Syiah Itu Dipelihara Amerika…

(Edited version).

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Dalam sebuah diskusi, saya merasa bengong ketika disana disimpulkan, bahwa Syiah yang beroperasi di negeri-negeri Sunni (seperti Indonesia), sebenarnya dipelihara oleh Amerika. Disana dikatakan: “Ahmadiyah dipelihara oleh Inggris, sedangkan Syiah dipelihara oleh Amerika.” Saya merasa, ini kejutan atau pencerahan yang sangat berbeda. Namun ketika merunut kepada data-data, fakta, serta kejadian-kejadian; saya baru bisa percaya kalau Syiah Imamiyah (Rafidhah) memang dipelihara Amerika.

MUI (Pusat) atau Pemerintah RI selama ini sangat susah untuk menetapkan Syiah dan Ahmadiyyah sebagai aliran sesat, sehingga keduanya harus dilarang beroperasi; karena adanya tekanan dari Amerika, Inggris, Australia, Kanada, dan negara-negara besar lainnya. Mereka bahu-membahu untuk memelihara faktor destruktif di tengah-tengah kehidupan kaum Muslimin Indonesia. Makanya, ketika ada sebuah ormas Islam sangat antipati kepada Ahmadiyah dan Liberal, tetapi bersikap “main mata” kepada Syiah, hal itu dipahami bahwa ormas tersebut tidak mau memikul beban terlalu berat, dalam menghadapi tekanan Inggris, Amerika, Kanada, Australia, dan kawan-kawan. Padahal sudah standar Ahlus Sunnah dimana saja, yaitu: Anti Sekularisme, anti Syiah, anti Ahmadiyah, anti Liberal, anti Kristenisasi, dan anti Zionisme. Ini sudah pakem khas Ahlus Sunnah!

Banyak data-data bisa disampaikan, bahwa Syiah Rafidhah memang dipelihara oleh kepentingan imperialis Amerika (atau secara umum imperialis Barat). Soal di atas permukaan ada retorika-retorika anti Amerika dari kalangan Syiah, itu hanya kamuflase saja, untuk menutupi fakta sebenarnya. Biasa kan ada sandiwara “bertema konflik” untuk menutupi “hakikat kemesraan” yang tidak terlihat.

Mari kita coba lihat data-datanya…

Antara “Benci” dan Cinta. Sulit Dibedakan Antara Keduanya.

[1]. Khomeini itu sejak muda (remaja) tinggal di Perancis. Disebutnya, tinggal di pengasingan. Baru menjelang Revolusi Syiah tahun 1979, dia pulang kampung. Tinggal di Perancis sejak muda sampai jenggotnya agak memutih, dapatkah dikatakan bahwa Khomeini bersih dari invasi pemikiran dan politik yang dipaksakan Barat kepadanya? Sangat tidak mungkin. Rata-rata semua tokoh politik dari Asia yang pernah diasuh di negara Barat, rata-rata kalau pulang ke negeri masing-masing akan membawa agenda politik dari “majikan-nya”.

[2]. Sebelum Iran dikelola oleh Khomeini dan kawan-kawan, penguasa politik disana ialah Reza Pahlevi. Sebenarnya orang ini Syiah juga dan menjadi boneka Amerika. Tetapi Pahlevi lebih kental dunia politiknya, sedangkan Khomeini terkenal dengan IDEOLOGI Syiah-nya. Ketika Barat mencabut peran Pahlevi dan menggantikannya dengan Khomeini; hal itu terjadi karena mereka ingin mengubah strategi, dari pendekatan politik menjadi pendekatan ideologi; dengan menjadikan akidah Syiah Imamiyah Itsna Asyari sebagai basisnya. Akidah ini jauh lebih berbahaya ketimbang manuver-manuver politik Reza Pahlevi. Sebab pada hakikatnya, akidah Imamiyah Itsna Asyari (atau Syiah Rafidhah) adalah kekufuran yang nyata. [Kalau ada ketua ormas Islam tertentu yang ragu dengan kekufuran akidah Syiah ini, saya ajak beliau untuk berdebat terbuka, bi idznillahil ‘Azhim].

[3]. Banyak sandiwara dilakukan untuk menutupi missi sebenarnya, bahwa Khomeini sebenarnya adalah boneka Amerika, tak ubahnya seperti Reza Pahlevi. Pertama, Amerika tidak segera menginvasi Iran di bawah kepemimpinan Khomeini, seperti mereka menginvasi negara-negara yang penguasanya digulingkan tanpa restu Amerika. Kedua, disana digambarkan bahwa ada sekian puluh helikopter marinir Amerika saling bertabrakan satu sama lain ketika hendak menyerang Iran. Bukti-bukti seputar serangan helikopter yang gagal ini tidak banyak diperoleh, selain dari info-info media. Benarkah heli-heli itu bertabrakan, atau sengaja di-setting agar bertabrakan? Atau jangan-jangan semua itu hanya opini media saja, tanpa bukti yang jelas? Bandingkan cara Amerika itu dengan invasi mereka ke Irak, Afghanistan, Columbia, Vietnam, bahkan infiltrasi ke Indonesia (pada peristiwa PKI 65). Ketiga, sepertinya ada “solusi damai” antara Amerika dengan keluarga Reza Pahlevi, sehingga setelah itu tidak ada “dendam politik” keluarga Pahlevi kepada Khomeini. Padahal layaknya tokoh-tokoh politik Persia, tabiat dendam sangatlah dominan. Keempat, secara massif Khomeini melakukan kampanye, bahwa Amerika adalah SETAN BESAR. Kampanye ini mendapat respon besar di dunia Islam. Karena ia memang sebuah strategi untuk mendapatkan SIMPATI kalangan Dunia Islam, yang mayoritas Ahlus Sunnah dan anti Amerika. Kelima, tidak lama setelah Revolusi Iran, negara itu terlibat dalam konflik besar Iran Versus Irak di bawah Sadam Husein. Ending dari konflik Iran-Irak ini, malah Irak dimusuhi oleh Amerika dan Sekutu, serta negara-negara Timur Tengah; setelah Irak menginvasi Kuwait pada tahun 1990.

[4]. Sejak lama Iran selalu dikaitkan dengan isu anti Amerika dan anti Israel. Bahkan ia masuk dalam kategori “axis of evils” (negara-negara poros kejahatan). Tetapi ia sendiri tidak pernah sedikit pun terlibat dalam perang melawan Amerika, atau perang melawan Israel (musuh bangsa Arab di Timur Tengah). Jadi sebagian besar perang disini sifatnya hanya “kampanye verbal” saja. Tidak heran jika Iran kerap dijuluki sebagai NATO (no actions talk only). Begitu juga, Hamas semakin terjebak dalam posisi sulit ketika organisasi itu menjalin kerjasama dengan Teheran. Iran adalah negara yang paling menikmati hasil kampanye anti Amerika dan Israel; tetapi pada saat yang sama, dia tidak pernah terlibat perang sedikit pun melawab Amerika dan Israel.

[5]. Tidak diragukan lagi, bahwa Syiah Iran turut membantu invasi Amerika ke Afghanistan dan Irak. Katanya, dua invasi ini tidak akan pernah berhasil, tanpa bantuan Syiah Iran. Dulu di zaman Pemerintahan Burhanuddin Rabbani (Mujahidin), Syiah telah menelikung pemerintahan itu melalui Jendral Rasyid Dustum di bagian Utara. Begitu juga Pemerintahan Irak saat ini, pasca invasi Amerika ke Irak, presidennya Jalal Talabani dan PM-nya Nuri Al Maliki, keduanya adalah bagian dari penganut Syiah. Lihatlah, Amerika lebih ridha Irak di bawah pemimpin Syiah daripada negara itu di bawah Saddam Husein yang merupakan bagian masyarakat Sunni.

[6]. Kita tentu masih ingat skandal Iran-Contra pada waktu-waktu lalu. Singkat kata, Iran dikesankan sangat bermusuh-musuhan dengan Amerika. Tetapi lewat skandal itu terbukti, Iran bekerjasama mesra dengan Amerika. Iran memasok minyak ke Amerika, lalu hasil keuntungan jual-beli minyak “ilegal” ini oleh Amerika disalurkan untuk membiayai gerakan Kontra di Kolumbia. Iran sendiri merasa diuntungkan, sebab mendapat penghasilan untuk membiayai kebutuhan mereka (khususnya untuk biaya konflik dengan Irak). Sandiwara besar abad 20 ini akhirnya terkuak, baik Iran maupun Amerika menanggung malu. Lalu dengan entengnya Amerika mengorbankan Kolonel Oliver Stone sebagai tokoh yang bertanggung-jawab atas skandal memalukan itu.

[7]. Fakta besar yang tidak diragukan lagi, bahwa Iran memiliki reaktor nuklir yang dikembangkan untuk kebutuhan energi dan militer. Hal ini sudah tidak diragukan lagi. Berulang kali Amerika, Inggris, dan Sekutu mengancam akan menyerang Iran. Tetapi hal itu tidak pernah terjadi, bahkan tidak akan terjadi; karena mereka sebenarnya satu kepentingan. Bandingkan, ketika Amerika mengancam negara-negara Muslim Sunni, seperti Irak dan Afghanistan; sekali diancam, langsung dihajar, meskipun akibatnya ekonomi Amerika mesti ambruk.

