Dimana Allah Tinggal Sebelum Bersemayam di Atas Arasy?

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Alhamdulillah wa syukru lillahi, laa haula wa laa quwwata illa billah. Was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihil kiram ajma’in. Amma ba’du.

Salah satu sumber penulisan dalam blog ini ialah pertanyaan-pertanyaan pembaca dalam forum diskusi. Kadang suatu pertanyaan tidak cukup dijawab di forum diskusi, sehingga perlu diberikan jawaban yang lebih luas dalam wujud artikel tersendiri. Walhamdulillah.

Pertanyaan sebagian pembaca tentang tuduhan adanya kesamaan antara konsep Tauhid dengan teologi Trinitas Kristiani, alhamdulillah sudah ditulis (tetapi belum dipublikasikan). Dan kini ada lagi pertanyaan dari pembaca tentang “tempat tinggal” Allah Ta’ala.

Isi lengkap pertanyaan dari saudara @ Awam (setelah di-edit seperlunya)  adalah sebagai berikut:

“Saya mau tanya kepada Mas Abisyakir dan @ Ahmad (salah seorang pembaca yang berkomentar dalam artikel “Allah Ta’ala Ada di Langit”). Kalau memang Allah ada (bersemayam) di langit atau di atas Arasy, lalu dimanakah Allah  tinggal sebelum Arasy dan langit diciptakan oleh Allah? Apa mungkin Allah berpindah tempat? Sedangkan yang saya tahu, itu sangat mustahil! Tolong beri penjelasan yang masuk akal!”

Si penanya merasa ragu (atau tidak yakin), bahwa Allah Ta’ala ada di atas langit, seperti yang disebutkan dalam ayat-ayat Al Qur’an maupun Sunnah. Sebagai alasan dari keraguan itu, dia melontarkan pertanyaan seputar “dimana Allah tinggal” sebelum Dia menciptakan langit dan Arasy.

Dengan memohon karunia Allah, ilmu, dan petunjuk-Nya, mari kita kaji persoalan ini lebih jauh.

“Keruwetan Akal Membawa Keruwetan Jiwa”.

PERTAMA, dalil yang menyatakan bahwa Allah itu ada di atas Arasy setidaknya ada 7 ayat dalam Al Qur’an yang secara qath-i menjelaskan hal itu. Ia adalah: Surat Al A’raaf ayat 54, Yunus ayat 3, Ar Ra’du ayat 2, Thaha ayat 5, Al Furqan ayat 59, As Sajadah ayat 4, dan Al Hadid ayat 4. Bahkan dalam Surat Al Baqarah ayat 29 disebutkan: “Tsumma istawa ilas sama’i fasauwahunna sab’a samawaat” (kemudian Dia istiwa menuju ke langit, lalu Dia ciptakan 7 tingkat langit). Sebagai orang Muslim, sebelum kita berpikir masuk akal atau tidak, semestinya harus mengimani ayat-ayat ini. Kalau tidak demikian, berarti kita membuat syarat-syarat dalam keimanan kita. Misalnya, kalau masuk akal diimani, kalau tak masuk akal ditolak. Janganlah demikian, sebab hal itu dianggap tidak tulus dalam beragama.

KEDUA, dalam ajaran Islam banyak perkara yang bersifat ghaib. Ghaib bisa karena waktu (misalnya peristiwa-peristiwa di masa lalu, atau di masa depan). Ghaib bisa karena ruang (misalnya letaknya sangat jauh, atau sangat kecil, sehingga tak tampak oleh penglihatan normal). Ghaib juga bisa karena wujudnya (misalnya ada makhluk halus yang tak tampak, padahal mereka ada dan eksis, seperti jin, Malaikat, ruh, dll.).

Di antara perkara ghaib itu ada yang Allah ajarkan, dan ada pula yang tidak Dia ajarkan. Contoh, hanya sebagian saja dari ribuan Nabi dan Rasul yang disebutkan kisahnya dalam Kitabullah dan Sunnah. Terhadap berita-berita yang Allah ceritakan, ya kita imani; adapun yang tidak Dia ceritakan, kita menahan diri untuk tidak masuk ke wilayah itu, agar tidak  menjadi sesat karenanya. Na’udzubillah min dzalik.

Informasi atau ilmu tentang dimana posisi Allah Ta’ala sebelum Diri-Nya menciptakan langit dan Arasy, adalah termasuk hal-hal sangat ghaib yang tidak diceritakan dalam Kitab-Nya. Kalau terhadap kisah Nabi-nabi tertentu yang tidak dikisahkan dalam Al Qur’an, kita mau menahan diri untuk tidak mengorek-ngorek kisah seperti itu; lalu bagaimana mungkin kita akan mempertanyakan posisi Allah sebelum Dia menciptakan langit dan Arasy? Apa perlunya? Kalau misalnya kita sudah tahu, apakah itu bisa meningkatkan keimanan, atau membuat akal justru semakin liberal dengan fantasi-fantasi ala Bani Israil lainnya?

KETIGA, dalam Al Qur’an atau Sunnah dijelaskan, bahwa Allah Ta’ala bersemayam di atas Arasy. Arasy itu ada di atas langit yang ke-7. Bagaimana cara Allah bersemayam di atas Arasy, hal itu merupakan perkara ghaib. Kita tidak boleh mengatakan, Allah disana “duduk”, “berdiri”, “menempel”, “mengambang”, dll. Karena memang semua itu tak dijelaskan oleh-Nya dan oleh Nabi-Nya Shallallah ‘Alaihi Wasallam. Termasuk pertanyaan, apakah Arasy itu berupa ruang, udara kosong, dimensi nihil, atau apapun? Semua itu tidak usah dipikirkan dan ditanyakan. Dengan sendirinya, jika Istiwa’ Allah di atas Arasy tak usah ditanyakan, maka bagaimana keadaan Allah sebelum menciptakan Arasy, lebih tak perlu ditanyakan lagi.

KEEMPAT, munculnya pertanyaan, dimana Allah sebelum Dia menciptakan langit dan Arasy, hal ini lahir karena kesalahan berpikir sangat fatal, yaitu sejak awal sudah mempersepsikan Allah seperti makhluk. Misalnya, suatu saat kita melihat seekor burung hinggap di pohon depan rumah. Maka pikiran logis kita akan segera bergerak: “Dari mana nih burung? Kok pagi-pagi sudah nongol di depan rumah?” Nah, untuk makhluk, kita bisa berpikir seperti itu, karena makhluk terikat oleh hukum-hukum Sunnatullah yang berlaku atasnya. Dalam masalah makhluk kita selalu berpikir “darimana ini”, “akan kemana”, “nanti menjadi apa”, “prosesnya bagaimana”, dll. Tetapi untuk Allah Ta’ala, Dia terbebas dari semua ikatan-ikatan hukum yang berlaku pada makhluk-Nya.

Kalau manusia memanjat, dia akan menjadi tinggi; kalau terjun ke bawah, akan menjadi rendah; kalau berlari akan menjadi cepat; kalau diam diri, dia tak bergerak; kalau kehujanan akan merasa dingin; kalau tertimpa terik sinar matahari, akan kepanasan. Manusia atau makhluk terikat hukum-hukum demikian. Tetapi Allah Ta’ala tidak terikat semua itu. Dia bisa berbuat apapun yang Dia inginkan, sehingga ada ayat Al Qur’an yang berbunyi: “Idza arada syai’an an yaqula lahu kun fa yakun” (kalau Dia menginginkan sesuatu, tinggal mengatakan “kun” maka jadilah apa yang Dia inginkan itu).

Bersemayamnya Allah di atas Arasy adalah bagian dari kehendak-Nya. Dia ingin apapun dan bagaimanapun, itu hak Dia sebagai Pencipta alam semesta dan kehidupan. Kita sebagai manusia tak punya hak mencampuri urusan Rububiyyah-Nya. Misalnya, sebelum menciptakan langit dan Arasy, Allah berkehendak demikian dan demikian, maka semua itu hak-Nya belaka. Kita tak bisa menolak atau mencampuri. Bila makhluk terikat oleh dimensi-dimensi, maka Allah tak terikat apapun. Dia mandiri dan independen. “Allahus Shamad” (Allah, bergantung kepada-Nya semua makhluk).

KELIMA, dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa ada kalanya dalam diri manusia timbul pikiran-pikiran aneh karena bisikan syaitan. Misalnya dia berpikir, bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah. Lalu siapa yang menciptakan Allah? Nabi menasehatkan, kalau ada bisikan-bisikan seperti itu, seorang Muslim cukup mengatakan, “Amantu billahi wa bi Rusulihi” (aku beriman kepada Allah dan kepada Rasul-rasul-Nya). HR. Imam Ahmad.

Dzat Allah sangat berbeda dengan makhluk-Nya. Allah menciptakan, tetapi tidak membutuhkan diciptakan. Allah adalah Awal, tetapi tanpa diawali. Dia ada, tanpa diadakan. Dia adalah Akhir, tetapi tanpa diakhiri. Allah bisa membolak-balikkan siang dan malam, gelap dan terang, panas dan dingin, sesuka diri-Nya. Jadi kita tidak perlu bertanya, “Siapa yang menciptakan Allah?” Sebab logika demikian hanya berlaku bagi makhluk-Nya. Allah Ta’ala ada tanpa diadakan, Dia kuasa tanpa diberi kekuasaan, Dia mencipta tanpa pernah terciptakan. Dia bisa membolak-balikkan dimensi-dimensi tanpa berkurang sedikit pun Kemuliaan dan Keagungan-Nya. Dia Tinggi tanpa ada yang lebih tinggi dari-Nya, Dia bisa turun tanpa menjadi lebih rendah. Allah tidak terikat sifat-sifat makhluk-Nya.

Kalau manusia mencari hal-hal di luar semua itu, ingin menerobos hakikat-hakikat seputar Sifat Rubibiyyah Allah; demi memuaskan hawa nafsu akalnya, jelas dia akan binasa. Na’udzubillah min dzalik. Ketahuilah, akal manusia dibatasi oleh hukum-hukum yang berlaku di alam semesta (universe). Sedangkan Allah bebas dari semua hukum-hukum itu. Sekali-kali, jangan memahami Allah dengan ukuran-ukuran makhluk-Nya.

KEENAM, ada logika yang diyakini sebagian orang, “Kalau Allah di atas Arasy, lalu dimana Dia sebelum Arasy itu diciptakan? Apakah Dia sebelumnya berada di suatu “tempat”, kemudian pindah ke atas Arasy? Mungkinkah Dzat Allah berpindah-pindah? Sungguh mustahil.” Logika demikian kan sangat kelihatan kalau si penanya berpikir dalam dimensi makhluk. Dia ingin memahami Allah dengan persepsi makhluk. Sebenarnya, Allah mau mengambil “posisi” dimanapun, itu hak Dia. Andaikan Allah tidak menunjuki diri-Nya di atas Arasy, tidak ada masalah bagi-Nya. Tetapi karena kasih-sayang Allah, di atas Keghaiban-Nya, Dia ingin memudahkan manusia memahami keghaiban itu, maka Dia berkehendak istiwa’ di atas Arasy. Dengan demikian, manusia mendapati satu kemudahan ketika ditanya “aina Allah” (dimana Allah). Maka kita bisa menjawab secara pasti: Fis sama’i ‘alal Arsy (di langit, di atas Arasy).

Mungkinkah Allah berpindah-pindah dari satu posisi ke posisi lain? Mula-mula, Anda harus bebaskan Dzat Allah dari ikatan-ikatan yang berlaku atas makhluk-Nya. Makhluk dibatasi oleh dimensi-dimensi, sedangkan Allah bebas dari semua itu. Kemudian, ingat selalu bahwa Allah memiliki Sifat Iradah (Maha Berkehendak). Kalau Allah berkehendak berbuat sesuatu, tidak ada satu pun yang mampu menghalangi-Nya. Seperti sebuah doa yang diajarkan oleh Nabi Shallallah ‘Alaihi Wasallam: “Allahumma laa mani’a li maa a’thaita, wa laa mu’thiya li maa mana’ta” (ya Allah, tidak ada yang sanggup menolak apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang bisa menerima apa yang Engkau tolak).

Jika demikian, lalu bagaimana insan-insan yang lemah, otak-otak yang bodoh, dan hawa nafsu yang meluap-luap ini, hendak menolak Sifat-sifat Allah, jika Dia berkehendak terhadap sesuatu. Itulah bahayanya, cara-cara Takwil itu nantinya kerap kali menjadi jalan untuk mengingkari Sifat-sifat Allah. Mulanya Takwil, lama-lama menjadi Jahmiyyah atau Zindiqah (atheis). Na’udzubillah wa na’udzubillah min kulli dalik.

KETUJUH, para ulama sering mengatakan “tafakkaruu fi khalqillah wa laa tafakkaruu fi dzatillah” (silakan berpikir tentang ciptaan Allah, namun jangan berpikir tentang Dzat-Nya). Ungkapan seperti ini tidak mengada-ada. Bukannya manusia tak boleh berpikir tentang Allah, tetapi otaknya tak akan bisa memahami Dzat Allah dengan segala Sifat-Nya. Dalam Surat Al A’raaf ayat 143, Musa ‘Alaihissalam pernah meminta ingin melihat Dzat Allah. Kemudian Allah berkata kepada Musa, “Lan taraniy” (engkau tak akan sanggup melihat-Ku). Lalu Allah memperlihatkan diri-Nya kepada gunung, seketika itu gunung tersebut hancur berkeping-keping karena takut kepada Allah. Melihat gunung hancur, Musa langsung pingsan. Hal ini merupakan batas demarkasi sifat kebebasan manusia dalam mendayagunakan potensi dan kekuatan nalarnya. Manusia tak boleh melebihi ambang demarkasi itu, agar otak dan kehidupannya tidak menjadi binasa. Nas’alullah al ‘afiyah.

Singkat kata, dimana kedudukan Allah sebelum menciptakan langit dan Arasy, semua itu adalah keghaiban belaka. Sama ghaibnya dengan bagaimana keadaan Allah beristiwa’ di atas Arasy. Kita tidak dibebani kewajiban untuk menelisik masalah-masalah seperti itu. Akal kita tak akan sampai pada kebenaran hakiki dalam hal seperti ini, kecuali kelak kita bisa tanyakan semua itu kepada Allah Ta’ala di Akhirat nanti (dengan syarat, harus masuk syurga dulu).

Dalam pertanyaan seperti ini tak ada penjelasan yang bisa memuaskan akal secara sempurna, kecuali akal orang-orang beriman yang rela mengimani Kitabullah dan As Sunnah; serta tidak menjadikan otak-nya sebagai hukum dan agama, dalam kehidupan ini.

Semoga bermanfaat, berkenan, dan mendapat barakah dari Allah Ta’ala. Allahumma amin. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

Wallahu a’lam bisshawab.

[Abahnya Syakir].

168 Responses to Dimana Allah Tinggal Sebelum Bersemayam di Atas Arasy?

  1. Jazakalloh khoiron ustadz. mudah-mudahan mencerahkan hati-hati yang gelap.

  2. Yuhui... berkata:

    Allah kan tidak tunduk sama hukum Dimensi Waktu, mana mungkin sang Pencipta Waktu dikuasai waktu yang telah diciptakanNya. Bayangkan saja anda “berhasil” lepas dari dimensi waktu ini, maka anda tidak akan menemui hal-hal semacam : besok, kemarin, sudah, belum, akan, sebelum, setelah, dan istilah-istilah yang berkaitan dengan waktu lainnya. Soal bagaimana bentuknya yaa,,, Wallahu a’lam.

  3. […] [=] Dimana Allah Tinggal Sebelum Bersemayam di Atas Arasy? […]

  4. musa berkata:

    syukron akhi atas pemahamannya.. semoga bermanfaat ilmunya..

  5. musa berkata:

    ane izin copas

  6. Si Fulan berkata:

    terimah kasih atas penjelasannya..
    Q merasa puas atas penjelasannya…smoga bermanfaat..AMIN.

  7. Yuhui... berkata:

    Oh..betapa kaya alam semesta…

  8. L.A berkata:

    bagaimana caranya kita bisa chubbu ilalloh apa bila kita tidak mengenalnya secara langsung?…………………
    dan apakah cukup hanya dg mengenal namanya saja?…………

  9. wijaya berkata:

    memanglah benar apa yang dipertanyakan oleh anda, karena jika kita tidak mengetahui / mengenal Allah secara pasti maka apa guna dan manfaatnya manusia itu “syahadat “!. contoh sederhana saja , apa jadinya ketika orang bersaksi palsu dalam sebuah persidangan di pengadilan hukum? apalagi jika dia bersaksi palsu terhadap keberadaan Allah yang hanya sebatas ucapan kosong belaka karena hanya menginginkan status atau pengakuan semu semata, karena jika seseorang pernah bersaksi maka dia harus tahu dengan jelas dan pasti karena pernah menyaksikan sendiri peristiwa tersebut, bertemu, berkenalan / mengalaminya, mungkin juga telah terjadi inter-aksi , khan bgtu? jadi jangan asal bersaksi, karena saksi dusta terhadap Allah hukumannya pastilah kebinasaan yang nyata dan jangan anda berharap untuk mendapatkan keselamatan sejati, karena banyak orang mengira sudah melakukan perbuatan sebaik-baiknya akan tetapi perbuatan mereka itu tidak mendapatkan apa-apa malahan neraka jahanamlah ganjarannya, untuk itu janganlah mengikuti kebanyakan orang dimuka bumi ini karena mereka akan mambawa anda kejalan yang sesat, karena hanya sedikit yang mengetahui jalan menuju kebenaran yang terang. karena Tuhan akan memberikan petunjuk kepada siapa saja yang dia kehendaki. karena barang siapa yang telah diberi petunjuk maka dengan sendirinya pasti dia bisa mempelajari misteri Allah, sebab Allah itu pada hakekatnya bukan “Ghaib”, Allah lah yang mengetahui yang Ghaib, Coba anda amati dan renungkan gaya bahasa tersebut dengan benar. jadi intinya disini jika anda sudah bisa bersyahadat dengan benar serta memahaminya maka anda tidak akan mungkin tidak tahu dimana tempat tinggal Allah dengan benar, juga pasti anda tidak akan tersesat, apa sih makna sesat? sesat itu tidak tahu arah tujuan. untuk itu saya sarankan kepada anda sekalian, tetapkanlah tujuan hidup anda dengan benar, dan capailah tujuan anda itu dengan memakai pedoman Kitab suci yang Anda inginkan sebagai pedoman anda misalnya Alquran.

  10. risal berkata:

    bagaimana bisa manusia mampu bertemu Allah sedangkan para Rasul saja belum tentu bisa? contoh nya rasul Musa AS. Mohon penjelasannya pak Wijaya, sebelumnya saya sampaikan ucapan terimakasih jika anda bisa menjelaskannya kepada saya.

  11. risal berkata:

    terima kasih atas penjelasan yang singkat ini, saya telah mendapat masukan lagi tentang makna selamat menurut pandangan bapak, jika anda berkenan mohon cantumkan alamat email anda.

  12. wijaya berkata:

    dengan senang hati, tetapi sebelumnya ini hanya lah intermeso saja pak, penyampaian saya ini bukan bermaksud menggurui atau menuntun anda untuk menerima pemahaman saya, semua ini hanya sebagai bahan perenungan dan pembanding saja untuk mencari kebenaran, karena kalau mau mengupas kebenaran alquran yang hakiki ada berapa kriteria menurut saya yang mesti dipenuhi:
    – harus sepakat bahwa kitab suci Alquran bukan karangan
    orang gila karena itu harus dikaji secara benar.
    – memahami tatabahasa yang benar.
    – harus bisa dibuktikan dari segi ilmu pengetahuan apapun
    – nyata bukan khayalan tidak ada kata wallahualam semua harus
    bisa dijelaskan secara ilmiah.
    – tidak terbantahkan.
    – berlaku untuk siapa saja manusianya di setiap zaman sampai
    sepanjang masa.
    – tidak terikat ruang dan waktu
    – bukan hanya sekedar ilmu sejarah dan ilmu pengetahuan lainnya
    kalau tidak memenuhi unsur ini berarti pengkajiannya belum benar.
    terima kasih kembali pak risal….
    sallamun.
    agungwijaya12@rocketmail.com

  13. chandra gunawan berkata:

    allah bersemayam di hati orang yg beriman,yg mengenal arti syahadat

  14. chandra gunawan berkata:

    kenali dirimu maka akan kenal dengan tuhanmu

  15. andi shinta samad berkata:

    alhamdulillah,amin sbgmn dlm s.al an’am ayt 103 ( mata;ad lahiriahx tubuh. sdg hati ad cermin mu’min kpd mu’min lainnya.sementara rahasia bathin adanya allah.. insya allah ruh suci terasa ringan menimbulkan rasa nikmat,timbulnya rasa yaqin krn disana ad ikhzan tp mengapa orang yg melihat dan memandang menganggap kita ria? pd saat kita bersamanya.

