Mengapa Bangsa Indonesia Membenci Islam?

November 22, 2010

ARTIKEL 07:

Kemalangan terbesar bangsa Indonesia, ialah ketika mereka beragama Islam, tetapi tidak mengerti kekuatan besar yang dimiliki agamanya. Bahkan yang lebih parah lagi, mereka hidup dengan memendam kebencian besar kepada ajaran Islam dan orang-orang yang berusaha memperjuangkannya.

Masyarakat Indonesia bisa diibaratkan seperti orang-orang dusun di pelosok terpencil, yang diberi hadiah mobil sedan Mercy seri terbaru. Mobilnya luar biasa, sangat canggih, merupakan inovasi teknologi paling mutakhir. Sayangnya, mobil mewah itu tidak bisa dipakai apa-apa. Jangankan dioperasikan, orang-orang dusun itu bahkan tidak pernah melihat mobil sedan. Bagaimana akan merasakan canggihnya Mercy, kalau melihat saja belum. Akhirnya, mobil itu pun hanya dielus-elus saja, setiap pagi dan sore. Malah ada yang dimandikan bersama domba-domba.

ISLAM: Anugerah Agung yang Disia-siakan Bangsa Indonesia!

Buruknya kehidupan masyarakat Indonesia selama ini menjadi BUKTI besar, bahwa mayoritas rakyat negeri ini tidak mengerti ajaran Islam. Andaikan mereka mengerti dan mengamalkan, mustahil hidupnya akan terhina.

Ajaran Islam bukan hanya memiliki sekian banyak nilai-nilai yang agung, tetapi ia juga sangat menakutkan bagi ideologi kapitalisme Barat. Tidak ada ideologi apapun yang begitu menakutkan Barat, selain Islam. Mereka sudah mempelajari sejarah kegemilangan peradaban Islam selama ribuan tahun. Tidak aneh kalau Barat membuat studi orientalisme, dalam rangka menjelek-jelekkan citra Islam, dan menyesatkan pandangan manusia terhadap Islam.[1]

Andaikan bangsa Indonesia tahu keagungan agama yang dipeluknya selama ini, niscaya mereka akan sangat malu ketika sekian lama meninggalkan Islam, mengabaikan Islam, melecehkan Islam, apalagi memusuhi Islam. Banyak tokoh-tokoh Barat yang secara kesatria mengakui keagungan Islam. Bahkan Mahatma Gandhi pun tidak bisa menyembunyikan kekagumannya kepada agama ini.[2] Hanya orang-orang berwawasan minus saja yang akan meremehkan Islam.

Disini akan kita bahas sedikit bukti-bukti keagungan ajaran Islam. Saya menyebutnya 21 Sifat Mulia ajaran Islam. Semua sifat-sifat ini sangat dibutuhkan bangsa Indonesia agar bangkit dari keterpurukan. Bahkan sifat-sifat itu mencerminkan keunggulan Islam atas sistem apapun yang dikenal manusia.

[1] Islam adalah agama yang anti korupsi. Ini adalah jelas dan tidak diragukan lagi. Islam menentang pengkhianatan, kecurangan, penyalah-gunaan wewenang untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok. Dalam hadits disebutkan, “Allah melaknat seorang penyuap dan yang disuap.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dll).

[2] Islam adalah agama yang anti penindasan ekonomi. Jangankan penindasan, monopoli orang-orang kaya dalam distribusi ekonomi, juga dilarang dalam Islam. Adanya instrumen Zakat ialah salah satu cara untuk mengatasi monopoli kekayaan tersebut. “Agar harta itu tidak beredar di antara orang-orang kaya kalian saja.” (Al Hasyr: 7). Islam juga anti praktik rentenir (ribawi), perjudian, penipuan yang menyebabkan kezhaliman ekonomi.

[3] Islam menentang kezhaliman. Ini sangat jelas. Kezhaliman adalah perbuatan haram, penyebab kegelapan di dunia dan Akhirat. Islam menentang segala bentuk kezhaliman baik yang nyata maupun samar. “Janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan keji, baik yang nampak maupun tersembunyi.” (Al An’aam: 151).

[4] Islam menentang penjajahan. Penjajahan adalah puncak kezhaliman manusia. Langit dan bumi tidak akan tenang, selama masih ada penjajahan. Islam menentang semua itu. “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian berbuat adil, berbuat ihsan, memberi karib-kerabat, mencegah kalian berbuat keji, munkar, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian mengambil pelajaran.” (An Nahl: 90).

[5] Islam anti fanatisme kesukuan. Islam menghargai dan mengakui eksistensi keragaman suku dan etnis. Tetapi Islam melarang sikap rasialis, penindasan terhadap etnis, serta fanatisme kesukuan berlebihan. Tidak ada etnis apapun yang lebih mulia, selain karena kualitas takwanya. “Sesungguhnya semulia-mulia kalian di sisi Allah, ialah yang paling takwa dari kalian.” (Al Hujurat: 13).

Baca entri selengkapnya »


“WTC 911” dan Missi Dajjal

November 20, 2010

(Edited Version).

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Peristiwa Tragedi WTC 11 September 2001, menyisakan rentetan panjang penderitaan manusia yang luar biasa. Bukan hanya ribuan korban yang hancur terbakar, jatuh, atau tertimbun kejamnya material reruntuhan WTC. Namun miliaran Ummat Islam juga menderita akibat peristiwa itu. Tragedi WTC menghalalkan kaum Muslimin diperangi atas nama “war on terror” yang dikomandoi oleh George Bush dan kawan-kawan.

Peristiwa itu sendiri terjadi di WTC New York, pada tanggal 11 September 2001. Kalau disingkat, WTC 119; 11 adalah tanggalnya, dan 9 adalah bulannya. Dalam ejaan Inggris, bulan ditulis lebih dulu, sehingga menjadi 911 (nine one one). Sehingga peristiwa itu kerap disebut “WTC nine one one”. Dan kebetulan kode 911 merupakan kode panggilan darurat yang berlaku di Amerika. Begitu populernya istilah ini, sampai ada “Nanny 911”; untuk menunjukkan kepada karakter seorang Nanny (pengasuh anak) yang siap dipanggil kapan saja, untuk menangani kasus-kasus kenakalan anak yang sudah mencapai taraf darurat.

Istilah “WTC 911” itu bukan main-main. Ia bukan peristiwa biasa, ia bukan aksi terorisme biasa, ia bukan tragedi biasa. “WTC 911” adalah sebuah ICON gerakan besar yang dikembangkan di awal abad 21. Ia adalah simbol atau kode bagi Zionisme internasional untuk menenggelamkan dunia dalam perang anti terorisme yang mereka rancang. Khususnya, “WTC 911” adalah missi internasional untuk memerangi kebangkitan kaum Muslimin melalui isu terorisme. Ini adalah sandi, kode, atau icon gerakan Zionisme internasional.

Sebagai orang beriman, kita menolak Tragedi WTC 11 September 2001 itu, dan lebih menolak lagi ketika tragedi itu dijadikan alasan untuk memerangi kaum Muslimin di seluruh dunia. Ada setidaknya 4 alasan untuk menolak missi “WTC 911”, yaitu:

[1] Ummat Islam secara mutlak harus menolak, menentang, atau mengingkari agenda-agenda yang diciptakan oleh Zionisme internasional dalam rangka menciptakan penindasan di muka bumi. Agenda demikian tidak boleh diberi toleransi.

[2] Perang terhadap Islam dan kaum Muslimin adalah kezhaliman berat dan merupakan kebiadaban yang tidak bisa diterima oleh ajaran Islam. Menerima perang seperti itu sama saja dengan membunuh agama sendiri.

[3] Tindakan terorisme terhadap warga sipil, laki-laki dan wanita, dewasa atau anak-anak, Muslim atau bukan, adalah perbuatan HARAM. Ia termasuk perbuatan merusak di muka bumi yang sangat diharamkan. Islam menghalalkan Jihad Fi Sabilillah, perang melawan musuh-musuh Islam secara kesatria di medan-medan perang yang Syar’i.

[4] Menurut banyak analisis, dapat dipastikan bahwa Tragedi WTC 11 September 2001 bukan dilakukan oleh kaum Muslimin (pengikut Usamah bin Ladin), tetapi diskenariokan sendiri oleh agen-agen intelijen Amerika-Israel. Tragedi itu sengaja mereka buat sebagai alasan untuk memerangi kebangkitan Islam di dunia.

Gedung WTC tidak akan hancur hanya ditabrak oleh sebuah pesawat. Sama sekali tak akan rubuh hanya dalam beberapa menit akibat tabrakan itu. Hancurnya gedung itu semata-mata hanya melalui Demolition Controlled. Ia adalah metode peledakan terkendali yang biasa digunakan di Amerika untuk merobohkan gedung-gedung tinggi yang terletak di tengah-tengah kawasan padat gedung-gedung pencakar langit. Tabrakan pesawat hanyalah pengalih perhatian saja. Sedangkan kekuatan asli yang menghancurkan gedung WTC adalah rangkaian bom yang telah ditanam di gedung itu sendiri.

Sebagai perbandingan, tanggal 18 Februari 2010, seorang pilot menabrakkan pesawatnya ke sebuah gedung di Austin, Texas. Pilot itu bernama Joseph Stack. Dia meninggal setelah melakukan aksinya. Akibat dari tabrakan itu hanya menimbulkan kebakaran dan kerusakan gedung. Tidak sampai meruntuhkan gedung dalam sekejap. Bahkan saat sebuah pesawat latih jatuh di gedung IPTN, ia juga tidak menghancurkan gedung itu berkeping-keping. Jadi tidak ada ceritanya, sebuah pesawat bisa menghancurkan gedung pencakar langit hanya dalam beberapa menit. Ketika Timothy McVeigh meledakkan truk berisi bahan peledak penuh di depan gedung FBI Amerika. Ia tak sampai menghancurkan seluruh gedung itu. Hanya bagian depannya hancur, tidak sampai menghancurkan secara keseluruhan.

Namun di kalangan Ummat Islam ada dua kelompok yang menerima informasi Tragedi WTC, seperti kampanye yang disebarkan oleh George Bush. Satu kelompok sepakat dengan George Bush untuk memerangi para teroris; sekalipun akibatnya menzhalimi kaum Muslimin. Satu kelompok lagi, sepakat dengan agenda perjuangan Usamah bin Ladin (Al Qa’idah) dengan menjadi lawan bagi para pemburu teroris. Kedua kelompok merujuk pendapat dan pandangan Salaf, tetapi keduanya sepakat dengan informasi George Bush.

