orang yang serupa dengan dia. Wallahu A’lam bisshawaab].

Tentu saja kebijakan politik Hosni Mubarak itu amat sangat dibenci oleh aktivis-aktivis Islam di Mesir. Hosni Mubarak sadar dengan hal itu. Maka selama memimpin Mesir, Hosni Mubarak dikelilingi oleh level keamanan terbaik di dunia. Dia amat sangat dijaga dari resiko serangan, sabotase, pembunuhan, dll. Hosni amat dijauhkan dari rakyatnya, tidak boleh bersentuhan dengan rakyat, kecuali secara formal belaka.

Sejatinya, posisi Hosni Mubarak adalah seperti “boneka kayu”. Dia tampil di panggung politik, tetapi sebatas tampil saja. Tidak memiliki ide, visi, missi, independensi, empati, dll. Semua kekuatan kepemimpinannya dilucuti. Hosni hanya sebagai “boneka kayu”, sedang ada kekuatan lain (asing) yang mengendalikan dirinya. Upaya yang sama pernah akan dilakukan terhadap pemimpin Syria, tetapi gagal.

Kasus yang mirip dengan Hosni Mubarak ini ada di Afghanistan, di bawah Hamid Karzai, di Irak di bawah Nuri Al Maliki, atau di Pakistan di bawah mantan Presiden Pervez Musharraf. Kesemua pemimpin itu adalah “boneka kayu” yang tidak memiliki nyali, independensi, dan ruh kepemimpinan sama sekali.

Politik Boneka: "Mengutamakan Citra Zhahir, Tanpa Realitas Bathin."

Di bawah pemimpin bertipe “boneka kayu”, amanah kehidupan rakyat diabaikan. Missi negara akhirnya diarahkan untuk melayani kepentingan asing (kolonial), dengan tidak menghiraukan kepentingan rakyat sama sekali. Dulu, dalam sejarah Indonesia, cara serupa juga ditempuh Kompeni Belanda. Mereka mengangkat Bupati, Wedana, bahkan Raja, yang menjadi boneka-boneka politik. Bupati, Wedana, atau Raja itu bekerja untuk melanggengkan kepentingan penjajah Belanda. Rakyat menjadi korban, Belanda pesta-pora dengan aneka kekayaan jarahan; dan pejabat-pejabat boneka itu dan keluarganya hidup makmur, sebagai penjilat kolonial.

Ternyata, sejarah berulang kembali…

Soekarno, Soeharto, dan Habibie… ketiganya masih dianggap sebagai pemimpin yang memiliki ide, gagasan, visi, missi, empati, pembelaan, harga diri. Tetapi setelah periode mereka berlalu, tidak satu pun pemimpin Indonesia yang memiliki independensi. Semuanya seperti “boneka kayu”. Apalagi pemimpin yang sejak 2004 memimpin Indonesia, sangat kelihatan sekali karakter “boneka kayu”-nya.

Ciri pemimpin “boneka kayu” sederhana saja:

(a) Peran utamanya membangun citra kepemimpinan, ya semacam pertunjukan politik begitulah; (b) Pemimpin seperti itu tidak memiliki independensi, ide, gagasan, visi, missi, empati, dll. sebab seluruh sisi kebijakan politiknya dikendalikan oleh kepentingan asing (kolonial); (c) Missi utama pemimpin seperti itu ialah melayani kepentingan asing (kolonial), bukan untuk kebaikan rakyat negerinya sendiri.

Pemimpin “boneka kayu” biasanya selalu menekankan citra, seraya tidak bisa memberikan makna berarti bagi rakyatnya. Ya itu wajar, sebab job description tugasnya memang hanya sebatas itu. Dia akan sangat sensitif kalau ada gangguan dalam soal pencitraan; tetapi tidak sensitif kalau ada gangguan terhadap hak-hak rakyatnya.

Pemimpin seperti itu juga biasanya menerapkan sistem sekuriti sangat tinggi. Kemanapun dia berjalan akan selalu dikelilingi oleh sistem penjagaan luar biasa. Dia benar-benar dijaga agar tidak tersentuh oleh siapapun yang memusuhi dirinya. Misalnya, ketika berkunjung ke sebuah lokasi banjir di Papua, dia harus memakai kapal militer dengan persenjataan penuh. Ini hanya contoh saja.

Para kolonial yang notabene “dalang” yang menggerakkan “boneka kayu” itu, mereka sudah memikirkan tingkat sekuriti sangat tinggi untuk menjaga boneka-boneka politik yang sedang mereka kendalikan. Itu sudah dipikirkan sangat matang. Persis seperti penjagaan yang diberikan kepada Hosni Mubarak, Hamid Karzai, Nuri Al Maliki, juga Perves Musharraf.

Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dan pelajaran, bahwa: Jaringan kolonialisme dunia itu sudah sedemikian hebat, merambah negeri-negeri Muslim, sehingga mampu memaksakan boneka-boneka mereka untuk memimpin negeri-negeri itu, demi kepentingan ekonomi mereka.

Tiada izzah, selain hanya bersama agama Allah Ta’ala.

AM. Waskito.


Berhati-hatilah, Pak Jusuf Kalla!!!

Oktober 19, 2010

(Revised edition).

 

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Kita bergembira ketika beberapa waktu lalu tersiar berita, bahwa Pak Jusuf Kalla (mantan Wakil Presiden RI) ingin ikut menjadi penengah perdamaian antara Palestina-Israel. Bisa jadi, dari pengalaman menjadi mediator perdamaian Malino I dan II, lalu perjanjian antara RI-GAM di Aceh, Pak Jusuf Kalla memiliki track record untuk maju ke level konflik Palestina-Israel. Meskipun kita tahu, level konflik di internal bangsa Indonesia sangat berbeda dengan konflik abadi antara kaum Muslimin versus Zionisme internasional itu. Tetapi tidak apalah, semangat Pak Kalla layak dihargai.

Tetapi kita sangat prihatin ketika MER-C melansir pernyataan yang intinya menghimbau agar PMI (lembaga yang kini dipimpin oleh Jusuf Kalla) agar membatalkan kerjasama dengan Israel. Kita kaget, ada apa dengan PMI? Ada apa dengan manuver Jusuf Kalla? Apakah mereka ingin membuka kerjasama dengan MDA -palang merahnya Yahudi terlaknat itu-?

Tidaklah seorang Yahudi menjabat tangan kita dengan hangat; melainkan di hatinya, dia ingin membunuh kita.

Selengkapnya rilis dari MER-C bisa dibaca disini: MER-C Minta PMI Batalkan Kerjasama dengan Israel. Kalau membaca pernyataan MER-C ini kita amat sangat prihatin. Bagaimana Bapak Jusuf Kalla sampai melakukan kunjungan atas nama PMI ke Israel? Bagaimana beliau bisa berjalan-jalan mengunjungi instalasi-instalasi kesehatan di Israel? Bagaimana beliau  kagum dengan kehandalan teknologi Israel, lalu berniat membuka jalan kerjasama antara PMI dengan MDA (palang merahnya Israel)? Sangat menakjubkan, bagaimana semua itu bisa terjadi?

Kita sangat amat prihatin. Bagaimana Pak Jusuf Kalla sampai mengeluarkan statement, “Untuk urusan kemanusiaan dan sistem manajemen transfusi darah mereka, kita akan saling tukar pengalaman.” Seolah, dalam urusan politik, militer, ekonomi, dll. kita tidak usah kerjasama dengan Israel. Tetapi dalam masalah kemanusiaan, kita boleh sharing dengan mereka.