[8]. Di Indonesia, posisi Syiah selalu dibela oleh tokoh-tokoh Liberalis, seperti Azyumardi Azra, Syafi’i Ma’arif, Dawam Rahardjo, Said Aqil Siradj, bahkan Amien Rais. Belakangan, Mahfud MD ikut-ikutan membela Syiah dan berlagak memojokkan kaum Sunni di Madura. Anda pasti paham mengapa tokoh-tokoh Liberal ini selalu melindungi Syiah? Ya, karena memang job description-nya, mereka harus membela Syiah.

[9]. Media cetak yang sangat giat membela Syiah sejak zaman Orde Baru adalah majalah Tempo. Media ini punya peran besar dalam mempromosikan citra positif Syiah di mata kaum Muslimin Indonesia; media ini benar-benar telah banyak menyesatkan opini rakyat Indonesia, seputar Syiah. Media ini sejak lama dikomandoi Goenawan Mohamad, salah seorang jurnalis yang sejak lama disinyalir sebagai kaki tangan Amerika di Indonesia.

[10]. Abdurrahman Wahid termasuk salah satu tokoh pro Zionis yang banyak mendukung dan membela Syiah. Dia berdalih, “Membela minoritas.” Tetapi pada saat yang sama, dia justru sangat anti dengan minoritas aktivis Islam, yang selalu menjadi bulan-bulanan politik Orde Baru dan Orde Reformasi. Katanya membela minoritas, tetapi kok malah acuh tak acuh dengan kezhaliman rezim terhadap para aktivis Islam yang sebenarnya minoritas itu? Wahid sama sekali tidak pernah membela keluarga korban Tanjung Priok, Talangsari Lampung, DOM Aceh, korban konflik Ambon, korban konflik Poso, korban pembantaian Sampit (Sambas), tahanan politik Muslim, bahkan tidak pernah membela tokoh-tokoh Petisi 50 yang notabene kalangan umum. Di zaman Orde Baru, Wahid menjadi bagian dari anggota MPR Fraksi Golkar, dan sangat mendukung kekejaman rezim terhadap para aktivis Islam. Nah, itulah sosok “dajjal kecil” yang sering dielu-elukan sebagai “pembela minoritas”. Di zaman Orde Baru, posisi Syiah selalu dalam pengawasan ketat; tetapi di era Wahid, atau tepatnya tahun 2001, berdirilah IJABI, ormas Syiah pertama di Indonesia. Ormas ini juga direstui si orang itu, sehingga di mata penganut Syiah, nama Wahid begitu harum.

[11]. Berulang kali kita saksikan bagaimana Said Aqil Siradj membela Syiah, melindungi Syiah, sembari tangan dan mulutnya terus-menerus menyerang kaum Wahabi. Tapi lucunya, Said Aqil ini tidak berani berhadap-hadapan dengan pengurus PWNU Jawa Timur, atau MUI Jawa Timur, atau MUI Madura yang jelas-jelas telah memfatwakan kesesatan Syiah. Pernah pengurus PWNU Jawa Timur datang ke kantor PBNU di Jakarta, untuk menyerahkan fatwa Syiah sesat yang telah mereka sepakati. Waktu itu mereka sudah siap audiens dengan pengurus PBNU, termasuk Si Sail Aqil. Sampai pertemuan selesai, Si Said tidak menemui para pengurus PWNU Jatim. Alasannya, “Lagi macet di jalan.” Inna lillahi wa inna ilaihi ra’jiun. Said, Said…orang sepertimu kok beralasan “jalanan macet”? Beberapa waktu lalu Said ini datang ke Amerika, berkunjung ke Bank Dunia. Disana dia diberikan komitmen dukungan dana unlimitted, untuk memerangi terorisme (yang nanti ujung-ujungnya tuduhan itu dia arahkan ke Wahabi; semoga Allah Ta’ala membinasakan manusia yang satu ini dan para loyalisnya karena kekejian fitnah mereka; amin Allahumma amin). Kalau kembali ke momen pemilihan Ketua PBNU di Makassar, pada tahun 2010. Seminggu sebelum pemilihan ketua, dua kandidat calon ketua PBNU dipanggil ke Cikeas untuk bertemu Pak Beye. Entahlah, apa yang dikatakan Beye dalam pertemuan itu. Pokoknya setelah itu Shalahuddin Wahid terlihat tidak semangat memperebutkan kursi Ketua PBNU. Dan akhirnya, Said Aqil Siradj ini yang terpilih sebagai Ketua PBNU. Dulu di masa kepemimpinan Wahid sebagai Presiden RI, Si Said ini amat sangat loyal; sehingga berkali-kali dia menyerang Amien Rais dengan perkataan kasar. Salah satunya, kurang lebih, “Itu warga NU di bawah, sedang mengasah golok.”

[12]. Di Indonesia berkali-kali terjadi kerusuhan bermotif isu agama. Salah satunya dalam isu Syiah, seperti peristiwa Sampang, Bangil (Pasuruhan), penusukan ustadz NU di Jember, dan lainnya. Tetapi SBY rata-rata tidak pernah bersuara tentang kerusuhan ini. Jika ada komentar, ia selalu memojokkan kalangan Sunni dan menguntungkan posisi Syiah; seperti dalam komentar terakhir dia soal kasus Sampang kemarin. Pertanyaannya, sebagai kepala negara, mengapa SBY tidak berusaha melindungi akidah mayoritas kaum Muslimin di Indonesia yang bermadzhab Ahlus Sunnah? Kok dia justru lebih peduli dengan kelompok minoritas Syiah? Ya, kita tahulah, siapa SBY…

[13]. Ketika merebak isu “war on terror” di dunia, Indonesia gegap gempita menyambut isu tersebut. Salah satu akibatnya, kesempatan beasiswa belajar di Saudi diawasi sangat ketat. Sejak proses seleksi, pemberangkatan, hingga kuota beasiswa itu, diawasi sedemikian rupa. Banyak pelajar yang sedianya ingin belajar agama, merasa kesulitan. Termasuk dalam urusan kerja, bisnis, dagang, dan lainnya. Tetapi sebaliknya, kerjasama beasiswa, kunjungan tokoh, serta dakwah dengan Iran justru semakin marak. Ribuan pelajar Indonesia saat ini lagi nyantri di Iran; nanti kalau pulang mereka akan mendakwahkan agama perbudakan manusia atas manusia yang lain (pada hakikatnya, setiap pribadi Syiah adalah budak dari imam-imam Syiah di Persia).

[14]. Sampai detik ini, Amerika tidak pernah menjadikan para aktivis Syiah sebagai sasaran “war on terror” sebagaimana mereka menjadikan kaum Wahabi sebagai sasaran itu. Padahal kalau melihat “kampanye verbal” dari para dai-dai Syiah, mereka TAMPAK sangat anti Amerika dan Zionis. Kalangan Wahabi yang hati-hati saat bicara tentang Amerika, tidak segan-segan diteroriskan; sedangkan aktivis Syiah yang sehari-hari dzikirnya menyerang Amerika dan Zionis (tentu saja, dengan menyerang para Shahabat dan isteri-isteri Nabi Radhiyallahu ‘Anhum), tidak pernah diapa-apakan. Coba lihat, dalam kasus Sampang kemarin, aktivis Syiah membuat ranjau dari bom ikan dan paku-paku; tetapi Densus 88 tidak pernah menyatroni rumah Tajul Muluk dan kawan-kawan.

[15]. Ketika sebagian aktivis Muslim melakukan latihan militer, untuk persiapan jihad ke Palestina, pasca terjadi Tragedi Ghaza 2008-2009 lalu; mereka segera ditangkapi dan diposisikan sebagai teroris. Tetapi terhadap aktivis Syiah yang melakukan latihan-latihan militer, tidak ada satu pun yang ditangkapi aparat. Bahkan ada yang bilang, mereka dilatih oleh instruktur baret merah. Jadi ini seperti lelucon yang terus diulang-ulang. Betapa sensitif aparat keamanan kepada para pemuda Sunni, ketika mereka ingin berjuang ke Palestina; tetapi tidak sensi sama sekali kepada aktivis-aktivis Syiah yang terus menyusun kekuatan milisi.

Singkat kata, eksistensi Syiah di Indonesia sangat sulit untuk ditertibkan (apalagi dibubarkan), karena ia memang dilindungi oleh kekuatan Barat, khususnya Amerika. Sebagaimana Barat membutuhkan paham Liberal untuk merusak ajaran Islam, mereka juga merasa sangat diuntungkan dengan eksistensi paham Syiah.

Siapapun yang memeluk akidah Syiah Rafidhah secara sadar dan mengerti; dapat dipastikan dia akan keluar dari Islam. Mengapa? Karena dalam akidah itu mereka meyakini Al Qur’an tidak murni lagi; hak Kekhalifahan Ali sebagai azas agama melebihi Tauhidullah; batalnya Syariat Islam, diganti syariat perkataan pribadi imam-imam Syiah (yang tidak bisa dibuktikan otentisitasnya); mereka mencaci-maki, menghina, menyerang pribadi isteri-isteri Nabi dan para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum; mereka mengkafirkan Abu Bakar dan Umar, menganggap keduanya sebagai thaghut dan kekal di neraka; mereka mengkafirkan Ahlus Sunnah, dan menghalalkan harta, darah, dan kehormatannya; mereka menghalalkan nikah Mut’ah yang telah diharamkan oleh Nabi dan para Shahabat; dan lain-lain keyakinan sesat.