Sesungguhnya agenda “war on terror” yang dilancarkan George Bush adalah ditujukan untuk memerangi kebangkitan Islam. Oleh karena itu dia pernah keceplosan memakai istilah Crusade. Untuk menggulirkan agenda perang terlaknat itu, mereka membutuhkan pendukung dari kaum Muslimin. Maka sudah sepantasnya kita tidak mendukung agenda ini; baik dengan cara tidak mempercayai informasi George Bush, maupun tidak memberi banyak peluang bagi mereka untuk menyakiti kaum Muslimin. Mestinya begitu.

Icon “WTC 911” sangat jelas sekali. Ia dibuat oleh Zionis untuk melemahkan kaum Muslimin. Sebelum George Bush terpilih lagi sebagai Presiden Amerika untuk kedua kalinya, pada tahun 2004, seminggu sebelum itu tersiar video berupa ancaman Usamah bin Ladin yang akan menyerang Amerika. Rakyat Amerika seketika ketakutan, sehingga buru-buru mereka memiliki George Bush lagi, sebagai “watch dog” terhadap para teroris. Dengan beredarnya video itu, otomatis Bush terpilih lagi. Kasus yang sama baru-baru ini terulang, dengan isu pengiriman paket bom melalui pesawat Emirates di Yaman. Paket ini sedianya akan dikirim ke Amerika. Al Qa’idah buru-buru mengklaim bahwa iutu adalah paket milik mereka. Media-media pro Zionis sangat hebat mempublikasikan paket bom ini. Dampaknya, Partai Republik di Amerika memenangkan pemilu mengalahkan partai Obama.

Demikianlah, berita atau isu seputar terorisme sangatlah halus, sangat samar, tidak jelas mana yang salah dan benar. Kita harus hati-hati dalam memamah berita seputar terorisme ini. Jangan sampai kita masuk perangkap “missi dajjal” yang justru menguntungkan manusia-manusia maniak seperti Bush dan kawan-kawan yang sangat berambisi merusak Islam dan kehidupan kaum Muslimin. Mari bersikap adil dan bijaksana; serta aku memohon ampunan kepada Allah Azza Wa Jalla atas segala dosa, salah, dan khilaf kepada-Nya, juga dalam hal pelanggaran hak-hak kaum Muslimin. Semoga tulisan ini benar-benar dapat diperbaiki, dengan izin-Nya. Amin Allahumma amin.

AM. Waskito.

 


Kita Tidak Butuh Gelar Pahlawan!

November 20, 2010

ARTIKEL 05:

Hari Pahlawan, 10 November 2010, sudah berlalu. Tidak ada kesan apapun, tidak ada yang istimewa. Segala serba hambar, formal, dan dibuat-buat. Hari Pahlawan kini, seperti tahun-tahun sebelumnya, hanya menjadi basa-basi tanpa makna.

Sempat marak perdebatan seputar pemberian gelar pahlawan kepada mendiang Pak Harto dan Wahid. Keduanya mantan Presiden RI. Kalau Soeharto di jaman Orde Baru, Wahid di jaman Reformasi.

Tulisan ini tidak ada kaitannya dengan isu pemberian gelar pahlawan kepada kedua tokoh. Tidak, tidak ada koneksinya kesana. Lewat tulisan ini kita justru ingin bertanya-tanya: “Apa gunanya kita bicara soal gelar pahlawan? Apa ada manfaatnya pemberian gelar pahlawan bagi kehidupan rakyat Indonesia? Apa yang mau diteladani dari jejak orang-orang yang diberi gelar pahlawan?”

Indonesia adalah negara paling aneh di dunia. Jika ada negara yang paling banyak jendral-nya, itulah Indonesia. Jika ada negara yang paling banyak pahlawan-nya, itulah pula Indonesia. Jika ada negara yang paling banyak masjid-nya, sekaligus paling parah korupsinya, ya Indonesia. Kalau ada negara yang mengaku ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi Pemerintahnya aktif mendukung kemusyrikan, adalah Indonesia. Kalau ada negara yang setiap tahun ratusan ribu rakyatnya berbondong-bondong naik haji ke Makkah, belum lagi yang Umrah, tetapi kondisi negerinya kerap sekali dilamun bencana alam, siapa lagi kalau bukan Indonesia. Kalau ada negara yang aparat hukumnya bekerja menjaga hukum dan sekaligus menjadi bandit hukum, Indonesia juga. Kalau ada negara yang mengeluarkan APBN 20 % untuk sektor pendidikan, pada saat sama negara itu terus mengembang-biakkan kebodohan, kejahilan, ketidak-pedulian, kekacauan persepsi, perpecahan politik, dll. ya Indonesia lagi. Inilah negara teraneh di dunia.

Bangsa Indonesia tidak perlu bicara soal pahlawan, tidak perlu membuat gelar pahlawan, tidak usah capek-capek mengangkat ini itu sebagai pahlawan. Semua perbuatan itu percuma, tidak ada manfaatnya. Mengapa demikian?

Berikut alasan-alasannya…

[1] Apa artinya gelar pahlawan, kalau rakyat Indonesia tidak mengerti hakikat kemerdekaan dan kedaulatan? Pahlawan berjasa besar bagi bangsa, khususnya dalam meraih kemerdekaan. Lalu kalau bangsa ini sendiri tidak mengerti makna kemerdekaan, untuk apa ada pahlawan? Kita mengklaim sudah 65 tahun merdeka, tetapi tidak memiliki kedaulatan untuk mengatur negara sendiri. Contoh paling telanjang, beberapa bulan lalu seorang menteri keuangan negeri ini dicomot oleh Bank Dunia. Padahal dia masih aktif menjabat. Bukan karena sayang sama Sri Mulyani –semoga Allah membalas semua kezhalimannya-, tetapi betapa bangsa ini tak punya harga diri sama sekali. Begitu mudahnya lembaga-lembaga asing mencampuri urusan dalam negeri, sampai “membajak” pejabat yang sedang aktif. Mungkin, suatu saat giliran IMF akan membajak pejabat presiden.

PAHLAWAN: Deretan Gambar Tanpa Makna...

[2] Selama ini bangsa Indonesia sudah kebanyakan pahlawan. Semuanya saja mau diangkat menjadi pahlawan. Sampai seorang tokoh yang berani menghujat Al Qur’an dengan kata-kata, “Menurut saya, kitab suci yang paling porno di dunia adalah Al Qur’an. Ha ha ha…” Orang semacam itu mau diberi gelar pahlawan juga. Allahu Akbar. Mengapa tidak sekalian saja kita angkat Fir’aun sebagai pahlawan terbesar di dunia? [Aku mendoakan, dengan menyadari segala kelemahan diri dan Keagungan Rabbul ‘alamiin, andaikan nanti Abdurrahman Wahid benar-benar diangkat sebagai pahlawan nasional, semoga bangsa ini dilumat oleh bencana alam yang lebih mengerikan dari yang pernah terjadi selama ini. Biar mereka bisa merasakan enaknya akibat dari menghina agama Allah Ta’ala. Allahumma amin. Wa shallallah ‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in].

[3] Selama ini banyak pengkhianat-pengkhianat bangsa, antek-antek penjajah di masa lalu atau masa kini, ikut-ikutan diangkat sebagai pahlawan. Banyak tokoh-tokoh di era Boedi Oetomo dulu, era pergerakan, era kemerdekaan, bahkan era Reformasi yang menjadi antek penjajah asing. Orang seperti Adam Malik saja, ada yang mencurigainya sebagai antek asing. Lalu mereka dimasukkan sebagai pahlawan. Ini sama dengan mewariskan sejarah penipuan secara sistematik.

[4] Sejak lama bangsa Indonesia sudah sbiasa bersikap tidak fair. Dalam menentukan kriteria pahlawan berlaku hukum like or dislike. Tokoh seperti Soekarno dipuja-puja setengah mati. Sementara tokoh pejuang Muslim seperti Syafruddin Prawiranegara –rahimahullah- tidak diakui kepahlawanannya. Mau tahu jasa beliau? Beliau adalah Presiden RI dalam pemerintahan darurat di Bukit Tinggi. Ketika itu Pemerintah RI yang rersmi tidak ada, karena dikudeta oleh Belanda, sehingga negara kita tidak memiliki pemerintahan. Saat itu Mr. Syafruddin Prawiranegara mendeklarasikan PDRI (Pemerintah Darurat RI) di Bukit Tinggi. Andaikan tanpa gerakan ini, RI bisa habis disingkirkan oleh Belanda (NICA). Bahkan bangsa ini juga TIDAK JUJUR saat menuliskan sejarah Daarul Islam (DI/TII). Terlalu banyak kepalsuan dan dusta. Jadi akhirnya makna pahlawan itu menjadi: “Siapa suka siapa?” Kalau ada yang disukai, dipahlawankan; kalau ada yang dibenci, diabaikan.

Baca entri selengkapnya »


Realitas Penjajahan Baru di Indonesia

November 20, 2010

ARTIKEL 04:

Bismillahi, laa haula wa laa quwwata illa billah.

Dekade 1940-an dianggap sebagai momen besar perubahan sejarah dunia. Di masa itu negara-negara dunia ke-3 di Asia-Afrika yang semula mengalami penjajahan, rata-rata mendapatkan kemerdekaan. Indonesia termasuk negara yang merdeka di dekade itu, setelah dianiaya negara Protestan Belanda, selama ratusan tahun. Dan kebetulan juga, decade 1940-an merupakan masa-masa akhir Perang Dunia II, dengan kemenangan di pihak Amerika dan Sekutunya.

Negara-negara di dunia, termasuk Amerika dan Uni Soviet, waktu itu sangat berkomitmen untuk membangun dunia baru yang damai, bebas dari perang, bebas dari penindasan. Amerika sendiri memiliki sejarah baik, ketika Abraham Lincoln memulai gerakan menghapuskan perbudakaan di negerinya. Untuk merealisasikan tujuan-tujuan baik itu dibentuklah lembaga dunia, United Nations (PBB). PBB selanjutnya secara aktif bekerja mendukung pembangunan peradaban manusia dan sekaligus menjaga perdamaian dunia. PBB memiliki intrumen dan aturan internasional yang ditujukan untuk memelihara perdamaian dunia.

Singkat kata, era 40-an adalah masa-masa akhir praktik penjajahan negara kolonialis terhadap negara-negara Asia-Afrika. Negara-negara kolonialis itu umumnya beragama Nashrani seperti Inggris, Belanda, Perancis, Italia, Jerman, Spanyol, Portugis, dll. Ada juga yang Komunis seperti Uni Soviet dan Shinto seperti Jepang. [Tetapi tidak semua praktik penjajahan tersebut berakhir, sebab waktu itu Inggris masih berkuasa di Hongkong, Uni Soviet menjajah negara-negara Asia Tengah, Amerika berusaha menjajah Vietnam, China menjajah Mongolia, bahkan saat ini Amerika sedang menjajah Irak dan Afghanistan].