Allahu Akbar, mengapa Pak Jusuf Kalla tidak ingat dengan kejahatan Isreal terhadap armada Mavi Marmara? Padahal Mavi Marmara adalah kafilah pelayaran yang membawa missi kemanusiaan ke Ghaza. Apakah sulit untuk mengingati kejadian yang baru terjadi beberapa bulan lalu? Dimana empati kemanusiaan kita ketika Israel memblokade jalur Ghaza sehingga disana ada jutaan manusia menderita, kelaparan, terserang penyakit, kekurangan gizi, obat, dan air? Apakah itu yang kita sebut sebagai kerjasama kemanusiaan? Jelas sangat mengherankan.

Wajib bagi Ummat Islam untuk memerangi Yahudi Israel secara totalitas, secara menyeluruh, dari arah manapun mereka berada di muka bumi ini; dan dalam waktu kapanpun, sampai Hari Kiamat. Ini adalah kewajiban universal ummat manusia, khususnya kaum Muslimin untuk memerangi Yahudi secara komprehensif.

Mengapa harus demikian?

Sebab Zionisme Internasional telah merusak manusia dan kemanusiaan, secara sistematik, secara menyeluruh, secara massif di berbagai sisi kehidupan insan. Yahudi telah benar-benar menghancurkan peradaban manusia melalui sistem ekonomi ribawi, kapitalisme, kebohongan media, penghancuran budaya melalui film-film, musik, fashion, gaya hidup. Yahudi telah merusak kesehatan melalui berbagai konspirasi virus, obat berbahaya, makanan beracun, air terpolusi, udara kotor, dll. Yahudi telah merusak lingkungan, merusak mentalitas, merusak keturunan. Yahudi telah merusak sistem pertahanan, merusak tradisi militer, merusak birokrasi, lembaga sosial, lembaga keagamaan, lembaga bisnis, termasuk di dalamnya lembaga kemanusiaan. Yahudi telah merusak kehidupan melalui organisasi rahasia, agen, penyusupan, makar, dll. Singkat kata, Yahudi Israel inilah entitas yang diperingatkan dengan keras dalam Al Qur’an, “Wa laa ta’tsau fil ardhi mufsidin” (janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan berbuat kerusakan).

Memerangi Yahudi secara komprehensif dan totalitas, sama dengan menyelematkan manusia dari bahaya kekejian mereka. Itu adalah kontribusi kemanusiaan tertinggi. Jauh lebih mulia dan berarti daripada sekedar urusan teknik transfusi darah.

Dr. Siti Fadilah Supari, Mantan Menkes, juga pernah mengingatkan bahaya Zionisme di dunia kesehatan dunia. Bahkan kita masih ingat, orang-orang Israel kerap mencuri jenazah anak-anak Palestina yang terbunuh dalam konflik, lalu diambil organ dalamnya, untuk kebutuhan transplantasi di negerinya. Dengan berkedok missi kemanusiaan, mereka mencuri organ. Masya Allah, semoga Allah melaknati manusia-manusia keji itu.

Nabi Saw sudah berkali-kali mengingatkan kelicikan kaum Yahudi ini. Beliau ingatkan kaum Muslimin agar berhati-hati terhadap makar Yahudi. Kita masih ingat, bagaimana kabilah-kabailah Yahudi di Madinah harus diusir dari Madinah karena segala pengkhianatan mereka. Pengkhianatan terbesar ialah oleh Bani Quraidhah yang membangun sekutu (Al Ahzab) dalam rangka menghabisi peradaban Islam.

Jangankan Anda, wahai Pak Kalla, Nabi Muhammad Saw pun dikhianati oleh Yahudi-Yahudi keji itu. Bahkan Nabi Musa As terus-menerus disakiti hatinya oleh makhluk terkutuk dari kalangan Yahudi itu; bahkan Nabi Harun As nyaris dibubuh oleh mereka dalam kasus penyembahan sapi betina. Nabi kaum Yahudi sendiri dimusuhi oleh mereka, apalagi seorang Jusuf Kalla? Tentu Anda tidak akan dipandang oleh mereka, kecuali bila posisi Anda bisa dimanfaatkan oleh mereka untuk ditipu, dikhianati, ditunggangi, dll.

Pak Kalla, kami mengingatkan Anda agar bersikap lurus! Isilah akhir-akhir hidup Anda dengan kebajikan! Jangan diisi dengan kontroversi-kontroversi. Semua itu akan meletihkan diri Anda sendiri, akan membuyarkan angan-angan baik Anda; bahkan bisa menghempaskan usaha-usaha bisnis keluarga Anda!

Semoga Bapak Jusuf Kalla menyesali kepergiannya ke negeri Yahudi yang telah dilaknat oleh Allah, makhluk di bumi dan di langit itu. Pergi kesana, selalu membawa ekor masalah yang panjang, sebab pergi kesana seperti mendatangi tempat yang penuh laknat.

Semoga Pak Jusuf Kalla juga tidak ada niatan untuk meneruskan kerjasama antara PMI dan MDA Israel.  Demi Allah, Pak Kalla. Andaikan Anda terus meneruskan rencana kerjasama dengan palang merah Israel, kami akan menyerukan kaum Muslimin agar memboikot PMI, menolak donor darah ke PMI, menolak menyumbang PMI, dan seterusnya.

Akhir kalam, semoga Anda Pak Jusuf Kalla bisa memahami harapan baik ini. Allahumma amin. “Siapa yang berbuat baik, sebenarnya dia berbuat untuk kebaikan dirinya sendiri.”

 

Bandung, 19 Oktober 2010.

Abu Muhammad Al Nusantari.



Keagungan Mujahidin Islam

Oktober 18, 2010

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Ikhwan dan akhwat, semoga Allah selalu membimbingmu dalam kebaikan. Amin.

Saat ini kita harus mencatat dan membukukan sebuah FAKTA SEJARAH yang sangat menakjubkan. Fakta ini sangat nyata dan jelas, tetapi sebagian besar kita lalai untuk mengingatinya. Pemikiran-pemikiran kritis seperti layu saat membidik persoalan ini. Apalagi kaum anti Islam (di seantero dunia) berusaha mati-matian menutupi fakta tersebut. Menjadi tugas kita untuk menyampaikan kebenaran ini, dan tidak menyembunyikannya. Bahkan menjadi tugas kita untuk menyampaikan BARAKAH BESAR ini ke tangan anak-anak kita.

Semua ini adalah berkaitan dengan sifat-sifat agung Mujahidin Islam yang terjun di medan perang, demi membela dan menjaga agama Allah Ta’ala yang mulia. Mereka berperang atau diperangi, mereka membunuh musuh atau terbunuh, dalam kafilah Jihad Fi Sabilillah yang senantiasa menghiasai kehidupan insan di bumi ini. Merekalah para hizbullah (tentara Allah) yang telah mendermakan hidupnya untuk menjaga agama-Nya.

Jihad Fi Sabilillah Telah Mengalahkan Dua Adidaya Dunia: Uni Soviet dan Amerika Serikat!!!

Melalui blog sederhana ini, kita ingin merekam barakah agung tersebut. Dan diharapkan, kaum Muslimin yang lain juga mencatat hal ini, mengingatinya, serta membanggakannya sebagai warisan besar peradaban Islam.

[1] Kalau Anda ditanya, “Negara mana yang menguasai dunia Pasca Perang Dunia II?” Jawabnya pasti: Amerika Serikat dan Uni Soviet. Mereka adalah dua negara adidaya yang telah merajalela di dunia, setelah berakhir perang dunia yang dimenangkan oleh Sekutu itu.