  16. Md Radzi berkata:

    Terima kasih ustaz diatas penerangan yang panjang, semuga dapat membersihkan hati hati yang sedikit berkarat.Sebenar pemikiran pemikiran sebegini termasuk didalam rumpunan yang dilarang bagi kita semua memikirkanya, Allah Ta`ala tidak menyuruh akal kita untuk mencapainya. Ini kerana persoalan tersebut jelas sudah terkeluar dari batas kemampuan akal fikiran manusia. Akal manusia amat terbatas sedangkan Zat Allah Ta`ala lebeh jauh daripada apa yang dapat dicapai oleh akal. Firman Allah Dalam Surah Al-An`aam ayat 103: Ia tidak dapat dilihat dan diliputi oleh pengelihatan mata.sedang ia dapat melihat ( dan mengetahui hakikat ) segala pengelihatan (mata), dan dia lah yang maha halus (melayan hamba hambanya dengan belas kesihan), lagi Maha mendalam pengetahuanya.

  17. Renung berkata:

    seorang anak kecil yg belajar mengenal angka dari 0 s/d 100, maka angka 101 adalah GHAIB baginya, tetapi setelah dia mengenal angka tsb, yg tadinya ghaib…. kini menjadi nyata baginya. yg membuat ghaib adalah ketidak pahaman kita. tentang angka tsb.

  18. abisyakir berkata:

    @ Renung…

    Kalo soal angka, mudah memahaminya. Tapi kalo Dzat Allah, sudah deh…kita angkat tangan saja. Nanti saja kita tanyakan kepada-Nya sendiri di Akhirat. Smoga kita masuk surga agar bisa bertanya kepada-Nya. Amin ya Rahiim.

    Admin.

  19. Yoe... berkata:

    kalo masih terpengaruh dg bentuk, rupa, warna dsb, mustahil kita mengenal yg ghaib. yg sebenarx sgt dekat bahkan lebih dekat dr pd urat lehermu. penyakit hatilah yg mendingdingi dirimu utk menyatakan keberadaan-NYA, contoh kecil seperti keangkuhanmu
    wsslm

  20. Si'Ganteng Kalem berkata:

    Gai’ibNya Angka 101 dengan Gaibnya Dzat Allah itu berbeda om Ranung… perbeda’annya itu kaga bisa d’ukur sama Kapolo (outagh Manusya)… intinya Allah itu berbeda dgn mahluknya… pokoke, jangan samakan keberada’an Allah dengan keberada’an Mahluknya… jangan samakan antara persemayaman Allah dengan persemayaman mahluknya…

    sebenernya aku khawatir sama mereka -(para pencari dzat Allah dari kalangan manusya)- bahwa mereka bakal tenggelam dalam lautan kegelapan hingga mencapai dasarnya lautan kegelapan yang paling gelap, gelapnya lagi, lagi dan lagi.. pkoknya berlapis-lapis kegelapan… tp, ini sekedar ke’khawatiranku saja.. mudah-mudahan Allah yang maha penyayangpun menyelamatkan mereka, kita dan semuanya… dan aku yakin, kalo kita mohon keselamatan, pasti Allah slamatkan.. kalo kita mohon ampun pada Allah, pasti Allah Ampuni.. kalo kita minta Ma’af pada Allah, pasti Allah Ma’afkan.. kalo kita telanjang cz ga punya baju ataw pakaian, trus kita minta pakaian pada Allah, pasti Allah kasih pakaian yang bagus-bagus dan indah-indah… kalo kita minta makan Sama Allah, pasti Allah kasih makan yg enak-enak.. dia sangat baik sekali.. hiks… hiks……>.<….. aku rindu… aku pengen dimanja sama Allah…

  21. Fulano berkata:

    diskusi akan selesai kalau sdh ada keputusan, berhubung putusan sdh di lontarkan oleh teman-teman kita, maka putusan terbaiklah yg akan di ambil, dan diskusi dinyatakan selesai. dg kerendahan hati terimalah hormat kami…
    [ wassalm.wr.wb]

  22. Al Imam Sulaiman At Taimi rahimahullah berkata:
    ﻮﻟ ﺖﻠﺌﺳ : ﻦﻳﺃ ﻪﻠﻟﺍ ﻙﺭﺎﺒﺗ ﻰﻟﺎﻌﺗﻭ ؟ ﺖﻠﻗ ﻲﻓ : .ﺀﺎﻤﺴﻟﺍ ﻥﺈﻓ ﻝﺎﻗ : ﻦﻳﺄﻓ ﻪﺷﺮﻋ ﻞﺒﻗ ﻥﺃ ﻖﻠﺨﻳ ﺀﺎﻤﺴﻟﺍ ؟ : ﺖﻠﻗ .ﺀﺎﻤﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﻥﺈﻓ ﻲﻟ ﻝﺎﻗ ﻦﻳﺃ : ﻥﺎﻛ ﻪﺷﺮﻋ ﻞﺒﻗ ﻥﺃ ﻖﻠﺨﻳ ﺀﺎﻤﻟﺍ ؟ ﺖﻠﻗ : ﻻ
    ﻱﺭﺩﺃ. “Apabila aku ditanya : ‘Dimanakah Allah tabaaraka wa ta’ala ?’. Maka aku akan menjawab : ‘Di (atas) langit’. Apabila ia bertanya : ‘Dimana ‘Arsy-Nya sebelum Ia menciptakan langit ?’. Maka akan aku jawab : ‘Di atas air’. Jika ia kembali bertanya kepadaku : ‘Lantas, dimana ‘Arsy-Nya sebelum Ia menciptakan air ?’. Maka akan aku jawan : ‘Aku tidak tahu” [Shahih; diriwayatkan oleh Al- Laalika’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 671, Ibnu Abi Syaibah dalam Kitaabul-‘Arsy no. 15, Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya no. 30609, dan Abusy-Syaikh dalam Al-‘Adhamah no. 194. Dibawakan oleh As-Suyuthi dalam Ad-Durrul-Mantsur 7/337 dan ia menisbatkannya pada ‘Abd bin Humaid, Ibnu Jarir, dan Abusy-Syaikh – takhrij dinukil dari Aqwaalut-Taabi’in fii Masaailit-Tauhiid wal-Iman oleh ‘Abdul-‘Aziiz bin ‘Abdillah Al-Mubdil, hal. 941; Daarut-Tauhiid, Cet. 1/1424 H].

  23. wil berkata:

    Mana Tuhan mu?..ini Tuhan ku..

  24. melurmutia berkata:

    “Tuhan Yang Maha Pemurah Yang Bermayam di atas ‘Arsy” (Qs. 20 : 5).

    Ya Allah, hambaMu ini sangat meyakini dan tidak ragu, bahwa Engkau Bersemayam di atas ‘Arsy. Karena itu adalah firmanMu Ya Allah. HambaMu ini meyakini dan tidak ragu, oleh karena Engkau telah memberi Jaminan, bahwa ” “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (Qs. 2 : 2). Dan meskipun Engkau Bersemayam di atas ‘Arsy, namun Engkau juga telah memberi jaminan, bahwa ” . . . . . .Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia . . . .(Qs.42 : 11).

    Subhaanallaah. ARS, Makassar.

  25. Abd. Rahman berkata:

    Subhaanallaah. Sudah benar sekali. Dalam Al Qur’an kalimat “bersemayam di atas ‘Arsy” diulang sebanyak tujuh kali. Kita harus cepat menerima dan cepat meyakini tanpa ditawar dan tanpa ragu. Semoga kita dapat berpeluang untuk menjadi golongan orang-orang yang lebih dahulu beriman, As Saabiquun. Aamiin.

  26. عمران لطفي berkata:

    سبحان الله _ _ _

    Ini adalah penjelasan yg sangat jelas dan masuk akal, akal yg tak menyimpang dari rambu2 syari’ah, bila masih mempertanyakan penjelasan di atas berarti yg mempertanyakan betul2 berakal Liberan !!!
    نعذبالله من ذالك

  27. Kautsar Amru berkata:

    Jazakalloh khoir.

    Sekedar untuk menambahkan penguat bagi tulisan antum saja yaa Aba Syakir hafizhahulloh,
    ————
    Antum menulis :
    “Para ulama sering mengatakan “tafakkaruu fi khalqillah wa laa tafakkaruu fi dzatillah” (silakan berpikir tentang ciptaan Allah, namun jangan berpikir tentang Dzat-Nya)”
    ————-
    Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    تَفَكَّرُوْا فِيْ أَلاَءِ اللهِ وَلاَ تَفَكَّرُوْا فِيْ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

    “Berpikirlah pada makhluk-makhluk Allah dan jangan berpikir pada Dzat Allah.” (HR. Ath-Thabrani, Al-Lalikai dan Al-Baihaqi dari Ibnu ‘Umar, lihat Ash-Shahihah no. 1788 dan Asy-Syaikh Al-Albani menghasankannya)

    Baarokalloohu fiik

  28. Bang Uddin berkata:

    “Allah menganugrahkan al hikmah (kepahaman yang dalam tentang Al Qur`an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendakiNya. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah itu ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran.” (QS Al Baqoroh: 269).

    “Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS Az Zumar: 9).

  29. sufi cinta berkata:

    Bismillahirohmanirrokhim.
    Kitabullah (Al Qur’an, Injil, Taurot, Shukhuf Ibrahim) banyak menggunakan kalimat perumpamaan. Di Al qur’an sering dijelaskan tentang Allah, Dzat Allah, langit, bumi, bintang, laut, manusia, jin, binatang dan masih banyak lagi lainnya. Jika kata dan kalimat itu diartikan secara kasar, maka yang disebut langit itu yang diatas bumi (dzahir) ini, yang disebut Allah itu selalu yang serba tak terbatas dan tak terjangkau, yang disebut binatang itu selalu seperti hewan dalam pandangan manusia.

    Saudaraku yang dicintai Allah. dari penjelasan yang ada di atas saya lebih sepakat dengan penjelasan pak wijaya berkaitan bahwa Al Qur’an itu adalah ilmu yang ilmiah.
    Makna ilmiah adalah ilmu yang sudah didzohirkan. sedangkan ilmu yang tidak ilmiah adalah ilmu yang masih belum mampu di dzohirkan oleh manusia. sehingga sifatnya masih ghaib.

    Apakah anda percaya bahwa manusia adalah makhluk paling sempurna? yang akan mampu mendzohirkan ilmu yang masih ghaib? waktu yang akan membuktikan.

    Tolong anda flashback ke peradaban 3500 tahun yang lalu ! Ketika saat itu anda berbicara handphone, laptop, komputer, pesawat terbang, mobil, televisi, radio kepada manusia pada zaman itu. Apakah karya ilmiah itu sudah masuk logika akal mereka? mereka akan bingung dan akan mengatakan bahwa anda adalah orang sesat dan menyesatkan.

    Di dalam Al Qur’an 51/56.

    “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku”

    Ayat ini menjelaskan bahwa “aku” menggunakan huruf “a” kecil. sedangkan “kepada-Ku” menggunakan huruf “K” besar.
    “a” kecil pada “aku” menunjukkan bahwasanya “aku” disini bukanlah Allah Swt yang serba tak tersentuh itu. karena jika Allah Swt mengatakan tentang diri-Nya, maka selalu diawali dengan huruf besar. seperti contoh “Aku”.

    Allah sering mempersatukan antara diri-Nya secara Dzat dan dirinya secara eksistensi-Nya di alam ini dalam sebuah kalimat. maka jangan dipisahkan antara Dzat Allah dengan eksistensi Allah.

    Kembali pertanyaan dimana Allah tinggal sebelum Arys diciptakan Allah ?

    Sebelum saya jelaskan, demi Allah saya tidak bermaksud menggurui siapapun. saya hanya ingin mengekspresikan pengetahuan saya melalui media ini.
    Allah secara Dzat tidak mengenal sebelum dan sesudah. Dzat Allah hanya mengenal sekarang, titik. Jika ada pertanyaan sebelum adanya Arsy, berarti Dzat Allah dikuasai oleh waktu, yaitu sebelum. Padahal Allah lah yang menguasai waktu. kecuali eksistensi Allah berupa alam semesta raya ini yang masih dikuasai oleh waktu. Karena alam semesta raya ini adalah karya cipta Dzat Allah yang menjadi eksistensi-Nya. Dan Arys adalah salah satu karya cipta Dzat Allah yang menjadi bagian dari alam semesta raya ini.

    Trus Allah dimana, bagaimana, dan seperti apa? Saya rasa pertanyaan seperti ini adalah hak manusia sebagai karya cipta Allah yang paling sempurna ini untuk bertanya. maka tugas manusia adalah mencari tahu. layaknya ketika anda ngomong tentang handphone pada 3500 tahun yang lalu. saat itu kita tidak boleh menjawab waAllahualam. tetapi tugas kita adalah mencari tahu dan berserah diri pada-Nya, bahwasanya handphone itu fungsinya, bentuknya, dan sistem kerjanya ya seperti itu.

    Jadi, bagi saya, jawabnya adalah ;
    Keberadaan Allah meliputi alam semesta raya ini dari tingkat mikrokosmos hingga tingkat makrokosmos. sedangkan kita adalah bagian dari alam semesta.
    Disisi lain, keberadaan Allah juga tersembunyi dibalik alam semesta raya.
    perumpamaanya seperti bola lampu yang memancarkan cahaya. Dzat Allah adalah sumber cahaya yang berada didalam kaca bola lampu. sedangkan eksistensi Allah (alam semesta raya)adalah cahaya diluar bola lampu.
    cahaya diluar bola lampu adalah bagian dari sumber cahaya yang ada di dalam bola lampu.
    coba dibaca Al Qur’an, An Nur/35.

    “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus[1039], yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya)[1040], yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. ”

    demikian penjelasan dari saya. mohon maaf atas segala kekurangan saya.

    salam dari saya

    Sufi Cinta

  30. Ummu Umar berkata:

    Assalamualaikum izin share ya

  31. Abdullah berkata:

    Hasil ta’wil terhadap dzahir al Qur’an oleh orang-orang yang tinggi ilmunya, menghasilkan aqidah berbeda-beda, contoh aqidah hasil ta’wil sebagai berikut:

    1. Allah ada tanpa tempat.
    2. Allah menyatu dengan seluruh makhlukNya.
    3. Allah berada dimana-mana.
    4. ‘Arsy berada di hati setiap orang mukmin.
    5. Dan lain-lain.

    Jika hasil ta’wil itu adalah benar, seharusnya hasilnya hanya satu. Ingat, kebenaran, yang benar itu satu.

    Oleh karena itu, aqidah yang benar adalah apa yang difirmankan oleh Allah sendiri, yaitu dzahir al Qur’an. Orang yang beraqidah tentang keberadaan Allah berdasarkan dzahir al Qur’an, pasti hasilnya hanya satu, yaitu ‘Allah Bersemayam Di Atas ‘Arsy”. Dasarnya Qs.7:54; Qs.25:59; Qs.20:5; Qs.10:3; Qs.32:4; Qs.57:4; dan Qs.13:2, (disusun sesuai urutan Nuzulnya). Jaminan ayat pembenarannya banyak sekali, diantaranya adalah Qs.2:2; Qs.42:11; Qs.4:82.

    Untuk orang-orang yang tinggi ilmunya, sebaiknya pelajarilah Qs.2:30. “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

    Perhatikanlah, bahwa secara akal manusia, niat malaikat adalah sangat mulia, ingin agar makhluk Allah hanya senantiasa bertasbih, memuji, dan mensucikan Tuhannya. Sehingga mereka mempertanyakan rencana Allah menciptakan Khalifah di bumi. Namun apa jawaban Allah? “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

    Hal ini sama dengan orang-orang yang tinggi ilmunya, yang mempertanyakan Firman Allah pada Qs.7:54; Qs.25:59; Qs.20:5; Qs.10:3; Qs.32:4; Qs.57:4; dan Qs.13:2. Hati orang yang tinggi ilmunya pasti berbicara sebagai berikut: Ya Allah, kami tidak meyakini Firmanmu ini Ya Allah, karena itu tidak cocok untuk keagunganMu dan kesucianMu. Karena Engkau telah mengatakan bahwa “…..Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia……” (Qs.42:11). Oleh karena itu Ya Allah, saya harus rubah maknanya, agar sesuai dengan keagunganMu dan kesucianMu Ya Allah.

    Perhatikanlah, bahwa alasan orang-orang yang tinggi ilmunya, mirip dengan alasan para malaikat, ingin agar senantiasa mengagungkan dan mensucikan Allah. Namun orang yang tinggi ilmunya mungkin lupa, bahwa mungkin Allah akan menjawab dengan jawaban yang sama seperti jawaban untuk para malaikat, yaitu: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

    Pelajaran penting kedua bagi orang yang tinggi ilmunya. Perhatikanlah Qs.59:18. “Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.”

    Perhatikanlah ayat tersebut di atas. Gunung itu islam tulen, islam yang sebenar-benarnya islam, yaitu tunduk, patuh, tanpa menawar, tanpa menanyakan apa maunya Allah. Orang yang dangkal ilmunya (istilah yang diberikan oleh orang yang tinggi ilmunya) adalah seperti Gunung. Mereka adalah islam yang sebenar-benarnya. Mereka tunduk dan patuh kepada Allah. Justru orang-orang seperti inilah yang menuruh Allah adalah orang-orang yang mendalam ilmunya “. . . . . . . . Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” Kepada setiap ayat yang difirmankan, mereka cepat menerima, menyungkur, sujud, sambil menangis. Mereka tidak menta’wil, karena hanya Allah yang mengetahui ta’wilnya

    Sebagai kesimpulan, orang-orang yang meyakini al Qur’an secara dzahir, justru menurut Allah adalah orang-orang yang mendalam ilmunya.

    Salam.

  32. abisyakir berkata:

    @ Ummu Umar…

    Ya silakan Mbak, semoga manfaat. Amin ya Rahiim.

    Admin.

  33. ABDULLAH berkata:

    ALLAH TIDAK MEMPUNYAI TEMPAT ,KARENA ALLAH YANG MENCIPTAKAN TEMPAT,, ALLAH ITU DIBILANG ADA, MANA ADA NYA . DI BILANG GA ADA MUSTAHIL, ADA NYA ALLAH YA ADA NYA CIPTAAN ,MANA MUNGKIN BUMI DAN ISINYA ,LUAR ANGKASA DAN ISINYA ITU TIBA TIBA ADA TANPA ADA YG MENCIPTAKAN !!
    ITU SEMUA ADALAH KEYAKINAN!!..CONTOH: Ada sebuah air putih di gelas kaca,kamu yakin ga kalau air putih itu mengandung mineral? yakin kan, sekarang kamu bisa meliahat mineral nya ga???ngga kan, tapi kamu yakin air putih mengandung mineral ,yakin.itulah keyakinan…

  34. abisyakir berkata:

    @ Abdullah…

    Kalo bicara tentang Allah, mudahnya jangan memakai logika. sering kali tidak sampai. Sudah saja dengan dalil-dalil Al Qur`an dan Sunnah, itu sudah cukup.

    Admin.

  35. Slamet R berkata:

    Kalau melihat kandungan air bisa dengan alat bantu,melalui uji coba laboratorium.

  36. putra cakep berkata:

    keberadaan Allah bukan masalah keyakinan, jika engkau hanya yakin itu artinya anda tidak kenal. Allah itu bisa dilihat dan yang mampu melihatnya bukan mata, tapi hati yang telah diberi cahaya oleh allah sendiri… tanyakan pada diri sendiri itu kuncinya. dan jangan pernah berputus asa untuk mencarinya sebab klu hamba mau pastilah Allah juga mau begitupun sebaliknya.

  37. Hamba Allah berkata:

    Dimanakah Allah sewaktu ‘Arsy-Nya sebelum diciptakan?
    Jawabannya adalah, Dia berbentuk Roh serta melayang-layang di atas Samudera Raya (Air)!