Penjajahan Baru: Tidak Dipahami Masyarakat!!!

Suatu kenyataan yang aneh. Setelah dunia masuk ke abad 21 (dihitung sejak tahun 2001), ternyata praktik penjajahan itu tidak berakhir. Praktik penjajahan tetap terjadi, hanya berubah bentuk. Banyak orang menyebut kondisi ini sebagai The New Colonialism (penjajahan baru). Penjajahan jenis ini ternyata lebih dahsyat dari penjajahan klasik. Dan salah satu korban paling parah dari penjajahan ini adalah negeri kita sendiri, bangsa Indonesia (NKRI).

Setidaknya ada beberapa perbedaan significant antara penjajahan baru dengan penjajahan klasik. Setiap Muslim Indonesia perlu memahaminya, agar tidak terlena dengan keadaan yang ada.

[1] Penjajahan modern tidak memakai serangan militer, perang, pengerahan senjata, dll. tetapi lebih banyak memakai sarana: pemberian hutang luar negeri, investasi, pembelian asset nasional dengan harga murah, memaksakan mata uang dollar sebagai standar ekonomi, kontrak karya pertambangan yang monopolis dan licik, menanam agen-agen di berbagai sektor kehidupan, dll.

Penjajahan modern tidak tampak seperti penjajahan, tetapi dampaknya sangat terasa. Persis seperti logika “bau kentut”; bentuknya tidak kelihatan, tetapi busuknya membuat orang menutup hidung.

[2] Penjajahan klasik sangat jelas siapa lawan yang dihadapi, sebab pasukan musuh melakukan invasi ke sebuah negara. Sedangkan penjajahan modern, tidak perlu pengerahan pasukan. Penjajahan dioperasikan dari jauh melalui sambungan telepon, fax, email, telekonferensi, surat-menyurat, kurir, dll. Para penjajah modern tidak perlu susah-payah berperang, sehingga tangan berdebu dan jatuh korban. Mereka cukup menjajah sebuah negara, misalnya Indonesia, dari kejauhan.

[3] Penjajahan klasik sangat disadari oleh masyarakat yang dijajah. Mereka amat sangat tahu kalau dirinya sedang dijajah, sebab pasukan musuh mondar-mandir di depan hidung mereka. Tetapi penjajahan modern amat sangat sulit dipahami oleh rakyat. Mereka merasa hidup baik-baik saja, padahal sejatinya sedang dijajah. Ditambah lagi, Pemerintah suatu negara selalu mengklaim sedang melakukan pembangunan, pembangunan, dan pembangunan; padahal sejatinya, kekayaan negeri mereka terus dijarah oleh para kolonialis.

Seperti di Indonesia ini. Setiap hari rakyat disuguhi tontonan hiburan oleh RCTI, SCTV, TransTV, Trans7, ANTV, GlobalTV, MNC TV (dulu TPI), dll. Tontonan bisa berupa musik, film, kartun, sinetron, lawak, kuiz, reality show, hiburan pengajian, sepakbola, hobi, kuliner, dll. Itu masih ditunjang oleh hiburan lain seperti video, internet, bioskop, kaset, CD/DVD, dll. Masyarakat merasa hidupnya baik-baik saja, tenang-tenang saja, banyak hiburan. Padahal semua hiburan itu hanyalah menipu akal mereka. Agar mereka tidak sadar kalau negaranya sedang dijajah oleh orang-orang asing; agar mereka tidak sadar kalau harta kekayaan negaranya terus dikuras oleh perusahaan-perusahaan asing.

Anak-anak muda yang sangat potensial disibukkan oleh tontonan bola, rokok, narkoba, pornografi, dan seks bebas. Akal mereka tidak bisa berjalan normal karena sudah dihabisi oleh bola, rokok, shabu-shabu, video mesum, dan perzinahan. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik. Misalnya, di Bandung ada ratusan ribu penggemar Persib yang sangat fanatik kepada klub asli Bandung itu. Tetapi dari ratusan ribu Bobotoh Persib itu, berapa orang yang berani menentang penindasan ekonomi oleh perusahaan-perusahaan asing? Paling hanya 6 atau 7 orang saja. Urusan bola, disembah-sembah seperti berhala;  tetapi urusan ekonomi rakyat, diabaikan begitu saja. (Miris kalau memikirkan anak-anak muda ini. Akalnya seperti tidak berfungsi, padahal sehari-hari mereka juga hidup susah).

[4] Penjajahan klasik biasanya dilakukan oleh suatu negara tertentu. Misalnya negara Nashrani seperti Inggris, Perancis, Portugis, atau Spanyol. Satu wilayah dikuasai oleh satu negara saja. Tetapi di jaman modern ini, penjajahan berlangsung sangat dahsyat. Seperti terjadi di Indonesia, negara penjajah berasal dari banyak negara, seperti: Amerika, Inggris, Jepang, China, Korea, Australia, Belanda, Singapura, Taiwan, Jerman, Belgia, Finlandia, Denmark, dll. Mereka berasal dari aneka bangsa, tetapi tujuannya satu, yaitu: mengeruk kekayaan kita untuk diangkut ke negeri masing-masing. Caranya bisa berkedok kerjasama bisnis, investasi, perdagangan, penjualan teknologi, konsultasi teknik, dll.

[5] Penjajahan klasik diakui secara kesatria oleh pelakunya sebagai penjajahan. Tetapi penjajahan modern tidak demikian. Mereka tidak pernah mengaku sebagai penjajah, tetapi selalu berkedok investasi, kerjasama perdagangan, memberi pinjaman hutang, membeli asset-asset, membeli SUN, dll. Intinya, menyedot kekayaan kita, tetapi caranya tampak sopan, halus, dan modern. Tetapi hakikatnya ya mengeruk kekayaan itu. Karena inti penjajahan memang: mengeruk harta benda negara lain secara licik! Covernya bisa macam-macam, tetapi intinya seperti semboyan penjajahan klasik dulu, “Gold, Gospel, Glory.”

Baca entri selengkapnya »


Potret Rakyat Kita…

November 18, 2010

Hari Raya Idul Adha datang….

Seharusnya menjadi berkah, seharusnya menjadi bahagia, seharusnya menjadi suka-cita

Tetapi malah: desak-desakan, terinjak-injak, nenek-nenek menjerit, wanita-wanita pingsan, anak-anak ketakutan, laki-laki pukul-pukulan, dorong-dorongan. Kasihan sekali, hujan tangis dan keringat, bercampur dengan hujan beneran.

Maafkan kami... Kami miskin & lemah, Pak.

Hanya demi sekantong daging, rakyat kecil berjihad “fi sabili jatah daging”. Bangun pagi-pagi, keluar rumah sejak akhir Shubuh. Shalat Shubuhnya mungkin tidak dilakukan, tetapi “jihad daging” harus segera dilakukan.

Mengapa mereka tidak antre teratur saja?

Jawab: “Kami pernah antre Mas, sejak pagi-pagi. Ternyata, tidak mendapat apa-apa.”

Mengapa sih harus desak-desakan begitu, kan kasihan wanita dan anak-anak?

Jawab: “Kami di rumah juga punya wanita dan anak-anak. Karena kasihan ke mereka, kami harus jihad disini. Sama kan? Kami juga sayang wanita dan anak-anak di rumah kami.”

Iya, mengapa harus desak-desakan sehingga jatuh korban?

Kami harus berjuang demi anak-anak...

Jawab: “Mana ada perjuangan yang mudah, Mas. Kami sudah biasa ditindas dan diinjak-injak dalam kehidupan sehari-hari. Jadi semua kenyataan ini biasa-biasa saja di mata kami.”

Tapi kan, jatah dagingnya cukup Pak, untuk semua orang?

Jawab: “Kata siapa? Kami sering dibohongi. Ada yang sudah mendapat kupon, tapi tak mendapat daging.”

Jadi, Bapak tidak percaya dengan sistem pengaturan?

Jawab: “Apa yang bisa dipercaya? Tidak ada lagi. Kami sudah kenyang dibohongi. Hanya “jihad” beginilah cara kami bertahan hidup. Kami orang kecil, hanya bisa berjuang dengan desak-desakan.”

Mengapa harus mengajak anak-anak? Itu kan sangat bahaya.

Jawab: “Siapa Pak yang akan menjaga anak-anak kami? Tidak ada. Mereka harus ditinggal berjam-jam di rumah sendirian. Apa kami tega meninggalkan mereka?”

Saat kami sedang "berjihad" konsumsi...

Apa harapan Bapak?

Jawab: “Kami berharap, tahun depan ada pembagian daging lagi. Kami akan datang kesini lagi. Kami akan desak-desakan lagi. Beginilah nasib kami, menjadi “sampah kehidupan” demi melayani kehidupan Anda-Anda semua yang selalu enak, nyaman, tidak pernah desak-desakan. Biarkan saja kami desak-desakan, demi kenyamanan hidup Anda semua. Juga agar TV, koran-koran, internet mendapat bahan berita untuk media mereka. Biarlah kami sengsara, agar anak-isteri Anda tetap mendapat makan dari memberitakan keadaan kami yang sengsara ini.”

Oh, begitu ya.

Jawab: “Ya, kami sebenarnya berkorban juga. Tapi tidak banyak orang tahu. Tanpa keberadaan orang-orang malang seperti kami, tidak akan ada amal, sedekah, pembagian daging, pembagian zakat, dll. Ya gimana, wong yang mau dikasih tidak ada?”

Inilah Saudaraku, inilah keadaan rakyat kita…

Mereka miskin, lemah, miskin ilmu, papa, terinjak-injak, tertindas, tidak percaya diri, kehilangan martabat…rela menjadi korban penindasan manusia-manusia lain. Bukan hanya saat pembagian daging kurban, bahkan saat pembagian zakat, pembagian sembako, pembagian BLT, dll. Disana benar-benar ada potret asli rakyat kita.

Kami tidak bisa berharap kepada siapapun. Kami sudah kenyang dibohongi...

Semua ini terjadi karena SISTEM NEGARA kita telah mengadopsi penjajahan kembali. Tahun 1945 kita merdeka, tetapi setelah puluhan tahun merdeka, kita kembali masuk ke perangkap penjajahan. Bahkan ini adalah penjajahan yang LEBIH KEJAM. Sebab, secara de facto kita terjajah, sehingga timbul kemiskinan dan kesenjangan sosial yang sangat hebat, seperti yang Anda saksikan di atas. Tetapi secara de jure, masyarakat tidak sadar kalau dirinya sedang terjajah. Everything must go on.

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa…maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

AM. Waskito.