[2] Kemudian pertanyaan itu dilanjutkan, “Lalu bagaimana keadaan Uni Soviet dan Amerika Serikat saat ini?” Jawabnya juga jelas: Uni Soviet sudah bubar tahun 1989 lalu, kini bergantu menjadi Federasi Rusia dan negara-negara mandiri di Asia Tengah, seperti Uzbekistan, Turkemistan, Tajikistan, dll. Singkat kata, Uni Soviet sudah habis. Sedangkan Amerika Serikat menjadi The Globo Cop (polisi dunia), pasca kehancuran Uni Soviet. Amerika merajalela, menguasai dunia, dan bebas memaksakan kepentingan-kepentingannya. Namun sejak 2008-2009 lalu (hanya berselang 10 tahun setelah Uni Soviet bubar), Amerika menderita krisis ekonomi sangat mengerikan. Kini negara itu terseok-seok, tercabik-cabik, dan sedang menggali kuburnya sendiri.

[3] Pertanyaan berikutnya, “Mengapa Uni Soviet hancur? Dan mengapa pula Amerika hancur? Apa yang membuat dua negara adidaya tersebut berkeping-keping?” Perlu diketahui, kehancuran internal bangsa Amerika saat ini sangat serius. Dengan cara apapun mereka susah diselamatkan, karena kehancuran itu terjadi secara sistematik, melibatkan birokrasi yang korup, mafia bisnis yang merajalela, serta kehancuran modal dan budaya masyarakatnya. Bisa dipastikan, Amerika akan tenggelam di masa-masa ke depan.

Mengapa dua negara adi daya itu mengalami kehancuran hebat? Jawabnya sangat mudah: “Mereka dihancurkan oleh Jihad para Mujahidin Islam di Afghanistan, Irak, dan kini di Pakistan.” Ini adalah FAKTA besar yang harus kita ketahui. Fakta ini tidak boleh disembunyikan, tetapi justru harus terus kita dengung-dengungkan tanpa henti, di sepanjang waktu dan tempat.

Ternyata, yang sanggup menghancurkan dua negara adidaya Uni Soviet dan Amerika Serikat adalah para Mujahidin Islam di Afghanistan, Irak, serta Pakistan. Masya Allah, laa haula wa laa quwwata illa billah. Tidak pernah terbayangkan oleh kita, betapa hebatnya kekuatan Jihad para Mujahidin Islam. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

[4] Jihad di Afghanistan sebenarnya sudah dimulai sejak era pejuang-pejuang Ikhwanul Muslimin di era 70-an. Namun sejak tahun 80-an, Jihad di Afghanistan mengalami perubahan significant. Ketika itu Uni Soviet benar-benar melakukan pendudukan (invasi) atas negara Afghanistan. Para ulama (termasuk Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah di Saudi) menyerukan fatwa wajibnya Jihad Fi Sabilillah membela kaum Muslimin di Afghanistan. Selain dari kalangan Ikhwanul Muslimin, mulai hadir disana Mujahidin Salafi, bahkan para Mujahidin asal Indonesia. Ada yang menyebut, veteran Jihad Afghanistan dari Indonesia ketika itu sekitar 3000 orang. Pemerintah negara-negara Muslim, seperti Saudi, Pakistan, juga Indonesia, bahkan Amerika, ikut mendukung gerakan Jihad ini, sebab hal itu dimaksudkan oleh mereka untuk menghalangi penyebaran ideologi Komunisme Soviet. Para mujahidin mendapatkan pasokan senjata dan pelatihan militer untuk menaklukkan Soviet. Setelah melalui peperangan hebat dalam rentang waktu 1980-1989, akhirnya Uni Soviet menyerah kalah dan menyatakan mundur dari bumi Afghanistan. Kekalahan Soviet ini bukan semata karena banyaknya serdadu-serdadu mereka yang terbunuh, dan peralatan-peralatan militer yang rusak. Tetapi yang pasti, akibat perang antara tahun 1980-1989 itu, Uni Soviet mengalami krisis keuangan luar biasa. Anggaran keuangan mereka terkuras hebat. Nah, itulah sebab yang kemudian membuat Uni Soviet bubar, karena mereka kehabisan anggaran sebesar-besarnya. Dan untuk menutupi rasa malu ini, dimunculkanlah Michael Gorbachev yang menyerukan gerakan Glasnots dan Perestroika. Lalu manusia sedunia mengklaim, Uni Soviet hancur karena gerakan politik Gorbachev. Padahal tidak. Soviet hancur karena mereka mengalami kebangkrutan keuangan hebat, untuk membiayai invasi ke Afghanistan.

[5] Kehancuran Amerika ternyata melalui proses yang sama dengan Uni Soviet. Mereka hancur juga karena anggaran keuangannya habis untuk membiayai perang di Irak dan Afghanistan. Tanggal 11 September 2001, George Bush dan kawan-kawan membuat peledakan gedung WTC. Peledakan ini mereka buat-buat sendiri, lalu dituduhkan kepada Usamah bin Laden dan kawan-kawan, sehingga akibatnya menyengsarakan kaum Muslimin seluruh dunia. (Sialnya lagi, Usamah bin Laden dkk. mengaku sebagai pelaku peledakan WTC itu. Tetapi anehnya, Usamah dan Al Qa’idah tidak pernah lagi bisa mengulangi sukses peledakan WTC itu, jika mereka benar-benar bisa melakukannya). Sekitar Mei 2003, pasukan Amerika mulai langkah pertama invasi ke Irak. Ribuan ton rudal dijatuhkan di kota-kota di Irak. Jutaan kaum Muslimin wafat disana, di atas kezhaliman pasukan laknatullah ‘alaihim itu. Tidak hanya menyerang Irak, Amerika dan Sekutu juga menyerang Afghanistan hanya beberapa bulan setelah Tragedi WTC. Maka para Mujahidin pun bangkit melakukan perlawanan. Mereka menerjuni peperangan dahsyat sejak tahun 2001/2003 sampai saat ini. Banyak korban jatuh dari kalangan rakyat sipil, banyak kerusakan menimpa negeri Irak dan Afghanistan. Tetapi korban dari pasukan sekutu, alat-alat militer mereka, fasilitas mereka, bahkan trauma psikologi yang menimpa pasukan mereka, juga amat sangat besar. Bahkan untuk peperangan ini, Joseph Stiglizt pernah menyebut, Amerika harus mengeluarkan dana sekitar US$ 4 triliun untuk membiayai perang Irak dan Afghan. Dan kini tentu biaya itu lebih besar lagi. Sampai ada yang membuat analisa (Matthew Nasuti), untuk membunuh seorang anggota Thaliban, Amerika harus mengeluarkan dana sekitar US$ 50 juta dolar (atau sekitar Rp. 500 miliar). Nah, perang Irak dan Afghanistan ini sangat menguras kas keuangan Pemerintah Amerika. Karena itu mereka mengalami guncangan keuangan yang sangat hebat.

[6] Seperti kejadian yang menimpa Uni Soviet, setelah negara itu hancur, media-media massa mengangkat isu gerakan politik Gorbachev untuk menutupi rasa malu. Begitu pun ketika Amerika mengalami kehancuran keuangan akibat terkuras oleh perang di Irak dan Afghanistan, mereka membuat isu “Krisis Moneter Global“, juga untuk menutupi rasa malunya. Disebutkan, bahwa krisis itu akibat subprime mortgage. Secara perhitungan ekonomi, tidak mungkin kredit perumahan akan menghancurkan keuangan sebuah bangsa. Sebab besarnya total kredit itu pasti dibatasi sampai nilai yang aman. Tidak akan mungkin bank-bank di Amerika tidak melakukan regulasi untuk membatasi jumlah kredit yang berlebihan. Semua itu hanya alasan yang dibuat-buat. Bahkan yang menakjubkan, akibat kerugian besar di Irak dan Afghanistan, sistem kapitalisme dunia juga terguncang, sebab Amerika merupakan “Kiblat Kapitalisme Dunia”. Sebegitu hebatnya kekuatan Jihad Fi Sabilillah sehingga mampu mencabik-cabik sistem kapitalisme dunia. Kalau kini Amerika tidak berani menyerang Iran, bukan karena mereka takut kepada pasukan kaum Syi’ah di Iran. Tetapi mereka akan membayar biaya perang dari mana lagi? Itu alasannya.