    “Pada mulanya Allah menciptakan langit and bumi. Sebelumnya bumi ini kosong, gelap gulita yang menutupi samudera raya, dan ROH ALLAH MELAYANG-LAYANG DI ATAS PERMUKAAN AIR!”. (PL, Kejadian: 1: 1 – 2).

    Mungkin berbeda dengan Teori Big Bang yang dicetuskan oleh para ilmuwan yang mengatakan bahwasanya, terjadinya ledakan besar yang disebabkan oleh Nebula yang meledak sehingga asalnya langit dan bumi ini menyatu tiba-tiba terpisah gara-gara ledakan raksasa yang ditimbulkan oleh Nebula yang meledak tersebut.

    “Apakah orang kafir tidak tahu kalo dulu itu langit and bumi pernah menyatu, kemudian Allah pisahkan antara keduanya?!”. (QS Al-Anbiya’: 30).

    Mungkin setelah terjadinya ledakan raksasa dari Nebula itu, tiba-tiba alam semesta mengalami pemuaian, jagat raya yang asalnya kecil menjadi membesar dan terus membesar.

    “Dan langit itu Kami bangun dengan Kekuasaan Kami, dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya!”. (QS Adz-Dzariyat: 47).

    Allah pengen siang itu terang, dan Allah juga pengen malam itu gelap, maka jadilah demikian sesuai ketetapan Allah yang merancangnya.

    Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi. Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap. Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama. (PL, Kejadian: 1: 3 – 5).

    “Dan Dia (Allah) menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang!”. (QS An-Nazi’at: 29).

    Nah, sambil Allah menciptakan alam semesta (langit dan bumi), waktu itu Allah juga sambil menciptakan ‘arsy (Takhta-Nya). Jadi waktu itu Allah itu bolak-balik turun-naik dari atas (langit) ke bawah (bumi) dan ke atas lagi untuk apa? Untuk merancang langit dan bumi. Bumi dulu yang pertama kali diciptakan Allah.

    “Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kukuh di atasnya.” (QS Fusilat: 10).

    Nah setelah Allah beres merancang bumi, baru Allah terbang ke atas langit yang masih berkabut. Terus Allah menyuruh langit dan bumi untuk datang kepada-Nya! Kata Allah: “Hey langit dan bumi, sini kemari kalian berdua!”, langit dan bumi menjawab: “Siap bos!”.

    “Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepada-Nya dan bumi: ‘Datanglah kalian berdua sesuai perintah-Ku dalam keadaan suka maupun terpaksa!’ Keduanya menjawab: ‘Kami datang dengan suka hati!'”. (QS Fusilat: 11).

    Nah setelah Allah beres merancang langit dan bumi selama enam hari, barulah Allah terbang ke atas ‘arsy, karena memang pekerjaan merancangnya sudah selesai.

    “Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah yang menciptakan langit & bumi dalam enam hari, lalu Dia bersemayam (tinggal) di atas ‘arsy”. (QS Al-‘Araf: 54).

    Selesailah sudah pekerjaan Allah, tiba saatnya Allah menciptakan Nabi Adam. Allah berfikir, harus kayak apa bentuk Nabi Adam?! Akhirnya Allah pengen menciptakan Nabi Adam yang disesuaikan dengan bentuk Allah yang menyerupai bentuk para Malaikat.

    Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita.” Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya. (PL, Kejadian: 1: 26 – 27).

    Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah menciptakan Nabi Adam berdasarkan bentuk-Nya!”. Para Mufassir berkata: “Berdasarkan Bentuk Yang Maha Rahman (Bentuk Allah). (Shahih Bukhari & Shahih Muslim).

    Ketika itu Allah mulai berfikir, harus di tempatkan dimanakah Nabi Adam sekarang?! Akhirnya Allah dapet ide juga deh, Nabi Adam & Hawa ditempatkan di Taman Eden yang lokasinya di Timur Tengah itu.

    “Selanjutnya Allah membuat taman Eden, di sebelah timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu. Lalu Allah menumbuhkan berbagai pohon dari bumi!”. (PL, Kejadian: 2: 8 – 9).

    Demikianlah sudah kisah Kosmologi (penciptaan alam semesta) menurut ilmu Teologi.

  38. jojonana berkata:

    @ om putra cakep
    hehe ketemu lagi. 🙂
    Boleh tanya dong, mengimani dan mengetahui itu bedanya apa ya’?

  39. Tan Ping Liang berkata:

    Mohon ijin postingan anda boleh saya share via facebook, saya yakin tema dan komentarnya sangat bermanfaat.
    Terima kasih.

  40. Fulan-p berkata:

    Allah adlh nama zat yg wajibul wujud.untuk bisa mengenal Allah kita harus mengenal dirikita yg sejati untuk bisa mengenal jatidiri kita, kita harustau asal usul kejadian kita. Dalam rukun islam sahadat dulu baru solat, artinya kita harus saksikan yg kita sembah. Gituaja kok repot he he…

  41. wiartaman ws berkata:

    Pertanyaan2 seperti yang terdapat pada tulisan diatas, memang sering terlintas di benak saya; namun sebenarnya hati kecil saya hanya ingin mempertebal iman dan juga saya tetap meyakini bahwa Allah wujud tidak ada awal dan tidak ada akhir; memang kemampuan kita hanya terbatas mempelajari keberadaan “existensi” Allah termasuk ciptaan Allah yang ghaib. Dengan penjelasan pada artikel tersebut diatas, saya jadi lebih yakin bahwa Allah menciptakan makluk ini karena kasih sayang Nya, implementasinya adalah dalam kehidupan ini bentuk apapun yang kita alami/hadapi apa itu keberuntungan atau musibah harus diterima jalani dengan ikhlas jangan berburuk sangka, kita cari hikmahnya, sabar dan tawaqal. Kalau sudah begini saya jadi merasakan bagaimana nikmatnya “kehidupan” di alam syorga ciptaan Allah di alam akhir kehidupan ini; konskwensinya adalah harus jangan lupa selalu ada usaha memtebal “tabungan” akhirat. Semoga Allah me-ridhoi dan selalu memeberi petunjuk, aamiin.

  42. Kalo memang ALLAH itu bersemayang di ‘arsy,, berati arsy lbih besar daripada ALLAH,,, Atau ALLAH MAHA BESAR itu artinya apa????

  43. abisyakir berkata:

    @ Kalo…

    Nah, ini contoh KESALAHAN BERPIKIR, menyamakan Allah dengan makhluk. Anda ingin memahami Allah dengan analogi Arasy. Itu salah. Allah Ta’ala LEBIH BESAR dari semua makhluk-Nya, termasuk lebih besar dari Arasy. Syukran.

    Admin.

  44. bacai berkata:

    Mas saya pernah membaca terjemahan surat al-hadiid ayat 3 ” Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. Yang ingin saya tanyakan sama mas abisyakir adalah Siapakah Dia yang dimaksud oleh ayat tersebut karena apabila yang dimaksud adalah Allah, Allah tidak mempunyai Awal dan Akhir dan Allah tidak Mempunyai Zahir sedangkan apabila yang dimaksud adalah mahluk sangat tidak mungkin karena penutup ayat tersebut mengatakan dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Tolong dijawab ya mas abisyakir…

  45. abisyakir berkata:

    @ Bacai…

    Huwal awwalu wal akhiru…” (Dia lah yang Awal dan Akhir…).

    Ayat ini memang termasuk di antara Sifat-sifat Allah. Ulama tatkala membahas Asmaul Husna, yaitu Al Awwal dan Al Akhir, berdalil dengan ayat ini. Contoh Syaikh Said Wahf Al Qahthan. Jadi, ayat ini adalah untuk Allah, bukan untuk makhluk-Nya.

    Masalahnya, Allah menurut sebagian kalangan disifati dengan Sifat Al Baqa’ (Maha Kekal), lalu disana dijelaskan bahwa maksud kekal itu: tak berawal dan tak berakhir.

    Jadi seperti ada kontradiksi antara pengertian Al Baqa’ dengan “Huwal awwalu wal akhiru”.

    Sebenarnya, tidak ada kontradiksi. Hanya saja, saat memahami ayat Surat Al Hadiid ayat 3 di atas, disana ada PEMAHAMAN yang mesti kita mengerti.

    Maksud Al Awwalu disana ialah: Allah lebih awal dari seluruh makhluk-Nya; sedangkan Al Akhiru, adalah Allah paling akhir ada, sekalipun seluruh makhluk-Nya sudah binasa. Jadi konteks Al Awwalu dan Al Akhiru itu dikaitkan dengan makhluk Allah, bukan Dzat-Nya sendiri.

    Demikian, semoga bermanfaat. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

    Admin.

  46. bacai berkata:

    Berarti menurut mas abisyakir Dia yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Allah, berarti Allah juga mempunyai Zhahir dong mas? “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”

    “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang zhahir dan Bathin”, Kalau menurut Mas Abisyakir “Dia” dalam surat al-hadiid ayat 3 adalah Allah berarti Allah juga punya Zahir dong mas?

  47. abisyakir berkata:

    @ Bacai…

    Saya tidak mengerti ke arah mana pertanyaan Anda itu ditujukan, tapi di depan saya ini ada buku yang menjelaskan pertanyaan Anda tersebut. Buku ini ditulis Syaikh Said Wahf Al Qahthan itu. Untuk menjelaskan ayat dalam Al Hadiid ayat 3 tersebut, beliau menyebut sebuah hadits Nabi Saw, ketika beliau berdoa sambil berkata:

    Allahumma anta al awwalu, fa laisa qablaka syai’un; wa anta al akhiru, fa laisa ba’daka syai’un. Wa anta az zhahiru, fa laisa fauqaka syai’un; wa anta al bathinu, fa laisa dunaka syai’un

    (Ya Allah, Engkau itu Al Awwal, yaitu tak ada sesuatu apapun sebelum-Mu; Engkau itu Al Akhiru, tak ada sesuatu apapun setelah-Mu. Engkau Az Zhahiru, tak ada sesuatu apapun di atas-Mu; Engkau Al Bathinu, tak ada sesuatu apapun yang tersembunyi dari-Mu).

    Disebutkan dalam Shahih Muslim, juz V, no. 2084. Semoga bermanfaat, barakallah fikum wa ahlikum.

    Admin.

  48. mahesatama berkata:

    alam semesta adalah sistem keseimbangan,memiliki ruang dan waktu,memiliki wujud dan bentuk,memiliki ruh dan fisik,memiliki umur dan mati sedangkan Alloh SWT beserta Arsy -Nya adalah pembuat alam semesta yg terdiri dr 7 lapisan langit itu,jd Arsy Alloh SWT itu diluar sistem alam semesta yg Alloh SWT bentuk.

  49. Hamba Allah berkata:

    waktu terjadinya isra dan mi’raz nabi Muhmammad saw, itu melakukan perjalanan ke langit ke 7, disanalah beliau bertemu dengan Nabi2 sblm yang berada di tingkatan langit 1-7, lalu puncak dari langit ke 7, dalam peristiwa trsbt lahirnya perintah ibadah sholat, pada waktu itu Allah SWT ada dmn? di langit ap dmn? klo bukan di langit kenapa Nabi Muhammad Saw harus melewati 7 langit.. coba saya tanya salah tidak klo umat awam mempunyai keyakinan Allah berada di langit di Atas Arasy nya? ada keterangan lagi ketika ruh manusia meninggalkan jasad nya itu di bawa ke langit lalu di turnkan lagi ke bumi.. ada apa di langit dan kenapa harus naik ke langit..

  50. abisyakir berkata:

    @ Hamba Allah…

    Ya akhi, keyakinan antum sudah benar. Allah ada di atas langit tertinggi disana. Ini sudah benar, jangan diubah-ubah lagi. Tepiskan segala keraguan, intinya Allah di atas Arasy, sedangkan Arasy ada di atas langit tertinggi sana. Ini mudah dipahami dan barakah.

    Admin.

  51. abisyakir berkata:

    @ Mahesatama…

    alam semesta adalah sistem keseimbangan,memiliki ruang dan waktu,memiliki wujud dan bentuk,memiliki ruh dan fisik,memiliki umur dan mati sedangkan Alloh SWT beserta Arsy -Nya adalah pembuat alam semesta yg terdiri dr 7 lapisan langit itu,jd Arsy Alloh SWT itu diluar sistem alam semesta yg Alloh SWT bentuk.

    Respon: Sederhananya begini, sebagai Muslim, kita harus punya tolok ukur untuk berpendapat ini dan itu, jangan ngikuti ilusi/pendapat sendiri. Ya tolok ukur kita adalah Kitabullah dan Sunnah, apa saja yang dijelaskan disana dan bersifat teguh, itulah yang kita yakini. Begitu saja. Tidak usah rumit-rumit. Terimakasih.

    Admin.

  52. Abu Syarif berkata:

    WAHAI PARA WAHABIYUN: YANG DITOLAK OLEH KALANGAN ULAMA ASWAJA ITU ADALAH BERSEMAYAMNYA ALLAH. BUKAN BAGAIMAN CARA ALLAH BERSEMAYAM. KARENA BERSEMAYAM ITU ARTINYA BERTEMPAT MUSTAHIL ALLAH BERTEMPAT ALLAH ITU ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH. YANG DITOLAK OLEH ASWAJA ITU ALLAH PUNYA TANGAN, BUKAN BAGAIMANA TANGGAN ALLAH ITU SEPERTI APA. KARENA TANGAN ITU ADALAH JISIM BENDA HANYA UNTUK MAHLUK. IBNU TAIMIYAH ADALAH PENGANUT FAHAM OTODIDAK DALAM BELAJAR SEHINGGA DIA MENAFSIRKAN AL-QURAN HANYA DENGAN MAKNANYA SECARA ZAHIR/BAHASA SEHINGGA SESAT. MEMBERI TAKWIL THD AYAT YANG TIDAK JELAS BUKAN BERARTI TIDAK BERIMAN DNG AYAT TERSEBUT TETAPI SIKAP HATI-HATI KARENA KALAU DIARTIKAN SECARA BAHASA BANYAK AYAT YANG AKAN MENYEBABKAN KITA TERJERUMUS MUJASIMAH DAN MUSYABIHAH SPT IBN TAIMIYAH.

  53. abisyakir berkata:

    @ Abu Syarif…

    Masya Allah, Anda sebut Ibnu Taimiyah otodidak? Allahu Akbar. Anda tidak tahu banyak soal Ibnu Taimiyah, tapi begitu mudah menilai. Sebaiknya Anda membaca kitab beliau, Al Aqidah Al Wasithiyah. Itu saja baca, nanti lihat apa pendapat beliau seperti ucapan Anda ini!

    Admin.

  54. Abu Syarif berkata:

    semua ulama aswaja sepakat membantah ajaran ibnu taimiyah dan tidak boleh diajarakan kepada kaum muslimin, tapi entah mengapa 350 tahun kemudian setelah wafatnya ibnu taimiyah seorang abdul wahab menghidupkan kembali ajaran ibnu taimiyah yang sudah dinyatakan sesat oleh jumhur ulama terutama dalam hal I’tiqod/Aqidahnya. yang lebih celaka lagi ajaran abdul wahab lebih parah lagi yang main pukul rata seluruh muslim yg beda faham dengannya dinyakatakn KAFIR. trm kasih.

  55. abisyakir berkata:

    @ Abu Syarif…

    semua ulama aswaja sepakat membantah ajaran ibnu taimiyah dan tidak boleh diajarakan kepada kaum muslimin, tapi entah mengapa 350 tahun kemudian setelah wafatnya ibnu taimiyah seorang abdul wahab menghidupkan kembali ajaran ibnu taimiyah yang sudah dinyatakan sesat oleh jumhur ulama terutama dalam hal I’tiqod/Aqidahnya. yang lebih celaka lagi ajaran abdul wahab lebih parah lagi yang main pukul rata seluruh muslim yg beda faham dengannya dinyakatakn KAFIR. trm kasih.

    Mungkin yang Anda maksud ulama ASWAJA adalah Asy’ariyah. Kalau begitu, ya jangan ngeyel ingin agar Asy’ariyah jadi satu-satunya paham akidah di dunia ini. Kan tidak adil itu, Anda tidak mau dikoreksi karena paham Asy’ariyah-nya, sementara Anda tak mau juga dengar ada paham akidah lain, seperti yang diajarkan Ibnu Taimiyah.

    Kalau benar paham Ibnu Taimiyah dilarang, kok kaum Muslimin terus melestarikan kitab-kitabnya? Ibnu Qayyim, Ibnu Katsir, Adz Dzahabi, Al Mizzi, dll. adalah murid-murid beliau. Malah kata Dr. Yusuf Al Qaradhawi, fatwa Ibnu Taimiyah seputar pernikahan banyak dipakai di zaman modern. Begitu juga, kitab Nailul Authar As Syaukani itu, ia merujuk kitab karya kakek Ibnu Taimiyah. Ya jangan kolot lah melihat keadaan.

    Admin.

  56. SIMUKSININ berkata:

    DI MANA ALLAH BENARKAH ALLAH BERADA DI DALAM HATI ORANG2 MUKMIN YANG KHOLIS MUHLISIN.

  57. Fulan-5 berkata:

    Keren abis

  58. Fulan-3 berkata:

    Assalam.mww.mohon maaf yg sebesar-besarnya.kalau ada yg bertanya tentang allah,tanya kan dulu kpd yg bertanya,apakah dia sudah pernah melihat ruh nya atau belum.? kalau sudah, pernahkah dia bertemu dg akal.? kalau sdh,pernahkah ia bertemu dg nur mukmin,? Kalau sdh,pernahkah ia bertemu dg nur muhamad,klu sdh,baru dia boleh bertanya tentang allah dan segala sifat dan dimana allah.karena tidaklah tahu seorang umat manusia/insan apabila diri nya sendiri dia tdk tahu. Maaf sekali lagi,bkn saya menggurui.saya orang yg paling bodoh di antara umat nabi muhamad saw.fk

  59. abisyakir berkata:

    @ Fulan-3…

    Wa’alaikumsalam… Jangan segan, jangan malu. Sila berpendapat, selagi masih satu tema, sopan, dan bisa dimengerti pembaca lainnya. Terimakasih.

    Admin.

  60. abisyakir berkata:

    @ Simuksinin…

    Cahaya iman kepada Allah…ada di hati orang-orang beriman. Ia adalah cahaya yang Allah tanamkan di hati orang-orang beriman. Tetapi DZAT Allah Ta’ala sendiri ada di atas Arasy, tidak berkumpul, bersentuhan, atau bercampur dengan dzat makhluk-Nya sedikit pun. Dialah Allah Al Wahidul Qahhar.

    Admin.

  61. simuksinin berkata:

    lalu dapatkah manusia melihat DZAT ALLAH dan bagaimana caranya melihat DZAT ALLAH itu ya ustadz.

  62. abisyakir berkata:

    @ simuksinin…

    Ya tidak bisa dilihat ketika di dunia ini Pak. Nanti di Akhirat insya Allah bisa dilihat, seperti bisanya kita melihat purnama di malam hari.

    Admin.

  63. acha' berkata:

    Allah SUbahanawata’ala ada di mana, tetpi dia tdk ke_mana-mana (Allah bisa lebih dekat dri urat nadimu) Kita sbagai umat mmg wajib mencari Allah subahanawata’ala, tetapi.. Kita tdk akan bsa menemukan_Nya klu kita tdk bsa mengenal siapa itu Allah. Jalan terbaik, kenalilah diri_mu terlebih dahulu insya Allah, seluruh alam semesta beserta isi_nya & Allah akan kmu ketahui.
    Al Qalam.

  64. Muhammad S.A.W pada saat isra miraj bertemu Allah di arasy muhammad bertanya Ya Allah bagaimana dengan umatku apabila mereka bertanya Dimanakah Allah? Allah Menjawab katakan wahai muhammad kepada umatmu bahwasanya Allah Ada disetiap aliran darah mereka masing’

  65. abisyakir berkata:

    @ Syekh Abdul…

    Cerita yang Anda katakan itu tak benar, tak boleh diambil sebagai pelajaran/ibrah. Tidak ada keyakinan Islam yang seperti itu. Berhati-hatilah.

    Admin.

  66. joya berkata:

    tidak bisa dipikirkan,,,diluar batas kemampuan….