Inti keyakinan Syiah Rafidhah, adalah kedurhakaan kepada Syariat Islam, mempertuhankan imam-imam, menjadikan dendam politik sebagai akidah tertinggi, mengkafirkan kaum Muslimin, menodai kehormatan para Shahabat yang dicintai oleh Al Musthafa Shallallah ‘Alaihi Wasallam; serta semua itu dibungkus di balik kamuflase “mencintai Ahlul Bait Nabi”. Masya Allah, laa haula wa laa quwwata illa billah. Ini adalah keyakinan kufur, sehingga siapa yang meyakini semua ini secara sadar; dia otomatis kufur. Tidak berbeda sama sekali antara seorang Muslim yang masuk Kristen, Hindu, Budha, dengan orang yang masuk Syiah Rafidhah (Imamiyah) ini.

Wahai Ahlus Sunnah…Anda harus sadar sesadar-sadarnya, bahwa tidak ada yang sanggup mengalahkan Anda, melemahkan Anda, atau meruntuhkan Anda. Karena Anda berdiri di atas Al Haq. Anda berdiri di atas Syariat Islam yang suci, Kitabullah dan Sunnah yang mulia, Akidah Tauhid yang kokoh; serta Anda berdiri di atas Keridhaan Allah Ar Rahman, insya Allah wa bi idznihi. Tidak ada yang sanggup mengalahkan Anda, siapapun diri mereka; apakah Amerika, Inggris, NATO, nuklir Iran, jamaah Syiah Rafidhah seluruh dunia, dan seterusnya. Karena kita (Ahlus Sunnah) ditolong oleh Ar Rahmaan, lantaran selalu berpegang kepada Kesucian Syariat Islam, serta memuliakan Ahlul Bait Nabi semurni-murninya, tanpa mengkultuskan dan menodai hak-hak Uluhiyah dan Rubbubiyyah Allah Ta’ala.

Pegang selalu kemurnian akidah Ahlus Sunnah, dan jangan dilepaskan karena alasan apapun. Sekalipun kita mati, biarlah mati di bawah naungan bendera SUNNAH NABI Shallallah ‘Alaihi Wasallam. Jangan pernah lepaskan akidah ini, wahai Ahlus Sunnah. Karena akidah inilah yang akan menjadikan Islam tetap eksis di muka bumi; karena akidah inilah yang akan menjadikan Syariat Islam yang suci tetap terpelihara; karena akidah inilah yang akan menyatukan kita dengan barisan Sayyidul Mursalin, isteri-isteri Nabi, para Khulafaur Rasyidin, para Shahabat, serta imam-imam Ahlus Sunnah sepanjang masa, hingga hari ini.

Jangan pernah dilepaskan, wahai Saudaraku. Bahkan bercita-citalah kalian untuk mati dalam rangka membela BENDERA RASULULLAH sampai titik darah terakhir! Adapun terhadap omongan eli-elit politik sesat, serta bajingan-bajingan moral, abaikan saja. Semua itu tak akan memberi madharat sedikit pun kepada Allah yang Maha Suci. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

Tatar Pasundan, 2 September 2012. Minal faqir ila rahmati Rabbi,

AM. Waskito.

25 Responses to Syiah Itu Dipelihara Amerika…

  1. Abdul Muiz berkata:

    Syukron Akhi atas artikelnya yg merefresh kembali ingatan konspirasi2 mereka. Saya aminkan doanya utk kaum durjana tsb

  2. mailiza wati berkata:

    Makasih ustadz…tulisan nya sangat bermanfaat untuk dibaca oleh kaum muslim agar teguh dengan dlm aqidah Islam ŸάΩǤ benar…

  3. Icado berkata:

    Kayaknya situs2 syiah diinternet makin menebar syubhat aja ustd…

  4. Abah Anom berkata:

    wkakakakakakakakaka…………ada lagi ustad ahli neraka….dan ini sebagimana di sebutkan hadts nabi ulma ini sebagi ulama syu…hihihihihih

  5. abisyakir berkata:

    @ Abah Anom…

    wkakakakakakakakaka…………ada lagi ustad ahli neraka….dan ini sebagimana di sebutkan hadts nabi ulma ini sebagi ulama syu…hihihihihih

    Wah hebat juga Anda ya…
    Dalam akidah Syiah, mereka percaya bahwa Ali bin Abi Thalib sebagai penentu seseorang masuk surga atau neraka.
    Lha ini, posisi itu Anda ambil alih…begitu ringan dan mudahnya Anda menuduh orang lain ahli neraka…
    Oh ya, sejak kapan Anda jadi imam Syiah yang ke-13? Mohon infonya…

    He he he, lucu nih orang.

    Admin.

  6. Ali Reza berkata:

    Ngeri ya bacanya… Serem… Saya jadi menimbang-nimbang memilih Iran atau Arab Saudi dalam melawan hegemoni Zionis…

  7. Fulano berkata:

    Allahuakbar… Sukron ya akhi atas infonya… Jangan qta biarkan ajaran sekuler (yg di anut negara iran) berkembang d negri tercinta ini.

  8. Purwanti Huraidz berkata:

    alhamdulillah…….begitu banyak kebingungan yg terjawab………terimakasih yg sedalam2nya……..

  9. Purwanti Huraidz berkata:

    kok ga bisa share yaa…….biar makin banyak yg baca………

  10. aremania berkata:

    Subhanallah ….makanya kang jalal tambah berani ngajak perang …

  11. […] Sehari Cemplong 5 PondasiMeramal Datangnya GempaArtikel BinaragaSebelum Sukses Bisnis Camilan Opak, Pernah Ngutang Beras Untuk MakanPentas Trilogi “Sepatu dan Mahkota” Di TBYArtikel BinaragaSiti Hajar: “Sejak Hari Pertama, Saya Sudah Disiksa”Syiah Itu Dipelihara Amerika… […]

  12. Syi'ah bin Muljam berkata:

    Bukan syi’ah namanya kalau tidak berkhianat, mereka terlihat bahagia dgn kekufuran dan kezindiqannya,,,,hahaha,,,,

  13. Janny Mudjijanto berkata:

    Dari pada berlarut-larut urusan syiah dan sunni yang nota bene kebenarannya kabur. Bagaimana kalau Tokoh-tokoh Syiah dan Sunni bermubahalah saja . Siapa yang brnar dan yang salah pasti dapat diketahui hasilnya setelah bermubahalah. Setuju apa tidak Ustad yang jago memprovokasi dan mengadu domba.

  14. Becks Ahmad berkata:

    Salam Kenal.
    Luar Biasa artikelnya, sangat mencerahkan. Saya Sunni dan tak sejalan pikiran2 Liberal, Sekularisme, serta Syiah dan kurang paham tentang teori2 konspirasi.
    Hal yang di sayangkan sebenarnya, jika negara seperti Saudi Arabia (Sunni, Wahabi, yang bisa mewakili Ahlusunnah) justru tak menunjukan bahwa mereka anti Amerika. Mengapa harus negara Iran (Syiah) yang harus melakukan hal itu, apakah itu bagian dari taktik, sebagaimana Negara Iran (Syiah) melakukan kampanye anti Amerika, anti Zionis, sebagaimana maksud artikel diatas ? jika itu memang taktik maka itu adalah hal yang payah, jika tidak, maka sebagian dari point-ponit postingan diatas, lebih tepatnya di sebut sebagai hipotesis (jawaban sementara yang mungkin).
    Salam.

  15. abisyakir berkata:

    @ Becks…

    Penguasa (raja) Saudi tidak selalu kuat dan tangguh. Sosok yang kuat adalah mendiang Raja Faishal rahimahullah (kakaknya Raja Fahd). Beliau berani melawan Amerika, berani membela Filistin, dan ingin menegakkan kembali Khilafah Islam. Tapi beliau wafat dibunuh, karena infiltrasi Amerika ke tubuh keluarga Saudi.

    Raja Fahd dan Abdullah, jauh sikapnya dibandingkan Raja Faishal. Mereka spt tak berdaya menghadapi tekanan2 Amerika, layaknya ketidak-berdayaan pemimpin2 sekuler di negeri Muslim lainnya. Yang “berdaya” hanya Iran, itu pun cuma omongan doang. Tapi bagaimanapun, kaum ulama dan santri Saudi amat sangat anti Israel. Contoh mudah, ya Usamah bin Laden itu.

    Admin.

  16. riyan berkata:

    Maaf, mungkin ada baiknya kita tidak menjelek-jelekan golongan tertentu apalagi di Indonesia termasuk yang minoritas. Saya sendiri percaya dengan syiah. Baik di media elektronik, media cetak dan lain-lain kebanyakan menjelekan syiah. Tapi anehnya pelajar Indonesia yang di Iran kok menganggap syiah tidak sesat. Para pekerja Indonesia yang di Iran juga tidak menganggap syiah sesat. Saya punya teman, dia sering mengisi acara tentang geologi, dia lulusan S3 di Teheran, Iran. Dia sendiri sedih kok beritanya berbeda sekali dengan kenyataannya. Salah satunya berita yang anda tulis ini. Al Quran syiah juga sama dengan sunni, padahal beritanya Al Qurannya beda dengan sunni.