[7] Demikianlah, Jihad Fi Sabilillah telah membuktikan kekuatannya yang tidak sanggup dihadapi kekuatan militer negara-negara raksasa dunia sekalipun. Hal ini mengingatkan kita kepada Jihad Pangeran Diponegoro di masa lalu. Perang Diponegoro hanya berlangsung antara tahun 1825 sampai 1830. Tetapi dampaknya luar biasa, keuangan penjajah Belanda nyaris bangkrut akibat perang itu. Pangeran Diponegoro diakui oleh bangsa-bangsa Eropa sebagai salah satu panglima perang yang tangguh. Foto beliau sampai tersimpan di Museum Inggris.

[8] Perkara yang sama juga kita saksikan di Palestina. Disana kaum Muslimin diperangi oleh Yahudi Israel, didukung oleh segala kekuatan Zionisme internasional. Tetapi para Mujahidin terus melakukan perlawanan sampai hari ini, bahkan kelak insya Allah sampai Hari Kiamat. Zionisme internasional telah mengumpulkan harta benda dari seluruh penjuru dunia melalui cara apapun yang mereka sanggupi, untuk memuluskan agenda mereka dalam menjajah Palestina dan mengancam negeri-negeri Muslim di sekitarnya. Tetapi missi dan agenda mereka terus mengalami kegagalan. Tidak terhitung berapa banyak anggaran perang yang sudah mereka keluarkan. Mungkin nilai anggaran itu lebih besar daripada anggaran Uni Soviet atau Amerika Serikat yang telah dibuang dalam peperangan.

[9] Sudah menjadi janji Allah Ta’ala untuk membela hamba-hamba-Nya yang berjihad di jalan-Nya. Janji Allah itu amat sangat jelas. “Falam taqtuluhum walakinnallaha qatalahum, wa maa ramaita idz ramaita walakinnallah rama, wa liyubliyal mukminina minhu bala’an hasanan. Innallah sami’un ‘alim” (bukan kamu yang membunuh mereka, tetapi Allah-lah yang membunuh mereka. Bukan kamu yang memanah mereka saat kamu memanah, tetapi Allah-lah yang memanah mereka. Dengan hal itu agar Allah menguji orang-orang beriman dengan ujian yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Al Anfaal, 17). Bila Allah Ta’ala sudah turun dalam memerangi orang-orang kafir/zhalim, lalu siapa yang akan sanggup menghadapi-Nya? Itulah janji Allah Ta’ala untuk menolong kaum Muslimin dan para Mujahidin.

[10] Lalu bagaimana caranya agar kaum Muslimin mendapatkan kemenangan dalam Jihad-nya melawan manusia-manusia zhalim dan kufur? Caranya sebagai berikut: Pertama, harus muncul dulu alasan Jihad Fi Sabilillah, sehingga di sebuah tempat berhak berlaku hukum Jihad Fi Sabilillah. Dengan hukum itu pula, para Mujahidin Islam dari seluruh penjuru dunia akan datang membantu kaum Muslimin. Kedua, ada fatwa ulama yang menetapkan wajibnya berjihad melawan musuh-musuh Islam di tempat itu. Bila para ulama bersepakat, itu lebih baik lagi. Ketiga, adanya sekelompok kaum Mukminin dengan ruh-ruhnya yang bersih yang siap menerjuni Jihad Fi Sabilillah, secara ikhlas semata mengharap Keridhaan Allah dan pahala syahid dari sisi-Nya. Keempat, adanya persiapan lahir-batin, harta-jiwa, ilmu-akhlak, serta mentalitas untuk menyongsong Jihad Fi Sabilillah itu.

Bila syarat-syarat seperti itu terpenuhi, maka tidak ada lagi yang ditakuti oleh para Mujahidin, tidak ada satu pun kekuatan militer, persenjataan, pasukan khusus, atau apapun, yang akan sanggup menghadapi mereka. Mereka berjalan di bawah naungan Allah Ta’ala untuk dihantarkan kepada satu dari dua pilihan: Hidup mulia atau mati syahid!

Satu catatan yang perlu direnungkan. Kemenangan Mujahidin dalam menghancurkan dua negara adidaya, Uni Soviet dan Amerika Serikat, tidak semata-mata hanya bermodal ilmu dan iman. Disana juga ada syarat penting yang harus dipenuhi yaitu: kekuatan persenjataan. Saat mengalahkan Uni Soviet, pasukan Mujahidin dibantu oleh Saudi, negara-negara Arab, Pakistan, bahkan alat-alat perang dari Amerika. Saat mengalahkan Amerika di Irak atau Afghanistan, mereka juga mendapatkan jalur suplai senjata yang lancar. Maka ayat dalam Surat Al Anfaal yang bunyinya “Wa a’iddu lahum mastatha’tum min quwwatin” (dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi). Ayat ini bukan main-main, tetapi benar-benar merupakan syarat kemenangan.

Sekaligus, tulisan ini sebagai hiburan bagi kaum Mukminin yang terus mendapatkan cobaan dari fitnah terorisme sejak tahun 2001 lalu. Fitnah terorisme tidak ada artinya dibandingkan kemenangan Mujahidin Islam dalam menghempaskan dua kekuatan adidaya dunia, Uni Soviet dan Amerika Serikat. Dan sejatinya, kaum Muslimin tidak bisa diperangi dengan cara-cara konspiratif (isu terorisme) seperti itu. Islam adalah mulia; ia tak akan mampu dikalahkan oleh isu terorisme dan sejenisnya. Uni Soviet dan Amerika Serikat adalah bukti nyata, bahwa hizbullah (tentara Allah) tidak akan sanggup dikalahkan oleh siapapun.

Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

Abu Muhammad Al Nusantari.


Analisis: Soal Lagu Ciptaan SBY di Test CPNS

Oktober 16, 2010

Seperti sudah sama-sama dimaklumi, media massa lagi ramai membicarakan pertanyaan seputar judul lagu ciptaan SBY, pada test CPNS di Kementrian Perdagangan, 12 Oktober 2010. MetroTV sampai mengangkat isu soal lagu itu sebagai materi Editorial.

Rata-rata analisa yang muncul di balik pencantuman pertanyaan narsis itu adalah sebagai berikut:

Pertama, kalau pencantuman soal seputar judul lagu itu diketahui SBY, berarti dia sedang melakukan politik pencitraan seperti yang sudah-sudah.

Kedua, kalau pencantuman soal judul lagu itu tidak diketahui oleh SBY, berarti bawahan-bawahan dia, khususnya di Departemen Perdagangan sedang berusaha menjilat atau cari muka ke SBY.

Ketiga, pencantuman soal itu merupakan upaya untuk melakukan kultus individu, seperti pemimpin-pemimpin politik sebelumnya, di era Orde Lama dan Orde Baru.

Keempat, analisis yang lebih serius, pertanyaan seperti itu dalam test CPNS dipahami sebagai bentuk surve terhadap popularitas SBY di mata anak-anak muda yang ikut test CPNS. Apakah SBY masih populer? Apakah citra SBY masih indah di hati rakyat? Bagaimana peluang politik SBY ke depan?

Sebenarnya, ada juga analisis lain yang tak kalah pentingnya. Pertanyaan tentang judul lagu SBY jelas sangat sulit dijawab oleh masyarakat biasa. Apalagi oleh orang-orang yang anti SBY. Bisa jadi, kalau pemuda/pemudi anti SBY ikut dalam test itu, lalu mendapatkan pertanyaan tersebut, mungkin mereka akan muntah-muntah.