  67. simuksinin berkata:

    di dunia kita belum bisa bertemu ALLAH ? apakah di akhirat kita bisa bertemu ALLAH ? padahal yang bisa bertemu ALLAH orang2 yang berhati bersih sedangkan amal perbuatan adanya di dunia kalau sudah meninggal tidak bisa lagi.

  68. Fulan-1 berkata:

    @wijaya : man arofa nafsahu faqod arofa Rabbahu : kenali diri mu dahulu baru kau bisa mengenal Tuhan mu.
    Bagaimana mau menjalani syahadat kalau inti dari dalam syahadat itu belum diketahui.

  69. Fulan-1 berkata:

    @abisyakir

    Wa nahnu aqrobu ilaihi min hablil wariid
    “Sesungguhny Dia Allah lebih dekat dari pada urat nadi mu”
    Tidak la Dia menyembunyikan apa yang ada disampingNya (segala sesuatu yang ghaib) pada (muhammad) sebagaimana Dia telah memperlihatkan pada ibrahim a.s dan yusuf a.serta Muhammad S.A.W pada demikian Dia Allah memperkuat ketauhidan hambaNya.
    Tidaklah dilihat dalam seluruh alam semesta ini kecuali Allah

  70. abisyakir berkata:

    @ Fulan-1…

    Ayat itu maksudnya, “Malaikat Allah yang mencatat amal-amal manusia, lebih dekat ke manusia itu sendiri daripada urat lehernya.” Malaikat mencatat niat amal manusia yang keluar dari hati (dadanya); sementara leher letaknya di atas dada.

    Admin.

  71. abisyakir berkata:

    @ Fulan-1…

    Ya untuk mengenal diri manusia, ya harus belajar dari ilmu (Syariat) yang diturunkan Sang Pencipta manusia; bukan ngarang-ngarang jalan hidup sendiri. Siapa yang lebih tahu dirinya dan Rabb-Nya, kalau bukan Allah yang Maha Tahu? Iya gak…

    Admin.

  72. gasukawahabi berkata:

    wahai wahabi kalau kita tinggal di planet lain kita melihat bumi juga dilangit

  73. gasukawahabi berkata:

    wahabi jangan takwil2 ayat kalau dekat urat leher ya dekat urat leher kalau dilangit ya dilangit biar adil

  74. abisyakir berkata:

    @ gasukawahabi…

    Iya, tapi semua benda-benda langit itu ada di ruang langit “bawah”. Di atasnya masih ada lapisan langit-langit yang lebih tinggi. Jadi miliaran triliun benda langit yang bisa dilihat oleh teleskop itu, semua berada di ‘langit bawah’. Ini masih jauh di bawah langit yang tinggi, apalagi dengan Arasy Ar Rahman, masih terlalu jauh di bawahnya. Maka itu kenapa Allah disebut Al Akbar (Masa Besar), karena memang ruang langit yang berisi miliaran triliun benda langit itu; bagi Allah sangat kecil. Subhanahu amma yashifuun.

    Admin.

  75. abisyakir berkata:

    @ gasukawahabi…

    Itu bukan ditakwil, tapi kamu baca ayatnya secara lengkap. Nanti kamu akan tahu sendiri…

    Admin.

  76. 12345 berkata:

    di otakku jg sering muncul pertanyaan-pertanyaan (bisikn2) aneh dari pemikiranku sendiri. mungkin pertanyaan seperti ini jg sering muncul dibenakku.

    jawab:
    bodo amat,emang gw pikirin, terserah tuhan, tuhan itu maha kuasa, jadi terserah tuhan mau tggal dmna kek, dsni kek, dstu kek, krn semua itu tdk pnting bwt ku, Allah swt maha kuasa, Dia bisa mengurus diri-Nya sendiri. bukan berarti sebelum ar’sy diciptakan, Allah tdk punya tempat lalu kesepian (konyol), Dia tdk brgantung dengan sesuatu, seandainya Allah tdk brtempat pun itu tdk masalah buat ku krn Allah maha kuasa, berdiri dengan sendirinya.

    jangankan tentang Allah, manusia sendiri tidak tau dimana dia berada sebelum dia berada dalam kandungan(rahim)? atau pada tahun 1930 M kalian tinggal dimana? berbentuk apa kalian? apa yang sedang kalian lakukan dan rasakan diwaktu itu?

  77. zoviesta berkata:

    bayangkan saja ciptaaNya. galaksi,cluster,super cluster,alam semesta,,
    ini yg bs diterima logika,
    yg belum bs diterima logika adlah yg bathin,,bathin hnya bisa dirasakan,,
    pahami al quran,kenali sifat2 nabi muhammad,
    pahami nur muhamad,,pahami nur Allah,,
    malaikat jibril aje yg berupa nur gk sanggup dampingi nabi smpe ke arsy,,tp nabi kok bsa??
    nah itulah yg tidak terikat akan hukum alam,,tidak terikat ruang dan waktu,,
    dan sang Raja berhak menyimpan rahasia.
    n klu dijelasin capek tangan ane ngetiknye,,
    pahami saja yg bisa diterima logika,mikir terlalu jauh nti otak ente meleleh,,
    cm di surga kita bs melihat Allah dlm wujud yg sbnarnya..

  78. iyan fyan berkata:

    gimana keyakinan masing2 ja, selamat masing2 g perlu ngatur, dan g perlu ngrasa pling benar,,
    sya emg spndapat dg yg mncari allah, knp?
    krn sya tdk ingin mmberikan cnta palsu(mrsa hrus blg cinta krn takut), ksaksian palsu,
    sy ingin mncintai lahir, bathin,.tp sya jg tdk mnyalhkan bgi org yg hnya mw mnyakini hanya dg mmbaca, mndngar sja, yg sbnrnya ia ktahui,bukan mlalui pncarian sejati percma trlalu memaksa
    malah akn mnimbulkan pertikaian,
    smoga kita selamat smpai tujuan kita masing2
    kta hnya perlu saling mndoakan sbnanrnya bkn mncari pertikaian, dan memperthankan argumen masing2

    ad 1 pertnyaan,
    bgaimana allah yang tnpa suara, tanpa aksara mendzohirkan kalamnya, /ayatnya ??
    pernahkah km bnar2 mrasa allah mnyuruh mu sholat ?(yg sama saat allah berfirman kpd nabi muhammad)
    tanpa suara, dan aksara?
    dan siapakah yg mengalihbahasakan smua firman ke dalam bahasa indonesia
    hehe mf g jd 1 pertnyaanya
    trmakasih
    doakan sya kawan untuk yg berkeyakinan sama mohon d share email masing2

  79. abisyakir berkata:

    @ Iyan Fyan…

    ad 1 pertnyaan,
    bgaimana allah yang tnpa suara, tanpa aksara mendzohirkan kalamnya, /ayatnya ??
    pernahkah km bnar2 mrasa allah mnyuruh mu sholat ?(yg sama saat allah berfirman kpd nabi muhammad)
    tanpa suara, dan aksara?
    dan siapakah yg mengalihbahasakan smua firman ke dalam bahasa indonesia
    hehe mf g jd 1 pertnyaanya
    trmakasih

    Respon:

    Untuk soal Dzat Allah dan perbuatan-Nya, ini di luar kuasa kita. Kita tak pernah tahu, kecuali bila nanti di Akhirat diberitahu oleh-Nya; maka itu syaratnya, kita harus masuk surga dulu, biar nanti bisa menanyakan hal-hal yang sangat fundamental seperti itu.

    Kalam Allah, kita meyakini Dia berfirman, tapi soal bagaimana cara berfirman, wah kita tak tahu; Allah Ta’ala yang lebih tahu urusan-Nya. Itu bukan domain kita, jadi tak usah ditanyakan. Sama seperti pertanyaan: berapa jumlah pastinya bakteri di mulut kita? Mengapa Anda tidak menanyakan masalah ini dulu, sebelum bertanya tentang Perbuatan Allah?

    Apa kita benar-benar merasa diperintah oleh Allah untuk mengerjakan shalat? Jawabnya, PASTI. Dari mana pastinya? Dari ayat Al Qur’an yang bunyinya: Aqimus shalata! (tegakkanlah shalat). Lho apakah itu benar-benar Kalam Allah? Jawabnya, IYA. Karena hal ini merupakan AQIDAH ISLAM, bahwa Al Qur’an adalah Wahyu Allah yang dibacakan kepada Jibril As, lalu oleh Jibril disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. Ini sudah merupakan akidah Islam. Kalau seorang Muslim tak percaya ini, berarti dia belum disebut Muslim.

    Nabi Saw menerima Wahyu dari Jibril; Jibril menerima Wahyu dari Allah Ta’ala; Jibril menyampaikan Wahyu kepada Nabi Saw benar-benar dengan suaranya (suara Jibril) dan lafadz bahasa Arab. Soal bagaimana Jibril menerima Wahyu dari Allah, kita tidak tahu; itu termasuk soal ghaib yang tak perlu ditanyakan. Sama juga Anda juga tak pernah bertanya: ada apa sih di perut kutu yang setiap hari menggigit kepalaku? Sebelum bertanya soal bagaimana Jibril mendengar Wahyu dari Allah, tanyakan dulu soal isi kutu di kepalamu.

    Wahyu ini aslinya bahasa Arab, lalu maknanya diterjemahkan ke dalam berbagai versi bahasa. Apa sih anehnya soal terjemah-menerjemahkan ini? Masak manusia masih bertanya soal bagaimana suatu bahasa dialihkan ke bahasa lain? Aneh sekali… Aslinya adalah lafadz bahasa Arab; tapi kemudian dialih bahasakan maknanya ke bahasa lain. Sama juga, kamu punya bahasa daerah, lalu kamu menulis komentar di internet memakai bahasa Indonesia; kenapa komentarmu kamu terjemahkan ke bahasa Indonesia?

    Terimakasih.

    Admin.

  80. abisyakir berkata:

    @ 12345…

    Allah sudah jelaskan, Dia ada di atas Arasy. Soal lain2 gak usah ditanyakan. Banyak orang jadi bingung karena ingin “maksain” Allah bersifat seperti makhluk-Nya. Itu alasan utamnya.

    Admin.

  81. rusdin berkata:

    seperti kita tahu bersama bahwa allah itu maha segalanya, (maha pencipta)

    tapi apakah allah bisa menciptakan yang lebih dari dirinya???
    dan jika bisa apakah allah masi sang maha pencipta???
    tolong di jelaskan….

  82. iyan fyan berkata:

    itulah kutu yg membatasi dirinya krna ketakutan, jka ,,pertnyakan hal diluar nalarnya, anda tau spa yg akn mnjwab smua prtnyaaan d luar nalar manusia? y bkn kpala kita, memg bnar akal kita tkan sanggup mnjwabnya,
    bgaymna instinc bkerja?ad bahasa dluar nalar kita,pertnyaan d luar nalar kita, tpi juga allah sediakan jwaban d luar nalar kita,
    allah mncipta kita bkn hnya jasmani, tp jg unsur ruhani,
    pdhal allah maha tau, maha penyayang,maha pengasih, maha memeberi hidayah, maha segalanya
    knpa kta hnya membatasi dri kita untuk pengetahuan dan rsa ingin tahu kta ?
    itulah kyakinanmu,
    ada the miracle jka saudara mau mncobanya, saat “aku”nya berbhasa tnpa suara tnpa aksara kpd tuhanya
    saya tdk mnylahkn jln hdp saudara yg hnya mau berpikiran sempit (krna dunia ini luas saudara hnya terpaku disitu jd sya ktkan sempit) tp sya mau mngnalkan saudara jka saudara msh mnyalahkan jln hdp mereka yg mncoba ingin mncari utk lbh mncintai tuhanya dg sungguh2, cba masuki dulu dunia.ny, sblum memvonis.

  83. iyan fyan berkata:

    ikutilah jka pertnyaan2 itu muncul dg sndrinya, bkn dipaksakan
    cari guru jangn cba sndri mengungkapkanya
    hnya itu, mf bgi smua yg membaca.
    ikutilah ap yg mnurtmu benar, krna slama kmu dlm pncarian kbnran kmu sdah ad d jlan yg benar,
    maha suci allah sya tkut jg trhdp ap yg sya katakan smga allah mngmpuni dosa hamba, dan smua kawan2

  84. abisyakir berkata:

    @ Rusdin…

    tapi apakah allah bisa menciptakan yang lebih dari dirinya???
    dan jika bisa apakah allah masi sang maha pencipta???

    Respon: Nah, ini cara berpikir keliru. Allah tidak seperti itu kawan. Dia berbeda dengan makhluk yang diciptakan. Jadi pertanyaan itu tidak tepat diarahkan kepada-Nya, karena tidak cocok.

    Misalnya, Anda bilang begini: “Gunung batu itu sangat keras. Nasi yang sudah kering juga keras.” Pertanyaannya: Apakah gunung bisa terbuat dari nasi? Padahal sama-sama keras itu.

    Allah itu Maha Pencipta, iya benar. Benar sekali, demikian adanya. Tapi Maha Penciptanya Allah tidak bisa diterapkan untuk diri-Nya sendiri; karena DIA ITU TIDAK DICIPTAKAN. Sifat diciptakan itu hanya bagi makhluk-Nya, bukan bagi Dia. Maka kalau Anda bicara soal penciptaan Allah; jelas itu menyalahi sifat dasar Dia sendiri, yaitu TAK DICIPTAKAN secara mutlak.

    Salah salah besar, salah besar kalau ada yang mengimajinasikan “Allah diciptakan” oleh siapapun; karena Dia memang tidak diciptakan. Seperti disebutkan: Wa huwa raaziqun wa laa yurzaqun (Dia memberi rizki, tapi tidak diberi rizki).

    Tolonglah luruskan akalmu, pakai hati nuranimu, biar kamu tidak liar. Nanti sengsara sendiri lho. Akal itu ada batas-batas kebebasannya, sbagaimana mata, telinga, mulut, perut, dll juga ada batas kebebasannya. Terimakasih.

    Admin.

  85. abisyakir berkata:

    @ Iyan Fyan…

    saya tdk mnylahkn jln hdp saudara yg hnya mau berpikiran sempit (krna dunia ini luas saudara hnya terpaku disitu jd sya ktkan sempit) tp sya mau mngnalkan saudara jka saudara msh mnyalahkan jln hdp mereka yg mncoba ingin mncari utk lbh mncintai tuhanya dg sungguh2, cba masuki dulu dunia.ny, sblum memvonis.

    Respon: Anda ini sok pintar… Dulu aku prnah menjalani hidup macam begituan. Alhamdulillah Allah tunjukkan jalan bahwa hati nurani itu merupakan akal yang paling kuat dan murni; bukan otak atau rasio. Jalan menuju Allah disinari dengan ketenangan hati, jalan setan dipenuhi keraguan, ketakutan, kesombonga, kelicikan, dan seterusnya. Terserah Anda mau jalan apa?

    Admin.

  86. abisyakir berkata:

    @ Iyan Fyan…

    ikutilah jka pertnyaan2 itu muncul dg sndrinya, bkn dipaksakan. cari guru jangn cba sndri mengungkapkanya hnya itu, mf bgi smua yg membaca. ikutilah ap yg mnurtmu benar, krna slama kmu dlm pncarian kbnran kmu sdah ad d jlan yg benar, maha suci allah sya tkut jg trhdp ap yg sya katakan smga allah mngmpuni dosa hamba, dan smua kawan2

    Respon: Awas lho, pertanyaan2 yang masuk ke hati dan akal Anda itu bisa dari setan. Ingat setan itu ada yang bergelar profesor, doktor, ahli, dan seterusnya. Mereka tahu titik lemah otak kita.

    Daripada ikuti pertanyaan2 itu, lebih baik ikuti firman Allah ini: “Dan apabila datang kepada kamu berdua dari sii-Ku berupa petunjuk (agama), maka siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” (Al Baqarah: 38).

    Ikuti petunjuk Allah, bukan was-was bisikan setan.

    Admin.

  87. nik mohamad berkata:

    Asalamu’alaikum,
    Pada pandangan saya yg sedikit ilmu didada tentang dimanakah Allah berada atau dimanakah Allah itu, tak perlu kita halusi kerana itu menjukkan betapa biadapnya kita kepada Tuhan sekelian Alam. Apabila disebut Tuhan sekelian alam ertinya tidak sampai oleh akal maknusia untuk difikiri. Yang perlu kita mendahului adalah darimana kita datang, dimanakah kita sekarang, apakah tujuan kita berada disini dan kemanakah kita akan pergi. Kita seharusnya memikirkan hal diri kita. Tuhan tetap tuhan dan sentiasa berkuasa selamanya. Hal diri kita ini yg harus kita selami dan patut kita ketahui agar kita tahu tujuan disini. Apakah yg sepatutnya kita lakukan untuk selamatkan diri kita pabila dijemput oleh mati. Kalau kita tahu sekalipun Tuhan berada dimana apakah memberi sebenar2 faedah kepada kita. Jawapannya tidak. Persoalan semacam ini menunjukan kita cetek ilmu dan menambahkan lagi kejahilan dan kurang adab kita sebagai hamba dan tak lebih daripada itu. Kadang2 kita melampaui batas sebagai hamba kononnya telah tahu dimanakah tuhan berada. Itu semua nak memberitahu kepada maknusia bahawasanya dia tahu dan ilmu dia lebih tinggi daripada orang lain dan itu menunjukan sifat meninggi. Siapakah yg memiliki sifat meningi tersebut? Jawabnya shaitan. Jadi eloklah kita sama2 memesan kediri kita bahawasanya kita ini adalah hamba dan hamba Allah buat selama2nya.
    Asalamu’ alaikum.

  88. masa_gitu berkata:

    Allah yang Akbar memang tak mungkin bisa difahami sepenuhnya oleh otak kita yg sekecil ini. jangankan Allah azza wa jalla, perempuan saja sulit utk dimengerti oleh pria (bukan begitu bapak2?) Karena itu Allah menerangkan keberadan-Nya beserta sifat2-Nya melalui firman-Nya yg diwahyukan kepada utusan-Nya, dan cukuplah rasanya bagi kita untuk memahami-Nya sebatas apa2 yg disampaikan dan diajarkan oleh Rasulullah saw.
    Di luar itu (mengatakan ini dan itu tentang Tuhan tanpa wahyu) berarti berimajinasi mengenai Tuhan sebagaimana orang2 terdahulu yg sesat.
    Dan bukankah Allah itu Maha Mengetahui kondisi hamba-hamba-Nya? diantara mereka ada yang pandai dan ada yang lemah. Allah pun Maha Tahu bagaimana berkomunikasi dengan hamba2Nya bukan?
    Maka kalau Allah tidak mau dipersepsi keliru oleh sangkaan hambaNya, tentu mudah bagi Allah untuk memilih kata2 yg lebih sesuai. Lebih dari itu Allah adalah Maha Pengampun, apakah Allah akan tega menghukum hambaNya yang menganggap Allah bersemayam di ArasyNya, hanya karena dia pernah membaca atau mendengar Allah menyatakan demikian dalam Al Quran?

  89. Masda Sahibu berkata:

    Assalaamu ‘Alaikum.

    Saya ingin sumbang pemikiran, meskipun saya bukan Ustaz.

    Sebenarnya dasar pemikiran mereka menolak keyakinan bahwa Ar Rahmaan Yang Bersemayam Di Atas ‘Arsy itu hanya 1 (satu), yaitu jika kita meyakini demikian, berarti Allah itu kecil, karena dibatasi Ruang, dibatasi Tempat, ada Jarak, dan ada Arah.

    Surat Ash Shuraa ayat 11:

    “ . . . . Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.”.

    Cobalah perhatikan berikut:

    1. Mendengar

    Manusia itu Mendengar. Dalam Mendengar, terjadi di dalam Ruang, di suatu Tempat. Antara yang mendengar dan yang didengar, ada Jarak, dan ada Arah. Dan Muslimiin termasuk semua mereka juga meyakini bahwa Allah juga Mendengar, Maha Mendengar. Dan Muslimiin termasuk mereka semua meyakini bahwa bagaimana gambaran Allah Mendengar, adalah tidak sama dengan makhlukNya.