  17. Gus DUR tidak seperti yang ada di artikel tersebut,yang nulis artikel itu kurang memiliki pengetahuan tentang gus dur,,gus dur itu dalam dakwahnya itu kalem,sabar…itu mamang kecerdasan gusdur,.jika dalam berdakwah keras terus menjelek njelekan orang seperti artikel tersebut,ya pada takut semua…o yaa,saya juga anti syiah,namun jika mau berdakwah,,di pikir doonk….

  18. WAHABY DAN SYI’AH,,,ADALAH PRODUK AMERIKA DAN YAHUDI…DULU IBNU SAUD DAN MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB MENDIRIKAN NEGARA WAHABY SAUDI,ITU DI BANTU INGGRI,MEREKA SAMPAI MEMBUNUH KETURUNAN NABI,KARENA TIDAK SEPAHAM DENGAN MEREKA.

  19. Mbok jangan gitu tho mas kalau nulis artikel,sampai menjelek-jelekan gusdur yang dakwah sunni-nya secara halus…

  20. khayyi berkata:

    terus yang terus menerus mengkafirkan saudaranya,, apakah menurut anda benar?

  21. ione kanu berkata:

    lucu euy.silih kafirkeun.

  22. Combro berkata:

    Bukannya kebalik bos, Suadi yang membiayai kalian semua adalah boneka bin budak amerika, yang kerjanya jadi mesin penumpas kaum muslimin and ngaku2 atas nama ahlu sunnah segala, baca dong sejarah bosmu saudi tu, jadi tahu gimana hubngannya dengan israil, jangan malah gus dur yang dipojokkan.. sekarang semkian jelas kaum jenggot ini dijadikan alat di mana-mana untuk mengacau umat Islam, yang paling nyata sekarang di syiria… ngaca bos klo nulis and pake dong referensi yang jelas jangan asal duga aja

  23. iwan peyex berkata:

    Tetap anti syiah.walaupun kalian semua musuh Alloh bersatu.kami mujahiddin tetap teguh membela ahlusunnah,baik dari NU,muhammadiyah,salafy,persis dll.wahai syiah tunjukkan dirimu!,kami menantangmu.

  24. Wirasoba al-bantani berkata:

    Subhanallah alhamdulillah sudah sedikit mengetahuai penyimpangan syiah

  25. silahkan di'lihat berkata:

    Pernyataan pada Makalah-makalah Para Ulama Terkenal dan pada Buku-buku Induk Mereka.

    Akan dimulai dengan mengutarakan fatwa Imam Malik, kemudian Imam Ahmad, lalu Imam Bukhari. Selanjutnya saya akan utarakan fatwa Imam-imam yang lain sesuai dengan masa hidup mereka. Saya memilih fatwa para imam yang besar, atau para ulama yang hidup semasa dengan golongan Rafidhah (Syi’ah) yang tinggal dalam satu negeri atau dari kitab-kitab mereka dan dari ulama Islam yang mempelajari madzhab mereka.

    Imam Malik:

    Al Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar al Marwadzi, katanya: “Saya mendengar Abu Abdullah berkata, bahwa Imam Malik berkata: “Orang yang mencela[1] shahabat-shahabat Nabi, maka ia tidak termasuk dalam golongan Islam.”[2]

    Ibnu katsir berkata – dalam kaitan dengan firman Allah surah Al-Fath ayat 29:

    مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

    Artinya: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.

    Ia berkata: “Dari ayat ini, dalam satu riwayat dari Imam Malik, ia mengambil satu kesimpulan bahwa golongan Rafidhah, yaitu orang-orang yang membenci para shahabat Nabi saw adalah kafir. Beliau berkata: “Karena mereka ini membenci para shahabat. Barangsiapa membenci para shahabat, maka ia adalah kafir berdasarkan ayat ini.” Pendapat ini disepakati oleh segolongan ulama.[3]

    Al Qurthubi berkata: “Sungguh ucapan Imam Malik itu benar dan penafsirannya pun benar. Siapa pun yang menghina seseorang Shahabat atau mencela periwayatannya,[4] maka ia telah menentang Allah, Tuhan seru sekalian alam dan membatalkan syariat kaum Muslimin.[5]

    Imam Ahmad:

    Beberapa riwayat diriwayatkan orang darinya tentang pendapat beliau yang mengkafirkan golongan Syi’ah.

    Al Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar al Marwadzi, ia berkata: “Saya bertanya kepada Abu Abdullah tentang orang yang mencela Abu Bakar, Umar dan Aisyah? Jawabnya: Saya berpendapat bahwa dia bukan orang Islam.”[6]

    Al Khalal berkata: “Abdul Malik bin Abdul Hamid menceritakan kepadaku, katanya: “Saya mendengar Abu Abdullah berkata: “Barangsiapa mencela (Shahabat) maka aku khawatir ia menjadi kafir seperti halnya orang-orang Rafidhah. Kemudian beliau berkata: “Barangsiapa mencela Shahabat Nabi saw maka kami khawatir dia keluar dari Islam (tanpa disadari).”[7]

    Ia berkata: “Abdullah bin Ahmad bin Hambal bercerita kepada kami, katanya: “Saya bertanya kepada ayahku perihal seseorang yang mencela salah seorang dari Shahabat Nabi Saw. Maka jawabnya: “Saya berpendapat ia bukan orang Islam”.[8]

    Tersebut dalam kitab As Sunnah karya Imam Ahmad, mengenai pendapat beliau tentang golongan Rafidhah: “Mereka itu adalah golongan yang menjauhkan diri dari shahabat Muhammad saw dan mencelanya, menghinanya serta mengkafirkannya kecuali hanya empat orang saja yang tiada mereka kafirkan, yaitu: Ali, Ammar, Miqdad dan Salman. Golongan Rafidhah ini sama sekali bukan Islam.”[9]

    Syi’ah Itsna Asy’ariyah mengkafirkan para shahabat, kecuali beberapa orang yang jumlahnya tidak melebihi jari-jari satu tangan. Mereka melaknat shahabat, baik dalam doa, saat berziarah, di tempat-tempat pertemuan mereka maupun di dalam kitab-kitab induk mereka. Mereka mengkafirkan para shahabat sampai hari Kiamat.[10]

    Ibnu Abdil Qawiy berkata: “Imam Ahmad telah mengkafirkan orang-orang yang menjauhkan diri dari shahabat, orang yang mencela Aisyah, ummul Mukminin dan menuduhnya berbuat serong, padahal Allah telah mensucikannya dari tuduhan tersebut seraya beliau membaca ayat: “Allah menasehati kamu, agar kamu jangan mengulang hal seperti itu untuk selama-lamanya, jika kamu benar-benar beriman.”[11]

    Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan di dalam kitab Majmu’ al Fatawa, bahwa pernyataan mengkafirkan golongan Rafidhah seakan-akan ada perbedaan antara Imam Ahmad dan lain-lainnya.[12]

    Pernyataan-pernyataan Imam Ahmad yang tersebut di atas dengan jelas memuat kata mengkafirkan mereka. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah memperingatkan duduk persoalan pendapat yang tidak mengkafirkan golongan Rafidhah (Syi’ah), karena perbuatan mereka mencela Shahabat. Dengan demikian batallah anggapan tentang pernyataan Imam Ahmad yang seakan-akan bertentangan – kafir tidaknya Syi’ah.

    Selanjutnya Ibnu Taimiyyah berkata: “Adapun seseorang yang mencela shahabat dengan kata-kata yang tidak sampai mengingkari kejujuran mereka dan agama mereka, seperti mengatakan bahwa ada shahabat yang bakhil, atau penakut, atau kurang ilmunya, atau tidak zuhud dan sejenisnya, maka orang semacam ini wajib mendapatkan pengajaran dan hukuman. Tetapi kita tidak menggolongkannya sebagai orang kafir, semata-mata karena perbuatan tersebut. Demikianlah yang dimaksud oleh pernyataan kalangan ulama yang tidak mengkafirkan orang-orang yang mencela shahabat.[13]

    Maksudnya, barangsiapa mencela para shahabat dengan kata-kata yang mengingkari kejujuran mereka dan agama mereka, maka ia digolongkan sebagai orang kafir oleh sebagian kalangan ulama. Kalau begitu, lalu bagaimana halnya dengan orang yang menyatakan bahwa para shahabat telah murtad?