Jadi, sebenarnya pertanyaan seputar judul lagu SBY itu merupakan TEST LOYALITAS bagi calon-calon PNS. Kalau mereka sangat ngefans dengan SBY, sangat mengagumi kiprah politiknya, sangat menikmati pencitraannya, mereka akan tahu jawaban pertanyaan itu. Tetapi kalau mereka bukan pendukung/pecinta SBY, kecil kemungkinan bisa menjawab. Kecuali, kalau mereka menjawab asal-asalan, lalu benar. Itu lain perkara.

"Lupakan derita. Mari bernyanyi. Wuo wuo wuo...ho ho ho." (gambar: politikana).

Dengan pertanyaan seperti itu, pihak Departeman Perdagangan sepertinya ingin mendapatkan jaminan bahwa PNS yang mereka terima, benar-benar LOYALIS-nya Pak Beye, bukan orang kritis, apalagi lawan politiknya. Hal-hal demikian dibutuhkan untuk menyaring CPNS sejak dini, agar mereka tidak meloloskan orang-orang yang masuk kategori pembenci SBY.

Kalau ditanya, apakah cara seperti ini tidak aneh, ganjil, menggelikan, memprihatinkan, sekaligus mengecewakan? Jawabannya mudah saja, “Sejak kapan kita puas dengan kinerja Pemerintahan SBY? Lha wong, memang sejak lama sudah penuh catatan, kritikan, serta ketidakstabilan kok. Kalau hanya soal CPNS itu sih masih kecil dibandingkan kasus-kasus “gajah” lainnya.

Ada harapan di hati supaya Pak Presiden SBY secara gentle mengaku diri tidak mampu memimpin, lalu mundur secara elegan. Itu lebih baik, demi menjauhkan masyarakat dari resiko penderitaan hidup yang lebih berat. Kasihanilah rakyat kecil, kebanyakan mereka fakir, kurang ilmu, dan lemah.

“Pak Beye, mau kan segera mengakhiri derita rakyat Indonesia? Mau kan? Mau dong… Ayolah, Bapak bisa!!!”

AMW.


Contoh Nyata Sikap Politisi Islami…

Oktober 12, 2010

Tulisan ini hanya meng-kopi artikel yang dimuat oleh http://www.hidayatullah.com. Ini hanya kopian saja. Saya biarkan apa-adanya, dari sononya. Tulisan asli sebagai berikut: Menag Akan Segera Bubarkan Ahmadiyyah? Oh ya, artikel ini dimuat 12 Oktober 2010, jam 10.34 WIB. Selamat membaca!

MENAG AKAN SEGERA BUBARKAN AHMADIYYAH?

Hidayatullah.com—Rencana Menteri Agama  (Menag) Suryadharma Ali yang akan membubarkan  aliran Ahmadiyah, kembali disampaikan. Pernyataan ini ia sampaikan saat melepas keberangkatan calon jamaah haji asal Medan, Senin malam.

“Awalnya saya berprinsip dua alternatif, membiarkan atau membubarkan. Kedua-duanya pasti beresiko. Namun setelah melalui anjuran MUI, PBNU dan Muhammadiyah, kelompok Ahmadiyah harus dibubarkan di Indonesia,” kata  Menteri Agama, tadi malam saat melepas jamaah Kloter 1 asal Labuhan Batu, Medan.

Hanya lebih kurang 1,5 jam melepas jamaah, Menag akhirnya  bergegas balik ke Jakarta untuk menghadiri wisuda anaknya.

Menurut Menag, dirinya bukan benci keberagaman beragama, namun keberadaan Ahmadiyah tidak dapat dipertahankan lagi, bahkan menimbulkan risiko lebih besar pada masa-masa akan datang.

Kata Menag, kelompok Ahmadiyah diakuinya menganut ajaran Islam, namun  paham yang mereka anut bertentangan dengan agama Islam, sehingga merusak akidah.

“Kalau itu terus dibiarkan akan menambah dosa di kalangan umat Islam dan menambah konflik kalangan umat yang penduduknya berjumlah lebih 90 persen beragama Islam. Makanya harus dibubarkan,” ujarnya.

Menag menegaskan, orang boleh berkata macam-macam, namun kenyataannya  Ahmadiyah itu tidak benar, banyak menyebarkan ajaran sesat dan menyesatkan umat.

Kebebasan Beragama

Pernyataan Menag ini memang bukan yang pertama. Sebelumnya,  Suryadharma Ali menegaskan, jemaah Ahmadiyah harus membubarkan diri. Suryadharma beralasan, Ahmadiyah telah bertentangan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri.

“Harusnya  Ahmadiyah segera dibubarkan. Kalau tidak dibubarkan masalahnya  akan terus berkembang,” katanya  usai mengikuti  rapat gabungan di Gedung DPR, Senayan, Senin 30 Agustus 2010.

Selain itu, menurut Suryadharma Ali, dalam SKB dengan jelas dinyatakan, ajaran Ahmadiyah tak boleh disebarluaskan karena menyimpang dari Islam. Menurutnya, aliran Ahmadiyah menyebut,  al-Quran bukan kitab terakhir.

“Juga karena prinsip nabi Muhammad bukan Nabi terakhir, sangat bertentangan dengan agama Islam. Kalau itu yang dimaksud kebebasan beragama kebablasan namanya,” katanya.

Jika prinsip Ahmadiyah ini disebut kebebasan beragama, Suryadharma mempertanyakan, bagaimana dengan hak asasi umat lain yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad merupakan Nabi terakhir.

“Siapa yang melindungi hak asasi mereka. Karena dalam kebebasan itu harus ada prinsip menghormati kebebasan orang lain. Hak ini yang harus dilindungi ketika ada sekelompok orang yang mengatakan Nabi Muhammad bukan nabi terakhir,” ujarnya. Mudah-mudahan gagasan Menag ini dapat segera dilaksanakan. [was/ti/hidayatullah.com].

Ini contoh sederhana sikap politisi Islami. Memang harus begitu, selalu bermuatan amar makruf nahi munkar. Bukan dijajah oleh konsep “maslahat dakwah”, lalu boleh menabrak apa saja dari bagian-bagian Syariat Islam ini.

Tentunya, kita tidak mengklaim seseorang telah bersikap lurus 100 % sesuai kaidah politik Islami. Tidak demikian. Tetapi kita mengapresiasi prestasi kebaikan-kebaikan yang nyata ada.

Dan ternyata, politisi-politisi Muslim produk lama, lebih banyak yang bersesuaian dengan Syariat Islam, daripada produk baru. Sangat disayangkan ya!

Alhamdulillah Rabbil ‘alamiin.

AMW.


Pesona Hijau Segar…

Oktober 9, 2010

Beberapa image bertajuk “hijau daun” mungkin bisa sedikit mencerahkan mata, kesadaran, dan hati kita. Di tengah suntuknya aneka rupa masalah manusia. Saat dirimu dalam kepenatan puncak…layangkan pandangan ke arah “hijau-hijau segar”. Untuk menyegarkan semangat yang mulai lapuk.

Selamat menikmati…

 

Sesegar titik-titik air...

 

 

Tumbuh menghijau...

 

 

Rasakan sensasi kesegarannya...

 

 

Terasa urat permukaan daun itu...

 

 

Hijau nih...terasa dalam.

 

 

Sebuah Karakter.

 

 

Terasa sentuhan lokal...

 

 

Lebih berani...

 

 

Dalam bingkai sentuhan tangan...

 

 

Semua yang hijau bisa habis sama "Si Ini".

 

Silakan mencari saluran-saluran relaksasi sekreatif mungkin, untuk mengkanalisasi gejolak-energi berlebih yang tak tertahan, karena tekanan penatnya kehidupan. Bisa hijau, biru, kuning, merah, dan sebagainya dari kekayaan di alam. Carilah saluran refreshing, saat otak terasa “mulai buntu”. Cari jalan yang sehat, sebab sehat itu bermanfaat. Jangan memilih “jalur kiri”, sebab setiap pilihan keliru, sakitnya bisa panjang.