    2. Melihat

    Manusia itu Melihat. Dalam Melihat, terjadi di dalam Ruang, di suatu Tempat. Antara yang melihat dan yang dilihat ada Jarak, dan ada Arah. Dan Muslimiin termasuk semua mereka juga meyakini bahwa Allah juga Melihat. Maha Melihat. Dan Muslimiin termasuk semua mereka meyakini bahwa bagaimana gambaran Allah Melihat, adalah tidak sama dengan makhlukNya.

    3. Bersemayam Di Atas Singgasana

    Manusia itu ada yang Bersemayam di atas singgasana. Dalam Bersemayam di atas singgasana, terjadi di dalam Ruang, di suatu Tempat. Antara yang bersemayam dan yang disemayami, ada Jarak, dan ada Arah. Dan (sebagian) Muslimiin, juga meyakini bahwa Allah Bersemayam Di Atas Singgasana. Dan bagaimana gambaran Allah Bersemayam Di Atas Singgasana, adalah tidak sama dengan makhlukNya.

    Tapi mengapa hanya Bersemayam yang mereka tidak diyakini dengan alasan dibatasi Ruang, di suatu Tempat, ada Jarak, dan ada Arah? Padahal dari uraian di atas, Mendengar dan Melihat itu juga terjadi di dalam Ruang, di suatu Tempat, ada Jarak, dan ada Arah. Dan semua mereka meyakini bahwa Allah Mendengar dan Melihat?

    Seharusnya, jika mereka menolak Allah Bersemayam Di Atas ‘Arsy itu karena alasan Beruang, Bertempat, Ada Jarak, dan Ada Arah, maka mereka juga seharusnya jangan meyakini bahwa Allah itu Mendengar dan Melihat. Karena Mendengar dan Melihat itu juga Beruang, Bertempat, Ada Jarak, dan Ada Arah.

    Mereka salah dalam membuat kesimpulan.

    Inilah pemikiran saya untuk Melemahkan Pemikiran Mereka Menolak Keyakinan Bersemayam, dengan alasan Beruang, Bertempat, ada Jarak, dan ada Arah.

    Sekian, semoga yang saya urai ini tidak bertentangan dengan Al Quran dan Hadits. Aamiin.

  90. Fulan-2 berkata:

    askum wr wb. Tadi saya membaca ada salah satu komentar, kataya iya meyakini bahwa allah tinggal di atas arahsy, padahal laisakamislisaiun tidak seumpama bahkan tempat tinggalnya kita tidak tahu. Yg dapat kita kenal dan kita padang nyatanya aja kan? Tazali allah.

  91. abisyakir berkata:

    @ Fulan-2…

    Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakaatuh.

    Ya jangan dikatakan “Allah tinggal”, tetapi Allah berada di atas Arasy, sebagaimana yang Dia jelaskan berulang-ulang dalam Al Qur`an. Kalau tinggal kan kesannya Allah punya rumah tempat tinggal. Kata istawa (berada atau bersemayam) berbeda dengan waqara (tinggal atau menetap) di suatu rumah.

    Admin.

  92. abisyakir berkata:

    @ Masda…

    Terimakasih, jazakallah khair. Ya kurang lebih dasar pemikiran mereka memang begitu. Terimakasih.

    Admin.

  93. goose berkata:

    subkhanaLLAH indah sekali penyampaianya.
    syukron katsir

  94. alam berkata:

    ALLOHU AKBAR ; ALLOH MAHA BESAR , SUNGGUHNYA KEBESARAN ALLOH MELBIHI langit/arsy dunia akhirat .ALLOH MENGGENGGAM arsy langit bumi dunia akhirat /kita semua makhluk di genggam dalam TANGAN ALLOH. TABAROKALLADZI BIYADIHIL MULK ; DI TANGAN ALLOH LAH segala kerajaan (kerajaan langit dan bumi). KARENA ALLOH MAHA BESAR MAKANYAA ALLOH BISA DGN MUDAH MENCIPTAKAN langit bumi / dunia akhirat yg besar ini seisinya.surat al mulk. dan ALLOH BERFIRMAN WALAYAUDUHU HIFDUHUMA WAHUWAL A’LIYYUL A’DHIM; AALLOH TIDAK MERASA BERAT MEMELIHARA keduanya langit dan bumi / dunia akhirat . DIA ALLOH MAHA TINGGI DRAJATNYA LAGI MAHA AGUNG. surat al baqoroh

  95. alam berkata:

    ngaji dulu yg rajin biar bisa tafsir, pintu hatiku terbuka jikalau ada yg mau telpon 081945360421

  96. sansan berkata:

    Pernah terlintas d fikiran unk mengetahui keberadaan alloh .. Ttp semakin d fikir dgn aki sehat sprt ny kt sebagai makhluk ciptaan ny sgt lah serakah.hny meminta ampun kpd ny lah ats sgl kesalahan kt.hny 1 kata i love u god

  97. Polan2 berkata:

    “Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai”. QS. Al Anbiya’: 23.

  98. Sunnii - Asy'aryy- Syafi'ii berkata:

    WAHAI MANUSIA SEKALIANNN..
    KETAHUILAH OLEHMU BAHWA PENULIS TULISAN INI ADALAH SEORANG MUJASSIM MUSYABBIH. SEORANG KAFIR DI ATAS KEKAFIRAN.

    IMAM SYAFI’I BERKATA:
    .المجسم كافر
    MUJASSIM (ORANG YG BERKEYAKINAN ALLAH BERUPA BENDA) ITU KAAFIR.

    DIA SEDANG MENYURUH KALIAN UNTUK MENYEMBAH SESUATU YANG ADA DI LANGIT DAN DI ARSY (HEH? ADA DI DUA TEMPAT?!!)

    SESUATU YANG BERTEMPAT SUDAH PASTI DIA BENTUK DAN DIMENSI.

    MAHA SUCI ALLAH DARI TEMPAT. MAHA SUCI ALLAH DARI MENEMPATI ARAH. MAHA SUCI ALLAH DARI BERBENTYK.

    LAYSA KAMITSLIHII SYAII’ (ASY-SYUUROO:11)

    @PENULIS. BACA DULU BACA!

    Al-Hafizh al-Muhaddits al-Imam as-Sayyid Muhammad Murtadla az-Zabidi al-Hanafi (w 1205 H) dalam kitab Ithaf as-Sadah al-Muttaqin menjelaskan panjang lebar perkataan al-Imam al-Ghazali bahwa Allah mustahil bertempat atau bersemayam di atas arsy. Dalam kitab Ihya’ ‘Ulum ad-Din, al-Imam al-Ghazali menuliskan sebagai berikut:

    “al-Istiwa’ jika diartikan dengan makna bertempat atau bersemayam maka hal ini mengharuskan bahwa yang berada di atas arsy tersebut adalah benda yang menempel. Benda tersebut bisa jadi lebih besar atau bisa jadi lebih kecil dari arsy itu sendiri. Dan ini adalah sesuatu yang mustahil atas Allah” .

    Dalam penjelasannya al-Imam az-Zabidi menuliskan sebagai berikut:

    “Penjabarannya ialah bahwa jika Allah berada pada suatu tempat atau menempel pada suatu tempat maka berarti Allah sama besar dengan tempat tersebut, atau lebih besar darinya atau bisa jadi lebih kecil. Jika Allah sama besar dengan tempat tersebut maka berarti Dia membentuk sesuai bentuk tempat itu sendiri. Jika tempat itu segi empat maka Dia juga segi empat. Jika tempat itu segi tiga maka Dia juga segi tiga. Ini jelas sesuatu yang mustahil. Kemudian jika Allah lebih besar dari arsy maka berarti sebagian-Nya di atas arsy dan sebagian yang lainnya tidak berada di atas arsy. Ini berarti memberikan paham bahwa Allah memiliki bagian-bagian yang satu sama lainnya saling tersusun. Kemudian kalau arsy lebih besar dari Allah berarti sama saja mengatakan bahwa besar-Nya hanya seperempat arsy, atau seperlima arsy dan seterusnya. Kemudian jika Allah lebih kecil dari arsy, -seberapapun ukuran lebih kecilnya-, itu berarti mengharuskan akan adanya ukuran dan batasan bagi Allah. Tentu ini adalah kekufuran dan kesesatan. Seandainya Allah -Yang Azali- ada pada tempat yang juga azali maka berarti tidak akan dapat dibedakan antara keduanya, kecuali jika dikatakan bahwa Allah ada terkemudian setelah tempat itu. Dan ini jelas sesat karena berarti bahwa Allah itu baharu, karena ada setelah tempat. Kemudian jika dikatakan bahwa Allah bertempat dan menempel di atas arsy maka berarti boleh pula dikatakan bahwa Allah dapat terpisah dan menjauh atau meningalkan arsy itu sendiri. Padahal sesuatu yang menempel dan terpisah pastilah sesuatu yang baharu. Bukankah kita mengetahui bahwa setiap komponen dari alam ini sebagai sesuatu yang baharu karena semua itu memiliki sifat menempel dan terpisah?! Hanya orang-orang bodoh dan berpemahaman pendek saja yang berkata: Bagaimana mungkin sesuatu yang ada tidak memiliki tempat dan arah? Karena pernyataan semacam itu benar-benar tidak timbul kecuali dari seorang ahli bid’ah -yang menyerupakan Allah denganmakhluk-Nya-. Sesungguhnya yang menciptakan sifat-sifat benda (kayf) mustahil Dia disifati dengan sifat-sifat benda itu sendiri. -Artinya Dia tidak boleh dikatakan “bagaimana (kayf)” karena “bagaimana (kayf)” adalah sifat benda-.

    Di antara bantahan yang dapat membungkam mereka, katakan kepada mereka: Sebelum Allah menciptakan alam ini dan menciptakan tempat apakah Dia ada atau tidak ada? Tentu mereka akan menjawab: Ada. Kemudian katakan kepada mereka: Jika demikian atas dasar keyakinan kalian -bahwa segala sesuatu itu pasti memiliki tempat- terdapat dua kemungkinan kesimpulan. Pertama; Bisa jadi kalian berpendapat bahwa tempat, arsy dan seluruh alam ini qadim; ada tanpa permulaan -seperti Allah-. Atau kesimpulan kedua; Bisa jadi kalian berpendapat bahwa Allah itu baharu -seperti makhluk-. Dan jelas keduanya adalah kesesatan, ini tidak lain hanya merupakan pendapat orang-orang bodoh dari kaum Hasyawiyyah. Sesungguhnya Yang Maha Qadim (Allah) itu jelas bukan makhluk. Dan sesuatu yang baharu (makhluk) jelas bukan yang Maha Qadim (Allah). Kita berlindung kepada Allah dari keyakinan yang rusak” .

    Masih dalam kitab Ithaf as-Sadah al-Muttaqin, al-Imam Murtadla az-Zabidi juga menuliskan sebagai berikut:

    “Peringatan: Keyakinan bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah adalah akidah yang telah disepakati di kalangan Ahlussunnah. Tidak ada perselisihan antara seorang ahli hadits dengan ahli fiqih atau dengan lainnya. Dan di dalam syari’at sama sekali tidak ada seorang nabi sekalipun yang menyebutkan secara jelas adanya arah bagi Allah. Arah dalam pengertian yang sudah kita jelaskan, secara lafazh maupun secara makna, benar-benar dinafikan dari Allah. Bagaimana tidak, padahal Allah telah berfirman: “Dia Allah tidak menyerupai sesuatu apapun” (QS. as-Syura: 11). Karena jika Dia berada pada suatu tempat maka akan ada banyak yang serupa dengan-Nya” .

  99. masa_gitu berkata:

    @Sunni – Asy’aryy -Syafi’i

    Apabila pak Sunnii – Asy’aryy- Syafi’ii menyatakan KAFIR orang yang menyatakan Allah ada di langit. Lantas bagaimanakah nasib Bunda Zainab binti Jahsy, isteri Rasulullah saw yang kerap mengatakan kalau Allah di langit?

    Sebagaimana Bukhori meriwayatkan dari Anas, Zainab sering berkata, “Aku berbeda dari istri-istri Rasulullah S.A.W yang lainnya. Mereka dikawinkan oleh ayahnya, atau saudaranya, atau keluarganya, tetapi aku dikawinkan ALLAH DARI LANGIT.”

  100. Polan3 berkata:

    Buat semua yang berkomentar di sini Terima kasih ini sangat bermannfaat bagi saya dan buat Admin Lanjutkan lagi penjelasanya Agar saya makin mengerti.

  101. abisyakir berkata:

    @ Sunni Asy’ari Syafi’i…

    WAHAI MANUSIA SEKALIANNN..KETAHUILAH OLEHMU BAHWA PENULIS TULISAN INI ADALAH SEORANG MUJASSIM MUSYABBIH. SEORANG KAFIR DI ATAS KEKAFIRAN. IMAM SYAFI’I BERKATA:
    .المجسم كافر
    MUJASSIM (ORANG YG BERKEYAKINAN ALLAH BERUPA BENDA) ITU KAAFIR. DIA SEDANG MENYURUH KALIAN UNTUK MENYEMBAH SESUATU YANG ADA DI LANGIT DAN DI ARSY (HEH? ADA DI DUA TEMPAT?!!). SESUATU YANG BERTEMPAT SUDAH PASTI DIA BENTUK DAN DIMENSI.MAHA SUCI ALLAH DARI TEMPAT. MAHA SUCI ALLAH DARI MENEMPATI ARAH. MAHA SUCI ALLAH DARI BERBENTYK. LAYSA KAMITSLIHII SYAII’ (ASY-SYUUROO:11)

    Respon: Orang aneh. Belum apa-apa sudah mengkafirkan orang lain (diri saya). Tulisan aneh yang pernah saya baca. Pandir… Ya benar bahwa kaum mujassim memang sesat, karena mereka serupakan Allah dengan makhluk berjasad. Sementara kami hanya meyakini ayat-ayat dan hadits sebagaimana adanya, tanpa menyamakan Allah dengan makhluk-Nya sedikit pun. Kalau dikatakan, Allah punya tangan, lalu manusia punya tangan; apakah kami menyamakan istilah Tangan Allah dengan tangan makhluk? Coba jawab! Tidak sama sekali. Kami tidak menyamakan Tangan Allah dengan tangan makhluk.

    Misalnya karena masalah tangan ini, lalu kami dituduh mujassimah; bagaimana Allah punya sifat Al Hakim, sedangkan manusia juga punya sifat hakim (bijaksana)? Allah punya sifat “Melihat” sedang manusia juga bisa melihat; Allah punya sifat “Mendengar” sedang manusia juga mendengar? Apakah orang yang meyakini sifat Al Hakim, Ar Rahman, Ar Rahiim, As Sama’, Al Bashar, dan seterusnya…mereka itu juga mujassimah; karena menyamakan Allah dengan makhluk?

    @ PENULIS. BACA DULU BACA! Al-Hafizh al-Muhaddits al-Imam as-Sayyid Muhammad Murtadla az-Zabidi al-Hanafi (w 1205 H) dalam kitab Ithaf as-Sadah al-Muttaqin menjelaskan panjang lebar perkataan al-Imam al-Ghazali bahwa Allah mustahil bertempat atau bersemayam di atas arsy. Dalam kitab Ihya’ ‘Ulum ad-Din, al-Imam al-Ghazali menuliskan sebagai berikut: “al-Istiwa’ jika diartikan dengan makna bertempat atau bersemayam maka hal ini mengharuskan bahwa yang berada di atas arsy tersebut adalah benda yang menempel. Benda tersebut bisa jadi lebih besar atau bisa jadi lebih kecil dari arsy itu sendiri. Dan ini adalah sesuatu yang mustahil atas Allah” .

    Respon: Ini adalah ucapan BODOH. Coba perhatikan kalimat ini: “Al-Istiwa’ jika diartikan dengan makna bertempat atau bersemayam, maka hal ini mengharuskan bahwa yang berada di atas Arsy tersebut adalah benda yang menempel.

    Bantahanku: Kenapa kalian membatasi Sifat Istiwa’ Allah dengan sifat makhluk-Nya? Kalau makhluk istiwa’ dia menempel; sedangkan Allah apa perlu menempel seperti makhluk? Begitu rendahnya kalian mensifati Rabb kalian! Allah Ta’ala hendak kalian perkosa dengan sifat-sifat lazim yang ada pada makhluk-Nya. Dasar aneh!

    Dalam penjelasannya al-Imam az-Zabidi menuliskan sebagai berikut: “Penjabarannya ialah bahwa jika Allah berada pada suatu tempat atau menempel pada suatu tempat maka berarti Allah sama besar dengan tempat tersebut, atau lebih besar darinya atau bisa jadi lebih kecil. Jika Allah sama besar dengan tempat tersebut maka berarti Dia membentuk sesuai bentuk tempat itu sendiri. Jika tempat itu segi empat maka Dia juga segi empat. Jika tempat itu segi tiga maka Dia juga segi tiga. Ini jelas sesuatu yang mustahil. Kemudian jika Allah lebih besar dari arsy maka berarti sebagian-Nya di atas arsy dan sebagian yang lainnya tidak berada di atas arsy. Ini berarti memberikan paham bahwa Allah memiliki bagian-bagian yang satu sama lainnya saling tersusun. Kemudian kalau arsy lebih besar dari Allah berarti sama saja mengatakan bahwa besar-Nya hanya seperempat arsy, atau seperlima arsy dan seterusnya. Kemudian jika Allah lebih kecil dari arsy, -seberapapun ukuran lebih kecilnya-, itu berarti mengharuskan akan adanya ukuran dan batasan bagi Allah. Tentu ini adalah kekufuran dan kesesatan. Seandainya Allah -Yang Azali- ada pada tempat yang juga azali maka berarti tidak akan dapat dibedakan antara keduanya, kecuali jika dikatakan bahwa Allah ada terkemudian setelah tempat itu. Dan ini jelas sesat karena berarti bahwa Allah itu baharu, karena ada setelah tempat. Kemudian jika dikatakan bahwa Allah bertempat dan menempel di atas arsy maka berarti boleh pula dikatakan bahwa Allah dapat terpisah dan menjauh atau meningalkan arsy itu sendiri. Padahal sesuatu yang menempel dan terpisah pastilah sesuatu yang baharu. Bukankah kita mengetahui bahwa setiap komponen dari alam ini sebagai sesuatu yang baharu karena semua itu memiliki sifat menempel dan terpisah?! Hanya orang-orang bodoh dan berpemahaman pendek saja yang berkata: Bagaimana mungkin sesuatu yang ada tidak memiliki tempat dan arah? Karena pernyataan semacam itu benar-benar tidak timbul kecuali dari seorang ahli bid’ah -yang menyerupakan Allah denganmakhluk-Nya-. Sesungguhnya yang menciptakan sifat-sifat benda (kayf) mustahil Dia disifati dengan sifat-sifat benda itu sendiri. -Artinya Dia tidak boleh dikatakan “bagaimana (kayf)” karena “bagaimana (kayf)” adalah sifat benda-.

    Respon: Sama-sama bodohnya, mensifati Allah dengan kelaziman pada makhluk-Nya. Ini sangat bodoh. Coba baca Surat Al A’raaf ketika Musa As meminta melihat Allah, lalu Allah menampakkan diri kepada gunung, seketika gunung hancur lebur; Musa pun pingsan seketika. Itu kan ibrah yang jelas, kita tak boleh mensifati Allah dengan detail, sifat, kelaziman makhluk-Nya; apapun itu. Sifat menempel, punya ukuran, menempati ruang, dan sterusnya, itu semua sifat makhluk; kita tak boleh membawa Dzat Allah pada batasan-batasan begitu.

    Di antara bantahan yang dapat membungkam mereka, katakan kepada mereka: Sebelum Allah menciptakan alam ini dan menciptakan tempat apakah Dia ada atau tidak ada? Tentu mereka akan menjawab: Ada. Kemudian katakan kepada mereka: Jika demikian atas dasar keyakinan kalian -bahwa segala sesuatu itu pasti memiliki tempat- terdapat dua kemungkinan kesimpulan. Pertama; Bisa jadi kalian berpendapat bahwa tempat, arsy dan seluruh alam ini qadim; ada tanpa permulaan -seperti Allah-. Atau kesimpulan kedua; Bisa jadi kalian berpendapat bahwa Allah itu baharu -seperti makhluk-. Dan jelas keduanya adalah kesesatan, ini tidak lain hanya merupakan pendapat orang-orang bodoh dari kaum Hasyawiyyah. Sesungguhnya Yang Maha Qadim (Allah) itu jelas bukan makhluk. Dan sesuatu yang baharu (makhluk) jelas bukan yang Maha Qadim (Allah). Kita berlindung kepada Allah dari keyakinan yang rusak” .