Memahami Amal Perjuangan Islami

November 16, 2010

ARTIKEL 03:

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Selama ini sering terjadi kebingungan di kalangan Ummat untuk memahami bentuk-bentuk amal perjuangan Islami. Ada yang ingin beramal, tetapi tidak paham bagaimana harus beramal. Kerap kali mereka mengatakan, “Ya, organisasi-organisasi Islam banyak. Macam-macam bentuk, visi, missi, dan programnya. Bingung harus memilih yang mana? Bingung mau mendukung siapa? Ini baik, itu baik. Ini mulia, disana juga mulia. Lalu harus bagaimana, dong?”

Ya, sebelum Anda beramal, sudah semestinya Anda tahu “peta jalan” untuk beramal itu sendiri. Seperti seseorang yang hendak pergi ke Aceh. Sebelum pergi, dia harus tahu “peta jalan” ke Aceh. Sebagian orang menyebutnya, road map. Kalau beramal tanpa arah, nanti tidak akan sampai kepada yang dituju. Amal-amal itu bisa tumpang-tindih. Bahkan bisa menguras energi Ummat, dengan dampak hasil kecil.

PERUBAHAN TOTAL: Menuju Pusat Kekuasaan!

Wajib bagi kita memahami bentuk-bentuk amal perjuangan Islami, sebelum terjun berjuang itu sendiri. Filosofinya: “Siapa yang tidak tahu jalan, dia tak akan sampai di tujuan.”

Pada dasarnya, perjuangan Islam sangat dibutuhkan di negara-negara yang berhukum sekuler (non Islam). Kalau di bawah sistem Islami, beban perjuangan itu banyak dipikul oleh Pemerintahan Islami. Posisi kaum Muslimin lebih ke arah mendukung, membantu, menolong, serta mematuhi garis-garis amal yang diperintahkan Pemerintahan Islami (selagi tidak diperintahkan berbuat durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya).

Namun di negara sekuler -seperti Indonesia ini- kita tidak bisa berharap banyak kepada negara (Pemerintah). Kaum Muslimin harus mandiri memperjuangan kepentingan, cita-cita, dan visi kejayaan hidupnya. Ketika UU negara tidak ada yang secara transparan mendukung missi Islami, ya kita sendiri yang harus memperjuangkan missi tersebut. Sekali lagi, di negara sekuler kaum Muslimin harus berjuang secara mandiri.

Dalam perjuangan ini ada DUA BENTUK AMAL Islami yang sangat jelas. Pertama, adalah amal KONTRIBUSI (khidmah) untuk melayani, membangun, dan menolong kepentingan Islam dan kaum Muslimin. Kedua, amal perjuangan untuk menciptakan PERUBAHAN total (at taghyir).

Kedua amal ini berbeda sifat dan karakternya. Tetapi selama ini Ummat Islam bingung membedakan keduanya, sehingga seringkali kita melihat banyaknya amal-amal Islam yang tumpang-tindih. Semoga tulisan sederhana ini bisa membantu menemukan arah. Amin ya Rabbal ‘alamiin.

AMAL KONTRIBUSI. Sifatnya kontribusi, pelayanan, dukungan, bantuan, pemberdayaan, atau apapun yang bermanfaat bagi kehidupan Ummat Islam. Bentuknya bisa berupa mendirikan sekolah Islam, mendirikan masjid, mendirikan klinik Muslim, mendirikan koperasi, membuka pusat pelatihan, mengajar bahasa Arab, mengajar ilmu-ilmu dinniyah, menolong fakir-miskin, menolak pemurtadan (Kristenisasi), mendidik generasi muda, melakukan nahyul munkar (memberantas maksiyat), membuat media Islam, dll. Pokoknya bersifat kontribusi yang nyata, jelas-jelas dibutuhkan, dan insya Allah bermanfaat bagi Ummat Islam.

Amal seperti ini tidak dibatasi waktu dan tempat. Kapanpun dan dimanapun ada eksistensi kaum Muslimin, amal kontribusi bisa digalakkan. Karena memang sifatnya membantu, melayani, menolong Ummat. Dalam riwayat dikatakan, “Andaikan sudah ditegakkan Hari Qiyamat, sedangkan di tangan kalian ada benih yang harus ditanam. Kalau kalian bisa berdiri setelah menyelesaikan menanam benih itu, maka lakukanlah!” (HR. Ahmad).

Jadi batasan amal kontribusi ialah sampai Hari Kiamat, atau sampai nafas terakhir. Disini tugas Muslim hanyalah memberi, memberi, dan memberi saja. Ikhlas semata-mata karena Allah. Tidak peduli yang diberi itu berterimakasih, menggerutu, atau malah mencela. Yang penting, memberi dan memberi Ummat, ikhlas karena Allah.

Amal demikian bahkan tidak melihat kita hidup di negara sekuler atau negara Islami. Dimanapun di bumi Allah, selama masih ada kaum Muslimin, selama masih ada medan amal kebaikan, selama kita memiliki kekuatan; disana amal-amal kontribusi bisa dilakukan. Ormas-ormas Islam seperti Muhammadiyyah yang intensif membangun lembaga pendidikan, kesehatan, panti asuhan, dll. termasuk kategori ini. Begitu pula dengan yayasan Islam, lembaga Islam, LSM Islam, dan lain-lain.

AMAL PERUBAHAN TOTAL. Amal perubahan total arahnya jelas, yaitu: mengadakan perubahan sistem kehidupan dari sistem jahiliyyah (non Islami) menjadi sistem Islami. Slogannya sangat jelas, “Hijrah minaz zhulumati ilan nuur” (hijrah dari segala kegelapan jahiliyyah menuju cahaya Islam yang terang-benderang).

Amal ini bersifat perjuangan politik, perjuangan kekuasaan, bahkan perjuangan militer. Targetnya sangat jelas, mengubah sistem jahiliyyah menuju sistem Islami. Amal demikian bersifat wajib, sesuai dengan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki. Kalau Ummat Islam sepakat meninggalkan amal ini, maka mereka akan dimurkai oleh Allah, Malaikat, dan seluruh makhluk di alam ini. Mereka akan diserupakan dengan orang-orang yang tidak mau hijrah ke Madinah, padahal mereka memiliki kekuatan untuk hijrah dari Makkah ke Madinah.

Amal perubahan total sangat berbeda dengan amal kontribusi. Dalam amal ini yang dipikirkan, dirundingkan, dibangun, dikembangkan, dan dilaksanakan ialah upaya-upaya untuk mengubah tatanan jahiliyyah menuju tatanan Islami. Orang-orang yang terlibat dalam amal ini, kalau tidak mengerti politik, tidak mengerti filosofi kekuasaan, tidak mengerti dunia militer dan perang; tidak boleh terlibat di dalamnya. Khawatir posisi mereka akan semakin mempersulit perjuangan mengubah sistem itu sendiri.

KONTRIBUSI: Menolong Ummat Tak Kenal Waktu, Tempat, dan Sistem Politik.

Para aktivis Islam yang terlibat dalam amal ini jangan disibukkan dengan urusan seperti: memotong hewan qurban, membagikan zakat fitrah, melakukan pemeriksaan kesehatan gratis, melakukan bhakti sosial, mendirikan BMT, melakukan khitanan massal, menjadi panitia pernikahan, dll. Itu bukan dunia mereka. Itu adalah dunia orang-orang yang terlibat dalam amal kontribusi. Kalau para pejuang sistem Islami sibuk dengan amal-amal seperti itu, mereka akan kehabisan energi, bahkan akan teralihkan perhatiannya dari urusan yang lebih penting.

Kalau amal kontribusi tidak dibatasi waktu, amal perubahan total justru dibatasi waktu. Amal ini ada rentang waktunya, tidak seperti yang dipikirkan orang-orang tidak mengerti. Lihatlah, Rasulullah Saw menyelesaikan perjuangan beliau, sejak awal merintis sampai memetik kemenangan, selama 23 TAHUN. Sekali lagi, 23 tahun Akhi, 23 tahun Ukhti. Mohon dibaca lagi lebih teliti: 23 tahun Mas, Mbak, Pak, Bu! Hanya 23 tahun.

Ya, masa 23 tahun itu adalah MASA IDEAL. Ia adalah klas perjuangan Rasulullah Saw dan para Shahabat Ra. Kita dengan kondisi yang serba lemah tentu bisa lebih panjang dari 23 tahun. Tetapi panjang waktu toleransi itu jangan melewati masa 40 tahun. Perjuangan menuju perubahan total jangan melewati masa 40 tahun, sebab kalau lebih lama dari itu MOMENTUM PERUBAHAN itu biasanya akan lenyap atau memudar. Setidaknya, perubahan itu harus dituntaskan di usia seorang pemimpin yang dipilih. Jika tidak demikian, jika dilama-lamakan, Ummat Islam akan kehilangan momentum perubahan.

Kita sudah sama-sama tahu, ketika generasi pejuang berguguran, lalu diganti generasi penerusnya, biasanya semangat melakukan perubahan itu meluntur. Di tangan generasi berikutnya, sulit diharapkan akan terjadi perubahan total, sebab TOKOH PERINTIS yang dikarunia berkah dan kekuatan besar, sudah wafat.

Contoh, lihat gerakan Ikhawanul Muslimin di Mesir. Lihat cita-cita awal pendirinya, Syaikh Hasan Al Bana rahimahullah! Lalu lihat keadaan IM saat ini di tangan pemimpin-pemimpin berikutnya. Bisa dikatakan, tidak ada lagi pemimpin IM yang sekualitas pendirinya. Di jaman Syaikh Al Bana ada militansi besar untuk membuat perubahan total di Mesir. Bahkan beliau pun memimpin langsung Jihad menyerang Israel.

Seharusnya, perjuangan itu dituntaskan dalam masa 40 tahunan, atau ketika tokoh perintisnya masih hidup. Kalau dilama-lamakan, akhirnya arah perjuangan berubah dari perubahan total menjadi kontribusi. Ya, tidak ada salahnya beramal kontribusi. Toh, itu kebaikan juga. Tetapi ya kita kehilangan momentum. Kita harus mulai lagi dari nol lagi, dari pembinaa lagi, dan seterusnya.

Karakter dua macam amal Islami ini harus benar-benar diperhatikan oleh kaum Muslimin, khususnya aktivis-aktivis gerakan Islam. Jangan memahaminya secara tumpang-tindih atau campur aduk. Keduanya berbeda, sesuai karakter, tabiat, dan arah tujuannya.

Beberapa catatan perlu ditambahkan disini:

1. Kalau seorang Muslim akan beramal, pikirkan baik-baik, Anda akan terjun di bidang apa? Kontribusi atau untuk perubahan total? Ini harus sudah jelas sejak awal.