    Al Bukhari (wafat tahun 256 H)

    Ia berkata: “Bagi saya sama saja, apakah aku shalat dibelakang Imam beraliran Jahm atau Rafidhah, atau aku shalat dibelakang Imam Yahudi atau Nashrani. Dan (seorang muslim) tidak boleh memberi salam kepada mereka, mengunjungi mereka ketika sakit, kawin dengan mereka, menjadikan mereka sebagai saksi dan memakan sembelihan mereka.”[14]

    Abdur Rahman bin Mahdi [15]

    Bukhari berkata, Abdur Rahman Mahdi berkata: “Dua hal ini (mengingkari kejujuran shahabat dan menganggap mereka murtad) merupakan agama bagi golongan Jahmiyah dan Rafidhah.”[16]

    Al Faryabi [17]

    Al Khalal meriwayatkan, katanya: “Telah menceritakan kepadaku Harb bin Ismail al Kirmani, katanya: “Musa bin Harun bin Zayyad menceritakan kepada kami, katanya: “Saya mendengar al Faryabi dan seseorang yang bertanya kepadanya tentang orang yang mencela Abu Bakar. Jawabnya: “Dia Kafir.” Lalu ia berkata: “Apakah orang semacam itu boleh dishalatkan jenazahnya?” Jawabnya: “Tidak.” Dan aku bertanya pula kepadanya: “Apa yang dilakukan terhadapnya, padahal orang itu juga telah mengucapkan Laa Ilaaha Illallah?” Jawabnya: “Jangan kamu sentuh (Jenazahnya) dengan tangan kamu, tetapi kamu angkat dengan kayu sampai kamu menurunkan ke liang lahatnya.”[18]

    Ahmad bin Yunus[19]

    Beliau berkata: “Sekiranya seorang Yahudi menyembelih seekor binatang dan seorang Rafidhi (Syi’i) juga menyembelih seekor binatang, niscaya saya hanya memakan sembelihan si Yahudi, dan aku tidak mau makan sembelihan si Rafidhi. Karena dia telah murtad dari Islam.”[20]

    Abu Zur’ah ar Razi [21]

    Beliau berkata: “Bila anda melihat seseorang merendahkan (mencela) salah seorang shahabat Rasulullah saw maka ketahuilah, bahwa orang tersebut adalah Zindiq. Karena ucapannya itu berakibat membatalkan Al Qur’an dan As Sunnah.”[22]

    Ibnu Qutaibah [23]

    Beliau berkata: bahwa sikap berlebihan golongan Syi’ah dalam mencintai Ali tergambar di dalam perilakunya dengan melebihkan beliau di atas orang-orang yang dilebihkan oleh Nabi dan para Shahabatnya, anggapan mereka, bahwa Ali sebagai sekutu Nabi Saw dalam kenabian, dan para Imam dari keturunannya mempunyai pengetahuan tentang hal-hal yang ghaib. Pandangan seperti itu dan banyak hal-hal rahasia lainnya menjadikannya sebagai perbuatan dusta dan kekafiran, kebodohan dan kedunguan yang keterlaluan.[24]

    Abdul Qadir al Baghdadi [25]

    Beliau berkata: “Golongan Jarudiyah, Hisyamiyah, Jahmiyah, Imamiyah sebagai golongan pengikut hawa nafsu yang telah mengkafirkan Shahabat-shahabat terbaik Nabi, maka menurut kami mereka adalah kafir. Menurut kami mereka tidak boleh dishalatkan dan tidak sah berma’mum shalat dibelakang mereka.”[26]

    Beliau berkata: “Mengkafirkan mereka adalah suatu hal yang wajib, karena mereka menyatakan Allah bersifat al Badaa’ (tidak tahu apa yang akan terjadi). Mereka beranggapan, bahwa Allah apabila menghendaki sesuatu, maka Allah mengetahuinya setelah sesuatu itu muncul. Mereka pun beranggapan, bahwa Allah dalam memerintahkan sesuatu (tidak tahu baik-buruknya), bila kemudian muncul (buruknya), maka dibatalkannya perintah itu.

    Kami apabila melihat dan mendengar sesuatu sifat kekafiran senantiasa sifat itu melekat pada golongan Rafidhah (Syi’ah).[27]

    Al Qadhi Abu Ya’la [28]

    Beliau berkata: “Adapun hukum terhadap orang Rafidhah”, jika ia mengkafirkan shahabat atau menganggap mereka fasik yang berarti mesti masuk neraka, maka orang semacam ini adalah kafir.”[29]

    Padahal golongan Rafidhah (Syi’ah) sebagaimana terbukti di dalam pokok-pokok ajaran mereka adalah orang-orang yang mengkafirkan sebagian besar Shahabat Nabi.

    Ibnu Hazm

    Beliau berkata: “Pendapat golongan Nashrani yang menyatakan bahwa golongan Rafidhah (Syi’ah) menuduh Al Qur’an telah diubah, maka sesungguhnya dakwaan semacam itu menunjukkan golongan Syi’ah adalah bukan muslim.[30] Karena golongan ini muncul pertama kali dua puluh lima (25) tahun setelah wafatnya Rasulullah. Ia merupakan golongan yang melakukan kebohongan dan kekafiran seperti yang dilakukan kaum Yahudi dan Nashrani.”[31]

    Beliau berkata: “Salah satu pendapat golongan Syi’ah Imamiyah, baik yang dahulu maupun sekarang ialah Al Qur’an itu sesungguhnya telah diubah.”[32]

    Kemudian beliau berkata: “Orang yang berpendapat, bahwa Al Qur’an ini telah diubah adalah benar-benar kafir dan men-dustakan Rasulullah Saw.[33]

    Beliau berkata: “Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan semua kelompok umat Islam Ahlus Sunnah, Mu’tazilah, Murji’ah, Zaidiyah, bahwa adalah wajib berpegang kepada Al Qur’an yang biasa kita baca ini ” Dan hanya golongan Syi’ah ekstrim sajalah yang menyalahi sikap ini. Dengan sikapnya itu mereka menjadi kafir lagi musyrik, menurut pendapat semua penganut Islam. Dan pendapat kita sama sekali tidak sama dengan mereka (Syi’ah). Pendapat kita hanyalah sejalan dengan sesama pemeluk agama kita.”[34]

    Beliau berkata pula: “Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah tidak pernah menyembunyikan satu kata pun atau satu huruf pun dari syariat Ilahi. Saya tidak melihat adanya keistimewaan pada manusia tertentu, baik anak perempuannya atau keponakan laki-lakinya atau istrinya atau shahabatnya, untuk mengetahui sesuatu syariat yang disembunyikan oleh Nabi terhadap bangsa kulit putih, atau bangsa kulit hitam atau penggembala kambing. Tidak ada sesuatu pun rahasia, perlambang ataupun kata sandi di luar apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah kepada umat manusia. Sekiranya Nabi menyembunyikan sesuatu yang harus disampaikan kepada manusia, berarti beliau tidak menjalankan tugasnya. Barang siapa beranggapan semacam ini, berarti ia kafir.[35]

    Al Asfaraayaini [36]

    Telah diriwayatkan beberapa macam aqidah Syi’ah, misalnya: Mereka mengkafirkan shahabat , Al Qur’an telah diubah dari keasliannya dan terdapat tambahan serta pengurangan, mereka menantikan kedatangan imam ghaib mereka yang akan muncul untuk mengajarkan syariat kepada mereka ” beliau berkata: “Semua kelompok Syi’ah Imamiyah telah sepakat pada keyakinan sebagaimana kami sebutkan di atas.” Kemudian beliau menyatakan tentang hukum mereka sebagaimana dikatakannya: “Dalam keyakinan mereka semacam itu sama sekali bukanlah merupakan ajaran Islam dan hanya berarti suatu kekafiran. Karena di dalam keyakinan semacam itu tak ada lagi sedikit pun ajaran Islam tersisa.”[37]

    Abu Hamid Al Ghazali [38]

    Beliau berkata: Karena golongan Rafidhah[39] dalam memahami Islam itu lemah (dangkal), maka mereka melakukan kedurhakaan dengan membuat aqidah al Badaa’. Meriwayatkan dari Ali, bahwa beliau tidak mau menceritakan hal yang ghaib, karena khawatir diketahui oleh Allah, sehingga Allah akan mengubah-nya.[40] Mereka pun meriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad, bahwa ia berkata: “Allah tidak mengetahui sesuatu kejadian dimasa datang sebagaimana hanya pada peristiwa Ismail, yaitu peristiwa penyembelihannya.[41] ” Aqidah semacam ini benar-benar suatu kekafiran, dan menganggap Allah itu bodoh dan mudah terpengaruh. Hal semacam ini mustahil, karena Allah itu ilmu-Nya Maha meliputi segala sesuatu.[42]

    Al-Ghazali berkata: “Seseorang yang dengan terus terang mengkafirkan Abu Bakar dan Umar -semoga Allah meridhai mereka- maka ia telah menentang dan membinasakan ijma’ kaum muslimin. Padahal tentang diri mereka (para shahabat) ini terdapat ayat-ayat yang menjanjikan surga kepada mereka dan pujian bagi mereka serta mengukuhkan atas kebenaran kehidupan agama mereka, keteguhan aqidah mereka dan kelebihan mereka dari manusia-manusia lain. Kemudian kata beliau: “Bilamana riwayat yang begini banyak telah sampai kepadanya, namun ia tetap berkeyakinan bahwa para shahabat itu kafir, maka orang semacam ini adalah kafir. Karena ia telah mendustakan Rasulullah. Sedangkan orang yang mendustakan satu kata saja dari ucapan beliau, maka menurut ijma’ kaum muslimin, orang tersebut adalah kafir.[43]

    Al Qadhi ‘Iyadh [44]

    Beliau berkata: “Kita telah menetapkan kekafiran orang-orang Syi’ah yang telah berlebihan dalam keyakinan mereka, bahwa para imam mereka lebih mulia daripada Nabi.”[45]

    Begitu pula dihukum kafir orang yang mengatakan, bahwa Ali dan para imam sesudahnya mempunyai wewenang kenabian yang sama dengan Nabi Saw. Setiap imam Syi’ah menempati derajat sama dengan Nabi Saw. Di dalam hal kenabian dan sumber penetapan agama. Beliau menyatakan, bahwa mayoritas golongan Syi’ah berkeyakinan seperti ini.[46] Begitu juga seseorang yang mengaku-ngaku memperoleh wahyu, sekalipun tidak mengaku sebagai Nabi[47].