Bersegar-segarlah, agar jiwamu tetap selalu fresh dan optimis, menatap masa depan! Tidak ada kata “badai” dalam kamus orang-orang optimis. Insya Allah. Boleh sih mengeluh, merasa susah, dan penat. Tetapi jiwa harus terus fresh, untuk melanjutkan langkah kehidupan, ke depan.

Masih ada jalan panjang di depan mata…

AMW.


Cara Menyelamatkan Diri dari Fitnah

Oktober 9, 2010

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Saat ini kondisi hidup bangsa kita berada di titik nazhir paling mengkhawatirkan. Segala masalah, berupa cobaan, bencana alam, kecelakaan transportasi, konflik sosial, kerusakan moral, korupsi birokrasi, praktik mafia politik, mafia media, mafia hukum, dll. tumpang tindih jadi satu.

Dalam keadaan demikian, peluang seorang Muslim terjerumus, terfitnah, atau menjadi korban masalah-masalah yang ada, terbuka lebar. Kapanpun musibah bisa menimpa, dan dimanapun. Sejak dari atas gunung sampai ke tepi pantai, dari hutan sampai ke tengah kota, di tengah sawah hingga ke tengah kampus, musibah bisa terjadi.

Dalam kondisi demikian, amat sangat penting kita bersimpuh kepada Allah, memohon pertolongan dan karunia-Nya, memohon rahmat dan ampunannya, memohon rizki dan kekuatan kepada-Nya. Saat tak ada lagi yang bisa diharap, maka Allah adalah Dzat yang paling layak diharapkan keselamatan dan kemurahan dari-Nya.

 

Saat kehidupan dilanda badai...

 

Disini ada beberapa cara praktis bisa dilakukan seorang Muslim untuk menghindari diri, keluarga, dan Ummat, dari bahaya fitnah. Cara-cara itu adalah sebagai berikut:

[1] Terus-menerus membaca ISTIGHFAR. Di setiap tempat, waktu, dan keadaan. Kecuali saat seseorang berada di kamar mandi (WC). Terus baca istighfar. Bisa diucapkan “as-tagh-firullah al ‘azhim” atau “as-tagh-firullah al ‘azhim, alladzi laa ilaha illa Huwa, al Hayyul Qaiyumu wa atubu ilaih”.

[2] Konsisten melaksanakan Shalat berjamaah di masjid. Minimal Shalat Shubuh dan Isya’. Lebih bagus bila bisa dawam, setiap waktu shalat di masjid. Itu luar biasa. Shalat berjamaah seperti tiang yang menegakkan sebuah bangunan. Tanpa tiang, rumah akan runtuh. Bagi kaum wanita, mereka boleh shalat berjamaah di masjid. Tetapi lebih afdhal shalat di rumah sendiri.

[3] Selalu bertauhid, mengesakan Allah Al Wahid. Menghindari kemusyrikan, menghindari  perbuatan-perbuatan yang bisa merusak akidah tauhid di hati. Setidaknya, selalu berdizkir membaca: “Laa ilaha illa Allah” atau “Laa ilaha illa Allah, wahdahu laa syarikalah, lahul Mulku wa lahul Hamdu, Yuhyi wa Yumitu wa Huwa ‘ala Kulli syai’in Qadiir”. Dalam Surat Al Baqarah 256 dijelaskan, tauhid itu merupakan tali pegangan yang sangat kuat, yang selamanya tak akan putus.

[4] Belajar ilmu, memahami ilmu, dan mengamalkan ilmu. Ilmu yang dimaksud adalah ilmu Wahyu, yaitu ilmu agama yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah. Bacalah Kitab Al Qur’an dan As Sunnah; dengarkan pelajaran tentang keduanya; baca risalah-risalah tentang keduanya; terus menuntut ilmu, sekalipun di tengah kancah peperangan sekalipun. Siapapun yang khidmah di bidang ilmu, maka Allah akan membukakan kebaikan-kebaikan kepadanya. Amin.

[5] Menghubungkan tali shilaturahim. Hubungkan pertalian darah, hubungan kekerabatan, hubungkan sanak saudara dan famili. Hubungkan sesama Muslim, sesama shahabat, rekan, handai taulan, orang-orang yang dikenal dari kalangan sesama Muslim. Hubungi mereka, dekatkan hati ke hati, maafkan yang tersalah, mintakan doa mereka, dukung kebaikan-kebaikannya, beritakan hal-hal optimis bagi mereka.

[6] Bersikap adil menjauhi kezhaliman. Jauhilah sikap zhalim, sebab kezhaliman itu merupakan “simpanan kecelakaan” bagi kita. Tidak tahu kapan Allah akan membukakan simpanan tersebut dan dalam bentuk apa? Na’udzubillah min dzalik. Bersikaplah yang adil, termasuk kepada anak-anak sendiri. Bila belum mampu mencegah kezhaliman atau membela keadilan, setidaknya, berbuatlah adil dan jauhi kezhaliman. Innallah yuhibbul muqsithin (sesungguhnya Allah itu mencintai orang-orang yang adil).

[7] Mengasihi orang-orang lemah, makhluk lemah, dan siapapun yang membutuhkan pertolongan. Kasihilah orang yang menderita, kasihilah yang sakit, kasihi yang fakir-miskin. Bila ada kekuatan, bantu mereka. Kalau mau, doakan mereka. Bila tidak, berkata-katalah yang baik atas mereka. Irhamu man fil ardhi, yarhamuka man fis sama’i (kasihi siapa yang ada di bumi, maka akan mengasihi engkau siapa yang ada di langit -yaitu Allah dan para Malaikat-).

[8] Bersabarlah atas kesulitan, bersabar atas kesempitan rizki, bersabar atas cobaan-cobaan, bersabar atas kekurangan diri, dan sebagainya. Bersabarlah wahai saudaraku, karena kesabaran dan keridhaan hatimu atas kesulitan, bisa membuat dirimu dan keluargamu dijauhkan dari bencana yang mestinya menimpa. Innallah ma’as shabirin (Allah itu selalu bersama orang-orang yang shabar).

[9] Jaga selalu doa ini, “Rabbana laa tuzigh qulubana ba’da idz hadaitana wa hablana min ladunka rahmah, innaka Antal Wahhab” (wahai Rabb kami, jangan gelincirkan hati-hati kami -ke arah kesesatan- setelah Engkau memberi kami petunjuk, limpahkan dari sisi-Mu berupa kasih sayang, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Pemurah). Doa ini bisa selalu dibaca, agar kita selalu istiqamah dalam kebenaran, istiqamah di atas jalan yang lurus.

[10] Dan ini yang sangat penting, penting sekali. Seberat apapun keadaan, seberat apapun fitnah dan tantangan; jangan berhenti untuk terus melakukan perbaikan. Biarlah manusia berlomba-lomba merusak keadaan; kita akan terus bertahan menyebarkan kebaikan, melestarikan agama ini, di tengah kondisi sesulit apapun. Di antara keadaan yang akan membuat seseorang mendapatkan karunia “laa khaufun ‘alaihim wa laa hum yahzanun” ialah terus melakukan perbaikan, sekuat kesanggupan.

Demikian yang bisa disampaikan. Semoga bermanfaat dan bisa diamalkan. Allahumma amin ya Rabbal ‘alamiin.

— Ibnu Boeang


Rakyat Tidak Percaya Pemerintah!