2. Kedua amal itu sama-sama baik, sama-sama mulia, sama-sama dibutuhkan Ummat. Jadi harus ikhlas ketika menerjuni amal-amal itu. Yang menerjuni amal perubahan total jangan meremehkan yang amal kontribusi, sebab nanti kalau sistem Islami ditegakkan, Anda pasti akan membutuhkan saudara-saudara yang menggeluti amal kontribusi. Begitu juga yang amal kontribusi jangan meremehkan amal perubahan total, sebab selama sistem yang buruk belum diganti, manfaat amal kontribusi tidak akan maksimal.

3. Bagi yang mengusahakan amal perubahan total, janganlah perhatiannya tersibukkan oleh isu-isu, urusan, atau even-even yang tidak penting. Anda dibebani tugas melakukan perubahan total. Jika perubahan itu bisa dilakukan, insya Allah isu, urusan, even-even yang menyibukkan itu bisa diperbaiki. Begitu pula, bagi yang terlibat amal kontribusi, jangan kecewa, jangan marah, jangan kesal dengan kondisi jahiliyyah yang susah disembuhkan. Pikiran Anda harus fokus ke kontribusi, tidak usah ikut bicara soal politik.

4. Antar pejuang di amal kontribusi dan amal perubahan total, bisa saling kerjasama, bantu-membantu. Asalkan tidak mengeluarkan mereka dari domain amal masing-masing. Misalnya, aktivis pejuang politik Islami, boleh membantu menyalurkan hewan qurban atau zakat fitrah, tetapi hanya sebatas bantuan ringan saja. Tidak usah terlalu lama berlarut-larut disana. Begitu juga, pengelola amal-amal kontribusi bisa membantu anak-anak dan isteri para pejuang perubahan total. Bantu mereka, bantu kesusahan hidupnya, agar api perjuangan terus menyala. Kalau anak mereka sekolah, beri beasiswa atau keringan; kalau isteri mereka melahirkan, bantu persalinannya, dan seterusnya.  Inilah yang disebut dalam Al Qur’an “ta’awanu ‘alal birri wat taqwa“.

5. Adapun bagi kaum Muslimin yang tidak peduli dengan amal-amal ini, tidak peduli untuk kontribusi, tidak peduli pula untuk perubahan total; bahkan mereka secara sengaja memusuhi amal-amal itu; maka cukuplah NERAKA yang membakar sebagai kabar gembira bagi mereka. Bahkan KESEMPITAN JIWA akan menghantui langkahnya, dimanapun mereka berada. Na’udzubillah min dzalik.

Semoga yang sedikit ini bisa menjernihkan kebingungan yang selama ini kita rasakan; semoga Allah Ta’ala memberkahi umur, ilmu, dan kehidupan kita; semoga Allah Ar Rahmaan melimpahkan rahmat, barakah, pertolongan, ampunan, serta kejayaan kepada kaum Muslimin di negeri ini. Amin Allahumma amin.

Wallahu A’lam bisshawaab.

AM. Waskito.


Bisakah Indonesia Bebas Korupsi?

November 15, 2010

ARTIKEL 02:

Korupsi di Indonesia sudah sangat dahsyat. Kabar terakhir ialah kaburnya Gayus Tambunan dari Rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok. Ini adalah rutan dengan tingkat kewaspadaan tinggi, sebab selama ini dipakai untuk menahan pemuda-pemuda yang didakwa sebagai teroris. Tetapi dengan “seni diplomasi” Gayus bisa lolos, bahkan sampai jalan-jalan ke Nusa Dua Bali, nonton turnamen tennis.

Ya begitulah Indonesia… Wabah korupsi berkembang dimana-mana; sejak urusan parkir mobil di pinggir jalan, sampai urusan kontrak karya pertambangan, sampai urusan pemilu/pilpres/pilkada penuh korupsi. Bisa jadi negara ini memang selama ini EKSIS di atas “Sistem Korupsi”. Masya Allah.

Kalau disebut istilah korupsi, jangan bayangkan seorang pejabat terima dana Rp. 10 juta,- untuk keperluan rakyat. Lalu oleh pejabat itu uang Rp. 1 juta dia ambil untuk diri sendiri, sementara yang Rp. 9 juta diserahkan untuk rakyat. Model seperti ini adalah korupsi klasik, korupsi yang sangat elementer. Ilmu perkorupsian di Indonesia sudah sangat luar biasa, sangat canggih, dengan modus yang hebat. Bahkan bisa mengelabui ketentuan-ketentuan hukum yang ada.

Bangsa Kita Dijebak dalam Sistem Korupsi yang Sangat Dalam.

Contoh, lihat kasus IPO Krakatau Steel! Menurut aparat birokrasi, IPO tersebut sudah “sesuai aturan yang berlaku”. Tetapi ya itu tadi, aturan sudah dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga tetap saja praktik korupsi yang merugikan negara dan rakyat tetap terjadi. Malah kalau melihat bagaimana dunia peradilan, masya Allah korupsinya juga ampun-ampunan deh. Pejabat MA, pejabat Kejaksaan Agung, pejabat Kepolisian, tidak sedikit yang tersangkut kasus hukum. Di antara mereka ada yang sudah dijebloskan ke penjara.

Kalau digambarkan, kondisi Indonesia itu seperti: Perlombaan berebut fasilitas negara dan harta rakyat, demi memperkaya diri dan keluarga, dengan segala macam modus, baik legal maupun ilegal. Perlombaan ini diikuti oleh pejabat negara, aparat hukum, anggota dewan, politisi, media massa, pakar/pengamat, akademisi, kaum pendidik, bisnisman, konglomerat, dll. sampai orang-orang kecil di jalan-jalan, di pasar-pasar, di terminal, dll. …pantes ya kalau Indonesia sering dilanda benacana. Ya bagaimana tidak? Wong negara ini seperti NEGARA KORUP BERJAMAAH.

Lalu pertanyaannya: “Bisakah bangsa kita bebas korupsi? Bisakah korupsi dihapus di negeri ini? Bisakah korupsi dihancurkan sampai ke akar-akarnya? Bisakah Indonesia sejahtera, tanpa korupsi?”

Sejujurnya, saya mengatakan: “Bangsa ini tidak mungkin bisa bebas korupsi. Bangsa ini sangat sulit untuk keluar dari belitan korupsi. Bangsa ini susah untuk bersih dari korupsi. Bangsa ini benar-benar malang, karena tertimpa BENCANA KEMANUSIAAN yang bernama korupsi berjamaah ini. Sungguh sulit bagi bangsa Indonesia untuk bebas korupsi.”

Lho, kok bisa begitu? Bukankah itu pesimisme, keputus-asaan? Bukankah itu mencerminkan jiwa kita mulai kalah, semangat kita mulai runtuh? Bukankah tidak boleh kita bersikap menyerah seperti itu?

Bukan, bukan, bukan begitu…Saudaraku. Ini bukan putus-asa. Tetapi mencoba realistik dengan keadaan yang ada. Anda perlu tahu PENYEBAB HAKIKI dari fenomena korupsi ini. Penyebabnya bukan: Aparat kurang gaji, bukan mental masyarakat kita sudah rusak, aturan tidak tegas, dan lain-lain. Bukan itu.

Lalu apa dong?

Penyebab utama bangsa kita terjebak dalam kanker korupsi yang sangat susah disembuhkan, adalah: KARENA KORUPSI INI MEMANG SENGAJA DICIPTAKAN. BANGSA KITA MEMANG DI-SETTING AGAR TERJEBAK DALAM KORUPSI YANG SANGAT AKUT.

Korupsi yang melanda Indonesia ini memang di-setting oleh para penjajah asing, para kolonialis asing, yang sangat berkepentingan untuk mempertahankan praktik penjajahannya di Indonesia. Negara-negara asing, korporasi asing, lembaga-lembaga donor internasional, para investor dunia, dll. mereka sengaja menciptakan kondusi SERBA KORUP seperti yang kita saksikan selama ini.

Mengapa bisa seperti itu?

Sebab kalau bangsa Indonesia bebas korupsi, aturan main ditaati secara konsisten, aparat negara bekerja secara bersih, korupsi 0 %, tidak ada pelanggaran penggunaan uang negara, prosedur administrasi dipenuhi, dan sebagainya, maka PRAKTIK PENJAJAHAN MODERN DI INDONESIA TIDAK AKAN BISA BERKEMBANG!!!

Nah, itulah masalah utamanya! Antara PENJAJAHAN dan PEMERINTAHAN BERSIH adalah dua sisi yang sangat berbeda. Keduanya akan saling menghancurkan. Penjajahan akan menghancurkan Pemerintahan Bersih; sebaliknya, Pemerintahan Bersih akan menghapuskan penjajahan.

Kalau Anda pelajari sejarah, kolonial Belanda dulu selalu menghujani sultan-sultan, penguasa-penguasa pribumi dengan sogokan, suap, upeti, dll. untuk mendapatkan pengaruh dan mempertahankan penjajahan. Dimanapun ada negara terjajah (baik secara de facto atau de jure), korupsi pasti berkembang subur disana. Negara-negara boneka dimanapun tak akan bisa hidup bersih, sebab mereka dikendalikan untuk terus korup.

Kini Anda tahu semua masalah intinya. Jadi, pada hakikatnya korupsi di Indonesia itu sengaja diciptakan. Kalau negara-negara Barat membuat lembaga monitoring korupsi (seperti Transparency International), ya semua itu hanya untuk lip service belaka. Biar Barat selalu tampak sangat mendukung clean governement. Sejatinya mereka menggunakan cara-cara korup untuk menjajah bangsa-bangsa lemah seperti kita ini.

Jangan percaya deh dengan seruan “Anti Korupsi”, sebab persoalan intinya bukan disana! Intinya adalah: korupsi itu diciptakan oleh para penjajah untuk melestarikan penjajahan mereka! Ituh…

Segala puji bagi Allah yang menurunkan Islam sebagai agama anti korupsi lahir batin, dunia Akhirat. Hanya sayangnya, mayoritas rakyat Indonesia lebih suka menjilati kakinya para penjajah.

Abu Muhammad.


Apakah Syariat Islam Kejam?

November 15, 2010

ARTIKEL 01:

Seorang aktivis demokrasi, Fajrul Rahman. Dia termasuk salah satu aktivis yang selama ini memperjuangkan dihapuskannya hukuman mati. Hukuman mati dianggap kejam, tidak sesuai dengan standar HAM.

Tetapi bagaimana kalau ada seseorang membunuh orang lain tanpa alasan yang dibenarkan (misalnya membela diri)? Dia sudah menghilangkan nyawa orang lain secara zhalim. Apakah pembunuh itu tidak boleh dibunuh karena telah membunuh orang lain secara zhalim? Apakah suatu keadilan, sang pembunuh tidak boleh dihukum mati, sementara ada manusia lain yang telah dia hilangkan nyawanya?