    Beliau berkata: “Kami juga mengkafirkan siapa saja yang mengingkari Al Qur’an, walaupun hanya satu huruf atau menyatakan ada ayat-ayat yang diubah atau ditambah di dalamnya, sebagaimana keyakinan golongan Bathiniyyah dan Isma’iliyyah.[48]

    As Sam’aani [49](Wafat, 562 H)

    Beliau berkata: “Umat Islam telah bersepakat untuk mengkafirkan golongan imamiyah (Syi’ah) karena mereka berkeyakinan, bahwa para shahabat telah sesat, mengingkari ijma’ mereka dan menisbatkan hal-hal yang patut bagi mereka.”[50]& [51]

    Ar Rozi [52]

    Ar Rozi menyebutkan, bahwa shahabat-shahabatnya dari aliran Asyairah mengkafirkan golongan Rafidhah (Syi’ah), karena tiga alas an:

    Pertama: karena mengkafirkan para pemuka kaum muslimin (para shahabat Nabi). Setiap orang yang mengkafirkan seseorang muslim, maka dia adalah kafir. Dasarnya adalah sabda Nabi Saw (artinya): “Barangsiapa berkata kepada saudaranya, hai kafir!, maka sesungguhnya salah seseorang dari keduanya atau lebih patut sebagai orang kafir.”[53]

    Dengan demikian mereka (golongan Syi’ah) otomatis menjadi kafir.

    Kedua: mereka telah mengkafirkan suatu umat (kaum) yang telah ditegaskan oleh Rasulullah sebagai orang-orang terpuji dan memperoleh kehormatan (para shahabat Nabi).

    Dengan demikian golongan Syi’ah menjadi kafir, karena mendustakan apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah.

    Ketiga: Umat Islam telah ijma’ menghukum kafir siapa saja yang mengkafirkan para tokoh dari kalangan shahabat[54].

    Muhammad bin Ali Asy Syaukaani [86]

    Beliau berkata: “Sungguh, inti dakwah Syi’ah adalah memperdayakan agama dan melawan syariat kaum muslimin. Tetapi yang sangat diherankan dari sikap para ulama, para pemimpin agama adalah mengapa mereka membiarkan orang-orang itu melakukan kemungkaran, yang tujuan dan maksudnya sangat busuk. Orang-orang yang rendah tersebut ketika bermaksud menentang syariat Islam yang suci dan menyalahinya, mereka melakukan cercaan terhadap kehormatan para penegak syariat ini, yaitu orang-orang yang menjadi jalan sampainya syariat tersebut kepada kita, mejerumuskan orang-orang awam dengan caranya yang terkutuk itu dan cara syaitan, sehingga mereka mengutarakan celaan dan laknat kepada sebaik-baik manusia (para shahabat) dan menyembunyikan permusuhan terhadap syariat Islam dengan menyingkirkan hukum Islam dari tengah umat manusia.

    Cara yang mereka tempuh ini adalah lebih keji daripada dosa-dosa besar, yang merupakan perbuatan yang sangat jahat. Sebab cara semacam itu adalah menentang Allah dan Rasul-Nya serta syariat-Nya.

    Perbuatan yang mereka lakukan mencakup empat (4) dosa besar, masing-masing dari dosa-dosa besar ini merupakan kekafiran yang terang-terangan.:

    Pertama : Menentang Allah.

    Kedua : Menentang Allah dan Rasul-Nya

    Ketiga : Menentang syariat Islam yang suci dan upaya mereka untuk melenyapkannya.

    Keempat : Mengkafirkan para shahabat yang di ridhai oleh Allah yang di dalam Al Qur’an telah dijelaskan sifat-sifatnya, bahwa mereka orang yang paling keras kepada golongan kuffar, Allah swt menjadikan golongan kuffar sangat benci kepada mereka, Allah meridhai mereka dan disamping itu telah menjadi ketetapan hukum di dalam syariat Islam yang suci, bahwa barangsiapa yang mengkafirkan seorang muslim, maka dia telah kafir, sebagaimana tersebut di dalam Bukhari, Muslim dan lain-lainnya, hadits Ibnu Umar, Rasulullah Saw bersabda:

    Artinya: Apabila seseorang mengatakan kepada saudaranya “wahai kafir!”, maka jika orang yang dipanggilnya itu benar seperti apa yang dikatakannya, maka ia patut sebagai orang kafir. Tetapi jika tidak, maka kembali kepada dirinya sendiri.[87]

    Dengan demikian, jelaslah, bahwa setiap orang Syi’ah adalah orang jahat (busuk) lagi menjadi orang kafir, karena mengkafirkan seorang shahabat. Maka apalagi kalau mengkafirkan semua shahabat, kecuali beberapa orang sebagai siasat untuk menyesatkan khalayak ramai yang tidak mampu memikirkan dalih-dalihnya.[88
    _________________________________________________
    Footnote
    [1]Syi’ah menganggap bahwa melaknat shahabat sebagai suatu perilaku keagamaan dan syariat. Mereka dengan terus terang menyatakan para shahabat itu kafir, terkecuali beberapa orang yang tidak lebih dari jumlah jari-jari satu tangan. Lihat Alkafi.

    [2]Al Khalal/As Sunnah, 2:557. Korektor buku ini menyatakan: Hadits ini shahih sanadnya.

    [3]Tafsir Ibnu Katsir, 4:219. Baca: Ruhul Ma’ani, oleh Al-Alusi, 26:116. Baca pula kesimpulan yang menyatakan kekafiran Syi’ah dari ayat ini/Ash-Shaarim al-Maslul, hal. 579.

    [4]Sumber Syi’ah, sebagaimana sudah tersebut pada dewasa ini menyatakan bahwa riwayat-riwayat shahabat-shahabat, seperti: Abu Hurairah, Amr bin Ash, Samurah bin Jundab, menurut penilaian mereka nilainya tidak berharga sama sekali, walaupun seberat sayap nyamuk. (baca hal. 361).

    [5]Tafsir al Qurthubi, 16:297.

    [6]Al Khalal/As Sunnah, 2:557. Korektor buku ini berkata: “Sanadnya Shahih”. Baca: Syarah As Sunnah, Ibnu Batthah, hal. 161, Ash Shaarim al Maslul, hal. 571.

    [7]Al Khalal/As Sunnah, 2:558. Korektor buku ini berkata: “Sanadnya Shahih”.

    [8]Ibid. Bacalah: Manaakib al Imam Ahmad, oleh Ibnu Al Jauzi, hal. 214.

    [9]As Sunnah, oleh Imam Ahmad, hal. 82, ditashih oleh Syeikh Ismail al Anshari

    [10]Baca buku Ar Risalah hal. 751 dan seterusnya.

    [11]An Nur ayat 17, ayat ini menjadi dasar pendapat Imam Ahmad, dalam buku karya Imam Abi Muhammad Rizkullah bin Abdul Qawiy at Tamimi, wafat tahun 480 H, al Wardah 21.

    [12]Al Fatawa, 3:352.

    [13]Ash Shaarim al Maslul, hal. 586. Dan baca hal. 571, tentang pendapat Qadhi Abu Ya’la mengenai riwayat yang menyatakan tidak – kafiran Syi’ah.

    [14]Imam Bukhari/Khalqu Af’alil ‘Ibad, hal. 125.

    [15]Al Imam al Hafizhil Ilmi Abdur Rahman bin Mahdi bin Hasaan bin Abdur Rahman al ‘Ambari, Al Bashri, wafat 198 H. (Tahdzibut Tahdzib, 6:279-281).

    [16]Khalqu Af’alil ‘Ibad, Bukhari, hal. 125. Dan bacalah: Majmu’ Fatawaa, Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah, 35:415.

    [17]Muhammad bin Yusuf al Faryabi, Bukhari meriwayatkan dari padanya dua puluh enam hadits. Dia adalah Ahli Hadits terbaik di zamannya, wafat tahun 212 H. (Tahdzibut Tahdzib, 9:535).

    [18]Al Khalal, As Sunnah 6:566, korektor kitab ini berkata: Di dalam sanad hadits ini terdapat seorang rawi bernama Musa bin Harun bin Zayyad yang aku tidak mengetahui ke-maushul-annya. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah di dalam Kitab Ash Shaarim al Maslul, hal. 570 menisbathkan hadits ini kepada Al Faryabi berdasarkan Jazm (dugaan kuat).