Oktober 9, 2010

Ada tulisan menarik di headline koran Pikiran Rakyat, edisi Sabtu, 9 Oktober 2010. Judul tulisan, “Kepercayaan Masyarakat Mulai Hilang.” Disana dimuat beberapa pernyataan kritis dari mantan Wakil Presiden RI periode 2004-2009, Jusuf Kalla.

Pernyataan JK (sumber foto: detiknews.com)

Singkat cerita, hari Jumat kemarin, 8 Oktober 2010, beberapa toloh nasional mengadakan pertemuan di kantor PP Muhammadiyah, membahas masalah-masalah aktual bangsa. Hadir dalam pertemuan itu: Prof. Din Syamsuddin (Ketua PP Muhammadiyah), Jusuf Kalla, Sutiyoso (mantan Gubernur DKI), Taufiq Kiemas (Ketua MPR), Soetrisno Bachir (mantan Ketua Umum PAN), dan Mahfud MD (Ketua MK). Mereka hadir dalam acara bertajuk, “Silaturahmi Tokoh Nasional”, yang berlangsung di Kantor PP Muhammadiyah, Jl. Cikini Raya, Jakarta Pusat.

Disini akan dikutip pernyataan-pernyataan Jusuf Kalla, antara lain:

JK mengatakan, bahwa saat ini masyarakat mulai kehilangan kepercayaan kepada Pemerintah. Hal itu disebabkan oleh kesenjangan hidup yang cukup tinggi. Padahal kepercayaan masyarakat itu sangat diperlukan bagi terjaminnya kehidupan bernegara. Menurut JK, ketidak-percayaan masyarakat itu bisa berujung pada kekacauan dan kejatuhan rezim yang sedang berkuasa.

“Saya melihat, ada disparitas (kesenjangan sosial) kehidupan yang cukup tinggi di negeri ini. Saya melihat, masyarakat mulai kehilangan trust (kepercayaan) kepada Pemerintah. Kita tahu di Thailand setelah rezim Thaksin, masyarakat disana mulai goyah, banyak terjadi kekacauan. Jatuhnya Thaksin karena masyarakat sudah mulai tidak percaya,” kata Jusuf Kalla.

Menurut JK, di negara manapun, kalau Pemerintahnya sudah kehilangan wibawa, masyarakatnya menjadi bebas dan tidak terkendali. “Saat ini terjadi hukum rimba, dimana tindakan kriminal yang dilakukan bersama-sama dianggap sebagai sesuatu yang wajar.” JK mengharapkan, Pemerintah berusaha meraih kembali kepercayaan masyarakat itu, agar keadaan menjadi nyaman kembali.

Dalam pandangan saya, pernyataan Jusuf Kalla ini sudah jelas. Tidak perlu ditafsirkan rumit-rumit. Faktanya, kehidupan masyarakat Indonesia semakin sengsara, Pemerintah SBY semakin menampakkan ketidak-mampuannya dalam memimpin bangsa, kasus-kasus kerusuhan atau konflik sosial terjadi dimana-mana, isu terorisme semakin membuat urusan negara semakin ruwet, bencana alam silih-berganti sejak dari Aceh sampai Papua, dan lain-lain.

Intinya, bangsa Indonesia butuh sosok pemimpin baru, yang: patriotik, pemberani, cinta rakyat sendiri, pengasih kepada kaum dhuafa’, tegas kepada kolonialis asing, tegas kepada jamaah pengkhianat bangsa, tegas kepada media dan LSM komprador, dan sebagainya.

Semoga harapan itu tercapai. Allahumma amin.

— Mine —


13 Kelebihan WTS Atas Wartawan Media…

Oktober 7, 2010

Kalau Anda ditanya, “Mana yang lebih mulia, menjadi wartawan atau pelacur?” Secara tradisional, kita akan mengatakan wartawan lebih mulia dari pelacur (WTS atau kini banyak disebut PSK).

Tetapi seiring perubahan zaman, perubahan kondisi, kenyataan pun berubah. Kalau Anda kritis dan jeli, Anda akan menyaksikan bahwa para pelacur (WTS) itu saat ini memiliki sekian kelebihan ketimbang para waartawan, khususnya wartawan media-media TV.

Kalau dikaji secara serius, sungguh kita akan terkejut. Ternyata, banyak wartawan yang lebih hina, lebih rendah, lebih menjijikkan ketimbang para pelacur yang kerap diistilahkan sebagai “pelayan cinta” itu. Kok bisa begitu ya? Tentu ada alasan-alasannya.

Opera Sabun Si Ariel: Disebar-luaskan oleh Media-media TV. Itu Fakta!!!

Minimal ada 10 kelebihan kaum WTS daripada kaum wartawan. Kelebihan ini bukan karena pekerjaan menjadi tukang zina menjadi mulia. Bukan sama sekali. Pekerjaan melacur tetap hina, haram, dan sangat keji. Tetapi kelebihan WTS ini muncul, karena derajat kaum wartawan itu terjun bebas gak karu-karuan. Dulu mereka dipandang mulia, dipandang berharga. Kini jauh lebih hina daripada kaum WTS.

Tapi kehancuran moral kaum wartawan ini tidak tertuju ke wartawan-wartawan media Islam yang selalu istiqamah membela al haq, komitmen dengan Syariat Islam, komitmen membela Ummat dan kaum dhuafa’. Mereka bukan yang dituju oleh tulisan ini. Wartawan yang dimaksud ialah wartawan sekuler, wartawan anti moral, wartawan keji perusak kehidupan masyarakat dan bangsa.

Di bawah ini alasan-alasan yang bisa menjelaskan mengapa dalam kondisi saat ini, kaum WTS memiliki kedudukan lebih mulia daripada wartawan amoral. Tanpa menghilangkan status pelacuran itu sebagai perbuatan zina, keji, dan munkar di sisi Allah Ta’ala.

[1] Wanita WTS ketika berbuat zina, dia akan merusak dirinya, merusak pasangan zinanya, dan merusak orang-orang di sekitar mereka berdua. Kerusakan itu bersifat lokal. Tetapi kalau wartawan berdusta di media, memfitnah di media, akibatnya merusak kehidupan seluruh masyarakat, bahkan merusak dunia. Bahkan bisa mewariskan kerusakan ke generasi-generasi selanjutnya.

[2] Kaum WTS ketika berbuat dosa, dia sadar sedang berbuat dosa. Sekali waktu mereka menyesal, ingin taubat dari pekerjaan keji itu. Tetapi kaum wartawan, meskipun kerjanya memfitnah manusia, membohongi masyarakat, merusak akal generasi muda, mereka tidak pernah menyesal dengan pekerjaannya. Malah berbangga lagi! Sudah berbangga, bergaya lagi. Mereka tak jarang berlagak seperti selebritis.

[3] Kaum WTS sebenarnya tidak mau bekerja seperti itu. Hati mereka mengakui semua itu salah. Tetapi karena desakan ekonomi, mereka terpaksa bekerja kotor, menjual kehormatan diri. Berbeda dengan wartawan. Mereka masuk dunia media busuk dengan penuh kesadaran. Mereka banyak tahu informasi, terpelajar, luas wawasan, paham mana yang salah, mana yang benar; bahkan banyak dari mereka berkecukupan; tetapi tetap saja mereka memproduksi berita-berita sampah, memproduksi fitnah, menghancurkan kehidupan rakyat, melemahkan kehidupan bangsa.

[4] Para WTS meskipun menjalani profesi yang kotor, mereka berani mengaku diri sebagai pelacur. Tidak jarang mereka terang-terangan merayu laki-laki. Meskipun perempuan, mereka berani gentle mengakui profesi dirinya. Jarang WTS yang mengingkari profesinya. Tetapi para wartawan itu, sudah jelas-jelas merusak masyarakat, menghancurkan moral, menyebar fitnah, menyebar kesesatan, dan seterusnya. Tetapi secara munafik, mereka mengklaim dirinya tetap suci, bersih, tanpa noda. Allahu Akbar. Betapa betapa sangat munafiknya orang-orang itu. Kalau membaca tulisan/isi media seperti “tajuk”, “editorial”, dll. sangat tampak, seolah mereka Malaikat yang suci dari dosa sama sekali. Padahal sejatinya, mereka bobrok dan munafik.