Ini hanya contoh kecil kerancuan berpikir manusia-manusia modern. Mereka mengaku membela HAM, tetapi mereka tidak membela hak-hak manusia yang telah dibunuh, dan hak-hak manusia lain yang terancam pembunuhan. Sepintas lalu gerakan menolak hukum mati seolah baik, karena humanis. Padahal hakikatnya, ia merupakan DISKRIMINASI atas hak-hak hidup korban dan masyarakat luas.

Islam Melindungi Masyarakat dan Mengancam Para Penjahat.

Seruan menolak hukuman mati sebenarnya merupakan bagian dari seruan untuk menolak Syariat Islam. Banyak kaum sekuler menyatakan kebenciannya kepada hukum Syariat Islam. Alasan mereka, “Syariat Islam itu kejam, sadis, barbar. Syariat Islam hanya cocok untuk kehidupan di gurun pasir ribuan tahun lalu!” Ya begitulah…

Untuk melihat apakah suatu hukum kejam atau tidak, ada TIGA KOMPONEN APLIKASI HUKUM yang harus kita ketahui. Ketiga komponen ini selalu tampak dalam setiap terjadi kasus kejahatan/kriminal.

[1] Pihak PELAKU kejahatan.

[2] Pihak KORBAN kejahatan.

[3] Pihak POTENSI kejahatan, baik potensi menjadi PELAKU maupun menjadi KORBAN. Ini adalah masyarakat luas.

Setiap terjadi kejahatan, selalu ada 3 komponen itu. Disana selalu ada pelaku, korban, dan potensi menjadi pelaku atau korban. Dimanapun Anda menyaksikan kejahatan, pasti tidak akan keluar dari 3 komponen itu.

Misalnya, ada seorang laki-laki membunuh orang lain secara zhalim. Pihak keluarga tidak menerima pembunuhan itu. Mereka menuntut sang pembunuh dihukum seberat-beratnya. Pihak keluarga korban mengatakan, “Nyawa harus dibayar nyawa! Dia membunuh, dia juga harus dibunuh!” Nanti setelah memasuki proses peradilan, sang pembunuh akan dihukum sesuai hukum yang diterapkan.

Kalau penerapan hukum itu ringan, ia akan sangat melukai hati pihak keluarga korban. Sangat menzhalimi hak-hak hidup korban. Dan ini akan membahayakan masyarakat luas. Nanti di antara mereka akan ikut-ikutan membunuh. “Sudah saja jadi pembunuh. Hukumannya ringan kok,” kata mereka beralasan. Sementara masyarakat lain sangat ketakutan, “Sekarang orang lain jadi korban. Nanti jangan-jangan giliran keluarga kami?”

Pihak yang paling diuntungkan dengan sanksi yang ringan siapa? Ya, sang pembunuh itu sendiri. Pihak pertama yang sangat diuntungkan oleh hukum seperti itu.

Kalau ada yang mengatakan, “Syariat Islam kejam. Syariat Islam biadab. Syariat Islam sadis, barbar!” Maka kita paham maksud seruan ini. Orang-orang yang menyerukan perkataan seperti itu pada hakikatnya ialah: Para pembela penjahat, para penolong kaum kriminal, sekutu para bajingan, sekutu para perampok, sekutu para koruptor, pelindung manusia-manusia jahat, penyengsara korban kejahatan, pembuat frustasi keluarga korban, serta mereka juga menyebabkan kejahatan menyebar-luas, menyebabkan manusia ketakutan atas kejahatan.

Syariat Islam bisa jadi kejam, bagi pelaku-pelaku kejahatan. Tetapi Syariat Islam sangat MENGAYOMI, MELINDUNGI, MEMBERI RASA ADIL, MEMUASKAH HATI, MENGOBATI LUKA orang-orang yang menjadi korban kejahatan, korban perbuatan rusak, kriminal, kezhaliman dan pengrusakan di muka bumi. Bahkan Syariat Islam -dengan ketegasannya kepada penjahat- sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang lain, dan memberi rasa aman bagi masyarakat luas.

Mengapa negara Barat mau mengupah agen-agennya, termasuk media-media massa, pakar, pengamat, akademisi, politisi, ahli hukum, aparat birokrasi, dll. untuk menyerang Syariat Islam? Mengapa, wahai Sauadaraku? Sebab mereka tahu, Syariat Islam merupakan hukum yang SANGAT UNIK. Unik sekali. Tidak banyak teori, tidak banyak cingcong, tetapi hasilnya sangat nyata dan cepat terasa.

Kalau pelaksanaan hukum Islam di Aceh tidak maksimal…ya bagaimana lagi, wong orang-orang GAM itu kebanyakan tidak mengerti Islam. Mereka berjuang untuk etnis Aceh, bukan untuk tegaknya Syariat Islam. Banyak aktivis-aktivis Islam yang concern dengan Syariat justru dimusuhi oleh orang-orang GAM.

Apakah hukum Islam kejam?

Dari sisi mana dulu melihatnya. Kalau dari sisi kepentingan PARA PENJAHAT, bisa jadi Syariat Islam sangat menakutkan mereka. Tetapi kalau dari sisi kepentingan KORBAN dan MASYARAKAT luas sebagai POTENSI, Syariat Islam adalah adil, harmoni, melindungi, efektif, dan berkah.

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

AM. Waskito.


Apakah Panitia Qurban Boleh Menerima Daging Qurban? (Sebuah Kajian Fiqih Praktis)

November 13, 2010

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin. Was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in. Amma ba’du.

SEBUAH KASUS

Dalam tradisi masyarakat Indonesia setiap merayakan Idul Adha, biasa memberikan daging qurban kepada panitia pengurus hewan qurban, sehingga mereka mendapatkan bagian daging, boleh mengonsumsi, dan memanfaatkannya. Namun ada studi fiqih di suatu majalah Islam yang berpendapat berbeda. Dalam studi itu dikatakan, panitia qurban tidak berhak mendapatkan daging qurban. Pertimbangannya, daging qurban tidak boleh diberikan kepada panitia sebagai upah atas jerih-payahnya mengelola hewan qurban. Daging qurban harus didistribusikan secara sempurna, tanpa ada yang dijual, tanpa ada yang diberikan sebagai upah. Dalam pandangan ini, kalau panitia bekerja mengelola qurban, cukup bekerja saja; tidak perlu berharap akan mendapat bagian daging. Andaikan panitia harus menerima daging, ia diberikan kepada isterinya, bukan ke tangan panitia itu sendiri.

Saat saya berbicara dengan seorang Ketua DKM, di masjid dekat rumah, sikapnya lebih ketat lagi. Bapak itu selama ini mengelola hewan qurban dengan mengeluarkan biaya-biaya operasional. Sementara dia sendiri tidak mengonsumsi sedikit pun daging qurban. Alasannya, dia hanya menerima amanat untuk menyembelih dan membagikan, bukan untuk mengonsumsi.

Berkah dari Langit untuk Ummat Ini.

IMPLIKASI SOSIAL

Pandangan dalam studi fiqih di atas bila menyebar luas di tengah masyarakat, tentu akan memiliki implikasi besar. Ia bisa menmbulkan keresahan tersendiri. Bila pandangan itu diamalkan, maka para panitia qurban dilarang menerima daging atau pembagian manfaat apapun dari hewan qurban. Bisa jadi mereka akan memilih menjadi masyarakat biasa yang tidak terlibat kepanitiaan, agar tetap bisa mendapatkan daging. Di sisi lain, pengadaan, penyembelihan, dan pembagian daging qurban akan berkembang secara KOMERSIAL. Maksudnya, setiap yang bekerja dengan hewan qurban menuntut upah secara profesional (komersial), dengan pertimbangan mereka tidak berhak mendapatkan jatah daging sedikit pun.

Tentu saja, bukan seperti itu yang diharapkan dari syiar Idul Adha. Idul Adha adalah hari raya kaum Muslimin, hari kebanggaan, hari wibawa, hari kebahagiaan Ummat. Tidak semestinya momen ‘Idul Adh-ha dikembangkan dengan semangat komersialitas. Ia tetap harus dikembangkan dalam rangka syiar Islam, ketakwaan, keikhlasan, dan mencari berkah dari sisi Allah Ta’ala. Kalau iklim komersial yang berkembang, lambat-laun syiar udh-hiyah itu akan lenyap. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.

INTI MASALAH

Di hadapan kita ada beberapa pertanyaan mendasar yang wajib dicarikan jawabannya menurut arahan Syariat Islam, yaitu: “Bagaimana hukum panitia qurban yang menerima jatah pembagian daging qurban? Bolehkah atau dilarangkah? Bagaimana hukumnya panitia qurban dan keluarganya mengonsumsi daging hewan qurban, atau memanfaatkan apa yang diperoleh untuk keperluan hidup mereka?”

RUJUKAN

Untuk menjawab pertanyaan di atas, saya coba buka-buka beberapa referensi kitab fiqih yang ada di kami. Misalnya, “Ringkasan Shahih Muslim” karya Imam Al Mundziri; “Bulughul Maram” karya Ibnu Hajar Al Asqalani; “Mulakhas Fiqhiy” karya Syaikh Shalih Al Fauzan; Tafsir Ibnu Katsir, khususnya saat membahas Surat Al Hajj ayat 28 dan 36; “Fiqh Islam” karya H. Sulaiman Rasyid; dan buku “Soal-Jawab tentang Berbagai Masalah Agama Jilid 1-3” karya Al Ustadz A. Hassan. Hanya saja, dalam buku terakhir tidak saya jumpai pembahasan tentang kasus di atas.

PEMBAHASAN

Untuk menemukan jawaban yang memuaskan dari kasus yang disebutkan di awal tulisan ini, ada beberapa poin pembahasan yang perlu disampaikan. Secara berurutan disebutkan sebagai berikut:

[1] Pada dasarnya, panitia qurban BERHAK mendapatkan jatah daging qurban, berhak mengonsumsi, atau mengambil manfaat dari hewan qurban yang dibagikan. Dalilnya sederhana, bahwa tidak ada larangan dalam Al Qur’an atau As Sunnah yang mengharamkan panitia mendapat jatah daging qurban. Kita tidak pernah mendapati ayat Al Qur’an atau hadits Nabi Saw yang mengatakan, misalnya, “Barangsiapa bekerja mengatur urusan daging hewan qurban, dilarang memakan dagingnya, atau mengambil manfaat apapun darinya.” Tidak ada indikasi ke arah itu. Kaidah ushul yang berlaku disini, “Al ‘ashlu fil asy-yai al ibadah” (asal dari setiap sesuatu, selama tidak ada yang larangan, ialah mubah atau boleh). Namun hukum ini belum memadai, sehingga perlu diberi penjelasan-penjelasan lain.