    Respon: Jawabnya simple… Alam semesta ini sesuatu yang baru (muhdats), sementara Allah itu Qadim (terdahulu dari segalanya). Sebelum menciptakan alam ini Allah ada dimana dan menempati apa? Jawabnya: KITA TIDAK TAHU, karena Allah tidak menjelaskan hal itu. Allah Ta’ala mau berada dimanapun, mau bagaimanapun, itu terserah diri-Nya. Kalau dia mau menempati suatu ruang, mudah bagi-Nya; sebagaimana kalau Dia tak butuh ruang juga mudah bagi-Nya. Kan disini berlaku prinsip besar: Idza arada syai’an an yaqula kun fa yakun (kalau Dia ingin sesuatu, tinggal bilang ‘jadi’ maka jadilah itu).

    Masalah Allah ada di dalam ruang atau tidak, itu terserah Dia saja. Dia bisa melakukan apapun yang Dia kehendaki. Apa kamu bisa menghalangi kalau Allah melakukan ini dan itu, sesuka Diri-Nya? Sejak kapan kamu punya kuasa di sisi Allah?

    Masih dalam kitab Ithaf as-Sadah al-Muttaqin, al-Imam Murtadla az-Zabidi juga menuliskan sebagai berikut: “Peringatan: Keyakinan bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah adalah akidah yang telah disepakati di kalangan Ahlussunnah. Tidak ada perselisihan antara seorang ahli hadits dengan ahli fiqih atau dengan lainnya. Dan di dalam syari’at sama sekali tidak ada seorang nabi sekalipun yang menyebutkan secara jelas adanya arah bagi Allah. Arah dalam pengertian yang sudah kita jelaskan, secara lafazh maupun secara makna, benar-benar dinafikan dari Allah. Bagaimana tidak, padahal Allah telah berfirman: “Dia Allah tidak menyerupai sesuatu apapun” (QS. as-Syura: 11). Karena jika Dia berada pada suatu tempat maka akan ada banyak yang serupa dengan-Nya”.

    Respon: Aneh, jangan sebut itu kesepakatan Ahlus Sunnah; paling juga pendapat mayoritas ‘Asyariyah. Dalam Al Qur’an jelas-jelas disebut sampai 6 kali, bahwa Allah itu ada di atas Arasy. Apa kalian bersepakat untuk menganulir ayat Al Qur’an ini? Aneh.

    Soal Arasy itu ruang atau bukan, tempat besar atau kecil, caranya menempel atau tidak; kita semua mengatakan: Wallahu a’lam. Hanya Allah yang Maha Tahu keadaan diri-Nya. Seperti kata Imam Malik rahimahullah: Istiwa’ itu sudah dimaklumi, caranya tidak diketahui; mengimaninya wajib, mendebatkannya bid’ah.

    Saran saya: kalau mau berdiskusi dan debat ilmiah, silakan; tapi jangan langsung mengkafirkan begitu. Kamu sendiri nanti yang akan meringis dalam duka.

    Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

    Admin.

  102. nurul berkata:

    jadi smakin cyanx Alloh,

  103. Pak wijaya.. Bapak takkan pernah sama dengan apa yg bpak ciptakan..

  104. azray berkata:

    alhamdulillah…
    syukron ustadz telah memberikan menyampaikan
    ilmu ini pada ana.

  105. Polan-r berkata:

    terima kasih ust… atas penjelasannya. baru kali ini saya tahu tentang kekuasaan allah, yang tidak dapat disamakan oleh apapun. karena allah sendiri mukholifun lilhawadisi.

  106. alam berkata:

    ALLOHUAKBAR .
    lebih besar mana ALLOH arsy dengan dunia akhirat.
    ketahuilah bahan untuk membuat makhluk saja sangat besar , makanya bisa menjadi makhluk arsy langit dunia akhirat yg besar ini ,
    kalau bahan untuk membuat makhluk saja besar . apalagi WUJUD ALLOH LEBIH BESAR LAGI.
    ketahuliah yang di maksud ALLOH diatas arsy harus di tafsir yaitu KEBESARAN ALLOH MELEBIHI atas arsy,
    seperti manusia dgn korek api ; kebesaran manusia di atas korek , maksudnya kebesaran tangan manusia melebihi atas korek.

  107. alam berkata:

    intinya ALLOHAKBAR
    ALLOH ITU LEBIH BESAR daripada arsy langit bumi / dunia akhirat berada dalam GENGGAMAN TANGAN ALLOHUAKBAR.
    makanya ALLOH BISA MENGUASAI dunia akhirat seisinya bahkan urat nadi di lihat dan kuasai TANGAN ALLOH.
    ibarat yg sedang memegang buku bergambar dan gambar itu pasti kuasai dan di lihatnya dgn jelas sebab buku itu kecil di tangan manusia.
    dalam al Quran al anbiya 104: tertulis pada hari kiamat langit akan di gulung seperti lembaran2 kertas. al baqoroh ayat 225 , al mulk ayat 1

  108. alam berkata:

    al baqarah : ALLOH tiada merasa berat memelihara keduanya (dunia akhirat seisinya)
    al mulk: maha suci ALLOH DI TANGANNYALAH segala kerajaan bumi , l , kerajaan surga langit kerajaan arsy /dunia akhira dalam TANGAN ALLOH

  109. kekasih berkata:

    Keren.
    Terima kasih.
    Allah bless you

  110. abisyakir berkata:

    @ alam…

    lebih besar mana ALLOH, arsy, dengan dunia akhirat.

    Respon: Allah Maha Besar, Dia lebih besar dari segala makhluk-Nya (termasuk Arasy).

    ketahuliah yang di maksud ALLOH diatas arsy harus di tafsir yaitu KEBESARAN ALLOH MELEBIHI atas arsy,

    Respon: Maksudnya, ya Allah ada di atas Arasy. Tentu saja Allah lebih besar dari Arasy. Arasy itu kan posisi dimana Allah berada di atasnya. Tidak mesti dipahami bahwa wujud Allah dibatasi oleh Arasy; kan tidak ada yang mengatakan “pembatasan” semacam itu.

    seperti manusia dgn korek api; kebesaran manusia di atas korek , maksudnya kebesaran tangan manusia melebihi atas korek.

    Respon: Kalo menjelaskan Allah Ta’ala jangan pakai logika macam begini, tidak akan pernah sampai. Lebih baik kita mengimaninya, tanpa banyak bertanya “bagaimananya”.

    Admin.

  111. abisyakir berkata:

    @ Kekasih…

    Amin, alhamdulillah, kebaikan untuk Anda juga.

    Admin.

  112. arrafi berkata:

    saya ingin penjelasan ustad mengenai di mana allah sebelum bersemayam di atas arasy ? tentunya pertanyaan ini yang bisa menjawab dg pasti hanya nabi muhammad saw karena beliau secara langsung dapat melihatnya ketika isro mi’roj dan manusia awam mungkin hanya dapat menceritakan kejadian itu secara turun temurun,lalu kenapa kepastian cerita itu tidak kita cari sendiri dan baru dapat kita sampaikan kepada orang lain.terus allah itu wujud tentunya dapat di lihat oleh mata kenapa harus menunggu mati untuk dapat melihat allah?

  113. Supriadi Sanong berkata:

    Assalamu alaikum.
    kpd penulis sy sungguh sangat kagum dgn semangatnya. Sesuatu yg ditunjukkan mujahid dlm konfrontasi dgn kafir dan mereka yg hampir kafir.
    menurut pikiran sy, pikiran yg muncul dari akal dan akal yg dicipta oleh Allah SWT bhw untuk memahami pertanyaan trsebut butuh pemahaman yg mndalam. Bhwa adanya prtanyaan tentang Allah diatas Arsy, maka mereka telah memulai keraguannya trhadap Allah proses meragu ini adalah bagian penting dr serangkaian proses menuju ke KAFIRan. Menurut sy berhentilah memberi bandingan antara Allah dgn ciptaanNya krn sangat berbeda, adil Nya Allah beda dgn adilnya manusia, substansi Allah juga sungguh sangat berbeda dgn manusia. Intinya kehidupan ini Tunggal,satu,Esa, Dia. Dia berkuasa atas segalanya.
    wassalam.

  114. Fulan berkata:

    Aamieennnn ya ALLAH,,,,

  115. abisyakir berkata:

    @ Supriadi…

    Wa’alaikumsalam warahmatullah. Terimakasih atas apresiasinya. Tapi tetap kita tak boleh mengkafirkan; hanya mengingatkan; karena memang ada batas-batas perselisihan yang sudah terjadi sejak dahulu kala. Terimakasih.

    Admin.

  116. abisyakir berkata:

    @ Arrafi…

    lalu kenapa kepastian cerita itu tidak kita cari sendiri dan baru dapat kita sampaikan kepada orang lain.terus allah itu wujud tentunya dapat di lihat oleh mata kenapa harus menunggu mati untuk dapat melihat allah?

    Respon:

    Dalam Surat Al A’raaf 143 Nabi Musa As pernah meminta izin kepada Allah untuk melihat Diri-Nya. Namun Allah tidak mengabulkan, karena Musa tak akan mampu melihat-Nya. Lalu Allah menampakkan diri ke sebuah gunung, sehingga ia hancur lebur. Setelah itu Musa pingsan seketika. Kemudian dia bertaubat atas permintaannya tersebut.

    Melihat Allah (ru’yatullah) bisa dilakukan di Hari Akhirat nanti, bagi hamba Allah yang masuk surga dan diizinkan oleh-Nya. Kata Nabi, saat itu Allah bisa dilihat seorang hamba seperti manusia bisa melihat bulan purnama.

    Struktur alam semesta (dunia) ini memang tak kuasa untuk menyaksikan Allah secara langsung. Nanti di Hari Akhirat, di alam surga, strukturnya sangat kuat dan mapan, sehingga insan bisa melihat Rabb-nya dengan mudah dan jelas.

    Maka kalau penasaran ingin melihat Dzat Allah; kita harus berjuang agar sampai ke maqam surga Allah Ta’ala. Amin lana wa lakum wa lil Muslimin.

    Admin.

  117. insan kamil berkata:

    Ass.kum ustadz…jika anda mengatakan harus mati dulu untuk bisa sampai ke akhirat lalu masuk surga agar bisa bertemu zat Allah..lalu bagaimn dgn yg masuk neraka sementara mereka jg muslim,apakah tdk bisa bertemu zat Allah ? Yang kedua; anda bercerita ttg nabi Musa yg tak sanggup melihat wajah Allah,lalu bagaimana dgn Baginda Rasulullah SAW yg melihat dan berbicara langsung dgn Zat Allah ketika Isra Mi’raj ? Yang ketiga; bukankah Allah berfirman katakanlah ( Muhammad ) jika hambaku mendekati Ku sejengkal Aku mendekatinya sehasta,jika dia mendekati Ku sehasta Aku mendekatinya sedepa, jika dia mendatangi Ku berjalan, Aku datang dengan berlari ( HR Abu Hurairah ). Tolong jelaskan keberadaan Allah kpd saya yg lemah ilmu ini, tks

  118. abisyakir berkata:

    @ Insan Kamil…

    Asslamu’alaikum ustadz…jika anda mengatakan harus mati dulu untuk bisa sampai ke akhirat lalu masuk surga agar bisa bertemu zat Allah..lalu bagaimn dgn yg masuk neraka sementara mereka jg muslim,apakah tdk bisa bertemu zat Allah?

    Respon: Kalau dia Muslim, dia bertauhid, dia punya kebaikan-kebaikan, nanti pada akhirnya akan masuk surga juga, dengan izin Allah. Dia tidak kekal di neraka seperti orang kafir. Kalau sudah masuk surga, tergantung apakah maqam-nya cukup untuk melihat Allah atau tidak. Karena kekhususan “ru’yatullah” itu memang diberikan kepada mereka yang berbuat terbaik. “Bagi orang-orang yang berbuat terbaik, (mereka) mendapat pahala dan tambahannya.” (Yunus: 26). Tambahannya ini maksudnya: melihat Allah di Akhirat.

    Dan satu hal lagi yang membuat seorang Muslim tidak bisa melihat Allah di Akhirat nanti, yaitu jika selama di dunia dia tidak percaya bahwa kelak bisa melihat Allah di Akhirat. Kalau sejak di dunia tidak percaya, di Akhirat tidak akan mendapat. Wong mereka sendiri sudah tidak percaya. “Maka siapa yang beramal sebutir debu kebaikan pun, kelak akan melihat hasilnya. Dan siapa yang beramal sebutir debu keburukan, kelak akan melihatnya.” (Al Zalzalah).

    Yang kedua; anda bercerita ttg nabi Musa yg tak sanggup melihat wajah Allah,lalu bagaimana dgn Baginda Rasulullah SAW yg melihat dan berbicara langsung dgn Zat Allah ketika Isra Mi’raj ?

    Respon: Setahu kami, tidak ada yang mengatakan bahwa Nabi SAW ketika itu melihat langsung Dzat Allah di Sidratul Muntaha. Nabi memang menghadap Allah dan berbicara dengan-Nya, tapi wara’a hijab (di balik hijab), tidak melihat secara langsung. Sama seperti Nabi Musa AS ketika berbicara dengan Allah di Bukit Tursina, juga di balik hijab (penghalang), tidak bisa secara langsung.

    Yang ketiga; bukankah Allah berfirman katakanlah ( Muhammad ) jika hambaku mendekati Ku sejengkal Aku mendekatinya sehasta,jika dia mendekati Ku sehasta Aku mendekatinya sedepa, jika dia mendatangi Ku berjalan, Aku datang dengan berlari ( HR Abu Hurairah ). Tolong jelaskan keberadaan Allah kpd saya yg lemah ilmu ini, tks.

    Respon: Setahu kami, maksud dari perkataan itu adalah rahmat Allah lebih besar kepada hamba-Nya dari kebaikan hamba itu kepada-Nya; Allah lebih sungguh-sungguh kepada seorang hamba, melebihi kesungguhan hamba itu kepada-Nya.

    Dalam riwayat disebutkan: Allah lebih menyukai taubat seorang hamba, melebihi kegembiraan seseorang yang kehilangan kendaraan dan perbekalannya saat di perjalanan, lalu dia duduk putus asa, kemudian tertidur; saat bangun, dia sudah mendapati kendaraan dan bekalnya sudah ada di sampingnya. Kegembiraan orang itu masih lebih gembira Allah dalm menyambut hamba-Nya yang mau taubat.

    Dalam hal demikian, riwayat itu boleh ditakwilkan. Alasannya, kalau tidak ditakwilkan, akan bertentangan dengan ayat-ayat atau riwayat lain yang lebih kuat. Misalnya bertentangan dengan ayat “Allah bersemayam di atas Arasy”. Kalau Allah “jalan-jalan” di bumi mendekati hamba-Nya, lalu bagaimana dengan ayat bahwa Dia bersemayam di atas Arasy? Maka itu, dalam situasi demikian, dibutuhkan takwil.

    Wallahu a’lam bisshawaab.

    Admin.

  119. Tono berkata:

    Penjelasan yang cukup logika, bagus.

  120. DEDEN berkata:

    ASSALAM KUM. DARI TEMA DI ATAS KEBANYAKAN PERDEBATAN SEMAKIN CERDAS OTAK MANUSIA BUKAN NYA BERSUKUR.MIKIR SIAPA YG MENCIPTAKAN OTAK?SOAL YG DI BAHAS DI MEDIA INI KAN MASALAH ALLOH TUHAN KITA SEMUA, ALLOH MAH GA NYURUH UMAT NYA NGEBAHAS, NYURUH JG IBADAH, IBADAH DULU. BERARTI YG DIBAHAS BIAR PD BENER. MASALAH PERTANYAAN DI ATAS KL IBADAH DAH BENER TAU SENDIRI JAWABAN NYA. LAGIAN ITU PERTANYAAN ANAK SD YG GA HRS DIBUKA DI MEDIA. MSH BNYAK SOAL LAEN YG LEBIH MANPAAT. AKIBAT NYA JD PERDEBATAN, BAGUSNYA DI PENGAJIAN DIANGKAT NYA NI SOAL.

    JAMAN SEMAKIN MODRN DAH HUKUM ALAM EMANG MANUSIA SEMAKIN PINTAR CERDAS2TAPI KE BLINGER…KL ADA PEMIKIRAN SEPIRTI SOAL DIATAS WAJARLAH TAPI INGAT MANUSIA DICIPTAKAN DNGAN KETERBATASAN. MAU DIA JAGO PINTER SAKTI TETEP MENJUMPAI KEMATIAN. NAH DI SITU KELEMAHAN MANUSIA. GA NYAMPE OTAK2 ENTE MIKIRIN ALLOH, KEBABLASAN ENTE. TANYA DL SM HATI, RUKUN IMAN DAN RUKUN ISLAM, DAH MEYAKINI BLM?

    MOHON BERIBU2 MAAP ATAS KOMEN SAYA YG KURANG ILMU, BANYAKAN NAPSUNYA. SY LG BERUSAHA MENUJU KEBENARAN WLPUN SULIT. MOHON DI MAAP KAN. BAGI YG KOMEN MERASA PINTAR CERDAS2 BERILMU AGAMA JNGN SALING MERASA BENAR. GUA JAMIN KALIAN JG SM SPRTI SY SOK TAU, BNYAKAN SLAH NYA. BAGUS NYA AMALKAN ILMU SEBAIK2NYA JNGN NGOTOT2TAN. SYIARKANALAH ISLAM MSH BNYAK YG BLM MENGENAL ISLAM, KL PERLU KITA HAMPIRI KE PLOSOK2 DAERAH KAMPUNG GANG DLL. BORO DAH YG GAMPANG AJA KL IBADAH SHOLAT BERJAMAH SUSAH MALES, APA LG YG IBADAH LAEN, KL NGOMONG AJA PINTER. KELUAR TEMA NI GUA…SORI YA COY.

  121. Fandi Q berkata:

    Intinya adlh kita harus percaya adanya ALLAH S.W.T sang pencipta alam senesta dan seisinya dan kita tdk usah memikirkan bagaimana bentuk dan asal – usulnya , toh nanti pd waktunya kita akan bertemu saat hari kiamat dan kita di kumpulkan di padang mahsyar.

  122. abisyakir berkata:

    @ Deden…

    Ya gak apa-apa. Gak usah sorry. Kita saling memberi masukan dalam kebenaran, insya Allah. Matur nuwun…ye Bang! (kok jd campur-campur bahasanye…).

    Admin.

  123. nikma berkata:

    ada yg tau tidak al-qur’an surah keberapa penjelsan tentang langit dan dumi itu prnah menyatu?

  124. ada yg tau tidak al-qur’an surah keberapa penjlsan tentang langit dan bumi itu prnah menyatu

  125. kang raup berkata:

    dalam hal pemahaman tauhid ada penjelasan yg gampang di nalar dan bersumber pada dalil qur’an hadist qudsi dan hadis nabi saw, silahkan buka di http://www.pusakamadinah.org barangkali bisa membantu memberi tambahan pemahaman

  126. abisyakir berkata:

    @ Nikma…

    “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? ”. (QS Al Anbiyaa’ [21] : 30)

  127. nitu berkata:

    Anta Rabbi Ana Abduka….

  128. wan berkata:

    ya allah jangan sesatkan hambamu dengan fikiran kami yang lemah

  129. Gunanto berkata:

    Artikel ini sangat berbobot. Saya ijin copas dan saya pasang di blog saya.

  130. abisyakir berkata:

    @ Gunanto…

    Ya silakan, semoga bermanfaat. Barakallah fikum wa fina jamian. amin.

    Admin.

  131. hamba allah berkata:

    ” INALIILLAHI WAINNA ILAIHI ROJIUN”. Dari Allah akan kembali kepada Allah. Ketika ada orang yang meninggal kita selalu mengucapkan kata-kata tersebut.
    Tapi kenapa ustad kita selalu berharap kalau mati nanti masuk surga padahal di dalam kata-kata tersebut tidak menyebutkan surga?
    Lalu bisakah kita bertemu Allah padahal kita tidak mengenal-Nya?

  132. abisyakir berkata:

    @ Hamba Allah…

    Tapi kenapa ustad kita selalu berharap kalau mati nanti masuk surga padahal di dalam kata-kata tersebut tidak menyebutkan surga?