    [19]Ahmad bin Yunus, yaitu Ibnu Abdillah. Ia dinisbathkan kepada datuknya, yaitu salah seorang Imam (tokoh) As Sunnah. Beliau termasuk penduduk Kufah, tempat tumbuhnya golongan Rafidhah. Beliau menceritakan perihal Rafidhah dengan berbagai macam alirannya. Ahmad bin Hambal telah berkata kepada seseorang: “Pergilah anda kepada Ahmad bin Yunus, karena dialah seorang Syeikhul Islam.” Para ahli Kutubus Sittah telah meriwayatkan Hadits dari beliau. Abu Hatim berkata: “Beliau adalah orang kepercayaan lagi kuat hafalannya”. An Nasaai berkata: “Dia adalah orang kepercayaan.” Ibnu Sa’ad berkata: “Dia adalah seorang kepercayaan lagi jujur, seorang Ahli Sunnah wal Jama’ah.” Ibnu Hajar menjelaskan, bahwa Ibnu Yunus telah berkata: “Saya pernah datang kepada Hammad bin Zaid, saya minta kepada beliau supaya mendiktekan kepadaku sesuatu hal tentang kelebihan Utsman. Jawabnya: “Anda ini siapa?” Saya jawab: “Seseorang dari negeri Kufah.” Lalu ia berkata: “Seorang Kufah menanyakan tentang kelebihan-kelebihan Utsman. Demi Allah, aku tidak akan menyampaikannya kepada anda, kalau anda tidak mau duduk sedangkan aku tetap berdiri!” Beliau wafat tahun 227 H. (Tahdzibut Tahdzib, 1:50, Taqribut Tahdzib, 1:29).

    [20]Ash Shaarim al Maslul, hal. 570.

    [21]Abdullah bin Abdul Kariim bin Zayid bin Farukh al Mahzumi di Al Wala'(?), bergelar Abu Zur’ah Ar Rozi, termasuk salah seorang penghafal hadits dan tokoh terkemuka. Beliau telah hafal seratus ribu (100.000) hadits, sehingga ada yang berkata: “Setiap hadits yang tidak dikenal oleh Abu Zur’ah, maka hadits tersebut berarti tidak punya asal usul. Beliau wafat tahun 264 H.

    [22]Baca al Kifayah, hal. 49.

    [23]Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah ad Dainuri pengarang Kitab-Kitab yang baik, berisikan berbagai ilmu yang bermanfaat, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir. Wafat, 276 H. (Baca Wafayaatul A’yaan, 3:22-44; Tarikh Baghdad, 10:170-174; Al Bidayaayat Wan Nihaayah, 11:48).

    [24]Kitab: Al Ikhtilaf fil Lafdhi war Raddu ‘alal Jahmiyah wal Musabbihah, hal. 47. Cet. As Sa’adah Mesir, tahun 1349 H.

    [25]Abdul Qaahir bin Thahir bin Muhammad al Baghdadi at Tamiimi al Isfiraayiini, Abu Manshuur, beliau deberi gelar di masanya sebagai “Shadrul Islam”. Beliau mempelajari tujuh belas ilmu. Wafat, 429 H. (Baca: Thabaqaatus Syafi’iyyah, 5:136-145; An Baaur Ruwaat, 2:185-186).

    [26]Al Farqu bainal Firaq, hal. 357.

    [27]Al Milal wa Nihaal, hal. 5253, koreksian oleh Miir Nasri Nadir.

    [28]Muhammad bin Al Husein bin Muhammad bin Khalaf bin Al Faraa’ Abu Ya’la, seorang alim di dalam urusan aqidah dan syariah pada masanya, wafat tahun 458 H.

    [29]Al Mu’tamad, hal. 267.

    [30]Maksudnya: omongan mereka tidak bisa dipertanggungjawabkan atas nama kaum muslimin maupun Al Qur’an.

    [31]Al Fashl, 5:40.

    [32]Terkecuali tiga orang shahabat.

    [33]Al Fashl, 5:40.

    [34]Al Ihkam Fii Ushuuli Ahkaam, 1:96.

    [35]Al Fashl, 2:274-275. Orang yang berkeyakinan semacam ini dikafirkan oleh Ibnu Hazm. Dan keyakinan semacam ini depegang oleh Syi’ah Itsna Asy’ariyah. Pendapat ini dikuatkan oleh guru-guru beliau pada masanya dan para ulama sebelumnya.

    [36]Abu al Mughafar Syahfur, bin Thahir bin Muhammad al Asfaraayaini, seorang imam ahli kalam, ahli Fiqh lagi ahli Tafsir banyak karangan-karangannya, antara lain: At Tafsiir al Kabiir dan at Tabshiir Fiddiin. Wafat, 471 H. (Baca: Thabaqaat Asy Syafi’iyyah, 5:11 dan Al A’laam, 3:260).

    [37]At Tabshiir Fiddiin, hal. 24-25.

    [38]Muhammad bin Muhammad bin Ahmad at Thuusi al Ghazali. Ibnu Katsir berkata: Beliau dahulu adalah orang yang terpandai di dalam setiap bidang pembahasannya. Karangannya banyak sekali yang tersebar di dalam berbagai macam bidang ilmu. Di antara kitab-kitabnya: Fadhaail al Baathiiniyah. Wafat, 505 H. (Baca: Al Bidaayah wan Nihaayah, 12:173-174; Miraatul Janaani, 3:177-192).

    [39]Seseorang yang mempelajari aqidah al badaa’ dalam madzhab Rafidhah akan mengetahui, bahwa keyakinan tersebut muculnya bukan karena pemahaman agama yang lemah tetapi sudah merupakan suatu jalan pemikiran yang dengan sengaja diciptakan oleh adanya keyakinan yang berlebih-lebihan terhadap para imam mereka. Pendapat imam Ghazali ini serupa dengan pernyataan imam Al Amidi (Al Ihkaam, 3:109). Beliau berkata: Golongan Rafidhah tidak bisa memahami perbedaan antara nasakh dan al Badaa’. Kata-kata al Amidi ini lebih jauh dikomentari oleh Syeikh Abdur Razak Afifi. Katanya: “Barang siapa mengetahui dengan jelas hal ikhwal Rafidhah, memahami kebusukan hatinya dan kezindikannya berupa sikap merahasiakan kekafiran dan menampakkan keislaman, mewarisi prinsip-prinsip agamanya dari Yahudi, menempuh cara-cara memperdayakan islam sebagaimana dilakukan orang yahudi, maka ia tentu memahami bahwa segala kebohongan dan kedustaan (tentang al Badaa’) adalah suatu pernyataan yang bertujuan jahat, rasa kedengkian kepada kebenaran dan pemeluknya, dan karena fanatik buta, sehingga membuat mereka berani melakukan tipu daya dan berbagai bentuk perbuatan merusak secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan guna menghancurkan syariat Islam dan negara-negara yang menegakkannya. (Al Ihkaam fii Ushuuli Ahkaam, 3:109-110-catatan pinggir).

    [40]Riwayat ini terdapat dalam kitab Al-Bihaar, oleh Al-Majlisi dan dinisbatkan riwayat ini kepada rawi yang terdekat (Bihaarul Anwaar, 4:97). Pada riwayat lain ucapan tersebut dinisbatkan kepada Ali bin Al-Husein (Baca Tafsiirul ‘Iyyaasyi, 2:215; Bihaarul Anwar, 4:118; Al Burhaan, 2:299; Tafsir Ash Shafii, 3:75).

    [41]Bacalah riwayat ini di dalam kitab At Tauhiid, oleh Ibnu Baabawaih, hal. 36.

    [42]Al Mustashfaa, 1:110.

    [43]Fadhaaihul Bathiniyyah hal. 149.

    [44]Iyad bin Musa bin ‘Iyadh bin Amaruun al Yahshabi, seorang ulama Maghribi, tokoh Ahli Hadits pada zamannya. Wafat tahun 544 H. (Baca: Wafayaatul A’yaan, 3:483; Al ‘Ibaar, oleh Adz Dzahabi, 2:467; Bughyatut Thais, oleh Ad Dhabi, hal. 437; Tarikh Qudhatul Andalus, oleh An Nabaahi, hal. 101)

    [45]Kaum Syi’ah dewasa ini beranggapan, bahwa I’tikad mengkafirkan para shahabat merupakan salah satu pokok ajaran mereka. Sedangkan orang yang mengingkari prinsip ini, ,mereka memandangnya kafir.

    Al-Mamqaani yang merupakan guru Syi’ah berkata: “Termasuk prinsip madzhab kami adalah bahwa para imam kami lebih mulia daripada Nabi Bani Israil, sebagaimana telah dinyatakan oleh keterangan-keterangan yang mutawatir. Orang yang memahami berita-berita Ahlil Bait (para imam yang dua belas), bahwa para imam tersebut memiliki keajaiban luar biasa sama dengan yang ada pada para Nabi, bahkan lebih hebat. Para Nabi dan para ulama salaf hanya memperoleh satu atau dua pintu ilmu. Sedangkan para imam Syi’ah, karena ibadah dan ketaatan mereka, maka seseorang dapat naik ke tingkat menyamai Allah. Jika ia mengatakan kepada sesuatu “jadilah”, maka terbukalah semua pintu-pintu (ilmu).

    [46]Aqidah semacam ini kita temukan pada golongan itsna Asy’Ariyah. Karena mereka beranggapan, bahwa imamah lebih tinggi dari kenabian. Para imam Syi’ah diyakini sebagai pokok pegangan bagi semua umat manusia seperti halnya para Rasul.

    [47]Demikianlah perkataan kaum Rafidhah. Baca Ar-Risalah, hal. 325 dan seterusnya.