[2] Dalam Surat Al Hajj ayat 28 disebutkan, “Fa kuluu mina wa ath-imul ba’itsil faqiir” (maka makanlah hewan qurban itu dan berikanlah makan kepada orang-orang yang tertimpa kefakiran).

Terhadap ayat di atas, Ibnu Katsir rahimahullah berkomentar, “Sebagian orang berdalil dengan ayat ini atas wajibnya memakan daging qurban. Ini adalah pendapat yang asing. Akan tetapi pendapat yang paling banyak, bahwa makan daging qurban termasuk bab rukhsah (keringanan), atau mustahab (lebih disukai).”

Imam Malik rahimahullah berkata, “Aku lebih suka makan hewan qurban, karena Allah Ta’ala berfirman, ‘Makanlah darinya!’” Ibnu Wahab berkata, “Aku bertanya ke Laits, dia berkata seperti itu juga (sependapat dengan Imam Malik).” Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata, “Dulu kaum musyrikin tidak memakan daging sembelihan untuk qurban. Maka diberi keringanan kepada kaum Muslimin. Siapa yang mau, silakan makan; siapa yang tidak mau, tidak usah makan.” Ibnu Jarir At Thabari rahimahullah juga menetapkan bolehnya memakan daging sembelihan qurban tersebut. Beliau meyitir ayat-ayat lain sebagai qiyas.

Singkat kata, lebih disukai jika kaum Muslimin mengonsumsi daging hewan qurban. Malah ada yang berpendapat, wajib mengonsumsi. Dengan demikian, jika para panitia hewan qurban itu Muslim, mereka lebih disukai mengonsumsi daging qurban.

[3] Surat Al Hajj ayat 28 diperkuat oleh ayat selanjutnya, Surat Al Hajj ayat 36. Disana dikatakan, “Fa kuluu minha wa ath-imul qaa-ni’ wal mu’tar” (maka makanlah dari daging qurban itu dan berikan makan kepada orang yang qana’ah (merasa cukup dengan apa yang ada pada diri mereka) dan orang yang meminta (diberi daging hewan qurban).”

Atas ayat di atas, Ibnu Katsir mengatakan, “Berkata sebagian Salaf, ‘Makanlah darinya!’ Ini perkara mubah. Imam Malik berpendapat, ia lebih disukai. Sebagian ulama Syafi’i menghukuminya wajib.” (Perlu diingat, Imam Ibnu Katsir rahimahullah termasuk bermadzhab fiqih Syafi’iyyah).

Ketika menjelaskan makna, memberi makan kepada al qana’ dan al mu’tar, Ibnu Abbas Ra menjelaskan, “Al qana’ ialah orang yang merasa cukup atas apa yang engkau berikan kepadanya, sedangkan dia ada di rumahnya (maksudnya, tidak keluar rumah untuk meminta-minta daging qurban). Al mu’tar ialah orang yang memohon kepadamu, mencelamu atas daging yang engkau berikan, dan tidak meminta.” Terjemah Depag. RI menyebut al qana’ sebagai yang rela dengan keadaan dirinya, sehingga tidak perlu meminta-minta. Sedangkan al mu’tar, orang yang meminta diberi daging.

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Telah berhujjah dengan ayat ini sebagian ulama, bahwa hasil sembelihan qurban dibagi 3 bagian: 1/3 untuk yang berqurban, 1/3 untuk dihadiahkan kepada teman-temannya, dan 1/3 lagi disedekahkan untuk fakir-miskin.”

Syaikh Shalih Al Fauzan berpendapat, “Lebih disukai makan hewan dari hadyu, jika hadyu untuk Haji Tamattu’ dan Qiran. Dan disukai makan dari hewan qurban, diberikan sebagai hadiah, dan disedekahkan, sepertiga-sepertiga. Seperti firman Allah, ‘Maka makanlah darinya dan berikan makan.’” (Mulakhas Fiqhiy. Juz I, hal 317).

Dengan penjelasan Surat Al Hajj ayat 38 ini, maka hukum memakan daging qurban bagi kaum Muslimin, bersifat lapang. Ia boleh diberikan kepada manusia yang meminta dan yang tidak meminta. Boleh diberikan kepada kaum fakir-miskin, maupun orang kaya yang sehari-hari makan daging. Andaikan bukan karena rasa lezat dan kandungan gizi dari daging qurban, setidaknya bisa diambil berkahnya.

[4] Sebuah hadits dalam riwayat Imam Bukhari-Muslim. Anas Ra. berkata, “Rasulullah Saw pernah berqurban dengan dua ekor kambing kibasy putih, yang telah tumbuh tanduknya. Aku pernah melihat beliau menyembelih kedua kambing itu dengan tangannya, aku melihat beliau meletakkan kakinya di pangkal leher kedua domba itu, lalu membaca bismillah dan bertakbir.” Dalam riwayat lain, Rasulullah meminta Aisyah Ra. memberikan beliau pisau tajam untuk menyembelih hewan udh-hiyyah (qurban).

Disini didapat dalil, bahwa seseorang boleh menyembelih hewan qurban miliknya dengan tangannya sendiri. Malah cara seperti itu lebih baik, sesuai Sunnah Nabi Saw. Dan orang yang menyembelih ini tidak diharamkan makan hasil sembelihan daging qurban-nya. Rasulullah Saw sendiri menyembelih, keluarganya lalu memasak dagingnya, dan beliau memakan hasil masakan itu. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz VI, hal. 307). Jadi, anggapan bahwa pihak yang menyembelih hewan qurban tidak berhak makan daging qurban dimentahkan oleh riwayat-riwayat itu.

[5] Dalam hadits lain, masih riwayat Bukhari Muslim, disebutkan dalam Bulughul Maram, hadits no. 1166, tentang Kitab Adha-hiy. Dari Ali bin Abi Thalib Ra., dia berkata, “Rasulullah Saw menyuruhku mengurus hewan sembelihannya (qurban). Beliau perintahkan aku membagikan dagingnya, kulitnya, bulunya, untuk kaum fakir-miskin. Dan tidak memberikan sedikit pun kepada tukang jagalnya.”

Hadits ini sangat menarik, sebab dari riwayat ini kita bisa mengambil hikmah, bahwa kepanitiaan hewan qurban itu sudah ada sejak jaman Nabi Saw. Meskipun pada awalnya bersifat sederhana, dengan melibatkan Ali Ra sebagai pengelola dan pendistribusi hewan qurban tersebut.

Atas riwayat di atas As Shan’ani, penulis kitab Subulus Salam, memberikan penjelasan sebagai berikut, “Kulit, bulu, daging hewan qurban harus dibagikan seluruhnya sebagai sedekah. Seseorang yang berqurban boleh memakan sebagian dagingnya, boleh mengambil kulitnya untuk keperluan pribadi, dan tidak untuk dijual. Memberikan daging qurban kepada penjagal sebagai imbalan atas kerjanya, dilarang. Sebagian orang tidak memberi upah sama sekali kepada tukang jagal, ini tidak boleh. Kalau kemudian tukang jagal itu menerima upah tidak seperti yang dia harapkan, itu diperbolehkan.”

Disini didapat penjelasan, bahwa perintah tidak memberikan daging kepada tukang jagal (al jizarah), ialah jika daging itu diberikan sebagai upah atas kerja tukang jagal tersebut. Padahal ketentuannya, semua bagian hewan qurban yang bisa dimanfaatkan dibagikan, bukan dijual, atau dikonversikan menjadi upah kerja.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Saw bersabda, “Jangan dijual daging hadyu dan daging qurban. Makanlah dagingnya, bersedekahlah dengannya, ambil manfaat dari kulitnya, jangan dijual kulit itu.” (HR. Ahmad).

KESIMPULAN PENTING

Ada beberapa kesimpulan penting yang bisa ditarik disini, yaitu:

[a] Lebih utama bagi kaum Muslimin untuk mengonsumsi daging hewan qurban.

[b] Daging hewan qurban diberikan kepada kaum Muslimin yang meminta (al mu’tar) dan yang tidak meminta (al qana’). Keduanya berhak mendapatkan.

[c] Daging hewan qurban secara umum dibagi 3 bagian: 1/3 untuk pihak yang berqurban; 1/3 untuk kawan-kawan pihak yang berqurban, dan 1/3 lagi disedekahkan untuk fakir-miskin.

[d] Hasil hewan qurban dibagikan seluruhnya, tidak ada yang dijual dan tidak ada yang diberikan sebagai upah dalam bentuk daging, kulit, atau bulu.

[e] Tukang jagal yang bekerja menyembelih hewan qurban tidak boleh diupah dengan daging qurban, kulit, atau bulunya. Dia boleh diupah dengan harta yang lain. Apabila tidak memberikan upah sama sekali, menurut As Shan’ani hal itu tidak boleh.

[f] Tradisi mengurus hewan qurban, lalu membagikan ke masyarakat, sudah ada sejak jaman Rasulullah Saw. Dicontohkan dengan perbuatan Ali bin Abi Thalib Ra.

BAGAIMANA POSISI PANITIA QURBAN?

Sebagai kaum Muslimin, panitia qurban jelas berhak mendapatkan daging qurban, berhak menikmati, dan memanfaatkan hasil sembelihan qurban. Mereka adalah bagian dari kaum Muslimin yang berhak mendapat keberkahan Yaumun Nahr (hari raya Idul Adha).

Lebih kuat lagi, apabila mereka membutuhkan daging tersebut untuk keperluan diri dan keluarganya. Hal ini benar-benar diperbolehkan (Surat Al Hajj ayat 36). Bahkan bila panitia itu tergolong fakir-miskin, mereka lebih berhak.

Adapun panitia yang ikut terlibat dalam mengurus hewan qurban, dalam rangka ingin mendapatkan bagian daging qurban, hal itu diperbolehkan. Bahkan, andaikan mereka duduk di rumah saja, mereka berhak diberi. Andaikan mereka meminta jatah daging, tanpa harus bekerja, itu juga diperbolehkan. Apalagi kalau sampai mereka ikut terlibat mensukseskan pengelolaan hewan qurban, mereka lebih diutamakan dari orang-orang yang hanya menunggu diberi daging.

Hanya saja, urusannya menjadi lain, kalau niat panitia bersifat komersial. Misalnya, dia terlibat mengurus hewan qurban semata-mata karena ingin MENDAPAT UPAH. Tentunya, upah itu dalam bentuk uang. Jika tidak ada uang, dia menuntut supaya upah dikonversi dalam bentuk daging. Nah, perbuatan seperti ini yang tidak diperbolehkan. Hasil daging qurban bukan untuk upah.