    Maksud “kembali” itu kan kita wafat, kita mendiami alam kubur, nanti di Akhirat dibangkitkan, lalu diperhitungkan amal-amal, lalu melintasi shirat, dan akhirnya sampai di surga atau neraka. Kita memohon kepada Allah mendapat surga-Nya, amin ya Rabbal ‘alamiin.

    “Kembali” itu maknanya umum, atau luas. Sedangkan masuk surga adalah bagian terindah dari makna “kembali” itu. Kata-kata dalam kalimat tersebut tidak berentangan dengan doa/harapan kita agar masuk surga. Amin.

    Lalu bisakah kita bertemu Allah padahal kita tidak mengenal-Nya?

    Ya, kita harus mengenalnya melalui ILMU AGAMA, melalui IMAN, melalui AMAL SALEH yang kita lakukan. Seiring banyaknya iman dan amal saleh, nanti Allah akan mengajarkan HIKMAH (pengertian) tentang Diri-Nya ke dalam hati kita. Ini seperti dikatakan dalam ayat: “Wan jahadu fina lanahdiyannahum subulana” (siapa yang berjihad di jalan Kami, akan Kami tunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami).

    Jadi harus berilmu, beriman, beramal saleh, baru mendapat hidayah Allah atau pengertian dari-Nya. Bukan melalui filsafat, ilmu kalam, logika mantiq, dan seterusnya.

    Admin.

  133. Hibbi berkata:

    Mas Admin, Allah sayang ngga sama saya?

  134. abisyakir berkata:

    @ Hibbi…

    Semoga Akhi, semoga Ar Rahmanur Rahiim sayang sama Anda, sayang sama kami, sayang kepada pembaca budiman, dan kaum Muslimin semuanya. Amin ya Rabbana.

    Optimislah Akhi, jangan putus asa. Hidup memang berat, berat memikulnya. Tapi kasih sayang Allah LEBIH LUAS dari segala beban yang kita pikul. Yakinlah, selalu ada jalan dan harapan. Alhamdulillah.

    Admin.

  135. PENCARI KEBENARAN berkata:

    Allah=Tuhan.Yang awal dan yang akhir.Takterikat ruang dan waktu.Tak dapat didefinisikan.Segala definisi tentang Tuhan adalah tidak benar.Ruang adalah batas penghenti gerak kita,conhtoh kita ada didalam rumah.Batas ruang adalah tembok.Waktu dihitung berdasarkan menit,detik,jam.Itu berdasarkan perputaran bumi terhadap matahari.Jika kita bergerak kelangit sejauhmungkin,apakah ada batas di sana?jawabnya TIDAK.Benarkah isro miroj pernah terjadi?jawabnya TIDAK.Quran bukan firman TUHAN.Jadi siapakah yang banyak berbohong.Coba anda renungkan.

  136. abisyakir berkata:

    @ Pencari Kebenaran…

    Segala definisi tentang Tuhan adalah tidak benar.

    Bagaimana kalau yang menjelaskan “definisinya” adalah Allah sendiri dalam Kitab-Nya?

    Ruang adalah batas penghenti gerak kita,conhtoh kita ada didalam rumah.Batas ruang adalah tembok.Waktu dihitung berdasarkan menit,detik,jam.Itu berdasarkan perputaran bumi terhadap matahari.Jika kita bergerak kelangit sejauhmungkin,apakah ada batas di sana?jawabnya TIDAK.

    Kalau berbicara tentang Allah, jangan memakai parameter begituan. Tidak akan pernah sampai. Yang jelas Allah itu “Fa’allul li maa yurid” (Dia berbuat yang dikehendaki-Nya). Maka itu tak ada dimensi apapun yang bisa membatasi-Nya.

    Benarkah isro miroj pernah terjadi? Jawabnya TIDAK.

    Bodoh, Anda tidak mengalami Isra’ Mi’raj kok bisa mengatakan itu tak pernah terjadi. Kalau Anda yang mengalaminya, kami bisa percaya ucapan Anda. Suatu fakta kejadian tak bisa ditolak dengan logika, meskipun SECANGGIH apapun. Anda telah kufur kepada khabar yang disampaikan Nabi SAW. Bahkan Isra’ itu disebutkan dalam Surat Al Isra’; Mi’raj ada buahnya, yaitu Shalat Lima Waktu. Sehari-hari Anda masih shalat?

    Quran bukan firman TUHAN.Jadi siapakah yang banyak berbohong.Coba anda renungkan.

    Manusia tolol dan kafir. Sudah jelas-jelas Al Qur’an adalah Firman Allah, kok disebut ‘bukan’. Aneh. Ini pemikiran kafir. Tidak ada LOGIKA SEHEBAT apapun yang bisa diterima dari otak semacam ini.

    Admin.

  137. Alfata Yakub berkata:

    Dalam Alquran difirmankan bahwa Allah ada di Arasy, sebesar apakah Arasy itu?, Arasy sangat besar bila dibandingkan dengan alam semesta alam semesta ini tidak ada apa apanya perbandingannnya adalah ambilah cincin di jari manismu kemdian letakkan di sahara/gurun pasir yang tidak bertepi itulah dia cincin adalah alam semesta dan sahara/gurun pasir yang tidak kelihatan tepinya itulah Arasy Allah. Jadi Arasy sangatlah besar kemudian besaran mana Allah dengan Arasynya ya tetap besaran Allah karena Allah tidak membutuhkan tempat dan waktu.

  138. abisyakir berkata:

    @ Alfata…

    Ya kami pernah dengar ada riwayat tentang Arasy itu. Subhanallah wa bi hamdih.

    Admin.

  139. al fakir berkata:

    saya mau bertanya lebih penting manakah masuk surga dengan bertemu allah dan apakah surga itu abadi ?

  140. abisyakir berkata:

    @ Al fakir…

    Bertemu Allah, atau melihat Wajah Allah di akhirat, adalah termasuk kenikmatan surga. Ini yang disebut dalam Al Qur’an: wa ziyadah (dan tambahan-nya). Maksudnya, tambahan dari nikmat-nikmat surga. Jadi masuk surga PENTING, melihat Wajah Allah juga PENTING. Kalau tidak penting, Allah tidak jadikan ia tambahan nikmat surga.

    Apa surga itu abadi? Jawabnya ya. Karena dalilnya, para penghuni surga abadi, maka sudah otomatis surganya harus abadi. Kalau penghuni surga abadi, sementara surganya tidak abadi, jadinya bagaimana dong?

    Admin.

  141. al fakir berkata:

    SURGA DAN NERAKA ADALAH CIPTAAN ALLAH PENTING CIPTAANYA ATAU ALLAH ADAKAH YANG ABADI SELAIN ALLAH

  142. viameta berkata:

    Subhanallah…..Allahu Akbar ^^

  143. wahyudi berkata:

    Assalamu`alaikum….
    Saya hanyalah Hamba yang dhoif,yang penuh dengan kemaksiatan pada Alloh,tapi ijinkan saya tuk ikut sekedar berbagi hikmah.

    Perbedaan pendapat yang tak pernah akan berujung,kita sebagai makhluk dan hamba yang bodoh selalu saja merasa bahwa diri kitalah yang paling benar.
    Sudahlah saudara-saudaraku seiman,janganlah suka mempersulit masalah yang sebetulnya tidak sulit.

    kita semua mengabdi kepada alloh yang sama,mempunyai tujuan yang sama yaitu mencari keridhoan dari alloh.Semua pendapat yang saudara sekalian utarakan semuanya adalah benar dan tidak ada yang salah,karena dalil-dalil yang anda kemukakan bersumber dari kitab yang sama,yang tak terbantahkan kebenarannya yaitu Al-Quran.

    Yang kita semua pelajari adalah tafsir dan tafsir,mau bagaimanapun juga yang namanya tafsir tidak akan mendapatkan arti dan makna sesungguhnya dari kandungan kitab suci Al-Qur`an,karena dia hanyalah sebatas tafsir yang tidak mutlak kebenarannya,bisa salah dan bisa juga tidak.Itulah yang menyebabkan terjadinya perbedaan dalam memahami kalamulloh selama ini.

    Kita hidup didunia ini ibarat melakukan sebuah perjalanan untuk menuju pulang kehadirat Alloh swt,dan ditengah perjalanan kita berhenti sejenak untuk sekedar menghilangkan dahaga,dan selanjutnya kita akan meneruskan perjalanan yang pasti menuju kehadiratnya,jadi janganlah saudara-saudaraku keliru dalam melepas dahaga dengan meminum arak yang memabukkan sehingga menjadikan kita lupa jalan pulang menuju kehadirat Alloh……Tersesat…hanya karena menganggap diri kitalah yang paling benar dan suci.

    Sebaiknya kita semua hanyalah berhusnudzon pada Alloh swt,seperti apa yang disabdakan baginda nabi Muhammad Saw.
    “Janganlah salah seorang di antara kalian mati melainkan ia harus berhusnu zhon pada Allah” (HR. Muslim no. 2877).

    Hadits abu hurairah r.a. ia berkata rasulullah saw.bersabda: “Allah berfirman: ‘Aku berada pada sangkaan hamba-Ku, Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku, jika ia mengingat-Ku pada dirinya maka Aku mengingatnya pada diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam suatu kaum, maka Aku mengingatnya dalam suatu kaum yang lebih baik darinya, dan jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkalmaka Aku mendekat padanya satu hasta, jika ia mendekat pada-Ku satu hasta maka Aku mendekat padanya satu depa, jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan kaki, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari.”

    Maka berprasangkalah yang baik kepada Alloh swt,jika kita menganggap Alloh bersemayam di Arsy,maka begitulah kebenarannya,dan jika kita beranggapan bahwa Alloh tidak bertempat dan berarah,maka begitu jugalah kebenarannya.
    Karena Alloh yang maha besar berada pada hati nurani kita dimana kita menempatkan keberadaan Alloh sesuai dengan ilmu yang diajarkan Alloh pada kita melalui kalamnya Al-Qur`an,yang tentunya tidak akan sama antara hamba yang satu dengan hamba yang lain dalam memahaminya.

    Jadi,janganlah masalah khilafiyah ini menjadi ARAK yang memabukkan bagi kita sebagai hamba yang harus dan wajib didalam mencari jalan pulang ke hadiratnya.
    Marilah kita tingkatkan ukhuwah islamiyah dengan menjadikan khilafiyah ini sebagai bahan introspeksi atas ketololan kita selama ini.

    Semoga apa yang saya tulis tidak menjadikan mudharat bagi kita semua,atas kesalahan dengan apa yang saya uraikan diatas,saya sebagai hamba yang dhoif,mohon beribu-ribu maaf pada saudara-saudaraku muslim semua.

    Wassalam

  144. satria kaligrafi berkata:

    Terjemahan qotrul ghoist
    “Barang siapa meninggalkan 4 kalimat perihal allah swt maka sempurna iman orang itu…..
    4 kalimat itu adalah :

    1.dimana allah,
    2.seperti apa allah,
    3.kapan allah ada,dan
    4.berapakah allah

    1.apabila di tanyakan kepada kamu dimanakah allah swt?
    maka jawab nya ”Laisa fi makanin wa laa yamuro ‘alaihi zaman”
    allah swt tidak diam di satu tempat dan tidak melwati satu zaman apapun
    2.apabila di tanyakan kepada kamu seperti apa kah allah swt?
    maka jawaban nya “Laisa kamistlihi syaiun” allah tidak menyerupai satu bentuk apa pun
    3.apabila di tanyakan kepada kamu kapan allah swt ada?
    maka jawabannya “awwalun bi laa ibtida wa akhirun bi laa intihaa,i” allah ada dari awal dan tidak yg lebih awal,allah akhir dan tidak ada yg lebih akhir…
    4.apabila di tanyakan kepada kamu berapakah allah swt?
    maka jawaban nya “Qul hu wallahu ahad” katakan bahwa allah satu

    wallahu ‘alam bis showab…

  145. abisyakir berkata:

    @ Satria Kaligrafi…

    Untuk pertanyaan pertama, “Dimanakah Allah itu?” Ini sudah jelas-jelas, Dia ada di atas Arasy. Berulang kali Al Qur’an mengatakan hal itu. Masak kami harus TERIMA kata-kata Anda (teori guru Anda), sementara kami harus MENOLAK ayat-ayat Al Qur’an? Itu tidak mungkin. Allah lebih mulia dari Anda (dan guru Anda). Janganlah manusia coba menjadi “tandingan” bagi Allah. Terimakasih.

    Admin.

  146. abisyakir berkata:

    @ Wahyudi…

    Terimakasih atas nasehat dan masukannya tentang Ukhuwwah Islamiyah. Terlepas kami tidak setuju dengan sebagian pernyataan Anda, tapi sifat Ukhuwwah itu sangat mulia sebagai ikatan persaudaraan kita di dunia ini. Sekali lagi, terimakasih.

    Admin.

  147. rehmad berkata:

    sukron abisyakir

  148. sahroni suro berkata:

    Pada hakekotnya kita sebagai muslim wajib mengerti keberadaan Alloh.itu menurut saya pribadi.

  149. Anonim berkata:

    wasalam muslimin.singkat aja ya.tuhan itu sebenarnya ada pada dirimanusia.dan tempat tingalnya pada insan kamil atu al batin al insan ya al kabul budim.jika manusia ingin dekat kepada maha pencintanya.mulah mulah ia mengenal asal usvlnya..1 fahamilah hatimu dan di rimu.tunduklah pada kedua orang tuamu.walualam.hanya allah yg mengetahuinya hati kalian

  150. Syech Siti Jenar berkata:

    Wah komentar-komentarnya kok masih kalah sama yang kafir. Yang kafir saja bisa menjelaskan secara logika tentang keberadaan Allah . yang Kafir juga bisa menjelaskan hakikat kekuasaan dan wujud Allah . Kalau pingin tau pelajarilah buku-buku tentang Syech Siti Jenar …………..

  151. aswajawati berkata:

    Tuhan palsu wahabi sekte mujassimah musyabbihah yang rambutnya kriting butuh tempat tho? atas itu arah & arah itu tempat.

  152. Firdaus berkata:

    Assalamualaikum. Pembetulan pada perenggan “PERTAMA, dalil yang menyatakan bahwa Allah itu ada di atas Arasy setidaknya ada 7 ayat dalam Al Qur’an yang secara qath-i menjelaskan hal itu. Ia adalah: Surat Al A’raaf ayat 54, Yunus ayat 3, Ar Ra’du ayat 13, Ar Rahman ayat 5, Al Furqan ayat 59, As Sajadah ayat 4, dan Al Hadid ayat 4.” # Pembetulan yang sebenar adalah pada Surah Ar-Ra’du ayat 13 kepada ayat 2. Surah Ar-Rahman ayat 5 sepatutnya ditukar kepada Surah To Ha ayat 5. Kesimpulannya:

    1. (7) Al-A’raaf : 54
    2. (10) Yunus : 3
    3. (13) Ar-Ra’du : 2
    4. (20) To Ha : 5
    5. (25) Al-Furqan : 59
    6. (32) As-Sajadah : 4
    7. (57) Al-Hadid : 4

    Wallahu a’lam.

  153. abisyakir berkata:

    @ Firdaus…

    Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakaatuh. Masya Allah walhamdulillah. Terimakasih akhi, terimakasih sekali sudah dikoreksi. Sekali lagi terimakasih. Jazakumullah khaira wa hasanah wa fadhilah. amin.

    Admin.

  154. kumbang berkata:

    pertanyaan tidak terjawab….dimanakah alloh ketika arsy di ciptakan……pertanyaan tambahan …besar mana alloh dengan arsy tempat alloh bobo siang

  155. Belajar Beropini berkata:

    Kumbang-kumbang di taman jangan kau merayu…hehehe…

  156. Fulan berkata:

    TELAH ADA ALLAH DAN TIADA SESUATU BESERTA-NYA. DAN, DIA KINI ADALAH TETAP SEBAGAIMANA ADANYA.

    Pada martabat zat, segala sifat, nama dan semua kewujudan lenyap di dalamnya, tidak boleh disaksi dan ditakbir lagi. Selagi boleh disaksi dan ditakbir ia masih lagi sifat bukan zat. Apabila sampai kepada perbatasan: “Lemah mengadakan pendapat tentang zat Ilahiat”, seseorang tidak ada pilihan melainkan mengakui wujudnya zat Wajibul Wujud (Wajib Wujud) kerana jika tidak wujud zat nescaya tidak ada sifat dan tidak ada kejadian atau perbuatan. Seorang bukan ahli kasyaf bermakrifat dengan akalnya dan beriman kepada zat Wajibul Wujud setelah terjadi kebuntuan akalnya mengenai hal ketuhanan pada suasana yang diistilahkan sebagai Wahadiyyah atau suasana pentadbiran Ilahi yang juga dipanggil Rububiah. Akal menyaksikan Rububiah atau hal ketuhanan yang menggerakkan sekalian makhluk. Peringkat kesudahan pencapaian akal dan ilmu makhluk dinamakan Hijab al-‘Izzati atau benteng keteguhan. Ilmu sekalian orang alim dan arif terhenti di sini. Zat Allah s.w.t tidak diketahui oleh makhluk kerana Dia tidak termasuk di dalam sempadan maklumat, pendapat dan kenyataan. Allah berfirman :

    Dan Allah perintahkan supaya kamu beringat-ingat terhadap kekuasaan diri-Nya (menyeksa kamu). ( Ayat 30 : Surah a-li ‘Imran )

    Rasulullah s.a.w bersabda:

    Semua kamu (yang berfikir) tentang Zat Allah adalah orang dungu.

    Percubaan akal untuk menembusi Hijab Keteguhan adalah sia-sia. Jika dipaksa juga tidak ada yang ditemui melainkan kemungkinan menjadi gila.

    Begitulah makrifat Allah s.w.t melalui akal. Makrifat dengan akal menjadi asas kepada makrifat melalui zauk atau pandangaan mata hati. Ahli Allah s.w.t meningkatkan imannya dengan membenamkan dirinya ke dalam ibadat dengan bersungguh-sungguh. Mereka berpuasa pada siang hari dan bersembahyang pada malam hari. Ada antara mereka yang bersembahyang lebih 500 rakaat sehari, khatam membaca al-Quran tiap-tiap hari dan berpuasa sepanjang tahun. Sekiranya Allah s.w.t izinkan, mereka akan mengalami hakikat wujud Zat Allah s.w.t yang sukar untuk dihuraikan.

    Pengalaman makrifat menurut akal berhenti pada kenyataan: “Semata-mata zat, yang maujud hanya Wajibul Wujud”. Pengalaman makrifat secara zauk pula berakhir pada: “Zat yang kosong dari makhluk, yang maujud hanya Allah s.w.t. Telah ada Allah s.w.t dan tiada sesuatu beserta-Nya. Dia kini adalah tetap sebagaimana dahulunya ”.

    Ungkapan ini bukan untuk dibahaskan atau dihuraikan dengan terperinci kerana ia telah melepasi sempadan ilmu. Ia adalah pengalaman rohani, dinamakan penyaksian hakiki mata hati, tatkala hilang rasa wujud diri dan sekalian yang maujud, hanya Wujud Allah s.w.t yang nyata, semata-mata Allah s.w.t dan segala-galanya Allah s.w.t. Keadaan ini dicapai setelah melepasi makam-makam ilmu, amal, berserah diri, reda, ikhlas, lalu masuk ke dalam makam tauhid yang hakiki dan pengalaman tauhid yang hakiki itulah yang dinyatakan oleh Hikmat 46 di atas.

    Telah ada Allah s.w.t dan tiada sesuatu beserta-Nya.
    Allah s.w.t kini adalah Allah s.w.t yang dahulu juga.

    Pengalaman rohani adalah aneh menurut kacamata akal. Ia adalah satu keadaan terlepasnya ikatan kesedaran terhadap diri sendiri dan dikuasai oleh kesedaran yang lain. Jika mahu memahami akan kesedaran-kesedaran yang mempengaruhi kesedaran manusiawi itu terlebih dahulu perlulah difahami tentang kejadian manusia itu. Manusia yang bertubuh badan boleh diistilahkan sebagai alam jasad. Alam jasad mendiami alam dunia. Hubungan yang rapat antara alam jasad dengan alam dunia menyebabkan pengaruh alam dunia kepada alam jasad sangat kuat. Alam jasad menerima pengaruh alam dunia dan menganggapnya sebagai kesedaran dirinya sendiri. Ia tidak dapat lagi membezakan antara kesedaran jasad yang asli dengan kesedaran duniawi yang menguasainya.