[5] Para WTS mencari makan paling untuk diri dan keluarganya. Atau paling untuk biaya kuliah, untuk biaya kost, untuk pergi ke salon, dll. Jadi untuk keperluan hajat primer atau hajat kewanitaan. Tetapi kaum wartawan, mereka bekerja menyebarkan kezhaliman, kerusakan, kebobrokan moral; demi melayani kapitalisme, demi melayani konglomerat hitam, demi melayani regim korup, demi melayani pejabat korup, dll. Jadi pekerjaan WTS itu bahayanya tidak lebih besar daripada pekerjaan wartawan perusak moral.

[6] Sekuat-kuatnya seorang WTS, dalam sehari paling hanya mampu melayani beberapa laki-laki hidung belang. Kekuatan mereka sebagai manusia, pastilah terbatas. Tetapi para wartawan itu, siang-malam, 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 30-31 hari sebulan, non stop terus merusak kehidupan masyarakat. Mereka tidak ada hentinya menyebarkan kebingungan, analisa palsu, opini bermuatan dendam, mengadu-domba, memfitnah, dll. Kalau tidak melalui koran, melalui TV, atau melalui internet, melalui radio, dan seterusnya.

[7] Kaum WTS, meskipun sudah terjerumus profesi keji, bila ada yang menolongnya keluar dari lembah hitam itu, mereka mau bertaubat, mau berubah. Adapun wartawan, meskipun sudah sering diingatkan, sudah sering dikritik, sudah sering dikecam, sudah sering didemo, diboikot, dan seterusnya. Tetap saja mereka tak bergeming. Susah sekali berubah dari tabiat dan kelakuannya dalam berbohong, memfitnah, menyebarkan opini sesat, merusak moralitas, dan seterusnya.

[8] Kaum WTS biasanya dari kampung, berpendidikan rendah, pengetahuan kurang. Malah kerap mereka masuk ke dunia hitam itu karena terjebak sindikat kotor.  Tetapi kaum wartawan itu keadaan mereka jauh lebih baik, lebih mapan, lebih berpendidikan. Minimal dia sarjana, mungkin master, bahasa Inggris fasih, orang kota, terpelajar, lingkup pergaulan mendunia, dan seterusnya. Tetapi ya itu tadi, mereka mencari makan dengan cara menyebar kebohongan, fitnah, opini sesat, kerusakan moral, dan lain-lain.

[9] Seorang WTS dalam berprofesi masih mengenal “kode etik”. Kalau ada temannya mendapat laki-laki hidung belang, dia tak akan merebut “klien” itu. Seakan di antara mereka sudah sama-sama memahami. Tetapi wartawan, demi mencari berita heboh, demi mencari sumber “paling terpercaya”, demi menyajikan “berita terdepan”, demi menjadi “nomor satu”, mereka sangat sering bersaing tidak sehat. Satu media kadang menghantam media lain, satu wartawan memusuhi wartawan lain. Kode etik jurnalistik ada, tetapi entah diikemanakan itu?

[10] Seorang WTS, kalau sudah melaksanakan tugasnya, dia akan mendapat upah. Begitulah mekanisme “bisnis” mereka. Tetapi wartawan, meskipun sudah mendapat iklan, mendapat penjualan produk media, mendapat sponsor, mendapat popularitas, mendapat posisi politik, mendapat pengaruh sosial, dll. mereka tidak puas juga. Mereka akan terus merusak dan merusak masyarakat dengan kebohongan, kecurangan, fitnah, opini sesat, dll. Mereka tidak akan pernah berhenti membuat kerusakan, sampai dirinya mati. Kalau mati, media mereka akan mengelu-elukan dirinya sebagai “sosok pahlawan”. Bwah…geuleuh!

[11] Kaum WTS enggan menipu “klien” mereka. Khawatir “rizki” mereka nanti rusak karena sikap seperti itu. Tapi wartawan media, mereka tidak ragu-ragu untuk menghancurkan obyek beritanya, melakukan pembunuhan karakter, merusak masa depan anak-anak, bahkan merusak usaha bisnis orang-orang kecil. Mereka berlaku seperti “bandit” di balik meja redaksi. Lihatlah bagaimana cara media dalam menghancurkan keluarga-keluarga yang mereka sebut teroris!

[12] Kaum WTS mengaku dirinya kotor, dirinya salah. Mereka akan mengatakan ke wartawan, “Anda enak Mas, jadi wartawan. Profesi Anda baik dan mulia.” Tetapi para wartawan itu, tak satu pun yang berani menulis atau menayangkan di media-medianya, suatu materi bertema, “Pelacuran itu baik.” Mereka tidak akan mengatakan demikian. Tetapi banyak dari wartawan-wartawan itu yang memakai jasa pelacur, terjerumus seks bebas, terjerumus perselingkuhan, dll. Menyebut pelacuran buruk, tetapi jasanya dipakai juga. Setidaknya, mereka kerap menjadikan materi pornografi sebagai alat untuk mengeruk untung (profit). Lihat iklan-iklan di TV, mulai iklan sabun, sampo, kosmetik, alat fitness, kondom, obat kuat, dll.

[13] Selama ini Indonesia tidak hancur karena fenomena pelacuran. Meskipun dampak pelacuran itu sangat besar bagi keburukan masyarakat. Tetapi hancurnya Indonesia selama ini ialah karena kaum wartawan munafik ini. Merekalah perusak bangsa, perusak NKRI, perusak kehidupan Ummat!

Dulu, kaum wartawan lebih mulia daraipada WTS. Mereka dulu berperan: mencerahkan akal masyarakat, membela kebenaran, menegakkan keadilan, melawan kezhaliman, melindungi yang lemah, dll. Pokoknya serba mulia. Maka itu mereka digelari julukan “kuli tinta”, atau orang yang banyak bergelut dengan ilmu.

Tetapi wartawan di masa kini amat sangat hina derajatnya. Mereka menjadi makelar kapitalisme, makelar kezhaliman regim, makelar mafia hukum, makelar bisnis asing, makelar imperialisme, dll. Bahaya mereka jauh lebih mengerikan daripada bahaya kaum wanita WTS. Meskipun tidak berarti kita mentoleransi wanita-wanita WTS itu. Tidak sama sekali. Islam selamanya mengharamkan zina, dan melaknati tukang zina.

TERORISME: Media Menjadi “Humas” Polri. Nothing About “Both Side Cover”.

Lalu bagaimana hukumnya menjadi wartawan?

Lihat dulu medianya. Kalau medianya baik, lurus, menyebarkan manfaat, wawasan, pencerahan, dan kebajikan untuk masyarakat; hukumnya HALAL dan THAIYIB. Tetapi kalau medianya merusak, memfitnah, menyebarkan fitnah, kebohongan, merusak moral masyarakat, merusak bangsa, melemahkan negara; ya jelas hukumnya, yaitu: HARAM. Haramnya merusak akal dan ilmu pengetahuan lebih berat ketimbang haramnya perbuatan pidana biasa, sebab yang dirusak disana adalah akal, kesadaran, dan kehidupan masyarakat luas.

Ingat wartawan amoral…ingat WTS. Ternyata, WTS masih lebih baik daripada mereka. Dengan tidak menghilangkan status pekerjaan WTS itu sebagai profesi yang hina, keji, dan dimurkai Allah dan Rasul-Nya.

Semoga bermanfaat dan mencerahkan. Allahumma amin.

(Ayah Syakir).