Tetapi BEKERJA mencari upah sendiri bukan aib. Setiap Muslim boleh bekerja mencari upah demi kebaikan diri dan keluarganya. Hanya saja, kalau mencari upah saat mengelola hewan qurban, tidak boleh meminta upah dengan cara dibayar daging, kulit, atau bulu hewan qurban. Upah itu bisa berupa uang, atau barang-barang lain yang disepakati, selain bagian hewan qurban. (Misalnya, upah diminta dalam bentuk korma, tepung roti, ikan, minyak, atau apa saja di luar bagian hewan qurban).

Kalau ada panitia yang terlibat dengan niat mencari upah, harus diberikan upahnya. Dan hal itu harus dilakukan kesepakatan sebelum urusan pengelolaan hewan qurban dimulai. Adapun bagi yang mencari berkah dari rizki Allah berupa hewan qurban, harus diberikan bagiannya. Bahkan siapa yang tidak mencari pun, asalkan Muslim dan jatah dagingnya mencukupi, berhak diberi pula.

Dan sebaik-baik niat terlibat dalam kepanitian qurban ialah dalam rangka mensukseskan syiar agama Allah di muka bumi. Niat demikian, selain mendapat pahala takwa, juga berhak mendapat berkah daging hewan qurban. Dalam Al Qur’an disebutkan, “Dan siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati.” (Surat Al Hajj: 32).

Semoga kajian sederhana ini bermanfaat bagi Ummat; menghilangkan keragu-raguan di hati –atas ijin Allah-; bisa membantu meninggikan syiar agama Allah, dan ikut menanam saham bagi kekalkan barakah Idul Adha bagi kaum Muslimin. Semoga Allah Al Karim memuliakan kita semua. Amin Allahumma amin.

Wallahu A’lam bisshawaab.

Bandung, 13 November 2010.

AM. Waskito.


Virus Atheisme di Otak Kita

November 13, 2010

Blok Komunis dunia runtuh sekitar tahun 1990 lalu. Sampai saat ini masih ada negara-negara yang menerapkan konsep Komunisme, seperti Kuba, Korea Utara, Vietnam, atau RRC. Ideologi Komunis saat ini tampak tidak seagressif dulu. Tetapi alam berpikir atheis (menolak eksistensi Tuhan) tidak otomatis lenyap. Pemikiran atheis itu berkamuflase di balik pemikiran-pemikiran lain yang kelihatannya baik.

Selama ini tanpa disadari telah merasuk virus pemikiran ATHEIS di benak masyarakat kita. Virus itu masuk melalui analisa-analisa para pakar sains terkait dengan bencana-bencana alam. Setiap ada kejadian bencana, apakah berupa gunung meletus, gempa bumi, banjir, longsor, tsunami, dll. selalu saja diklaim sebagai fenomena alam biasa. Sepintas lalu, opini seperti itu mencerminkan sikap saintifik. Padahal sejatinya, disana ada PENGINGKARAN terhadap eksistensi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Alam lebih ramah dari kekuatan aslinya untuk memusnahkan kehidupan manusia.

Dengan cara berpikir saintifik itu, hampir tidak ada lagi DOMAIN bagi Allah untuk mengatur alam-semesta ini. Katanya, Allah itu Tuhan sekalian alam, mengapa kok seperti tidak berperan sama sekali? Ya itu tadi, alam berpikir saintifik sudah mengkonversi keyakinan manusia, dari watak religius menjadi materialis. Hal-hal demikian secara terus-menerus dipublikasikan di media. Tanpa terasa ia semakin mengikis keyakinan manusia kepada Allah.

Beberapa kritik kepada opini para pakar sains itu, antara lain:

[1] Pada hakikatnya, sampai saat ini para pakar sains tidak pernah bisa menjawab pertanyaan, “Mengapa terjadi suatu bencana alam.” Pekerjaan para saintis hanyalah menjelaskan DESKRIPSI seputar kejadian bencana. Itu pun belum tentu tepat. Contoh, pakar vulkanologi Gunung Merapi, mengklaim bahwa setelah letusan pertama tanggal 26 Oktober 2010, diperlukan waktu 5 hari agar Merapi tenang kembali. Ternyata, malah kemudian terjadi letusan yang lebih dahsyat lagi, dengan korban jiwa lebih besar dari letusan pertama. (Para pakar itu seharusnya “dihukum gantung” karena kesalahan-kesalahan prediksinya yang membuat manusia tersesat, lalu menjadi korban bencana).

[2] Para pakar sains selalu menjelaskan kejadian bencana dengan analisis-analisis tertentu. Lalu media massa, Pemerintah, dan masyarakat percaya begitu saja. Sementara tidak ada pertanggung-jawaban bila pandangan mereka ternyata keliru. Seperti kejadian di Mentawai. Kata BMKG, ancaman tsunami di Mentawai sudah lewat. Tetapi ternyata, tsunami itu dahsyat disana. Ia adalah tsunami kedua terbesar setelah tsunami di Aceh. Adapun tsunami ketiga di Pangandaran Ciamis.

[3] Para pakar sains sering menyebut parameter-parameter tertentu sebagai sebab terjadinya bencana di suatu tempat. Tetapi parameter itu kerap kali bersifat LOKAL. Artinya, ketika dihadapkan kepada kondisi serupa di tempat lain, yang ternyata tidak mengalami bencana, mereka tidak bisa berkata apa-apa. Misalnya, Gunung Merapi diklaim mengalami aktivitas vulkanik luar biasa, sehingga terjadi letusan. Tetapi Gunung Semeru atau Anak Krakatau yang tidak kalah aktifnya, ternyata tidak meletus. Begitu pula gunung-gunung lain yang juga sangat aktif ternyata tidak meletus. Bahkan Gunung Sinabung di Sumut yang tidak pernah terdengar beritanya, malah meletus dan menimbulkan kepanikan. Lalu bagaimana dengan alasan para saintis itu, “Merapi meletus karena aktivitas vulkanik tingkat tinggi.” Di dunia banyak gunung berapi, bahkan yang lebih aktif dari Merapi, tetapi tidak meletus seperti Merapi.

[4] Pemikiran materialis para saintis sebenarnya telah banyak menyebabkan ummat manusia sengsara. Setiap terjadi bencana, tentu melahirkan penderitaan luar biasa, baik harta, nyawa, maupun kehidupan. Semestinya, setelah bencana manusia diajak bertaubat, kembali kepada Allah, memperbaiki moral, menegakkan keadilan, menyingkirkan kezhaliman, dan sebagainya. Tetapi pemikiran-pemikiran para saintis itu telah membelenggu akal manusia. Di tangan mereka, semua kejadian alam cukup ditafsirkan dengan teori-teori sains; tidak ada domain bagi Allah di atas alam ini. (Inna lillah wa inna ilaihi ra’jiun). Entahlah, butuh berapa banyak bencana lagi, agar manusia mau bertaubat kepada Allah? Mungkin setelah bangsa ini rata dengan tanah, setelah manusia terkubur di bawah reruntuhan material tanah dan bebatuan, baru ada yang mau taubat. Itu pun taubat sesaat, sebab setelah itu mereka akan kembali menyembah-nyembah fatwa para saintis materialis itu. Masya Allah.

[5] Kita harus jujur mengakui, bahwa fatwa-fatwa para saintis materialis itu selama ini NIHIL manfaat. Fatwa mereka tidak bisa menghindarkan bangsa ini dari bencana; fatwa mereka tidak bisa mengurangi intensitas bencana; fatwa mereka tidak bisa menyelamatkan nyawa, rumah-rumah, dan kehidupan; fatwa mereka tidak bisa membuat kehidupan bangsa menjadi lebih tenang, tentram, dan damai. Jadi, apa gunanya omongan para saintis itu? Apakah mereka wartawan yang hanya “memberitakan deskripsi” peristiwa?

Sejujurnya, alam itu semula dalam kondisi baik, stabil, seimbang, harmoni, bahkan terus menyebarkan manfaat-manfaat. Alam menyediakan apa yang dibutuhkan manusia. Tetapi kemudian alam bergolak, alam bergetar, mengeluarkan kekuatannya yang sangat menakutkan. Alam yang semula ramah, menjadi sangat sadis. Tidak kenal orang dewasa, anak kecil, kaum wanita, orang baik, orang jahat, atau orang setengah-setengah; semuanya terkena amukan alam, saat bencana terjadi.

Amukan alam hanyalah satu instrumen di antara sekian banyak instrumen peringatan bagi manusia. Ada kalanya manusia diingatkan dengan bencana kemanusiaan, konflik berdarah, fenomena kriminalitas yang merebak, hujan-tangis akibat kezhaliman, kecelakaan transportasi, polusi yang semakin berbahaya, kegagalan panen, dll. Bahkan manusia diingatkan dengan kejadian-kejadian privasi yang menimpa dirinya. Dan alam hanya salah satu instrumen peringatan itu. Namun peringatan dari alam kerap kali sangat menyakitkan. Terlalu sakit akibatnya, terlalu sakit rasa perihnya, terlalu mahal harganya.

Padahal kalau mau jujur, bencana alam itu hanya sedikit di antara kemampuan alam untuk meluluh-lantakkan kehidupan manusia. Setiap hari setiap masa, hidup kita dikepung oleh ancaman bencana alam dari segala sisi. Angin, air, panas, bumi, radiasi matahari, hewan, tumbuhan, benda-benda angkasa, debu kosmik, dll. Semua itu menjadi POTENSI BAHAYA yang sewaktu-waktu bisa menyerang manusia.

Kalau dihitung, bencana yang ada paling hanya 1/1000 dari kemampuan alam itu sendiri untuk menghancurkan kehidupan manusia. Contoh, 26 Desember 2004, terjadi bencana Tsunami di Aceh. Itu hanya satu kejadian di antara ratusan kemungkinan tsunami yang bisa terjadi di Indonesia. Semua pantai-pantai di Indonsia berpotensi mengalami tsunami. Tetapi lihatlah, meskipun di negeri ini ada puluhan ribu kilometer garis pantai, buktinya kejadian tsunami tidak sebanyak itu.

Jadi sebenarnya, selama ini manusia terlindungi dari KEGANASAN ALAM semata-mata karena Rahmat Allah yang dicurahkan atas ummat manusia di dunia. Andaikan Allah tidak menahan gempuran-gempuran alam itu, yakinlah kita tidak akan bisa hidup tenang di atas permukaan bumi ini. Di semua sisi kehidupan ini ada ancaman bahaya. Ia bisa dari alam atau manusia sendiri. Lalu Allah memilih sebagian kecil dari ancaman itu dalam bentuk bencana atau mushibah, agar manusia mau bertaubat, sadar diri, dan kembali ke ajaran-Nya.

Renungkanlah: “Katakanlah: ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan siksa kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu, atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih-berganti agar mereka memahami.” (Surat Al An’am: 65).

Semoga bermanfaat dan bisa menjadi nasehat, bagi diri sendiri maupun Ummat. Amin ya Karim.

AM. Waskito.