    Alam dunia pula berada di dalam Alam Malakut (alam malaikat). Alam Malakut menguasai alam dunia dan alam jasad. Tenaga malaikat-malaikat menjadi tenaga kepada dunia dan jasad yang menyebabkan dunia dan jasad boleh bergerak. Sistem yang berjalan rapi di dunia dan jasad adalah disebabkan oleh tenaga malaikat yang bekerja dengan tepat mengawalnya. Sedutan udara, kerlipan mata, peredaran darah, pertumbuhan rambut dan kuku, pergerakan otot dan semuanya adalah hasil daripada tindakan malaikat walaupun manusia tidak menyedarinya. Perjalanan matahari, penurunan hujan, tiupan angin dan semua aktiviti benda-benda dunia terhasil daripada tindakan malaikat-malaikat. Perkaitan antara jasad, dunia dan malakut adalah umpama sebatang pokok kelapa di atas sebuah pulau di dalam laut. Pokok kelapa tidak terpisah dari pulau dan tidak terpisah dari laut. Air laut meresap ke dalam tanah pulau dan air yang sama juga meresap ke dalam akar, batang, daun dan seluruh pokok kelapa. Pokok kelapa memperolehi tenaga pertumbuhan dari air laut yang meresap ke dalamnya. Begitulah ibaratnya tenaga malaikat yang menjadi sistem aktiviti manusia.

    Alam Malakut dengan segala isinya termasuklah dunia dan jasad berada di dalam Alam Jabarut. Jabarut bukanlah alam seperti yang difahamkan. Jabarut bermakna sifat Allah s.w.t. Ini bermakna malakut, dunia dan jasad adalah kesan daripada keupayaan sifat atau dikatakan juga perbuatan yang dihasilkan oleh sifat. Jabarut pula dikuasai oleh Lahut iaitu Zat Ilahiat. Malakut, dunia dan jasad diistilahkan sebagai sekalian alam, merupakan perbuatan yang dikuasai oleh sifat dan sifat pula dikuasai oleh zat. Ini bermakna tidak putus perkaitan di antara Lahut kepada Jabarut kepada malakut kepada dunia dan kepada jasad.

    Jika dilihat kepada lapisan yang paling luar akan kelihatanlah pergerakan benda-benda. Jika direnungkan kepada lapisan yang lebih mendalam sedikit kelihatanlah pula pergerakan benda-benda dihasilkan oleh tenaga malaikat. Jika dilihat kepada lapisan yang lebih mendalam akan kelihatan pula pergerakan benda-benda dan tenaga malaikat merupakan perbuatan Tuhan. Jika dilihat kepada lapisan yang lebih dalam akan kelihatan pula sekalian perbuatan Tuhan itu adalah kesan daripada keupayaan sifat Allah s.w.t. Jika dilihat kepada lapisan yang paling dalam akan kelihatanlah bahawa sekalian alam yang muncul kerana perbuatan Tuhan, perbuatan pula lahir daripada keupayaan sifat Tuhan dan sifat pula bersumberkan zat Ilahiat. Jika dilihat semuanya tanpa terdinding antara satu dengan yang lain maka kelihatanlah bahawa zat Ilahiat menguasai segala sesuatu.

    Apabila semuanya sudah sempurna kedudukannya maka Allah s.w.t mengwujudkan sesuatu yang sangat istimewa. Ia adalah roh manusia. Roh manusia adalah sesuatu yang dari Allah s.w.t, tiupan Roh Allah s.w.t, berkait dengan Zat Allah s.w.t, tidak boleh dinisbahkan kepada apa sahaja melainkan kepada Allah s.w.t, tetapi ia bukanlah Allah s.w.t kerana “Tiada sesuatu yang menyamai-Nya”. Roh manusia yang dinisbahkan kepada Allah s.w.t inilah yang paling mulia:

    Kemudian apabila Aku sempurnakan kejadiannya (Adam), serta Aku tiupkan padanya roh dari (ciptaan)-Ku maka hendaklah kamu sujud kepadanya. ( Ayat 72 : Surah Saad )

    Kemuliaan roh manusia yang Allah tiupkan dari Roh-Nya menyebabkan malaikat-malaikat kena sujud kepada Adam. Roh pada martabat ini adalah urusan Allah s.w.t:

    Katakanlah: “Roh itu dari perkara urusan Tuhanku”. ( Ayat 85 : al-Israa’ )

    Bagaimana atau apakah perkaitan roh dengan Allah s.w.t? Perkaitannya adalah Rahsia Allah s.w.t yang manusia tidak diberi pengetahuan mengenainya kecuali sedikit sahaja. Roh pada martabat Rahsia Allah s.w.t inilah yang sudah mengenal Allah s.w.t dan menyaksikan bahawa:
    Sesungguhnya Allah Maha Esa. Tiada sesuatu beserta-Nya.

    Roh yang berkait dengan Allah s.w.t menghadap kepada Allah s.w.t dan dikuasai oleh kesedaran yang hakiki atau penglihatan rohani yang hakiki atau kesedaran tauhid yang hakiki.

    Roh urusan Allah s.w.t itu kemudiannya berkait pula dengan perbuatan Allah s.w.t iaitu alam. Unsur alam yang menerima perkaitan dengan roh urusan Allah s.w.t itu dinamakan roh juga. Roh jenis kedua ini menghuni alam seperti makhluk Tuhan yang lain juga. Tempat roh tersebut ialah Alam Arwah {alam roh}. Roh yang mendiami Alam Arwah ini kemudiannya berkait pula dengan jasad. Jasad yang berkait dengan roh menjadi hidup dan dipanggil manusia. Perjalanan dari atas ke bawah ini dinamakan:

    Kami datang dari Allah s.w.t.

    Oleh sebab manusia datang dari Allah s.w.t mereka berkewajipan pula kembali kepada Allah s.w.t.

    Kepada Allah s.w.t kami kembali.

    Perjalanan kembali kepada Allah s.w.t hendaklah dilakukan ketika jasad masih lagi diterangi oleh roh iaitu ketika kita masih hidup di dalam dunia. Apabila roh sudah putus hubungannya dengan jasad, tidak ada lagi peluang untuk kembali kepada Allah s.w.t. Sesiapa yang buta (hati) di dunia akan buta juga di akhirat, malah lebih buruk lagi. Hamba Allah s.w.t yang menyedari kewajipannya akan berusaha bersungguh-sungguh untuk kembali kepada Allah s.w.t ketika kesempatan masih ada. Syariat diturunkan supaya manusia tahu jalan kembalinya. Orang yang berjuang untuk kembali kepada asalnya melepaskan kesedaran alam bawah yang menguasainya. Dia masuk kepada kesedaran malaikat. Kemudian dia keluar dari kesedaran malaikat dan masuk kepada kesedaran roh yang murni dan seterusnya masuk kepada kesedaran roh yang menjadi Rahsia Allah s.w.t dan kembali menyaksikan Yang Hakiki sebagaimana telah disaksikannya sebelum berkait dengan jasad dahulu. Keluarlah ucapannya:

    Telah ada Allah s.w.t (sebagaimana ia menyaksikan sebelum berkait dengan jasad) dan tiada sesuatu yang menyertai-Nya (sebagaimana disaksikannya dahulu). Dan Dia kini (sedang disaksikannya semula) sama seperti ada-Nya (seperti yang disaksikannya dahulu).

    Keadaannya adalah seperti orang yang melihat kepada sesuatu, kemudian dia memejamkan matanya seketika. Bila dia membuka matanya semula dia melihat sesuatu yang sama berada dihadapannya. Tahulah dia bahawa pengalaman semasa memejam mata itu sebenarnya gelap, majazi atau khayalan. Dia kembali melihat yang benar setelah matanya terbuka. Jadi, seseorang hanya boleh melihat Yang Hakiki setelah kembali kepada keasliannya iaitu dia kembali melihat dengan penyaksian hakiki mata hati.

    Hikmat 46 di atas walaupun pendek tetapi menggambarkan perjalanan datang dan pergi yang sangat jauh, bermula dari Allah s.w.t, sampai kepada dunia dan jasad, kemudian kembali semula kepada Allah s.w.t.

    Perjalanan yang telah diceritakan di atas adalah pengalaman rohani bukan perpindahan jasad dari satu tempat kepada tempat yang lain. Orang yang sedang mengalami hal yang demikian masih berada di bumi, masih bersifat sebagai manusia, bukan ghaib daripada pandangan orang lain. Hanya perhatian dan kesedarannya terhadap yang selain Allah s.w.t ghaib dari alam perasaan hatinya. Pengalaman rohani tersebut memberinya kefahaman dan pengenalan tentang Tuhan. Makrifatullah melalui pengalaman rohani jauh lebih kuat kesannya kepada hati daripada makrifatullah melalui pandangan akal. Akal yang mengenali Allah s.w.t bersifat Maha Melihat dan Mendengar melahirkan kewaspadaan pada tindakan dan tingkah-laku. Makrifat tentang Allah Maha Melihat dan Mendengar yang dialami secara kerohanian menyebabkan gementar dan kecut hati sehingga ketara pada tubuh badan seperti pucat mukanya dan menggigil tubuhnya.

    Pengalaman kerohanian tentang Allah Maha Esa menanamkan pengertian pada hati mengenai keesaan Allah s.w.t. Pengertian yang lahir secara demikian menjadi keyakinan yang teguh, tidak boleh dibahas atau ditakwilkan lagi.

  157. abisyakir berkata:

    @ Kumbang…

    Ya jawabnya, wallahu a’lam. Karena tidak semua pertanyaan akal memang harus dijawab. Manusia tidak tahu segalanya saudaraku. Imam Malik rahimahullah saja sering berkata: “Laa adriy” (aku tak tahu).

    Admin.

  158. shaza berkata:

    Jawapan yang paling tepat ialah oleh wahyudiah

    #Assalamu`alaikum….
    Saya hanyalah Hamba yang dhoif,yang penuh dengan kemaksiatan pada Alloh,tapi ijinkan saya tuk ikut sekedar berbagi hikmah.

    Perbedaan pendapat yang tak pernah akan berujung,kita sebagai makhluk dan hamba yang bodoh selalu saja merasa bahwa diri kitalah yang paling benar.
    Sudahlah saudara-saudaraku seiman,janganlah suka mempersulit masalah yang sebetulnya tidak sulit.

    kita semua mengabdi kepada alloh yang sama,mempunyai tujuan yang sama yaitu mencari keridhoan dari alloh.Semua pendapat yang saudara sekalian utarakan semuanya adalah benar dan tidak ada yang salah,karena dalil-dalil yang anda kemukakan bersumber dari kitab yang sama,yang tak terbantahkan kebenarannya yaitu Al-Quran.

    Yang kita semua pelajari adalah tafsir dan tafsir,mau bagaimanapun juga yang namanya tafsir tidak akan mendapatkan arti dan makna sesungguhnya dari kandungan kitab suci Al-Qur`an,karena dia hanyalah sebatas tafsir yang tidak mutlak kebenarannya,bisa salah dan bisa juga tidak.Itulah yang menyebabkan terjadinya perbedaan dalam memahami kalamulloh selama ini.

    Kita hidup didunia ini ibarat melakukan sebuah perjalanan untuk menuju pulang kehadirat Alloh swt,dan ditengah perjalanan kita berhenti sejenak untuk sekedar menghilangkan dahaga,dan selanjutnya kita akan meneruskan perjalanan yang pasti menuju kehadiratnya,jadi janganlah saudara-saudaraku keliru dalam melepas dahaga dengan meminum arak yang memabukkan sehingga menjadikan kita lupa jalan pulang menuju kehadirat Alloh……Tersesat…hanya karena menganggap diri kitalah yang paling benar dan suci.

    Sebaiknya kita semua hanyalah berhusnudzon pada Alloh swt,seperti apa yang disabdakan baginda nabi Muhammad Saw.
    “Janganlah salah seorang di antara kalian mati melainkan ia harus berhusnu zhon pada Allah” (HR. Muslim no. 2877).

    Hadits abu hurairah r.a. ia berkata rasulullah saw.bersabda: “Allah berfirman: ‘Aku berada pada sangkaan hamba-Ku, Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku, jika ia mengingat-Ku pada dirinya maka Aku mengingatnya pada diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam suatu kaum, maka Aku mengingatnya dalam suatu kaum yang lebih baik darinya, dan jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkalmaka Aku mendekat padanya satu hasta, jika ia mendekat pada-Ku satu hasta maka Aku mendekat padanya satu depa, jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan kaki, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari.”

    Maka berprasangkalah yang baik kepada Alloh swt,jika kita menganggap Alloh bersemayam di Arsy,maka begitulah kebenarannya,dan jika kita beranggapan bahwa Alloh tidak bertempat dan berarah,maka begitu jugalah kebenarannya.
    Karena Alloh yang maha besar berada pada hati nurani kita dimana kita menempatkan keberadaan Alloh sesuai dengan ilmu yang diajarkan Alloh pada kita melalui kalamnya Al-Qur`an,yang tentunya tidak akan sama antara hamba yang satu dengan hamba yang lain dalam memahaminya.

    Jadi,janganlah masalah khilafiyah ini menjadi ARAK yang memabukkan bagi kita sebagai hamba yang harus dan wajib didalam mencari jalan pulang ke hadiratnya.
    Marilah kita tingkatkan ukhuwah islamiyah dengan menjadikan khilafiyah ini sebagai bahan introspeksi atas ketololan kita selama ini.

    Semoga apa yang saya tulis tidak menjadikan mudharat bagi kita semua,atas kesalahan dengan apa yang saya uraikan diatas,saya sebagai hamba yang dhoif,mohon beribu-ribu maaf pada saudara-saudaraku muslim semua.

    Wassalam#

  159. Inge Virdyna berkata:

    izin share ya

  160. gazagrozni berkata:

    masyaalloh..
    bermanfaat skali ‘llmunya..
    alhamdulillah,
    syukron,
    barokallohu fina wa fikum..

  161. Fulan4 berkata:

    nihh ustadz ini kayak ustadz gadungan..padahal dalam ayat itu adalah ayat mutasyabihat kog di bilang qothi” iini jelas menandakan kedangkalan ilmu……
    emang apakah itu ayat muhkam kalo muhkam jelas qothi”..menandakn semakin berkarya semakin tampak kedangkalannya…..

  162. Fulan3 berkata:

    untuk ustadz disini maka berkannanya ayat al quran…maka bagamn menurut penafsiran ulama ahli tafsir tentang ayat itu??hayoow..jangan menuruti sendiri..emang apakah udah merasa tercukupi ilmunya sehingga menafsiri al qurann se enaknnya??
    kesalahan fatal lagii..yg tampak dangkal…jika syari”at bertentangan dengan akal sehat itu jelas menafikan ke mulyaan akal…akal dan syariat itu sellu berdempetan..karena syariat adalah sesuatu ajaran yg logis…jika tak logis maka yg memahmilah yg salah…

    Dasar keyakinan yang dianut oleh kaum teolog Ahlussunnah ialah bahwa akal sehat tidak akan pernah bertentangan dengan ajaran-ajaran syari’at. Bahkan sebaliknya, akal sehat adalah sebagai saksi bagi kebenaran syari’at itu sendiri. Sangat tidak logis bila Allah dan Rasul-Nya meletakan ajaran-ajaran syari’at yang bertentangan dengan akal. Karena bila demikian berarti penciptaan akal sama sekali tidak memiliki faedah. Dalam pada ini al-Hafizh al-Khathib al-Baghdadi berkata: “Segala ajaran syari’at datang sejalan dengan akal-akal yang sehat, dan sama sekali tidak ada ajaran dalam syari’at ini yang bertentangan dengan akal” .

    ingat tadz…akal sehat adalah saksi hukum syareat
    ingat bahas afala takqilun afala tadabbarun afala tatafakarun..nih anda bertentangan sendiri dengan al quran….
    seharusnya anda jika memang belum ahli pakar tafsir alquran maka lebih selamat merujuk ke pakar mufasir ahlussunah…

  163. Hanif berkata:

    Boleh bertanya “di mana Allah?”, masak bertanya “di mana Allah sebelum ada arsy?” kok dilarang, malah disebut kesalahan berpikir. Agama Islam itu sesuai dengan akal sehat. Bukan akalnya yang salah, tapi ketidakmampuan kita dalam memahami saja. Banyak orang muda hafal (bukan hafal sebenernya, hanya berkata-kata saja..he..he.. Biar kelihatan faham agama. Karena yang dimaksud hafal ya sampai ilmunya/sanadnya ke Rasulullah SAW) Al Quran dan Hadis, bahkan menguraikankannya sampai berbuih-buih, tapi tidak sampai ke dalam hatinya. Yang demikian ini bisa jadi adalah saya, bisa jadi juga adalah anda. Kenapa anda tidak berkata, bisa jadi saya salah, bisa juga anda yang salah. Selalu ribut karena yang dikatakan adalah saya yang benar anda yang salah. Tapi yang jelas, faham yang “keluar” dari jamaah, akan selalu lebih sedikit dari jamaah kaum muslimin pada umumnya.

  164. jokowi berkata:

    semayam allah itu tidak sama dengan semayam kita apabila kita menyangka bahwa allah itu sama dengan semayam kita maka itu salah

  165. abisyakir berkata:

    @ Hanif…

    Pertanyaan akal “di mana Allah sebelum ada Arasy” itu sangat mungkin muncul, karena namanya akal kadang dikendalikan hawa nafsu atau bisikan setan. Tapi menjadi masalah jika kita memaksakan diri untuk mencari jawaban atas pertanyaan itu. Karena keadaan Allah di atas Arasy saja tidak dijelaskan dalam teks-teks Islam, apalagi keadaan Allah sebelum Arasy ada. Membuat-buat masalah begini bisa jadi jalan menuju kesesatan. Na’udzubillah min dzalik.

    Admin.

  166. abisyakir berkata:

    @ Fulan3…

    Sudah, sudah, kami sudah merujuk ulama. Salah satunya kitab, Asma Wa Shifat, Syaikh Ali Wafd Al Qahthan. Hanya saja, kan di kitab itu tidak dibahas tema “dimana Allah sebelum Arasy diciptakan”. Maka kami memahami berdasar standar ulama tersebut, dan lainnya.

    Admin.

  167. abisyakir berkata:

    @ Fulan4…

    Kalau Anda mau “nyampah” jangan di sini ya. Masih baik, kami tidak menghapus komen Anda. Bagaimana Anda katakan itu ayat mutasyabihaat, padahal ayat tentang “Bersemayam di atas Arasy” itu diulang-ulang dengan lafadz yang mirip sampai 6 kali dalam Al Qur`an? Aneh, ketentuan mutasyabihat atau tidak, disesuaikan hawa nafsunya sendiri. Seperti kata Nabi Saw ketika memerintahkan menguji seorang jariyah dengan kata-kata: Aina Allah? Lalu dijawab: Fis sama’. Hal itu membuktikan bahwa yang bersangkutan adalah Mukminah. Ini adalah bukti bahwa Allah di atas Arasy di mata para Shahabat RA adalah perkara yang maklum.

    Admin.

  168. Agus berkata:

    Benar ustadz, sdh sangat jelas di dlm Al Quran bahwa Allah bersemayam di atas Arasy. Ada 7 kali hal ini dikatakan, diantaranya Surah Al – A’raaf ayat 54. Baik terjemahan Al Quran dr Kementerian Agama maupun berbagai tafsir dr ulama Ahluhsunnah mengatakan demikian. Namun bagaimana Allah bersemayam, hal itu yg tdk dibicarakan & memang tdk boleh dibicarakan, sebab DIA berbeda dg makhluq. Bentuk Arasy juga tdk perlu dipertanyakan (apakah benda cair, padat atau gas atau benda lainnya). Ada yg karena tdk mengimani hal ini dg mengatakan bahwa “kalau begitu Arasy tentu lbh besar dari Allah”. Logika ini sama bodohnya dg mengatakan bahwa “sepatunya lbh besar dari badanya”. Jadi kita harus beriman kpd Allah & percaya bahwa Allah bersemayam di atas Arasy, sebagaimana firman-Nya di dlm Al Quraan. & sebagaimana dlm hadis Nabi bahwa Arasy itu di ataslangit ke 7.