    [48]Disini perlu perhatian serius. Sebab sebagian dari para imam syi’ah menisbatkan keyakinan tentang perubahan Al Qur’an kepada golongan Ismaili, padahal sebenarnya adalah pendapat golongan Itsna Asy’Ariyah, sedangkan golongan Ismaili tidak pernah menyatakan pendapat seperti ini, tetapi golongan ini hanya menggunakan penakwilan ayat-ayat Al Qur’an secara bathini (perlambang).

    [49]Imam penghafal hadits, Abu Sa’d Abdul Kariim bin Muhammad bin Manshuur at-Tamimi as-Sam’aani, pengarang buku al-Ansaab dan lain-lain. Ia sering melakukan kunjungan dan mendengar dari banyak guru hadits. Ibnu katsir berkata: “Ibnu Khalkan telah menyebutkan perihal orang ini, yang mempunyai banyak karya tulis, antara lain sebuah kitab yang telah menghimpun seribu hadits dari seratus orang guru hadits berserta pembicaraan sanadnya dan matannya. Buku ini sangat berguna. Beliau wafat tahun 562 H. (Wafayaatul A’yaan, 3:209; al-Bidayah wan Nihayah, 12:175).

    [50]Kata-kata “hal-hal yang patut bagi mereka” Demikianlah yang ada pada tulisan aslinya. Kalau kata ganti “Mereka” tertuju kepada golongan Rafidhah, maka kalimat tersebut sudah benar. Maksudnya, golongan Rafidhah menyebut para shahabat sebagai orang-orang sesat. Adalah patutnya tertuju pada diri mereka sendiri. Sedangkan, kalau kata ganti “Mereka” tertuju kepada para shahabat, berarti pada kalimat tersebut ada kata yang hilang. Barangkali yang benar kalimat tersebut berbunyi “Apa yang tidak patut bagi mereka”.

    [51]Al-Anshab, 6:341.

    [52]Muhammad bin Umar bin Al-Husein, dikenal dengan gelar al-Fakhru Razi, seorang musafir, ahli kalam, seorang faqih, seorang ushul. Di antara karya-karya tulisnya adalah: At-Tafsiir al-Kabiir, al-Mahshul dan lain sebagainya. Ada orang mengira, bahwa beliau ini berkecenderungan Syi’ah. Wafat, 606 H. (Lisaanul Miizaan), 4:426; As-Shuyuthi, Tabaqatul Mufazziriin, hal. 115.

    [53]Akan dijelaskan perawi haditsnya.

    [54]Ar-Rozi, Nihaayatul Uquul, Al-Waraqah hal 212a. (masih tertulis tangan).

    [55]Ali Imran, ayat 110.

    [56]Ash Shaarim al Maslul, hal. 586-587.

    [57]Majmu’ Fataawa, Ibnu Taimiyyah, 28:482.

    [58]Baca al Fatawa, 28:484-485.

    [59]Ibid, hal. 486.

    [60]Bacalah kitab Risalah, hal. 1239.

    [61]Mudah-mudahan begitu yang ada di al Fataawa, 28:389.

    [62]Minhaajus Sunnah, 3:39.

    [63]Ar-Risalah, hal. 1239.

    [64]Beliau adalah tokoh ahli hadits serta mufthi yang cemerlang, sebagaimana yang dikatakan oleh Adz Dzahabi. Nama lengkapnya Abul Fidaa’ Ismail bin Umar bin Katsir. Asy Syaukaani berkata: Beliau punya banyak karangan berfaedah, antara lain: Tafsiir Ibnu Katsir, yang dapat digolongkan tafsir yang terbaik, bahkan mungkin yang paling baik. Wafat, 774 H. (Ibnu Hajar, ad Duraru al Kaaminah, 1:373-374; Asy Syaukaani, al Badr at Thali’, 1:153).

    [65]Bacalah halaman 751 dan 1125 dari Ar Risaalah.

    [66]Yaitu Muhammad bin Khalil bin Yusuf Ar Ramli al Muqaddasi. Beliau salah seorang ahli Fiqh Syafi’iyah. Wafat, 888 H. (Bacalah: Asy Syakhawi ad Dha-uu al Laami’u, 7:234; Asy Syaukaani, al Badr At Thaali’, 2:169).

    [67]Risalah fii Ar Raddi alaa Ar Raafidhah, hal. 200.

    [68]Yaitu Yusuf al-Jamal Abu Mahasin al-Waasithi, salah seorang ulama abad IX. (Bacalah: Asy Syakhawi, Adh Dhauu ‘alaa Mii’u. 10:338-339)

    [69]Al-Munaazharah baina ahli sunnah war Raafizhah, al-Waraqah, hal. 66 (tulisan tangan).

    [70]Ibid. hal. 67 (tulisan tangan).

    [71]Ali bin Sulthaan bin Muhammad al Hawaari, dikenal dengan panggilan al-Qaari al-Hanaafi. Ia salah seorang narasumber ilmu. Banyak sekali karangannya yang bermanfaat, antara lain Syarah al Misykaat. Buku ini adalah karyanya yang terbesar. Syarah Asy-Syifaa’, an Nukhbah dan lain-lain. Wafat, 1014 H. (Bacalah: Khulashatul ‘Atsar, 3:185-186; Al-Budurut Thaali’, 1:445-446).

    [72]Syamsul ‘Awaaridh Fii Dzammil Rawaafidh, al-Waraqah, 6a. (tulisan tangan).

    [73]Ibid, al-Waraqah, hal. 252-254.

    [74]Ibid, al-Waraqah, hal. 259a

    [75]Muhammad bin Abdul Wahhaab bin Sulaiman bin Ahmad at Tamiimi an-Najdi, seorang imam Mujadid Islam di Jazirah Arab pada abad XII H. Seruannya kepada Tauhid yang bersih dan membuang bid’ah merupakan percikan pertama yang membangkitkan pembaharuan di seluruh dunia Islam. Gerakannya mempengaruhi tokoh-tokoh pembaharu di India, Mesir, Irak, Syiria dan lain-lainnya. Wafat, 1206 H. (Bacalah: Abdul Aziz bin Baaz, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab, dakwahnya dan sejarahnya; Sulaiman An Nadwi, Muhammad bin Abdul Wahhab, pembaharu yang terdhalimi dan kebohongan yang dibuat atas namanya; Bah-jatul Atsaari, Muhammad bin Abdul Wahhab, penganjur tauhid dan pembaharu Abad Modern).

    [76]Risaalah Fir Raddi’ ‘Alar Raafidhah, hal. 18-19.

    [77]Bahkan, mereka dari mencela berkelanjutan sampai mengkafirkan. Bahkan mereka berkeyakinan siapa saja yang menganggap Abu Bakar dan Umar itu Islam, maka kelak Allah tidak akan mau melihat dia, berbicara dengannya dan akan mendapat adzab pedih. (Baca Ar Risaalah ini hal. 759). Cacian mereka kepada para shahabat bertambah dan terus berjalan dari dulu sampai hari ini, dilakukan dengan semakin keterlaluan.

    [78]Risalah Fii Raddi ‘Alar Raafidhah, hal. 20.

    [79]Fushshilat, ayat 20.

    [80]Al Hijr, ayat 9.

    [81]Risaalah Fir Raddi ‘Alar Raafidhah, hal. 14-15.

    [82]Risaalah Nawaaqidhul Islam, hal. 283.

    [83]Risaalah Fir Raddi ‘Alar Raafidhah, hal. 29.

    [84]Abdul Aziz bin Ahmad (Waliullah) bin Abdur Rahiim al Faruuqi, bergelar Sirajul Hind. Muhibbuddiin al Khathib berkata: “Beliau adalah ulama India terbesar pada masanya. Beliau seorang penelaah buku-buku Syi’ah lagi amat menguasainya. Wafat, 1239 H. (Bacalah Al A’laam, 4:138; Muhaddimah Mukhtashaarat Tuhfah al Itsna Asy ‘Ariyah, Muhibbuddiin Khatib).

    [85]Mukhtashaar at Tuhfah al Itsna Asy ‘Ariyah, hal. 300.

    [86]Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Abdillah asy Syaukaani, seorang ulama Yaman, pengarang kitab Fathul Qadiir, Nailul Authar dan lain-lain kitab-kitab yang bermanfaat, Wafat, 1250 H. (Bacalah al-Badr at-Thalii’, 2:214-225).

    [87]Hadits dengan lafadh ini terdapat di dalam Shahih Bukhari, Kitabul Adab, bab: Man kafara akhaahu min ghairi takwiilin fahuwa kamaa qaala: juz VII: 97; Muslim, Kitabul Iman, bab: Bayaani haali iimaani man qaala liakhiihi almuslim “yaa kaafir”, I:79; Abu Dawud, Kitaabus Sunnah, bab: Ziyaadatil iiman, V:64 (H. 4687); Turmudzi, Kitaabul Iman, bab: Maa ja-a fii man ramaa akhaahu bikufrin, V:2 (H. 2637); Malik fil muwaatha’, Kitabul Kalaam, bab: Maa yukrahu minal kalaami, hal. 984; Ahmad, II:18, 23, 44, 47; At Thayaalisi, hal. 252 (H. 1842).

    [88]Asy Syaukani, Natsrul Jauhar ‘ala hadiitsi Abi Dzar, al Waraqah, hal. 15-16. (tulisan tangan).

Tinggalkan komentar