[20]. Analisis Bisnis: Warung “Indomie” Rebus

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Mari sedikit melongok dapur bisnis warung “Indomie” rebus. Sebenarnya tidak adil kalau nama warung itu diklaim “Indomie rebus”, karena mie instan yang dijual disana tidak melulu produk Indofood. Tapi memang yang terbanyak bermerk Indomie. Okelah, soal nama untuk sementara tidak kita persoalkan.

Saya pertama kali mengenal bisnis “warung mie instan” ini di Bandung, sekitar tahun 1994. Atau hampir 20 tahun lalu. Waktu itu bisnis warung mie instan masih sedikit. Perintisnya adalah para pedagang asli Sumedang. Selain menjual mie rebus, mereka juga menjual bubur kacang & ketan hitam, kopi, serta STMJ (susu telor madu jahe). Di samping produk-produk lain sebagai sampingan.

Dulu saya menilai, bisnis warung mie instan ini tidak keren, tidak kreatif, atau kurang bagus. Tapi seiring berjalannya waktu, seiring memahami ilmu seputar bisnis, jujur saya balik memuji bisnis semacam itu. Bukan memuji karena performanya, tetapi memuji konsep bisnisnya.

Bisnis Mudah Dijalankan. Murah Meriah. Dijamin Laku (insya Allah).

Bisnis Mudah Dijalankan. Murah Meriah. Dijamin Laku (insya Allah).

Dalam bisnis berlaku prinsip PRAGMATISME. Mau bisnis apa saja dan bagaimana saja, selama halal dan sah secara hukum, silakan-silakan saja; selama bisnis itu benar-benar menguntungkan. Kalau bisnis keren, bagus penampilan, aksesoris indah, tetapi hasilnya tidak ada (alias merugi terus), itu dianggap bisnis gagal.

Nah, warung mie instan itu menunjukkan tingkat pragmatisme yang luas biasa. Maksudnya, pragmatisme halal. Nah, di sisi ini saya memuji bisnis itu dan mengagumi kepintaran para perintisnya. Menurut saya, mereka adalah pebisnis-pebisnis jempolan.

Sisi apa saja yang membuat bisnis warung mie instan begitu menarik?

PERTAMA. Untuk membangun bisnis seperti itu tidak dibutuhkan modal besar; bahkan ia bisa dibuat dimana-mana, di tempat yang banyak orang berjalan kaki di sekitarnya.

KEDUA. Cara mengoperasikan bisnis itu sangat mudah, selama si penjual bisa memasak mie instan. Kalau tak bisa memasak, waduh kebangetan sekali. Orang datang memesan mie instan, lalu dibuatkan. Bisa ditambahkan sayur, telor, bawang goreng, atau kerupuk. Hanya begitu saja kok. Mudah kan.

KETIGA. Bisnis ini dijamin laku, karena orang Indonesia suka makan mie instan. Iya kan. Hah, sudahlah kita tak usah berdebat soal kegemaran orang kita dalam masalah ini.

KEEMPAT. Dari sisi harga menu, relatif murah. Satu mangkuk mie instan dengan tambahan sayur, telor, bawang goreng di Jakarta Timur ada yang seharga 5000 rupiah, 6000 rupiah. Malah ada yang lebih murah dari itu.

KELIMA. Bahan baku untuk menjalankan bisnis ini sangat mudah didapat. Seorang pedagang bisa membeli mie instan dalam kardus di grosir-grosir, agar untung usahanya lebih besar. Kalau ada supermarket atau pasar tradisional yang murah, itu juga bisa.

KEENAM. Dengan menu utama mie instan, bisa menjual pula jenis-jenis makanan-minuman lain, seperti gorengan, kerupuk, kacang goreng, aneka minuman instan, susu, kopi, jeruk hangat, dan seterusnya. Jadi satu menu utama bisa “narik” menu-menu lainnya.

KETUJUH. Sudah jadi tabiat orang Indonesia, atau umumnya orang Muslim, mereka suka duduk-duduk di warung kopi, sambil ngobrol, minum teh, dan seterusnya. Meskipun banyak restoran enak, banyak rumah makan padang, banyak food court, delivery order, dan lain-lain; tetap saja orang Indonesia butuh warung kopi. “Ingat itu!” (meminjam gaya Mario Teguh).

Dalam hal ini saya tidak menyarankan Anda untuk pada berlomba membuat warung mie instan, terutama kalau di tempat Anda sudah banyak warung-warung semacam itu. Tapi cobalah pahami konsep berpikir di balik bisnis itu, lalu terapkan kepada obyek-obyek bisnis yang lain. Ambil spiritnya, lalu kembangkan modelnya.

Tapi kalau di tempat Anda tidak ada warung mie instan dan Anda ingin menjalankan bisnis yang mudah dan meriah; ya pilihan membuka warung mie instan bisa dicoba. Tapi ada satu catatan perlu disampaikan: Kalau buka warung seperti itu, Anda harus konsisten dengan jadwal menjual; sekali Anda “ingkar jadwal” berpotensi ditinggalkan pembeli.

Baik, cukup sekian saja, semoga bermanfaat ya. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

(Abina Syakir).

Tinggalkan komentar